Share

Pernikahan Kedua dengan sang Mantan
Pernikahan Kedua dengan sang Mantan
Author: Ummu Amay

Bab 1. Kembali Datang

Di dalam sebuah ruang kantor di salah satu perusahaan, tampak dua orang yang pernah mengenal satu sama lain saling menatap dalam diam. Seorang wanita dengan kedua telapak tangan saling bertaut seolah sedang berusaha menghilangkan rasa tegang yang ia alami sejak berdiri di depan gedung yang ia masuki sekarang.

Di depannya, seorang lelaki yang dua tahun lalu pernah hidup bersamanya, terlihat tersenyum dingin —masih sama seperti yang ia ingat dulu, yang kini perlahan mendekat seraya tangan yang sepertinya berniat hendak meraih untuk menggenggamnya.

Laki-laki itu sama sekali tidak tersinggung ketika mendapat penolakan dari si wanita.

"Kita bukan lagi suami istri," ucap si wanita sedikit ketus.

Audi Nayaka adalah wanita yang saat ini berdiri dengan sikap canggung dan ekspresi gugup yang begitu terlihat. Di depannya laki-laki yang tadi hendak menyentuh tangannya, adalah mantan suaminya. Seorang pengusaha kaya raya bernama Darren El Syauqi.

Mendapat penolakan dan kalimat ketus dari Audi, Darren malah tersenyum lebar.

"Aku tahu. Tapi, aku tidak menduga jika kamu akan menolak seperti tadi." Darren menyahut santai.

Audi tidak membalas ucapan lelaki di depannya, ia tetap diam dan berdiri dengan kepala yang terus menunduk.

"Hem, apakah kamu tidak keberatan untuk duduk sebentar?" ucap Darren menawarkan diri.

Audi masih diam. Jujur saja ia tak mau berlama-lama di ruangan itu bersama mantan suaminya. Tapi,

"Aku mau minta tolong padamu!" seru Audi tiba-tiba saat Darren sudah berbalik dan melangkah menuju sofa.

Kedua kaki laki-laki itu terhenti. Lantas menengok dan menatap sang mantan istri dengan seringai di bibirnya.

"Aku yakin ada hal yang mau kamu sampaikan sehingga kamu harus bersusah payah menemuiku. Jadi, duduklah dulu, lalu katakan dengan tenang dan jelas."

Pada akhirnya Audi menurut. Ia sudah memutuskan untuk meminta tolong Darren. Jadi, seharusnya ia lebih bisa bersabar, duduk dan menjelaskan apa permasalahannya sehingga ia rela datang dan menemui mantan suaminya kembali.

"Kamu mau minum apa?" tanya Darren setelah melihat Audi duduk di seberangnya dengan jarak yang cukup jauh.

"Terima kasih. Tapi, aku tidak haus," balas Audi yang tiba-tiba saja merasa heran.

Satu yang bisa Audi lihat, sosok Darren terlihat berbeda dari yang ia kenal sebelumnya. Entah apa yang sudah mengubah Darren menjadi seperti sekarang. Dulu tak pernah sekali pun lelaki itu bertanya kepadanya tentang apa yang ia mau. Tapi, barusan pengusaha itu menanyakan hal sepele kepadanya.

Seolah enggan menggubris penolakan Audi, Darren nyatanya tetap memaksa untuk menjamu mantan istrinya tersebut meski dengan menghidangkan secangkir teh hangat yang ia minta pada Zain.

"Bawa segera!" perintah Darren sebelum memutuskan panggilannya dengan sang asisten pribadi.

Tak ada percakapan yang kemudian terjadi setelah Darren minta dibuatkan minuman. Yang ia lakukan saat ini adalah terus mengamati dan melihat Audi yang masih terus menunduk melihat kedua tangan dengan jari yang saling bertaut. Berpikir jika kecemasan sedang perempuan itu alami saat ini.

'Kenapa ia diam saja dan malahan terus melihat ke arahku? Apakah ia tidak ingin tahu tujuan kedatanganku ke sini? Atau sebenarnya ia menunggu sampai aku mengatakannya sendiri tanpa harus ia bertanya?' batin Audi gugup.

"Darren, aku ...!"

Terdengar pintu ruangan dibuka dari luar. Terlihat Zain datang bersama seorang karyawan yang membawa nampan di tangannya.

"Maaf mengganggu. Ini teh yang Anda pesan, Pak Darren."

"Terima kasih, Zain. Hidangkan untuk Audi juga."

Dua buah cangkir kini sudah tersaji di depan Audi dan Darren. Zain dan seorang karyawan yang tadi datang bersamanya, kini kembali keluar meninggalkan mantan pasangan suami istri itu lagi.

"Silakan diminum dulu sebelum kamu menyampaikan maksud kedatanganmu ke sini," ucap Darren seraya mengambil cangkir teh miliknya, lalu meminum isinya perlahan.

"Aku sudah bilang untuk tidak perlu repot."

"Aku sama sekali tidak direpotkan. Aku menggaji banyak karyawan di perusahaan ini. Meminta salah seorang dari mereka untuk menyajikan minuman tentu bukan sesuatu yang sulit untuk dilakukan."

Kali ini Audi mengangkat kepalanya dan menatap wajah lelaki itu setelah menunjukkan sikap yang sebenarnya.

'Ia tak pernah berubah. Masih angkuh dan dingin seperti dulu. Bahkan, kesombongannya seperti tak ingin lepas dari jiwanya,' batin Audi sembari menatap lekat Darren.

"Ada apa? Apakah kamu kembali jatuh cinta kepadaku?" tanya Darren membuat Audi sontak memalingkan wajahnya ke arah lain.

'Ia juga masih begitu sangat percaya diri!'

Audi tanpa sadar menggeleng. Ia baru menyadari jika Darren terlalu banyak bicara sekarang, lain dari sifatnya yang dulu —yang lebih banyak diam dibanding berkoar mengeluarkan suara.

"Baiklah, sepertinya kamu tidak betah berlama-lama di sini. Jadi, apa tujuanmu datang kemari?" tanya Darren yang sudah kembali meletakkan cangkir ke atas meja. "Minta tolong apa yang kamu maksudkan?"

Berusaha mencari keberanian untuk menyampaikan maksud, Audi terlihat menarik napas dalam dan mengeluarkannya panjang.

"Pinjamkan aku uang!"

Tak ada ekspresi terkejut pada wajah Darren ketika Audi akhirnya bisa mengatakan tujuannya, itu sedikit membuatnya lega sekaligus heran.

"Berapa?"

"Sepuluh milyar!"

Darren kini menatap Audi tajam. Seolah sedang mencari keseriusan di wajah mantan istrinya. Jelas ia terlihat tak mau rugi dalam obrolan mereka sore itu.

"Apakah kamu bisa membantuku?" tanya Audi lagi setelah sekian menit tak ada respon dari Darren.

"Apa jaminan darimu kalau aku mau membantu? Sebab aku sangat jelas tahu bahwa kalian sudah tidak memiliki apapun lagi jika harus mengembalikan pinjaman." Kalimat yang penuh penekanan mampu membuat Audi tersadar jika lelaki di depannya itu adalah seorang pengusaha sekaligus pebisnis. Kata rugi tak pernah ada dalam kamus orang-orang seperti mereka.

Namun, ada hal lain yang mengganjal di hati Audi, apakah Darren tahu mengenai kebangkrutan keluarganya?

'Ah, tidak mungkin kalau ia tak tahu. Sebagai seorang pebisnis, tak akan sulit mengetahui kabar buruk sesama pengusaha atau pebisnis lainnya bukan?'

"Jadi, bagaimana kamu akan membayar?" Kembali Darren bertanya sebab Audi diam tak menjawab.

"Rumah yang kami tempati sekarang akan kami jual. Jika rumah itu laku, dengan segera akan kami kembalikan uang tersebut." Seolah dipaksa menjawab, Audi mengatakan hal yang sebenarnya ia sendiri kurang yakin.

"Hmm, lucu sekali. Memang berapa harga rumah itu jika laku terjual? Apakah bisa mengembalikan semua uang yang akan kamu pinjam?"

"Lima atau enam milyar harga rumah itu. Meskipun kurang aku tetap akan usahakan membayar sisanya. Bagaimana pun caranya."

Darren tampak tak senang. Empat milyar bukan jumlah sedikit. Bagaimana wanita itu mengembalikan sisanya? Terlebih jika rumah itu sampai laku terjual, akan ke manakah Audi dan keluarganya tinggal?

"Aku tidak mau. Tak ada jaminan pasti sebab uang empat milyar bukanlah uang yang sedikit. Terlebih tak ada jaminan dari mana kamu bisa mendapatkannya."

"Tolong aku, Darren! Percayalah padaku kalau aku akan berusaha mengembalikan semuanya. Meski tak ada jaminan, tapi aku tak akan mengingkari janji." Audi tampak terlihat putus asa.

Darren bisa melihat hal itu dengan jelas. Putus asa dan lelah, kini tengah mantan istrinya rasakan. Tapi, ia sama sekali tidak mau mengiyakan permintaan tersebut karena sejatinya ia memiliki keinginan yang lain.

Tampak lelaki itu menggeleng dan itu membuat sang mantan istri memandang lesu.

"Maaf, sepertinya aku tidak bisa membantu. Kamu bisa mencari orang lain yang dengan rela membiarkan uangnya dikembalikan setengah dari pinjaman."

Tidak Darren duga tiba-tiba Audi beranjak bangun, lalu bersimpuh di depannya.

"Tolong aku, Darren. Aku mohon. Aku tahu kamu bisa bantu. Aku pun tahu kalau kamu tidak akan tega membuatku berjalan ke sana kemari demi mencari pinjaman. Tapi, percayalah bahwa aku sudah berkeliling meminta belas kasihan teman, kolega, atau saudara yang pernah kami bantu untuk kini membantu keluarga kami yang sedang kesusahan. Namun, tak ada satu pun dari mereka yang mau membantu di situasi kami sekarang."

Darren tak mungkin tak tahu. Ia sudah mengetahui dan mendengar bahwa perusahaan milik mantan mertuanya itu jatuh dan bangkrut. Tapi, ia memilih diam dan membiarkan mereka mencari bantuan sebelum nantinya ia akan mendatangi mereka di detik-detik terakhir.

Namun, perhitungan Darren meleset. Ia tak menduga jika mantan mertuanya akan dijemput paksa pihak berwajib sebab tuduhan penggelapan keuangan. Hingga akhirnya ia kedatangan sosok sang mantan istri di hadapannya sekarang.

Darren pun kemudian meminta Audi untuk bangun dan kembali duduk. Tapi, kali ini ia meminta wanita itu untuk duduk di atas pangkuannya.

Sebuah permintaan yang aneh menurut Audi, yang dengan pelan ia tolak. Tapi, saat dirinya memutuskan untuk mundur, Darren justru menarik tangannya hingga ia pun terjatuh dan duduk di atas kedua paha mantan suaminya itu.

"Da-Darren, kita tidak boleh begini," ucap Audi terbata. Ia malu dengan sikap Darren yang begitu agresif.

"Setahun tinggal dan kembali tidur bersamaku untuk sepuluh milyar. Bagaimana?"

"Apa?!"

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status