Share

Bab 7. Sah

Author: Ummu Amay
last update Last Updated: 2023-08-07 21:04:21

Dilakukan secara sederhana dan serba dadakan, Darren benar-benar membuat keinginannya terlaksana malam itu juga, tepatnya setelah mantan ibu mertuanya dipindahkan ke rumah sakit lain, yang merupakan rumah sakit milik keluarganya.

Ditunjuk sebagai saksi dari pihak Darren, adalah Zain yang adalah asisten pribadi sekaligus orang kepercayaan Darren. Lalu, salah seorang keluarga dari pihak Marissa —mama Audi, dipaksa Darren datang supaya mau menjadi saksi dari pihak calon pengantin perempuan. Meski bingung, seorang paman yang sebelumnya sudah menjenguk kakak kandungnya, Marissa, memilih diam dan melakukan semua sesuai arahan Zain, perwakilan Darren.

Semua siap di posisi, termasuk seorang pemuka agama yang diboyong oleh Zain di malam yang semakin larut tersebut. Kevin —papa Audi, tampak tegang ketika harus kembali menjadi wali atas pernikahan sang putri.

"Jadi, yang mana calon kedua mempelai?" tanya sang pemuka agama setelah duduk di tempat ijab kabul, yakni di sebuah ruangan perawatan VVIP di mana mama Audi dirawat dan akan mendapatkan penanganan medis setelahnya.

"Ini, Pak Ustadz. Pak Darren dan Ibu Audi." Zian memperkenalkan majikannya.

Dua orang itu duduk berjauhan. Darren di depan sang Ustadz, sedangkan Audi duduk di sisi ranjang sang ibu, yang saat itu terlihat mulai berkaca-kaca menahan emosi. Juga ada Bagas, yang memilih duduk di dekat sang kakak.

"Ehm, baik. Karena waktu semakin malam, juga semua syarat sah pernikahan ini pun sudah sesuai hanya administrasinya saja yang belum lengkap dan bisa menyusul, sebaiknya kita segera laksanakan acara ijab kabul tanpa harus membuang banyak waktu lagi."

Semua orang mengangguk, kecuali Audi yang terdiam -mematung di posisinya. Perempuan itu sesekali menengok ke arah Darren. Mantan suami yang akan kembali menjadi suaminya sebab hutang uang yang ia lakukan demi menyelamatkan keluarga.

Pak Ustadz sudah meminta Darren menggenggam tangan Kevin, papanya Audi. Lelaki paruh baya yang malam ini memakai peci hitam, ciri khasnya sebagai seorang pemuka agama, tampak tersenyum ketika melihat gemetar yang tampak di tubuh wali perempuan.

"Kebanyakan yang gugup dan grogi itu calon pengantin pria. Ini kenapa walinya, yah?" ucap sang Ustadz mencoba mencairkan suasana.

"Tenang, Pak. Tarik napas dan buang perlahan."

Apa yang dikatakan sang ustadz, nyatanya diikuti oleh Kevin. Papa Audi pelan-pelan menarik napas, lalu mengembuskannya sama pelan.

"Baik, sepertinya Anda sudah lebih baik. Jadi, bisa segera kita mulai?" tanya sang Ustadz, benar-benar membuat suasana canggung sedikit mencair -setidaknya bagi sebagian orang yang tidak tahu menahu latar belakang atau alasan bagaimana pernikahan itu bisa dilangsungkan di malam yang kini semakin larut.

"Bisa, Pak Ustadz. Silakan!" ucap Kevin tampak sedikit lebih baik dari sebelumnya.

Bisa dipastikan, tertangkapnya ia karena tuduhan penggelapan dana perusahaan, lalu bisa bebas di hari yang sama, dan sekarang malah harus menikahkan sang putri dengan mantan menantunya, perasaan siapa pun pasti akan sama dengannya sekarang.

Tampak ketegangan yang Audi rasakan semakin menjadi tatkala tangan sang papa mulai menggenggam telapak tangan Darren. Lelaki yang malam itu masih saja tampan —yang sialnya harus Audi akui meski enggan.

Sebuah kalimat yang Ustadz ucapkan pelan di dekat Kevin, kini diucapkan secara jelas oleh lelaki itu. Kemudian dibalas lantang oleh Darren.

Rentetan kata demi kata yang Darren ucapkan membuat dua orang saksi di kanan kirinya mengangguk sekali ketika sang Ustadz melihat ke arah mereka.

"Sah!"

***

Kamar hotel yang saat ini Audi ada di dalamnya, adalah kamar yang sama di mana sebelumnya ia dibawa oleh Darren pertama kali tadi.

Setelah ia sah diperistri kembali oleh Darren, lelaki itu membawanya ke hotel tersebut untuk menagih kewajiban yang harus Audi lakukan.

"Urusan Mama Marissa sudah aku serahkan pada Zain dan Bagas. Kamu tidak perlu khawatir, sebab operasi mama kamu baru akan berjalan besok. Tapi, yang pasti malam ini kamu harus menunaikan kewajibanmu dulu sebagai seorang istri." Kalimat itu Darren katakan sesaat pernikahan mereka dinyatakan sah oleh Ustadz dan dua orang saksi, yang tak lain Zian dan Heru —paman Audi.

Meski keinginan hatinya ingin menemani sang mama, tetapi setelah Kevin memintanya mengikuti apa kata Darren sebagai seorang suami, Audi pun tak bisa berkutik.

"Kamu harus memenuhi kewajibanmu, Audi."

"Seperti dulu, Pah. Karena perjodohan yang Papa juga Mama lakukan, pada akhirnya bagaimana dengan pernikahanku?" tanya Audi sinis.

Namun, Kevin terlihat tak mau kalah. Ia juga tak mau disalahkan atas perjodohan yang sudah ia lakukan terhadap sang putri dengan pengusaha muda kaya itu.

"Dulu mungkin iya Papa salah, tapi kamu yang tak mau sabar dan enggan bertahan. Pada kenyataannya, kali ini kalian bersatu kembali bukan? Apakah Papa juga yang memaksa?"

Audi tak mungkin membalas perkataan ayahnya, yang kali ini juga tetap karena kesalahan lelaki paruh baya itu sehingga ia harus kembali pada pelukan dan jerat Darren, yang sudah bisa dipastikan kenangan masa lalu kembali terulang.

Adegan percakapannya dengan sang ayah masih terngiang jelas sampai ia mendengar suara pintu kamar mandi ditutup. Di sana sosok sang suami sudah berdiri di depan pintu. Menatapnya dengan handuk melilit di pinggang, ya hanya selembar handuk saja Darren menutupi tubuhnya yang menawan. Jangan lupakan juga wajahnya yang segar dengan rambut basah yang semakin membuat lelaki itu tampan dalam level sembilan puluh lima ke atas, nyaris sempurna. Bahkan, tetesan air yang masih tampak jelas di bawah rambutnya yang basah, membuat Audi tanpa sadar menelan saliva —terpesona.

'Sial!' rutuk Audi dalam hati sambil memalingkan wajahnya.

Ia selalu kesal pada hatinya yang selalu berkhianat karena tak segan memuji ketampanan Darren.

"Apakah kamu tidak mau mandi?" tanya Darren tiba-tiba sembari melangkahkan kakinya, mendekati ranjang.

Audi tampak bersiaga saat dilihatnya Darren sudah berdiri seraya mengulurkan tangan dan menyentuh pipinya.

"Kenapa diam? Kamu tidak mendengar ucapanku?"

"A-aku baru mau mandi. Ya, baru mau. Tadi aku nunggu kamu."

Audi mencoba menghindar. Menampik tangan Darren dan bergegas untuk beranjak bangun.

Namun, gerakannya kurang cepat dibandingkan Darren. Lelaki itu malah menarik lengan Audi, sehingga membuat perempuan itu kembali duduk.

"Arh!" pekik Audi kaget.

"Tidak mandi juga tidak apa-apa. Aku yakin, kamu masih merawat tubuhmu dengan baik. Meski seharian ini kamu berjalan ke sana kemari, aku juga yakin tubuhmu masih wangi seperti habis mandi."

"Eh, ma-mana ada. Tubuhku lengket, Darren. Aku yakin, aromanya juga enggak enak. Jadi, aku ...."

"Kalau gitu biar aku coba pastikan!" ucap Darren memotong ucapan Audi dengan mendekatkan hidungnya yang mancung ke leher jenjang sang istri.

Secara spontan Audi memejamkan mata ketika bukan hanya hidung, tetapi bibir Darren juga menyentuh permukaan kulitnya.

'Ish,' desis suara Audi yang merasakan respon tak terduga dari tubuhnya.

Nyatanya suara itu sangat jelas Darren dengar, membuat lelaki itu menyeringai dengan kedua mata memandang wajah istrinya yang terlihat memerah.

Ketika sekian detik waktu berlalu dengan Darren yang masih menempelkan hidungnya, Audi berpikir untuk menyudahi. Tapi, suara serak Darren membuat rencananya buyar.

"Wangi. Kamu masih wangi. Wangi yang sangat khas, yang masih aku ingat, dan pastinya aku rindukan."

Sontak Audi terkejut. Kedua matanya membola ketika mendengar penuturan sang suami.

'Apa yang ia katakan? Apakah barusan ia mengatakan kalau ia merindukanku?' batin Audi berkata.

Ketika perempuan itu hendak menanyakan kejanggalan tersebut, tiba-tiba Darren berbuat hal lebih. Dipikir Audi, suaminya itu akan menjauhkan wajah dan membiarkannya mandi. Namun kenyataan yang terjadi, Darren malah menyusuri lekuk lehernya sampai ke ceruk, lalu turun ke dress putih yang ia kenakan sejak prosesi ijab kabul tadi.

Tak ayal, pertahanan yang sebelumnya masih Audi pertahankan, perlahan menurun tatkala Darren menggodanya dengan kecupan di atas belahan dadanya yang tampak sebab lelaki itu yang menyibak dress bagian atas, sedikit.

"Ah!" Desah itu terlontar tanpa Audi mau. Membuat perempuan itu langsung menutup mulut saat sigap menyadari.

Namun, aksi yang Darren lakukan di detik berikutnya tak mampu membuat Audi tetap bertahan. Ia yang masih berusaha menutup mulut agar tidak mengeluarkan desah suara yang sama, hanya mampu menggeleng ketika Darren malah menjulurkan tangannya memasuki area bawah dress.

Hingga di detik kesekian, Darren tiba-tiba mendorong tubuh Audi dan membuat istrinya itu terbaring dengan ekspresi kaget.

"Dar ... ren?"

Baru selesai memanggil nama sang suami, Audi harus merasakan sesak di dadanya ketika lelaki itu mengangkat kedua tangannya ke atas kepala. Posisi yang sangat tidak menguntungkan baginya sebab pengalaman yang ia pernah alami, posisi itu hanya akan membuatnya tersiksa tanpa mampu melawan.

Darren tampak diam sekarang. Ia yang masih bertahan dengan handuk di pinggangnya, kini hanya menatap wajah Audi yang terlihat waspada.

"Sesuai dengan kesepakatan, setelah apa yang kamu minta yaitu di mana aku harus menikahi kamu, mulai malam ini dan malam-malam seterusnya, kamu harus menemaniku tidur di atas ranjang yang sama."

Terasa saliva meluncur kesat di tenggorokan Audi ketika kalimat itu kembali Darren ucapkan. Seperti mengingatkan dirinya bahwa perjanjian tetaplah perjanjian. Sebuah kesepakatan yang harus ia tunaikan.

"A-aku tidak akan melanggar janji."

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pernikahan Kedua dengan sang Mantan   Bab 101. Akhir Kisah

    Audi sudah selesai dengan lima tusuk sate Padang yang suaminya siapkan. Sekarang ia telah berpindah memandang buah-buahan yang semakin membuatnya ngiler. "Dari mana kamu dapatkan rujak ini, Darren?" tanya Audi sembari mencomot buah mangga yang terlihat mengkal. "Di depan kantor.""Hah! Benarkah? Kok aku tidak tahu ada tukang rujak di depan kantor?" ucap Audi dengan mulut yang kini penuh dengan buah dan sambelnya. "Ya, aku juga baru tahu setelah sekian kali lewat. Mungkin ini efek karena istriku sedang ngidam.""Apa? Bukannya kamu yang ngidam. Sejak awal mula aku hamil, aku ini cuma mabuk. Tidak sampai ngidam seperti ibu-ibu hamil pada umumnya. Justru kamu yang beberapa hari terakhir banyak permintaan. Semua makanan yang pelayan buat, tiba-tiba tidak kamu sukai. Kamu malah nyuruh aku yang masak, padahal dulu hal itu kamu larang." Audi manyun membela diri. "Ya, maksud aku itu karena kamu hamil, aku jadi banyak maunya.""Ih, enggak ada hubungannya, Darren. Bagaimana bisa aku yang ham

  • Pernikahan Kedua dengan sang Mantan   Bab 100. Pertarungan dan Maaf

    Siapa yang menyangka, satu kalimat yang Audi ucapkan berujung pada 'pertarungan' sengit yang terjadi antara pasangan suami istri tersebut. "Pelan-pelan, Honey. Aku tak mau menyakiti calon bayi kita," ucap Darren saat menyadari aksi Audi yang saat itu lain dari pada biasanya. "Aku tahu, Darren. Ini masih biasa menurutku. Bahkan, kamu bisa melakukan lebih dari yang aku lakukan sekarang.""Ya, aku tahu. Tapi, ini menurutku berlebihan. Aku bisa kehilangan kendali kalau kamu terus bergerak dan memancingku seperti ini."Darren masih bertahan dengan tidak membalas sikap agresif Audi. Lelaki itu yang kini memilih berada di bawah dan mempersilakan sang istri melakukan aksinya sesuai insting-nya sebagai seorang perempuan, berkali-kali harus menahan napas dan menenangkan otaknya dari kemesuman yang kerap ia lakukan. "Aku tidak berniat memancingmu, Darren. Ini spontan saja aku lakukan. Jadi, jangan menyalahkan aku atas pertahanan yang kamu lakukan saat ini."Darren menggeram kesal. Ini sudah d

  • Pernikahan Kedua dengan sang Mantan   Bab 99. Ada yang Marah

    Audi mencoba menghubungi Darren setelah lelaki itu memutuskan panggilannya sepihak. Namun, pengusaha itu sepertinya benar-benar marah karena beberapa panggilan dari wanita itu diabaikan bahkan yang terakhir ditolak. 'Ah, dia benar-benar marah. Aku harus melakukan sesuatu.' Audi membatin. Hingga kemudian ia menghentikan permainan bersama para pelayan, dan meminta supir untuk menyiapkan mobil. "Ibu mau ke mana?" Salah seorang pelayan bertanya. Sembari berjalan ke kamar, Audi menjawab santai. "Mau ke kantor. Saya mau menemui tuan.""Ta-tapi, Ibu tidak diizinkan pergi kemana-mana sama tuan." Pelayan yang masih ada di dekat Audi tampak panik begitu mendengar jawaban yang terlontar. "Kalo ke kantor gak mungkin gak diizinin." Audi tersenyum menatap para pelayan yang berbondong-bondong mengikutinya di belakang. "Nanti kalau Tuan Darren marah gimana?""Makanya supaya dia gak marah, saya mau ke sana nyamperin."Jawaban Audi memang masuk akal. Darren memang kadung bucin pada Audi, tentu ke

  • Pernikahan Kedua dengan sang Mantan   Bab 98. Ngidam

    Masa kehamilan yang Audi alami nyatanya malah menimpa Darren. Lelaki itu —entah bagaimana bisa sekarang malah menyukai makanan yang asam-asam yang kerap disukai oleh para ibu hamil. Seperti siang itu, setelah jam makan siang usai, tiba-tiba saja Darren meminta Zain —yang telah kembali dari liburannya, untuk membelikan buah-buahan yang memiliki rasa asam. "Jangan lupa minta sambalnya kalau ada," ucap Darren ketika Zain sudah akan keluar ruangan sang tuan. "Pakai sambal? Apa maksud Tuan rujak?""Apakah itu namanya rujak? Bukan salad buah?""Kalau macam-macam buah yang asam dan ada sambelnya, ya memang rujak, Tuan."Darren berpikir sejenak. Sebelumnya ia sama sekali tidak minat melihat makanan yang dijual di pinggiran jalan tersebut. Tapi, tiba-tiba tadi ketika ia pulang dari sebuah meeting dengan klien, mendadak ia tergiur saat melihat aneka warna buah yang terdapat pada sebuah kotak kaca, yang dijual di pinggir jalan dekat dengan gedung perusahaannya. "Ya, apapun itu namanya, tolon

  • Pernikahan Kedua dengan sang Mantan   Bab 97. Menjaga Calon Buah Hati

    Dokter memeriksa perut Audi beberapa waktu kemudian. Ditemani Darren yang juga turut mengamati jalannya USG, Audi masih belum bisa menghilangkan keterangannya atas hasil medis yang akan dokter sampaikan. "Janinnya memang masih sangat kecil, tapi tampak jelas terlihat. Memang kami belum bisa memastikan ada kelainan yang terjadi sekarang sampai kita melihat perkembangan janin di bulan-bulan berikutnya." Dokter bicara sembari masih memainkan sebuah alat di atas perut Audi. "Jadi, apakah kami masih bisa berpikir tenang untuk sekarang ini, Dok?" Darren bertanya meyakinkan. "Tentu. Hanya saja karena ada kecerobohan yang pernah Bu Audi lakukan, hal itu yang akan menjadi pengawasan dokter.""Kecerobohan?" tanya Darren tak mengerti. Apa yang sudah istrinya lakukan sehingga membuat dokter mengkhawatirkan calon anaknya. "Anda belum tahu?"Darren melirik pada Audi seraya menggeleng. Tampak ekspresi panik yang istrinya tampilkan saat ini, yang mau tak mau membuat Darren penasaran. "A-aku suda

  • Pernikahan Kedua dengan sang Mantan   Bab 96. Hasil Kehamilan

    Audi mendongak ketika Darren mengatainya bodoh. "Aku bodoh?""Ya! Kamu bodoh. Apa yang kamu pikirkan tentang perjanjian itu, hingga harus membuatmu melakukan tindakan ini?"Audi diam, malu untuk menjelaskan alasannya. "Apa karena kamu takut jika perjanjian itu akan membuatmu menderita sehingga ketika memiliki anak hanya akan membuat hidupmu semakin susah begitu?"Kali ini Audi mengangguk. "Apakah kamu berpikir perjanjian itu akan membuat kita berpisah dan aku tak akan bertanggung jawab bila kamu hamil?"Lagi, Audi mengangguk. "Berarti benar, kamu bodoh!""Darren! Apakah tidak cukup mengatakan aku bodoh sebanyak dua kali? Jelaskan padaku tindakan bodoh apa yang aku lakukan hanya karena khawatir akan nasib calon anak kita nanti. Ah, bahkan aku tidak tahu apakah pantas aku menyebutnya 'anak kita'."Tiba-tiba saja Darren mengetuk dahi Audi pelan. "Darren, apa-apaan!" Perempuan itu tampak tak suka. Bukannya menjawab dan menjelaskan, sang suami malah melakukan 'kekerasan fisik' padanya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status