Safia melotot kearah Manan. "Kalau aku tidak menghabiskannya apa yang bisa kau lakukan padaku?" tanya Safia.
"Kau melawanku, baiklah jangan kau habiskan dan saat ini pula kau kumakan, pilih yang mana tergantung kecerdasanmu!" tekan Manan.Safia terdiam berdebat pun percuma karena tidak akan pernah menang dan dimenangkan apalah dirinya bagi Manan. 'Sungguh pria ini sangat menyebalkan,' pikirnya.Safia berusaha menghabiskan makanannya ia takut hal yang tadi terulang kembali. Perutnya sudah terasa sangat penuh dan di piring masih tinggal sedikit ia berusaha bernegosiasi dengan Manan. "Aku sudah sangat kenyang boleh ini kubuang, aku jamin Amar tidak akan kelaparan," jawab Safia."Habiskan atau kau lebih suka ...." Manan menatap tajam pada Safia."Iya aku habiskan!" teriak Safia lalu menyuapkan makanan dengan cepat setelah itu berlari ke kamarnya dan menutup rapat serta menguncinya ia tidak peduli kalau Manan akan marah pada dirinya. Rasa mual di perutnya sudah tidak bisa di tahan.Safia segera berlari ke toilet dan memuntakan sebagian isi perutnya. Ia merasa sedikit lega karena rasa mual mulai menghilang Ia membersihkan toiletnya dari muntahannya dan membasuh mulutnya dengan air terasa sakit terkena air. Ia pun mendesis menahan sakit dari bibir yang terluka karena di gigit suaminya itu."Kau memuntahkannya?" Suara bariton mengejutkannya dan ia menoleh kebelakang."Kau, bagaimana mana Kau bisa masuk?" tanyanya spontan"Tentu saja dari pintu yang terbuka bukan dari lubang kunci. Aku bukan makhluk astral yang bisa di lubang kunci," jawabnya datar."Aku lupa jika aku di sini tidak punya privasi sendiri bahkan untuk mengunci kamarku sendiri," ucap safia sengit."Kau hanya berhak menempatinya, semua ruangan ini milikku yang berhubungan denganku secara tidak sengaja maupun sengaja menjadi milikku termasuk dirimu. Jadi aku berhak melakukan apa pun padamu suka atau tidak! Karena kau sudah memuntakan separuh makananmu maka persiapkan separuh tubuhmu untuk kusantap nanti malam!" perintahnya datar dan dingin lalu ia berjalan keluar meninggalkan Safia yang tiba-tiba saja tubuhnya menggigil, karena dia sudah bisa membayangkan apa yang akan dialaminya nanti malamWanita itu menghembuskan napas kasarnya sambil berteriak, "Welcome to Hell, Safia."Ia berjalan pelan keluar dari kamar mandi, ia bahkan tidak tahu apa pilihannya saat itu betul apa salah, kini dirinya hidup dalam ketakutan, Kakak Ipar yang dulunya terlihat lembut sekarang berubah menjadi seorang monster."Kakak apa yang harus ku lakukan kenapa kau harus pergi meninggalkan suamimu andai kau masih hidup aku tidak perlu berada di sini untuk menjalani pernikahan yang menyakitiku." gumamnya lirih' Apa harus semuanya aku berikan, demi putramu? ASI, sekarang tubuhku yang hanya menjadi penggantimu untuk memuaskan hasratnya,' batinnya nelangsa.ia menatap kosong ruangan, ingatan kembali ke masa lalu, Kebahagiaan bersama Akran walaupun hanya sebentar. Tiba-tiba saja ia teringat akan putrinya telah meninggal ia ingin sekali mengunjungi makamnya.Ia bangun dari duduknya dan berjalan keluar mencari pria menyebalkan itu. ia mengitari rumah itu mencari Manan tetapi tidak menemukannya."Apa yang kau cari?" Suara bariton mengejutkannya."Kau!" jawab Safia menoleh pada sumber suara itu."Kau ingin kumakan sekarang? Bin@l sekali kau sampai tidak mau menunggu malam tiba," ucapnya kasar yang langsung menikam hulu hatinya.Safia menelan rasa sakitnya. "Aku ingin pergi ke makam putriku.""Pergilah jangan terlalu lama, aku tidak ingin Amar menangis mencarimu!" ucapnya dingin lalu pergi begitu saja.Safia menghela nafasnya ia berjalan keluar rumah, dengan hati tak menentu ingin sekali ia menghilang dari muka bumi agar tidak terasa sakit."Nyonya mau kemana? Akan saya antar," sapa sopir Manan yang membuatnya kembali terlonjak."Mau ke makam putriku," ucapnya sambil membuka pintu tengah dan langsung duduk. Rasanya ia ingin meluapkan kekesalannya pada sopir Manan juga pasalnya karena sopir itu menghilang tadi malam membuatnya harus menikah dengan Manan pagi tadi.Sopir itu masuk dan duduk di belakang kemudi lalu menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju ke pemakaman umum.Sementara itu seorang pria berdiri di pusara bernama Wulan binti Arkan. Lelaki itu mengusap matanya yang basah dan terdengar dari bibir yang Tertutup masker permintaan maafnya."Maaf, Wulan." Hanya itu saja yang sanggup ia ucapkan lalu meletakkan rangkaian bungah mawar merah dan kembalikan tubuhnya melangkah pergi.Di saat itu pula mobil berhenti di dekat mobil hitam, Safia keluar dari mobil Manan dan berjalan dengan hati sedih di tangannya menjinjing keranjang berisi berbagai kelopak bunga, ia pun berpapasan seorang pria yang mengenakan masker perawakannya mirip dengan almarhum suaminya tetapi ia tidak peduli karena hidup sudah mati tidak tersisa sedikitpun.Pria itu menatap Safia dengan tatapan lekat, lalu membuang tatapannya setelah agak jauh lelaki itu membalikan tubuhnya dan memandang punggung wanita itu hingga hilang, kemudian ia membalikkan tubuhnya dan berjalan kembali menuju mobilnya. Pria itu masuk lalu menjalankan mobilnya meninggalkan pemakaman umum itu.Safia yang sudah tiba di makam sang kakak juga anaknya itu terkejut melihat rangkaian bunga mawar segar di pusara putrinya.'Bungah siapa ini?" gumamnya sambil menoleh ke kiri dan ke kanan lalu kebelakang kemudian menyapukan pandangannya ke seluruh makam mencari seseorang yang mungkin baru datang dari makam ini.Safia melihat bunga itu masih segar tentunya baru saja ada seseorang datang kesini. 'Siapa?' pikir Safia.Kembali ia menyapukan pandangannya tidak ada siapa-siapa selain dirinya. Ia menghembuskan napas, terkadang menginginkan sesuatu yang mustahil datang padanya. Semua orang yang dicintainya telah pergi, ingin sekali ia bertemu dengan satu cinta yang memberikan cinta yang lainnya yaitu mendiang suaminya.ia tidak pernah bermimpi tentang pria yang masih di hatinya itu, dan tidak bisa mengunjungi makamnya sama sekali. 'Kenapa mereka melarangku berkunjung di makamnya bukankah ia suamiku,' pikir Safia Ia ingin menanyakan ini sekali lagi pada Manan tetapi pria itu sudah berubah dia bukan lagi kakak ipar yang hangat seperti dulu.Duduk di pusara yang kakak sambil menabur bunga ia mengeluh, "Kakak suamimu sekarang adalah suamiku tetapi bukan suami yang semestinya seperti pernikahan yang bahagia, aku tidak mencintainya dan ia membenciku seolah sumber mas
Manan menggendong Safia menuju kamar wanita itu membaringkan di ranjang. "Istirahatlah! Setelah ini kita butuh tenaga untuk mengarungi rumah tangga yang hampa ini, dulu pernah kukatakan padamu jangan menikahi pria itu, kau malah menuduhku yang bukan-bukan dan karena pria itu pula aku kehilangan Lailaku. Tidak peduli betapa sakitnya dirimu karena kamu memilih hidup denganku," ucap Manam lalu ia meninggalkan kamar Safia.Ia berjalan kembali ke ruangan kerjanya mencoba untuk mengerjakan pekerjaannya yang terbengkalai beberapa hari. Satu jam, dua jam Manan mulai bosan. ia berjalan menuju kamar safia membukanya lalu menutupnya dengan sangat kasar.Safia terjengkit dan terbangun dari tidurnya. dan langsung mencapai kesadaran penuh melihat sekilas lelaki yang mengacaukan tidurnya itu, sambil mendengus kesal."Kenapa? Kau ingin marah padaku," ucapnya sambil duduk di sofa."Tidak, bukankah aku tidak punya hak untuk marah di rumah ini," ucap Safia
Manan menghentikan langkahnya, ia berjalan berbalik arah dan menatap pria itu dengan tajam."Apa yang ingin kau katakan lagi hai pecundang!" teriaknya marah."Aku hanya ingin memastikan Mas Manan bisa menjaga rahasia ini, aku akan kembali saat aku telah selesaikan urusanku!" ucapnya sambil membersihkan darah yang ada di hidungnya."Apa kau gila! otakmu kau taruh di mana hah?" ucap Manan gusar."Aku tidak gila, Mas, aku masih sangat mencintainya," ucap pria itu menunduk."Cinta katamu, Jika kau mencintainya menghilanglah tanpa mengusik dan menghancurkan keluargaku. Kau tahu aku juga mencintai istriku dan mereka merenggut dia dari sisiku apa perlu ku hancurkan otakmu agar kau berfikir waras!" teriaknya semakin keras kemarahan sudah sampai di ubun-ubun."Mas tenanglah! Tolong duduk dulu, apa kau kira aku tidak sedih dengan apa yang kau alami aku juga kehilangan putriku dan aku tidak berdaya," ucapnya menunduk."Tidak b
Safia semakin ketakutan saat pintu terbuka, ia berlari ke kamar mandi dan mengunci pintunya. Terdengar suara Manan memanggilnya."Safia dimana kamu? Hai mainanku ke marilah! Aku pasti bisa menemukanmu! Ayo jangan bersembunyi! Di manapun kau berada pasti bisa kutemukan kecuali yang menyembunyikan kamu adalah cantikku Laila." Teriakan itu menggema.Sejenak Sunyi, Safia tidak mendengarkan lagi teriakan Manan. Namun, tak lama kemudian terdengar umpatan lagi dari mulut pria itu."Laila aku sangat merindukanmu, lelaki brensek itu membuatmu meninggalkanku. Kenapa ia tega melakukan pada cintaku?" ucap lelaki itu berulang kali hingga ruangan kembali sunyi. Safia menunggu selama tiga puluh menit akhir ia pun keluar, dan melihat Manan tertidur di lantai kamar Safia. Ia keluar dari kamarnya dan menuju kamar Manan yang di tempati Amar tidur. bayi lelaki itu tampak masih terlelap dan tidak terusik apapun.Ia terlelap beberapa saat lalu terdengar suara tangisan Amar dan Safia memberikan ASInya set
Safia menjauhkan mukanya. Namun, tiba-tiba saja tangan Manan meraih kepala Safia dan menekan serta menempelkan ke mukanya dengan sangat erat."Kenapa kau begitu takut, aku ini suamimu, 'kan? Bisa merasakan semua yang ada di kamu, Aku ingin mencicipi bibirmu, apa semanis milik Lailaku, atau justru hambar," ucap Manan lalu lelaki itu menyambar bibir Safia melum4tnya kemudian menggigitnya sampai berdarah."Benar-benar tidak berasa," ucapnya.Safia mengusap bibir yang berdarah, sambil menatap tajam Manan. Pria itu dengan santai mengambil gelas berisi jus lemon hangat."Kenapa rasanya masam, seperti wajahmu? Beri gula lagi jangan terlalu banyak setidaknya ada manis di rasa asam," perintahnya sambil menggeser gelasnya ke depan Safia Safia mengusap air matanya lalu mengambil gelas dan beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju meja dapur lalu membuka toples berisi gula dan diambilnya satu sendok gula dimasukan ke dalam gelas jus lemon dan diaduknya kemudian kembali kemeja makan lalu
"Apa? Aku kau suruh menghabiskan lagi?" protesnya."Kenapa? Kau ingin yang lain?" tanya Manan"Tidak nanti kuhabiskan," teriaknya sambil berlari menuju kamar Manan lalu mengambil Amar yang ada di box dan membawanya ke kamar.Manan telah selesai dengan sarapannya. Ia menatap piring Safia lalu beranjak dan pergi ruangannya Safia. Safia terperanjat pasalnya ia tengah menyusui. "Mas Manan kenapa masuk?" tanya Safia. dengan wajah memerah karena malu."Kenapa? Kau Istriku, 'kan aku akan ke kantor jelas kau harus cium punggung tanganku bukan?" tanya Manan sambil melihat putranya yang menyusu. 'Andai itu kau Laila, mungkin aku lebih bahagia,' batinnya.Safia meraih punggung tangan Manan dan lalu menciumnya. Manan hanya menatapnya sebentar lalu pergi keluar dari kamar Safia.Tetapi baru saja mencapai pintu Safia, menghentikan langkahnya. Manan berhenti dan menoleh kebelakang. "Ada apa?""Bagaimana dengan pintu kamarku K
Citra menatap atasan seolah tak percaya apa yang ditanyakan beliau padanya. Dengan mulut setengah menganga ia terpaku."Aku memberikan dua hari libur untukmu, bersenang-senanglah dengan kekasihmu!" ucap Manan selanjutnya."Oh ... tidak Tuan, saya tidak ingin libur, tolong jangan beri saya libur saya sedang butuh uang untuk biaya sekolah adik-adik saya, jika saya libur bonus transportasi akan hilang," jawab Citra sedikit takut.Aku tidak akan memotong bonusmu, aku khawatir saja satu Minggu kau bekerja denganku kau akan pingsan," jawab Manan dengan Mimik datar."Tidak, Pak, saya senang bekerja dengan Anda," jawab Citra."Hem ... bohong, kamu tadi sempat mengeluh, 'kan?" tanya Manan.Citra mendongak mengigit bibirnya. 'Mati aku! Pak Manan tahu,' pikirnya."Maaf, Pak, lain kali saya tidak mengeluh, tolong jangan pecat saya," ucap Citra memohon."Siapa yang memecatmu? Aku ingin kau libur, Citra. Kupikir selama ini aku telah memforsir tenaga dan perasaanmu." Terdengar des4h4n berat."Aku ta
"Aku masih sadar sepenuhnya, Safia. Aku tidak mabuk!" ucap Manan sambil membuka ruang kerja lalu masuk ke dalam ruangan khusus."Mas Manan tolong sadar, bukan, 'kah kau membenciku lalu untuk apa melakukan ini padaku?" teriak Safia."Karena kau adalah istriku! Apa aku harus memintanya pada istri orang lain, hah? Tidak peduli Kau dan aku punya atau tidak punya perasaan. Kau dan Aku punya kewajiban dan hak yang sama! Maka suka tidak suka layani aku sekarang!" perintah Manan sambil membanting tubuh Safia di atas ranjang dengan kaki menjulur menapak lantai lalu mengungkung tubuh itu."Mas aku belum siap ku mohon jangan lakukan sekarang," ucap Safia memohon."Maka pejamkan matamu dan bayangkan aku adalah Akranmu begitu pula aku. Aku akan menganggap kamu Lailaku," ucap Manan mengungkungnya tangan safia dikuncinya."Tidak semuda itu, Mas Manan!" teriak Safia."Apakah kau kira aku mudah melakukannya? tidak Safia, ini bukan cinta tetapi Nafsu. Aku tak butuh seluruh bagian tubuh cukup satu anggo