Share

Bab 6 Kau Salah, Mas!

Author: Endiy Fathia
last update Last Updated: 2024-01-11 09:00:45

Mata Safia menatap manan penuh dengan ketakutan, ia tidak percaya lelaki yang dikenal lembut itu kini terlihat sangat menakutkan.

Manan terus berjalan ke depan mendekati Safia yang berjalan mundur dan membentur tembok itu. Ia begitu sangat marah pada Safia, yang membuat ia terpaksa menikahi wanita itu.

"Katakan saja dengan jujur, kalau kau membutuhkan belaian sebab almarhum suamimu tidak pernah memberikannya, Hem ...." Manan mencengkram rahang Safia.

Wanita itu menangis tak sanggup menjawab apa yang dikatakan Manan, ia hanya menggeleng sambil berurai airmata.

"Inikah yang kau inginkan, Safia? Ayo jawab aku!" teriak Manan sambil melepaskan cengkraman di rahang Safia. Namun, sekarang bibirnya menyapu pipi Safia.

"Ti- tidak kau salah paham, Mas," kata Safia

"Aku salah paham, katamu? Mana yang membuatku salah paham? Jawab Safia!" teriak Manan menggelegar membuat Safia terjengkit.

"Aku tidak bisa menolak mereka lalu kenapa kau sebagai lelaki tidak menolak, kau bisa menolak, 'kan?" teriaknya.

"Kau pikir aku bisa setelah kita di tuduh berzina, Semua itu karena kamu, kau mengerti!" teriak manan lagi.

"Baik, aku akan kabulkan! Kau ingin kehangatan bukan?" sarkasnya.

"Nikmatilah!" ucapnya dengan kasar bibirnya mulai menyambar bibir Safia melum4tny4 dengan kasar lalu menggigitnya hingga berdarah. Bibir menyapu kebawah tangan meraup dengan kasar dada Safia. Manan mencumbunya dengan sangat kasar mengigit leher, bahu bahkan gaun pengantin sudah tersibak ke bawah. Tubuh bagian atas sudah tidak luput dari serangan Manan.

"Hentikan, Mas! Kau tidak mencintaiku aku tidak ingin kau jamah!" teriak Safia lemah dengan airmata yang tidak mau berhenti di saat itu tangisan Amar terdengar sangat kencang.

"Kau pikir dengan tangisan Ammar, kau bisa lari dariku? Bagus juga jika kau mau menikah, kau bisa menjadi pemuas hasratku, aku tidak perlu mencari wanita yang haram untuk kusentuh bukan? Parasmu cukup membuat aku bisa berfantasi tentang kakakmu. Ganti pakaianmu dan lekas menyusul ke kamar Amar!" perintah Manan lalu pria itu pun keluar dari kamar itu dengan membanting pintu dengan keras.

Tubuh Safia terasa lemas, kakinya seperti tidak bertulang, ia merosot dan menangis, 'Apa salahku? Kau minta aku menyusui putramu, aku lakukan, demi apa? Demi agar aku bisa melupakan kepergian putriku, bahkan aku sendiri belum pernah melihat atau pun menggendongnya,' batinnya nelangsa.

ia membuka kopernya mengambil baju terusan dan menanggalkan pakaian pengantinnya. Ia melihat tubuh atas dan terlihat lebam dan membiru. Ia menghapus airmata dan mengenakan pakaian itu. "Aku harus bahagia demi Amar, agar produksi ASI lancar,' pikirnya.

Ia menghembuskan napasnya dan tersenyum membangun hatinya sendiri agar tidak bersedih. Ia langkahkan kakinya keluar kamar berjalan menuju kamar Ammar.

"Kenapa begitu lama? Amar sudah menangis dari tadi apa kau tidak dengar? Apa kau butuh waktu lama untuk mengganti pakaianmu itu? Atau kau diam-diam mengagumi karya yang kubuat di tubuhmu itu?" tanya Manan sambil memicingkan matanya.

Safia tidak menjawab diambilnya Amar dan dibawahnya ke dalam kamarnya ia tidak memperdulikan apa yang dibicarakan Manan.

Rasa hormat yang pernah ada pada lelaki itu dulu sekarang telah pudar berganti rasa benci yang amat sangat.

Ia masuk ke dalam kamarnya lalu menguncinya kemudian ia mulai memberikan ASI pada Amar, bayi lelaki itu dengan sangat lahap menyesap asupan dari sumbernya langsung.

Tak Lama kemudian bayi mungil itu tertidur, Safia menatap legah. Ia membayangkan bayi itu di atas ranjangnya, Ia membelai pipi bayi lelaki itu dengan kelembutan. 'Terimakasih telah menyelamatkanku dari kebrutalan ayahmu, aku sangat takut, boy,' batin Safia.

Wanita itu menghembuskan napasnya dan menatap kosong ruangan kamarnya, ia meratapi nasibnya ia kehilangan anak dan suami dan menikah demi keponakan yang kata mereka membutuhkan figur seorang ibu bukan hanya ASI saja.

Ia merebahkan tubuhnya di sebelah bayi mungil. bahkan ia tidak mengerti mengapa mantan Kakak iparnya itu menyalakan semua keputusannya karena dirinya. Seolah ia mengetahui hal yang tidak ia ketahui sama sekali.

'Apa yang disembunyikan sebenarnya yang mereka sembunyikan dariku?' pikirnya

Safiah menatap bayi mungil milik almarhum Kakaknya. 'Andai saja aku tidak ceroboh andai saja aku tidak terjatuh mungkin kau punya teman sebaya, boy.

Sementara itu di ruangan kerjanya Manan menatap foto sang istri. Ia masih ingat kejadian sebelum sang istri kontraksi mereka sedang berjalan-jalan di supermarket, tetapi istrinya itu melihat sesuatu yang membuatnya shock dan saat di detik-detik terakhirnya ia memintanya untuk menjaga adiknya, andai harus menikahi ia harus bersedia.

"Semua ini karenamu Safia andai saja kami tidak bertemu dengan pria itu pasti istriku saat ini masih hidup,' batinnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Saat Engkau Pergi

    Malam semakin larut, Manan tak bisa memejamkan matanya. Berbaring di ranjang sebentar kemudian duduk lalu bangkit dan berjalan mondar-mandir. Saat hatinya gusar meraih sesuatu dan melemparkannya begitu saja. vas bunga yang pecah berhamburan kosmetik Safia yang bertebaran. Suara pecahan kaca, benda-benda yang jatuh di malam yang sunyi. Manan benar-benar menyesal dengan keputusan yang telah diambilnya. Setelah Safia pergi baru sadar, di mana hatinya berada dan untuk siapa. Badan lelah, mata merah dan pikiran berkecamuk tak tentu arah. Saat tubuhnya tak mampu lagi menahan kantuk dan lelah ia pun mengelepar di atas ranjang dengan kaki menjuntai menapak lantai. Seperti baru terpejam beberapa menit, terdengar suara ketukan pintu dan anak-anak yang berusaha membangunkannya. "Papa, bangun, ayo antar kami!" teriak mereka saling bersautan. Manan membuka matanya saat terdengar suara-suara samar di telinganya. Ia mengerjab beberapa kali untuk menghilangkan kantuknya Dengan langkah

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Hari-hari Menyakitkan

    Akran mengusap wajahnya. membersihkan wajah dari makanan yang disemburkan oleh Safia. Ia menatap dengan dalam lalu membungkuk dan mendekatkan bibirnya tepat di telinga Safia. "Aku perna melihat Mas Manan melakukannya padamu, aku pun bisa lebih gila melakukan itu padamu." Mata Safia terbelalak dan ia menggeleng. Berharap ia tidak melakukan hal yang sama. Dua lelaki yang pernah begitu sangat dekat sama-sama melukainya sangat dalam. "Kalau begitu makanlah! Aku akan memperlakukanmu dengan baik," tekan Akran tepat di depan telinganya. pria itu kembali menegakkan tubuhnya lalu kembali menyodorkan sendok di depan mulut Safia. Wanita itu mau tidak mau harus menerima suapan Akran. Perlahan ia membuka mulut dan mulai mengunya makanan itu dan menelannya dengan susah payah. Terasa ada duri menyangkut di lehernya. Sementara itu Manan mulai cemas dan bingung. Hari sudah mulai petang tetap

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Aku Membencimu Akran

    Safia terbangun, dan ia terkejut saat melihat tangannya terikat di selah-selah ranjang yang terbuat dari kayu jati itu dan tak memakai sehelai benang pun di tubuhnya. Akran bangkit dari duduknya dan berjalan mendekatinya. "Aku sangat merindukanmu, Safia. Rindu dengan bentuk tubuhmu, rindu dengan aromamu dan sangat rindu menyentuhmu. "Aku tidak mau, kau sentuh, Akran. Aku tidak mau di sentuh oleh pria yang membunuh anakku. Kau tegah membohongiku!" teriak Safia dengan keras. "Aku terpaksa Safia. Aku harus memilih antara engkau dan ibuku. Maaf aku memilih ibuku," ucapnya seraya melepaskan pakaian. "Jangan khawatir aku akan memberikan keturunan lagi untukmu, " lanjut Akran berjalan semakin dekat. "Kau, gila!Jangan sentuh aku!" teriak Safia sambil berusaha melepaskan ikatan tangannya. "Saat kuminta baik-baik tidak bisa, maka aku akan kuminta dengan paksa," ucap Akran menyentuh tubvh bagian bawah Safia. Membelai dengan lembut membuat Safia memejamkan matanya menahan rasa yang b

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Niat Jahat Aran

    Amplop coklat melayang dan isinya terburai menapar muka Aran, Pias di wajahnya terlihat sekilas saat ia terkejut lalu dengan cepat ia merubah ekspresinya. Tersenyum dengan tenang, sebab ia sudah menduga ini akan terjadi. Safia akan tahu cepat atau lambat. "Tenanglah, Safia! Akan kujelaskan," ucap seraya jemari tangannya dengan cepat menyemprotkan cairan yang ada dalam botol kecil di arah muka Safia. Beberapa saat kemudian, tubuh Safia limbung setelah menghirup aroma cairan yang terpercik di wajahnya. Aran menangkap tubuh Safia dan membawanya ke dalam kamar lalu pria itu keluar rumah menemui supir taksi, bernegoisasi sebentar. Setelah itu, taksi itu berjalan meninggalkan rumahnya. Aran meraup wajahnya dan menghelah napas berat. 'Aku tidak punya kesempatan untuk bersamamu lagi, Safia, tetapi biarkan aku memiliki keturunan denganmu sekali lagi.' Ia berjalan masuk kembali dalam rumahnya, dan melangkah dengan tenang ke dalam

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Kau Aran Apa Akran

    Safia melempar amplop coklat ke arahnya. "Apa maksudmu menyembunyikan Semua ini, hah?!" "Katakan padaku!" teriak Safia lebih lantang seraya memukuli dada Manan dengan sekuat tenaga sambil menangis dan berteriak histeris. "Ahhhh! Kalian berdua biadap!" teriaknya lagi. Manan memegang kedua tangan Safia dan mencoba menghentikan pukulan wanita itu lalu memeluknya erat. "Tenangkan dirimu, Safia. Kau boleh memakiku sepuasmu, tetapi dengarkan aku dulu," ucap Manan lembut. "Apa lagi yang harus kudengar darimu, Mas Manan?" ucapnya lirih sebab ia tak lagi bisa berteriak. Manan memeluknyq sangat kuat. "Aku tanya padamu, Fia, apa saat itu jika aku mengatakannya kau akan percaya? Tidak Safia kau tidak akan percaya padaku. Dimatamu Akran ada pria baik, lagi pula kau baru saja kehilangan putrimu." Safia ter

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Rahasia terungkap

    Hari berganti hari, mereka berjalan sendiri- sendiri. Hangat saat di dalam rumah tetapi dingin ketika berada di luar dan jauh dari anak-anak mereka. Menjalani cinta yang tak sewajarnya. Manan dengan Lala dan Safia dengan Aran. Hingga suatu ketika Manan melihat sesuatu yang membuatnya terpukul. Siang itu Manan melihat Lala masuk ke dalam kamar hotel yang sama dengan Aran. Saat dimana ia harus menghadiri pertemuan dengan kliennya. Sementara itu di rumah, Safia telah menemukan kunci serep ruang kerja Manan dan ia segera membukanya. ia ingin mengumpulkan surat-surat untuk mengurus perceraiannya dengan Manan. Namun saat ia tengah mencari berkas-berkas yang akan dibutuhkan. Ia menemukan sebuah amplop coklat yang begitu menarik perhatiannya. saat melihat isinya ia begitu sangat terkejut. "Surat Cerai," bisiknya lirih "Apa Mas Manan diam-diam sudah mengurusnya? Bukankah ia menyerahkan semua it

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status