Home / Rumah Tangga / Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar / Bab 8 Rangkaian Bunga siapa ini?

Share

Bab 8 Rangkaian Bunga siapa ini?

Author: Endiy Fathia
last update Last Updated: 2024-01-11 21:00:32

Safia melotot kearah Manan. "Kalau aku tidak menghabiskannya apa yang bisa kau lakukan padaku?" tanya Safia.

"Kau melawanku, baiklah jangan kau habiskan dan saat ini pula kau kumakan, pilih yang mana tergantung kecerdasanmu!" tekan Manan.

Safia terdiam berdebat pun percuma karena tidak akan pernah menang dan dimenangkan apalah dirinya bagi Manan. 'Sungguh pria ini sangat menyebalkan,' pikirnya.

Safia berusaha menghabiskan makanannya ia takut hal yang tadi terulang kembali. Perutnya sudah terasa sangat penuh dan di piring masih tinggal sedikit ia berusaha bernegosiasi dengan Manan. "Aku sudah sangat kenyang boleh ini kubuang, aku jamin Amar tidak akan kelaparan," jawab Safia.

"Habiskan atau kau lebih suka ...." Manan menatap tajam pada Safia.

"Iya aku habiskan!" teriak Safia lalu menyuapkan makanan dengan cepat setelah itu berlari ke kamarnya dan menutup rapat serta menguncinya ia tidak peduli kalau Manan akan marah pada dirinya. Rasa mual di perutnya sudah tidak bisa di tahan.

Safia segera berlari ke toilet dan memuntakan sebagian isi perutnya. Ia merasa sedikit lega karena rasa mual mulai menghilang Ia membersihkan toiletnya dari muntahannya dan membasuh mulutnya dengan air terasa sakit terkena air. Ia pun mendesis menahan sakit dari bibir yang terluka karena di gigit suaminya itu.

"Kau memuntahkannya?" Suara bariton mengejutkannya dan ia menoleh kebelakang.

"Kau, bagaimana mana Kau bisa masuk?" tanyanya spontan

"Tentu saja dari pintu yang terbuka bukan dari lubang kunci. Aku bukan makhluk astral yang bisa di lubang kunci," jawabnya datar.

"Aku lupa jika aku di sini tidak punya privasi sendiri bahkan untuk mengunci kamarku sendiri," ucap safia sengit.

"Kau hanya berhak menempatinya, semua ruangan ini milikku yang berhubungan denganku secara tidak sengaja maupun sengaja menjadi milikku termasuk dirimu. Jadi aku berhak melakukan apa pun padamu suka atau tidak! Karena kau sudah memuntakan separuh makananmu maka persiapkan separuh tubuhmu untuk kusantap nanti malam!" perintahnya datar dan dingin lalu ia berjalan keluar meninggalkan Safia yang tiba-tiba saja tubuhnya menggigil, karena dia sudah bisa membayangkan apa yang akan dialaminya nanti malam

Wanita itu menghembuskan napas kasarnya sambil berteriak, "Welcome to Hell, Safia."

Ia berjalan pelan keluar dari kamar mandi, ia bahkan tidak tahu apa pilihannya saat itu betul apa salah, kini dirinya hidup dalam ketakutan, Kakak Ipar yang dulunya terlihat lembut sekarang berubah menjadi seorang monster.

"Kakak apa yang harus ku lakukan kenapa kau harus pergi meninggalkan suamimu andai kau masih hidup aku tidak perlu berada di sini untuk menjalani pernikahan yang menyakitiku." gumamnya lirih

' Apa harus semuanya aku berikan, demi putramu? ASI, sekarang tubuhku yang hanya menjadi penggantimu untuk memuaskan hasratnya,' batinnya nelangsa.

ia menatap kosong ruangan, ingatan kembali ke masa lalu, Kebahagiaan bersama Akran walaupun hanya sebentar. Tiba-tiba saja ia teringat akan putrinya telah meninggal ia ingin sekali mengunjungi makamnya.

Ia bangun dari duduknya dan berjalan keluar mencari pria menyebalkan itu. ia mengitari rumah itu mencari Manan tetapi tidak menemukannya.

"Apa yang kau cari?" Suara bariton mengejutkannya.

"Kau!" jawab Safia menoleh pada sumber suara itu.

"Kau ingin kumakan sekarang? Bin@l sekali kau sampai tidak mau menunggu malam tiba," ucapnya kasar yang langsung menikam hulu hatinya.

Safia menelan rasa sakitnya. "Aku ingin pergi ke makam putriku."

"Pergilah jangan terlalu lama, aku tidak ingin Amar menangis mencarimu!" ucapnya dingin lalu pergi begitu saja.

Safia menghela nafasnya ia berjalan keluar rumah, dengan hati tak menentu ingin sekali ia menghilang dari muka bumi agar tidak terasa sakit.

"Nyonya mau kemana? Akan saya antar," sapa sopir Manan yang membuatnya kembali terlonjak.

"Mau ke makam putriku," ucapnya sambil membuka pintu tengah dan langsung duduk. Rasanya ia ingin meluapkan kekesalannya pada sopir Manan juga pasalnya karena sopir itu menghilang tadi malam membuatnya harus menikah dengan Manan pagi tadi.

Sopir itu masuk dan duduk di belakang kemudi lalu menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju ke pemakaman umum.

Sementara itu seorang pria berdiri di pusara bernama Wulan binti Arkan. Lelaki itu mengusap matanya yang basah dan terdengar dari bibir yang Tertutup masker permintaan maafnya.

"Maaf, Wulan." Hanya itu saja yang sanggup ia ucapkan lalu meletakkan rangkaian bungah mawar merah dan kembalikan tubuhnya melangkah pergi.

Di saat itu pula mobil berhenti di dekat mobil hitam, Safia keluar dari mobil Manan dan berjalan dengan hati sedih di tangannya menjinjing keranjang berisi berbagai kelopak bunga, ia pun berpapasan seorang pria yang mengenakan masker perawakannya mirip dengan almarhum suaminya tetapi ia tidak peduli karena hidup sudah mati tidak tersisa sedikitpun.

Pria itu menatap Safia dengan tatapan lekat, lalu membuang tatapannya setelah agak jauh lelaki itu membalikan tubuhnya dan memandang punggung wanita itu hingga hilang, kemudian ia membalikkan tubuhnya dan berjalan kembali menuju mobilnya. Pria itu masuk lalu menjalankan mobilnya meninggalkan pemakaman umum itu.

Safia yang sudah tiba di makam sang kakak juga anaknya itu terkejut melihat rangkaian bunga mawar segar di pusara putrinya.

'Bungah siapa ini?" gumamnya sambil menoleh ke kiri dan ke kanan lalu kebelakang kemudian menyapukan pandangannya ke seluruh makam mencari seseorang yang mungkin baru datang dari makam ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Saat Engkau Pergi

    Malam semakin larut, Manan tak bisa memejamkan matanya. Berbaring di ranjang sebentar kemudian duduk lalu bangkit dan berjalan mondar-mandir. Saat hatinya gusar meraih sesuatu dan melemparkannya begitu saja. vas bunga yang pecah berhamburan kosmetik Safia yang bertebaran. Suara pecahan kaca, benda-benda yang jatuh di malam yang sunyi. Manan benar-benar menyesal dengan keputusan yang telah diambilnya. Setelah Safia pergi baru sadar, di mana hatinya berada dan untuk siapa. Badan lelah, mata merah dan pikiran berkecamuk tak tentu arah. Saat tubuhnya tak mampu lagi menahan kantuk dan lelah ia pun mengelepar di atas ranjang dengan kaki menjuntai menapak lantai. Seperti baru terpejam beberapa menit, terdengar suara ketukan pintu dan anak-anak yang berusaha membangunkannya. "Papa, bangun, ayo antar kami!" teriak mereka saling bersautan. Manan membuka matanya saat terdengar suara-suara samar di telinganya. Ia mengerjab beberapa kali untuk menghilangkan kantuknya Dengan langkah

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Hari-hari Menyakitkan

    Akran mengusap wajahnya. membersihkan wajah dari makanan yang disemburkan oleh Safia. Ia menatap dengan dalam lalu membungkuk dan mendekatkan bibirnya tepat di telinga Safia. "Aku perna melihat Mas Manan melakukannya padamu, aku pun bisa lebih gila melakukan itu padamu." Mata Safia terbelalak dan ia menggeleng. Berharap ia tidak melakukan hal yang sama. Dua lelaki yang pernah begitu sangat dekat sama-sama melukainya sangat dalam. "Kalau begitu makanlah! Aku akan memperlakukanmu dengan baik," tekan Akran tepat di depan telinganya. pria itu kembali menegakkan tubuhnya lalu kembali menyodorkan sendok di depan mulut Safia. Wanita itu mau tidak mau harus menerima suapan Akran. Perlahan ia membuka mulut dan mulai mengunya makanan itu dan menelannya dengan susah payah. Terasa ada duri menyangkut di lehernya. Sementara itu Manan mulai cemas dan bingung. Hari sudah mulai petang tetap

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Aku Membencimu Akran

    Safia terbangun, dan ia terkejut saat melihat tangannya terikat di selah-selah ranjang yang terbuat dari kayu jati itu dan tak memakai sehelai benang pun di tubuhnya. Akran bangkit dari duduknya dan berjalan mendekatinya. "Aku sangat merindukanmu, Safia. Rindu dengan bentuk tubuhmu, rindu dengan aromamu dan sangat rindu menyentuhmu. "Aku tidak mau, kau sentuh, Akran. Aku tidak mau di sentuh oleh pria yang membunuh anakku. Kau tegah membohongiku!" teriak Safia dengan keras. "Aku terpaksa Safia. Aku harus memilih antara engkau dan ibuku. Maaf aku memilih ibuku," ucapnya seraya melepaskan pakaian. "Jangan khawatir aku akan memberikan keturunan lagi untukmu, " lanjut Akran berjalan semakin dekat. "Kau, gila!Jangan sentuh aku!" teriak Safia sambil berusaha melepaskan ikatan tangannya. "Saat kuminta baik-baik tidak bisa, maka aku akan kuminta dengan paksa," ucap Akran menyentuh tubvh bagian bawah Safia. Membelai dengan lembut membuat Safia memejamkan matanya menahan rasa yang b

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Niat Jahat Aran

    Amplop coklat melayang dan isinya terburai menapar muka Aran, Pias di wajahnya terlihat sekilas saat ia terkejut lalu dengan cepat ia merubah ekspresinya. Tersenyum dengan tenang, sebab ia sudah menduga ini akan terjadi. Safia akan tahu cepat atau lambat. "Tenanglah, Safia! Akan kujelaskan," ucap seraya jemari tangannya dengan cepat menyemprotkan cairan yang ada dalam botol kecil di arah muka Safia. Beberapa saat kemudian, tubuh Safia limbung setelah menghirup aroma cairan yang terpercik di wajahnya. Aran menangkap tubuh Safia dan membawanya ke dalam kamar lalu pria itu keluar rumah menemui supir taksi, bernegoisasi sebentar. Setelah itu, taksi itu berjalan meninggalkan rumahnya. Aran meraup wajahnya dan menghelah napas berat. 'Aku tidak punya kesempatan untuk bersamamu lagi, Safia, tetapi biarkan aku memiliki keturunan denganmu sekali lagi.' Ia berjalan masuk kembali dalam rumahnya, dan melangkah dengan tenang ke dalam

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Kau Aran Apa Akran

    Safia melempar amplop coklat ke arahnya. "Apa maksudmu menyembunyikan Semua ini, hah?!" "Katakan padaku!" teriak Safia lebih lantang seraya memukuli dada Manan dengan sekuat tenaga sambil menangis dan berteriak histeris. "Ahhhh! Kalian berdua biadap!" teriaknya lagi. Manan memegang kedua tangan Safia dan mencoba menghentikan pukulan wanita itu lalu memeluknya erat. "Tenangkan dirimu, Safia. Kau boleh memakiku sepuasmu, tetapi dengarkan aku dulu," ucap Manan lembut. "Apa lagi yang harus kudengar darimu, Mas Manan?" ucapnya lirih sebab ia tak lagi bisa berteriak. Manan memeluknyq sangat kuat. "Aku tanya padamu, Fia, apa saat itu jika aku mengatakannya kau akan percaya? Tidak Safia kau tidak akan percaya padaku. Dimatamu Akran ada pria baik, lagi pula kau baru saja kehilangan putrimu." Safia ter

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Rahasia terungkap

    Hari berganti hari, mereka berjalan sendiri- sendiri. Hangat saat di dalam rumah tetapi dingin ketika berada di luar dan jauh dari anak-anak mereka. Menjalani cinta yang tak sewajarnya. Manan dengan Lala dan Safia dengan Aran. Hingga suatu ketika Manan melihat sesuatu yang membuatnya terpukul. Siang itu Manan melihat Lala masuk ke dalam kamar hotel yang sama dengan Aran. Saat dimana ia harus menghadiri pertemuan dengan kliennya. Sementara itu di rumah, Safia telah menemukan kunci serep ruang kerja Manan dan ia segera membukanya. ia ingin mengumpulkan surat-surat untuk mengurus perceraiannya dengan Manan. Namun saat ia tengah mencari berkas-berkas yang akan dibutuhkan. Ia menemukan sebuah amplop coklat yang begitu menarik perhatiannya. saat melihat isinya ia begitu sangat terkejut. "Surat Cerai," bisiknya lirih "Apa Mas Manan diam-diam sudah mengurusnya? Bukankah ia menyerahkan semua it

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status