Harus kembali bersama dengan Darren, mantan suaminya, adalah satu hal yang sama sekali tidak pernah terpikirkan dalam rencana hidup seorang Audi Nayaka. Ia yang sebelumnya menikah karena dijodohkan, lalu memutuskan berpisah karena lelah dan merasa dikhianati, kini kembali sebab tak ada lagi jalan baginya untuk membantu membayar hutang perusahaan papanya, juga demi membebaskan laki-laki tersebut dari jerat jeruji besi. Lantas, bagaimana akhirnya pertemuan antara mantan pasangan suami istri itu terjadi? Apakah Darren bersedia membantu Audi yang nyata dulu pernah meminta bercerai darinya?
Lihat lebih banyakDi dalam sebuah ruang kantor di salah satu perusahaan, tampak dua orang yang pernah mengenal satu sama lain saling menatap dalam diam. Seorang wanita dengan kedua telapak tangan saling bertaut seolah sedang berusaha menghilangkan rasa tegang yang ia alami sejak berdiri di depan gedung yang ia masuki sekarang.
Di depannya, seorang lelaki yang dua tahun lalu pernah hidup bersamanya, terlihat tersenyum dingin —masih sama seperti yang ia ingat dulu, yang kini perlahan mendekat seraya tangan yang sepertinya berniat hendak meraih untuk menggenggamnya.Laki-laki itu sama sekali tidak tersinggung ketika mendapat penolakan dari si wanita."Kita bukan lagi suami istri," ucap si wanita sedikit ketus.Audi Nayaka adalah wanita yang saat ini berdiri dengan sikap canggung dan ekspresi gugup yang begitu terlihat. Di depannya laki-laki yang tadi hendak menyentuh tangannya, adalah mantan suaminya. Seorang pengusaha kaya raya bernama Darren El Syauqi.Mendapat penolakan dan kalimat ketus dari Audi, Darren malah tersenyum lebar."Aku tahu. Tapi, aku tidak menduga jika kamu akan menolak seperti tadi." Darren menyahut santai.Audi tidak membalas ucapan lelaki di depannya, ia tetap diam dan berdiri dengan kepala yang terus menunduk."Hem, apakah kamu tidak keberatan untuk duduk sebentar?" ucap Darren menawarkan diri.Audi masih diam. Jujur saja ia tak mau berlama-lama di ruangan itu bersama mantan suaminya. Tapi,"Aku mau minta tolong padamu!" seru Audi tiba-tiba saat Darren sudah berbalik dan melangkah menuju sofa.Kedua kaki laki-laki itu terhenti. Lantas menengok dan menatap sang mantan istri dengan seringai di bibirnya."Aku yakin ada hal yang mau kamu sampaikan sehingga kamu harus bersusah payah menemuiku. Jadi, duduklah dulu, lalu katakan dengan tenang dan jelas."Pada akhirnya Audi menurut. Ia sudah memutuskan untuk meminta tolong Darren. Jadi, seharusnya ia lebih bisa bersabar, duduk dan menjelaskan apa permasalahannya sehingga ia rela datang dan menemui mantan suaminya kembali."Kamu mau minum apa?" tanya Darren setelah melihat Audi duduk di seberangnya dengan jarak yang cukup jauh."Terima kasih. Tapi, aku tidak haus," balas Audi yang tiba-tiba saja merasa heran.Satu yang bisa Audi lihat, sosok Darren terlihat berbeda dari yang ia kenal sebelumnya. Entah apa yang sudah mengubah Darren menjadi seperti sekarang. Dulu tak pernah sekali pun lelaki itu bertanya kepadanya tentang apa yang ia mau. Tapi, barusan pengusaha itu menanyakan hal sepele kepadanya.Seolah enggan menggubris penolakan Audi, Darren nyatanya tetap memaksa untuk menjamu mantan istrinya tersebut meski dengan menghidangkan secangkir teh hangat yang ia minta pada Zain."Bawa segera!" perintah Darren sebelum memutuskan panggilannya dengan sang asisten pribadi.Tak ada percakapan yang kemudian terjadi setelah Darren minta dibuatkan minuman. Yang ia lakukan saat ini adalah terus mengamati dan melihat Audi yang masih terus menunduk melihat kedua tangan dengan jari yang saling bertaut. Berpikir jika kecemasan sedang perempuan itu alami saat ini.'Kenapa ia diam saja dan malahan terus melihat ke arahku? Apakah ia tidak ingin tahu tujuan kedatanganku ke sini? Atau sebenarnya ia menunggu sampai aku mengatakannya sendiri tanpa harus ia bertanya?' batin Audi gugup."Darren, aku ...!"Terdengar pintu ruangan dibuka dari luar. Terlihat Zain datang bersama seorang karyawan yang membawa nampan di tangannya."Maaf mengganggu. Ini teh yang Anda pesan, Pak Darren.""Terima kasih, Zain. Hidangkan untuk Audi juga."Dua buah cangkir kini sudah tersaji di depan Audi dan Darren. Zain dan seorang karyawan yang tadi datang bersamanya, kini kembali keluar meninggalkan mantan pasangan suami istri itu lagi."Silakan diminum dulu sebelum kamu menyampaikan maksud kedatanganmu ke sini," ucap Darren seraya mengambil cangkir teh miliknya, lalu meminum isinya perlahan."Aku sudah bilang untuk tidak perlu repot.""Aku sama sekali tidak direpotkan. Aku menggaji banyak karyawan di perusahaan ini. Meminta salah seorang dari mereka untuk menyajikan minuman tentu bukan sesuatu yang sulit untuk dilakukan."Kali ini Audi mengangkat kepalanya dan menatap wajah lelaki itu setelah menunjukkan sikap yang sebenarnya.'Ia tak pernah berubah. Masih angkuh dan dingin seperti dulu. Bahkan, kesombongannya seperti tak ingin lepas dari jiwanya,' batin Audi sembari menatap lekat Darren."Ada apa? Apakah kamu kembali jatuh cinta kepadaku?" tanya Darren membuat Audi sontak memalingkan wajahnya ke arah lain.'Ia juga masih begitu sangat percaya diri!'Audi tanpa sadar menggeleng. Ia baru menyadari jika Darren terlalu banyak bicara sekarang, lain dari sifatnya yang dulu —yang lebih banyak diam dibanding berkoar mengeluarkan suara."Baiklah, sepertinya kamu tidak betah berlama-lama di sini. Jadi, apa tujuanmu datang kemari?" tanya Darren yang sudah kembali meletakkan cangkir ke atas meja. "Minta tolong apa yang kamu maksudkan?"Berusaha mencari keberanian untuk menyampaikan maksud, Audi terlihat menarik napas dalam dan mengeluarkannya panjang."Pinjamkan aku uang!"Tak ada ekspresi terkejut pada wajah Darren ketika Audi akhirnya bisa mengatakan tujuannya, itu sedikit membuatnya lega sekaligus heran."Berapa?""Sepuluh milyar!"Darren kini menatap Audi tajam. Seolah sedang mencari keseriusan di wajah mantan istrinya. Jelas ia terlihat tak mau rugi dalam obrolan mereka sore itu."Apakah kamu bisa membantuku?" tanya Audi lagi setelah sekian menit tak ada respon dari Darren."Apa jaminan darimu kalau aku mau membantu? Sebab aku sangat jelas tahu bahwa kalian sudah tidak memiliki apapun lagi jika harus mengembalikan pinjaman." Kalimat yang penuh penekanan mampu membuat Audi tersadar jika lelaki di depannya itu adalah seorang pengusaha sekaligus pebisnis. Kata rugi tak pernah ada dalam kamus orang-orang seperti mereka.Namun, ada hal lain yang mengganjal di hati Audi, apakah Darren tahu mengenai kebangkrutan keluarganya?'Ah, tidak mungkin kalau ia tak tahu. Sebagai seorang pebisnis, tak akan sulit mengetahui kabar buruk sesama pengusaha atau pebisnis lainnya bukan?'"Jadi, bagaimana kamu akan membayar?" Kembali Darren bertanya sebab Audi diam tak menjawab."Rumah yang kami tempati sekarang akan kami jual. Jika rumah itu laku, dengan segera akan kami kembalikan uang tersebut." Seolah dipaksa menjawab, Audi mengatakan hal yang sebenarnya ia sendiri kurang yakin."Hmm, lucu sekali. Memang berapa harga rumah itu jika laku terjual? Apakah bisa mengembalikan semua uang yang akan kamu pinjam?""Lima atau enam milyar harga rumah itu. Meskipun kurang aku tetap akan usahakan membayar sisanya. Bagaimana pun caranya."Darren tampak tak senang. Empat milyar bukan jumlah sedikit. Bagaimana wanita itu mengembalikan sisanya? Terlebih jika rumah itu sampai laku terjual, akan ke manakah Audi dan keluarganya tinggal?"Aku tidak mau. Tak ada jaminan pasti sebab uang empat milyar bukanlah uang yang sedikit. Terlebih tak ada jaminan dari mana kamu bisa mendapatkannya.""Tolong aku, Darren! Percayalah padaku kalau aku akan berusaha mengembalikan semuanya. Meski tak ada jaminan, tapi aku tak akan mengingkari janji." Audi tampak terlihat putus asa.Darren bisa melihat hal itu dengan jelas. Putus asa dan lelah, kini tengah mantan istrinya rasakan. Tapi, ia sama sekali tidak mau mengiyakan permintaan tersebut karena sejatinya ia memiliki keinginan yang lain.Tampak lelaki itu menggeleng dan itu membuat sang mantan istri memandang lesu."Maaf, sepertinya aku tidak bisa membantu. Kamu bisa mencari orang lain yang dengan rela membiarkan uangnya dikembalikan setengah dari pinjaman."Tidak Darren duga tiba-tiba Audi beranjak bangun, lalu bersimpuh di depannya."Tolong aku, Darren. Aku mohon. Aku tahu kamu bisa bantu. Aku pun tahu kalau kamu tidak akan tega membuatku berjalan ke sana kemari demi mencari pinjaman. Tapi, percayalah bahwa aku sudah berkeliling meminta belas kasihan teman, kolega, atau saudara yang pernah kami bantu untuk kini membantu keluarga kami yang sedang kesusahan. Namun, tak ada satu pun dari mereka yang mau membantu di situasi kami sekarang."Darren tak mungkin tak tahu. Ia sudah mengetahui dan mendengar bahwa perusahaan milik mantan mertuanya itu jatuh dan bangkrut. Tapi, ia memilih diam dan membiarkan mereka mencari bantuan sebelum nantinya ia akan mendatangi mereka di detik-detik terakhir.Namun, perhitungan Darren meleset. Ia tak menduga jika mantan mertuanya akan dijemput paksa pihak berwajib sebab tuduhan penggelapan keuangan. Hingga akhirnya ia kedatangan sosok sang mantan istri di hadapannya sekarang.Darren pun kemudian meminta Audi untuk bangun dan kembali duduk. Tapi, kali ini ia meminta wanita itu untuk duduk di atas pangkuannya.Sebuah permintaan yang aneh menurut Audi, yang dengan pelan ia tolak. Tapi, saat dirinya memutuskan untuk mundur, Darren justru menarik tangannya hingga ia pun terjatuh dan duduk di atas kedua paha mantan suaminya itu."Da-Darren, kita tidak boleh begini," ucap Audi terbata. Ia malu dengan sikap Darren yang begitu agresif."Setahun tinggal dan kembali tidur bersamaku untuk sepuluh milyar. Bagaimana?""Apa?!"***Audi sudah selesai dengan lima tusuk sate Padang yang suaminya siapkan. Sekarang ia telah berpindah memandang buah-buahan yang semakin membuatnya ngiler. "Dari mana kamu dapatkan rujak ini, Darren?" tanya Audi sembari mencomot buah mangga yang terlihat mengkal. "Di depan kantor.""Hah! Benarkah? Kok aku tidak tahu ada tukang rujak di depan kantor?" ucap Audi dengan mulut yang kini penuh dengan buah dan sambelnya. "Ya, aku juga baru tahu setelah sekian kali lewat. Mungkin ini efek karena istriku sedang ngidam.""Apa? Bukannya kamu yang ngidam. Sejak awal mula aku hamil, aku ini cuma mabuk. Tidak sampai ngidam seperti ibu-ibu hamil pada umumnya. Justru kamu yang beberapa hari terakhir banyak permintaan. Semua makanan yang pelayan buat, tiba-tiba tidak kamu sukai. Kamu malah nyuruh aku yang masak, padahal dulu hal itu kamu larang." Audi manyun membela diri. "Ya, maksud aku itu karena kamu hamil, aku jadi banyak maunya.""Ih, enggak ada hubungannya, Darren. Bagaimana bisa aku yang ham
Siapa yang menyangka, satu kalimat yang Audi ucapkan berujung pada 'pertarungan' sengit yang terjadi antara pasangan suami istri tersebut. "Pelan-pelan, Honey. Aku tak mau menyakiti calon bayi kita," ucap Darren saat menyadari aksi Audi yang saat itu lain dari pada biasanya. "Aku tahu, Darren. Ini masih biasa menurutku. Bahkan, kamu bisa melakukan lebih dari yang aku lakukan sekarang.""Ya, aku tahu. Tapi, ini menurutku berlebihan. Aku bisa kehilangan kendali kalau kamu terus bergerak dan memancingku seperti ini."Darren masih bertahan dengan tidak membalas sikap agresif Audi. Lelaki itu yang kini memilih berada di bawah dan mempersilakan sang istri melakukan aksinya sesuai insting-nya sebagai seorang perempuan, berkali-kali harus menahan napas dan menenangkan otaknya dari kemesuman yang kerap ia lakukan. "Aku tidak berniat memancingmu, Darren. Ini spontan saja aku lakukan. Jadi, jangan menyalahkan aku atas pertahanan yang kamu lakukan saat ini."Darren menggeram kesal. Ini sudah d
Audi mencoba menghubungi Darren setelah lelaki itu memutuskan panggilannya sepihak. Namun, pengusaha itu sepertinya benar-benar marah karena beberapa panggilan dari wanita itu diabaikan bahkan yang terakhir ditolak. 'Ah, dia benar-benar marah. Aku harus melakukan sesuatu.' Audi membatin. Hingga kemudian ia menghentikan permainan bersama para pelayan, dan meminta supir untuk menyiapkan mobil. "Ibu mau ke mana?" Salah seorang pelayan bertanya. Sembari berjalan ke kamar, Audi menjawab santai. "Mau ke kantor. Saya mau menemui tuan.""Ta-tapi, Ibu tidak diizinkan pergi kemana-mana sama tuan." Pelayan yang masih ada di dekat Audi tampak panik begitu mendengar jawaban yang terlontar. "Kalo ke kantor gak mungkin gak diizinin." Audi tersenyum menatap para pelayan yang berbondong-bondong mengikutinya di belakang. "Nanti kalau Tuan Darren marah gimana?""Makanya supaya dia gak marah, saya mau ke sana nyamperin."Jawaban Audi memang masuk akal. Darren memang kadung bucin pada Audi, tentu ke
Masa kehamilan yang Audi alami nyatanya malah menimpa Darren. Lelaki itu —entah bagaimana bisa sekarang malah menyukai makanan yang asam-asam yang kerap disukai oleh para ibu hamil. Seperti siang itu, setelah jam makan siang usai, tiba-tiba saja Darren meminta Zain —yang telah kembali dari liburannya, untuk membelikan buah-buahan yang memiliki rasa asam. "Jangan lupa minta sambalnya kalau ada," ucap Darren ketika Zain sudah akan keluar ruangan sang tuan. "Pakai sambal? Apa maksud Tuan rujak?""Apakah itu namanya rujak? Bukan salad buah?""Kalau macam-macam buah yang asam dan ada sambelnya, ya memang rujak, Tuan."Darren berpikir sejenak. Sebelumnya ia sama sekali tidak minat melihat makanan yang dijual di pinggiran jalan tersebut. Tapi, tiba-tiba tadi ketika ia pulang dari sebuah meeting dengan klien, mendadak ia tergiur saat melihat aneka warna buah yang terdapat pada sebuah kotak kaca, yang dijual di pinggir jalan dekat dengan gedung perusahaannya. "Ya, apapun itu namanya, tolon
Dokter memeriksa perut Audi beberapa waktu kemudian. Ditemani Darren yang juga turut mengamati jalannya USG, Audi masih belum bisa menghilangkan keterangannya atas hasil medis yang akan dokter sampaikan. "Janinnya memang masih sangat kecil, tapi tampak jelas terlihat. Memang kami belum bisa memastikan ada kelainan yang terjadi sekarang sampai kita melihat perkembangan janin di bulan-bulan berikutnya." Dokter bicara sembari masih memainkan sebuah alat di atas perut Audi. "Jadi, apakah kami masih bisa berpikir tenang untuk sekarang ini, Dok?" Darren bertanya meyakinkan. "Tentu. Hanya saja karena ada kecerobohan yang pernah Bu Audi lakukan, hal itu yang akan menjadi pengawasan dokter.""Kecerobohan?" tanya Darren tak mengerti. Apa yang sudah istrinya lakukan sehingga membuat dokter mengkhawatirkan calon anaknya. "Anda belum tahu?"Darren melirik pada Audi seraya menggeleng. Tampak ekspresi panik yang istrinya tampilkan saat ini, yang mau tak mau membuat Darren penasaran. "A-aku suda
Audi mendongak ketika Darren mengatainya bodoh. "Aku bodoh?""Ya! Kamu bodoh. Apa yang kamu pikirkan tentang perjanjian itu, hingga harus membuatmu melakukan tindakan ini?"Audi diam, malu untuk menjelaskan alasannya. "Apa karena kamu takut jika perjanjian itu akan membuatmu menderita sehingga ketika memiliki anak hanya akan membuat hidupmu semakin susah begitu?"Kali ini Audi mengangguk. "Apakah kamu berpikir perjanjian itu akan membuat kita berpisah dan aku tak akan bertanggung jawab bila kamu hamil?"Lagi, Audi mengangguk. "Berarti benar, kamu bodoh!""Darren! Apakah tidak cukup mengatakan aku bodoh sebanyak dua kali? Jelaskan padaku tindakan bodoh apa yang aku lakukan hanya karena khawatir akan nasib calon anak kita nanti. Ah, bahkan aku tidak tahu apakah pantas aku menyebutnya 'anak kita'."Tiba-tiba saja Darren mengetuk dahi Audi pelan. "Darren, apa-apaan!" Perempuan itu tampak tak suka. Bukannya menjawab dan menjelaskan, sang suami malah melakukan 'kekerasan fisik' padanya
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen