“Kamu benar, Sha.” Siska mengangguk seraya menarik napas dalam-dalam.
Setibanya di hotel yang sudah disulap menjadi tempat seminar, Siska dan Pasha bergegas masuk dan langsung disambut beberapa rekan bisnis yang sudah lebih dulu datang.“Aku ke toilet dulu,” kata Siska sedikit gugup saat rekan Pasha bergabung dengannya.“Aku tunggu di sini,” sahut Pasha.Di dalam toilet, Siska melihat pantulan wajahnya sendiri lekat-lekat. Rambutnya yang hitam meruncing nyaris tak ada bedanya dengan dirinya beberapa bulan yang lalu. Namun, wajah itu kini semakin matang oleh rasa benci yang membuncah.Begitu keluar dari toilet, Siska terkesiap saat mendapati sosok Roni yang berdiri di depan lorong."Siska?" Roni menyadari kehadiran istrinya juga. "Apa yang kamu lakukan di sini?"Siska terpaku sebentar selama beberapa detik, sebelum akhirnya dia mengangguk ke arah Roni sambil tersenyum sopan dan melenggang pergi begitu saja dari hadapannya.“Maaf, nunggu lama!” seru Siska saat bergabung lagi dengan Pasha dan teman-temannya yang lain untuk masuk ke tempat seminar.Siska dan teman-temannya tiba di barisan kursi yang telah dihias panitia pelaksana sedemikian rupa, termasuk ada sekelompok kursi istimewa untuk para pengusaha terkenal, salah satunya adalah Roni dan ...“Istri keduanya,” gumam Siska geram. “Kenapa seumur hidup menikah sama dia, aku tidak pernah diajak seminar?”“Kamu bicara apa sih,” sahut Pasha tenang. “Suara kamu tidak kedengaran, apa kamu lihat seseorang?”Siska seketika memandang Pasha yang memasang wajah ingin tahu.“Seseorang siapa?” tanya Siska dengan nada menyelidik.“Ya cuma kamu yang tahu lah,” sahut Pasha sebelum acara seminar dimulai.“Sudahlah, jangan dibahas dulu.” Siska mengelak. “Itu seminarnya sudah mau dibuka!”Pasha memberi isyarat dengan matanya saat dua orang pembawa acara sudah naik ke atas panggung.Siska duduk di samping Pasha dan teman pengusaha yang lain sementara Roni dan istri keduanya bergabung dengan tim dari perusahaan yang sama.Siska duduk mengikuti jalannya acara seminar, tetapi pikirannya tidak benar-benar berada di sana. Dia tidak bisa bohong kalau pertemuan singkatnya dengan Roni tadi sangat mempengaruhinya.Beberapa bulan berlalu ternyata tidak membuat Roni merindukan kebersamaan mereka yang seolah menghilang ditelan waktu. Sekilas saja Siska melihatnya, dia tahu bahwa Roni kini sudah jauh lebih berbahagia dengan istri keduanya.Siska menggelengkan kepala tanpa sadar, berusaha keras mengusir dentuman emosi yang mengusik setiap pembuluh darahnya. Tidak, dia tidak boleh jatuh lagi untuk yang kedua kalinya.Di akhir acara, Siska ikut mengantre bersama Pasha untuk bersalaman dengan para bintang tamu dan pembawa acara.“Sepertinya aku melihat seseorang,” cetus Pasha. “Jadi dia yang sudah membuat kamu tidak fokus tadi, yang di samping itu pasti istri keduanya, ya kan.”Siska menganggukkan kepalanya dan berlalu untuk memberikan kesempatan kepada peserta lainnya yang ingin bersalaman dengan bintang tamu.Saat acara berakhir, Pasha meminta Siska ikut ke tempat parkir untuk mengambil mobilnya.“Sis, kamu nunggu di depan saja, aku tidak lama.” Pasha berpesan.“Oke,” sahut Siska tidak keberatan.Begitu Pasha berlalu, Siska menunggunya sambil beberapa kali membalas sapaan beberapa peserta yang lewat.“Siska?” suara seorang pria memanggilnya dari belakang dan membuat Siska menoleh.Roni berdiri mematung di depannya, yang direspons Siska dengan melempar senyum singkat sambil memalingkan wajahnya sebagai isyarat bahwa dia tidak ingin terlibat pembicaraan lebih jauh lagi.Lalu kemudian, Roni meraih tangan Siska dan menariknya ke parkiran khusus mobil para tamu undangan istimewa. Meski terkejut, Siska tetap membiarkannya karena dia ingin tahu apa yang akan dilakukan suaminya ini setelah hampir dua bulan berlalu tanpa interaksi yang berarti.“Masuk, aku mau bicara sama kamu.” Roni meminta, tapi dengan nada yang lebih mirip perintah.“Di sini saja, temanku Pasha menunggu soalnya.” Siska menolak halus.Mendengar nama Pasha disebut, ubun-ubun Roni seketika mendidih dan karenanya dia langsung memaksa Siska untuk masuk ke mobilnya.Jika mengikuti perasaannya, Siska ingin sekali menghindari situasi ini karena khawatir pertahanan dirinya yang belum cukup kuat untuk menghadapi Roni.“Soal pernikahan kedua yang waktu itu ...” Roni menatap Siska yang duduk di sampingnya. “Aku ...”“Pernikahan kedua yang mana?” potong Siska seraya balas menatap Roni dengan sorot mata tegas. “Aku tidak ingat kalau kamu menikah lagi.”Roni tidak jadi melanjutkan kalimatnya karena menyadari bahwa Siska yang sekarang bukanlah Siska yang dikenalnya selama ini.“Sebenci itukah kamu sama aku?” tanya Roni tajam.“Sebenci seorang istri yang mengetahui suaminya menikah lagi di hari ulang tahunnya,” jawab Siska ringan, tapi begitu berat di hatinya.“Ini yang mau aku jelaskan,” kata Roni dengan suara dalam. “Aku ...”“Maaf, waktuku tidak banyak.” Siska memotong. “Pasha pasti sedang mencari aku.”Tangan Siska terulur untuk membuka pintu, tetapi Roni dengan sigap menghalanginya. Dia menoleh dan tersentak saat menyadari wajah suaminya sudah berada begitu dekat dengannya.Roni menatap Siska tajam, seakan bertekad ingin menemukan sedikit kebohongan di mata istrinya.Sementara itu Siska balas menatap Roni untuk membuktikan jika sudah tidak ada lagi cinta yang tersisa di sanubarinya.“Kamu begitu berbeda sekarang, Siska.” Roni berucap pelan.Siska terpaku di tempat duduknya. Dia memang tidak bisa mengendalikan degup jantungnya yang mulai berdebar-debar, tetapi dirinya masih dapat menyembunyikan perasaan hati yang sebenarnya.“Memangnya kamu mengharapkan aku tetap menjadi Siska yang polos, lugu, dan gampang dicurangi sama napsu kamu?” tukas Siska pelan.“Aku tidak berniat mencurangi kamu,” tegas Roni, tangannya yang terulur menahan pintu mobilnya sedikit terkepal. “Aku juga bukan pria yang cuma memikirkan napsu ...”“Memangnya aku bilang kalau kamu suami tukang napsu?” potong Siska dengan pandangan mengejek. “Jangan terlalu baper dulu.”Roni tersenyum getir ke arah Siska.“Kamu benar-benar sangat berbeda,” katanya datar. “Kamu yang sekarang begitu ... angkuh, dan sombong luar biasa.”Siska tertawa kecil.“Terima kasih atas pujian kamu,” katanya geli. “Kebetulan sekali aku sudah bosan dengan pujian orang-orang yang selama ini mengatakan kalau aku begitu mandiri dan pengertian. Angkuh dan sombong adalah pujian yang paling ingin aku dengar dari mulut kamu.”Ekspresi wajah Roni kini sama sekali tidak bisa ditebak. Siska masih berusaha keras untuk mempertahankan ketenangannya, karena dia tidak mau terlihat ingin buru-buru pergi dari hadapan Roni. Siska berkeras untuk nampak kuat di depan suami sahnya itu.“Aku jadi ingin lihat, seberapa angkuhnya kamu yang sekarang.” Roni menyapukan pandangannya dengan super tajam, dia memiringkan wajahnya sendiri untuk memancing Siska agar tergoda.“Tak perlu mencari tahu, nanti kamu akan semakin sulit melupakan aku ...”“Aku memang tidak pernah berniat melupakan kamu,” ucap Roni dengan jemarinya yang berselancar ke wajah halus Siska.Bersambung—“Ingatan tentang bagaimana sedihnya kamu saat melihatku bersama Ririn, telah menjadi mimpi buruk bagiku selama dua bulan ini.”Siska sama sekali tidak bereaksi, dia sengaja membiarkan Roni menikmati halus kulitnya di pahatan wajahnya yang nyaris tanpa cela.“Aku bisa pahami kemarahan kamu terhadap keputusanku,” sambung Roni lagi. “Tapi aku tidak akan semudah itu membiarkan kamu pergi. Apa pun akan aku lakukan untuk membuat kamu tetap berada di sisiku.”Siska sengaja tertawa kecil untuk menutupi perasaannya yang sudah tidak keruan lagi.“Terserah kamu,” katanya. “Bukankah seorang suami bebas untuk melakukan apa saja yang dia suka?”Siska menyingkirkan tangan Roni dengan gerakan pelan dan tidak terkesan buru-buru mendorongnya.“Jangan memancing kesabaran aku, Siska.” Roni tidak mengizinkan Siska memegang tangannya dan segera ditariknya dagu wanita muda itu hingga bibirnya maju lebih dekat dengan bibirnya sendiri. “Ingat, kita ini masih sah suami istri.”Dan segera dilahapnya bibir merek
“Aku baik-baik aja kok Sha, cuma ada sesuatu sedikit.” Siska menenangkannya. “Sekarang kamu di mana? Biar aku yang susul kamu.”Pasha terdengar menghela napas lega.“Aku ada di depan gedung, Sis,” katanya. “Cepat ya, jangan bikin aku khawatir.”“Oke, aku jalan ke sana sekarang.” Siska memutus sambungan teleponnya dan bergegas menyusul Pasha yang sudah menunggu.Wajah Pasha terlihat lega saat Siska muncul di depannya.“Sis, kamu ke mana saja?” serunya sambil memandang Siska. “Aku sudah mikir yang tidak-tidak kalau kamu hilang atau diculik ...”“Maaf Sha, aku tidak sempat ngabarin soalnya ...” Siska menghentikan kalimatnya dengan napas panjang.“Ya sudah, tidak apa-apa.” Pasha seolah mengerti apa yang sedang dirasakan Siska. “Aku antar kamu ke rumah sekarang, bagaimana?”“Oke,” angguk Siska seraya masuk ke mobil Pasha dan menyandarkan punggungnya yang letih ke tempat duduk.Pasha menyusul masuk dan sempat melirik Siska sebentar sebelum akhirnya melajukan mobilnya meninggalkan hotel semi
Roni tidak dapat menemukan pilihan kata yang tepat untuk menggambarkan kepada Ririn tentang betapa berbedanya Siska saat ini.“Dia kecewa?” tebak Ririn.“Sangat,” ucap Roni. “Biarpun dia tidak bilang, aku bisa melihat itu semua dari sorot matanya saat memandangku.”Ririn terdiam, tidak tahu harus menanggapi bagaimana. Dia masih ingat betapa kejamnya Siska saat berusaha keras menggagalkan pernikahannya dengan Roni, tetapi pada akhirnya Roni juga yang enggan memiliki satu di antara mereka berdua.Dan yang menjadi korbannya tentu saja Ririn yang tidak tahu apa-apa.“Tapi aku tahu kalau dia bohong,” ujar Roni sambil menenggak minuman kalengnya lagi. “Aku masih bisa merasakannya.”Sesungguhnya Roni tidak benar-benar yakin jika Siska masih mengharapkan hubungan mereka diperbaiki. Dia telah membiarkan dirinya tenggelam dalam kesendirian selama dua bulan tanpa penjelasan, dan Roni baru saja menerima pembayaran tunai dengan kebencian Siska terhadapnya.Masih terin
“Aku pusing, kepalaku sakit sekali ...” keluh Siska. “Maaf kalau kamu jadi tidak nyaman.”Kavita menggeleng, tetapi tidak mengatakan apa-apa. Sebagai gantinya, dia mengulurkan sekotak makanan yang tadi sudah disiapkannya kepada Siska.“Makanlah, aku pikir kamu belum sarapan. Aku paham bagaimana rasanya dikhianati,” ujar Kavita sungguh-sungguh.“Terima kasih ya?” ucap Siska sambil menerimanya. “Kamu sudah menyempatkan diri datang ke sini.”Kavita menggeleng dan duduk di samping Siska.“Sudahlah, jangan berpikiran macam-macam. Cepat makan,” suruhnya.Siska tersenyum tipis dan membuka kotak makan yang diberikan Kavita kepadanya.Di lain tempat, Pasha menghentikan mobilnya di tepi jembatan yang ada di dekat lokasi proyek. Dia menengok arlojinya dan memutuskan untuk menunggu kedatangan Roni yang sudah menyanggupi kesepakatan jam pertemuan mereka.Kira-kira tak sampai sepuluh menit menunggu, Pasha melihat sebuah mobil berhenti di dekat mobilnya.“Langsung saja ya, Ron?” kata Pasha bahkan se
“Jadi,” ucap Kavita ketika dia dan Siska duduk bersama dalam satu meja dan menikmati sarapan mereka. “Kamu sudah merasa lebih baik?”“Apanya?” tanya Siska sambil terus mengunyah. “Jangan pura-pura tidak tahu,” jawab Kavita sambil melirik Siska tajam. “Bagian yang paling menyedihkan dalam hidup itu adalah berpura-pura padahal hati kamu merasakan yang sebaliknya.”Siska terdiam sambil menelan makanannya. Pantas saja semalaman suntuk dia merasakan nyeri yang amat sangat di hatinya, bisa jadi itu karena dia telah berpura-pura bahwa dia tidak lagi mengharapkan Roni.“Nah kan, melamun lagi ...” komentar Kavita sambil menggeleng. “Kalau memang kamu merasa belum siap untuk mengambil keputusan terkait rumah tangga kamu, lebih baik jangan gegabah.” Kavita menyarankan.Siska menarik napas panjang.“Dia melakukan kesalahan yang tidak bisa aku maafkan,” katanya sakit hati. “Jadi ngapain aku berusaha memperbaiki? Lebih baik cari yang baru lagi.”Kavita mendengus di atas piringnya.“Mentang-mentang
Beberapa waktu sebelumnya ....Dua hari sebelum acara meeting besar selesai, seluruh pegawai dihebohkan dengan berita tidak menyenangkan tentang Roni dan Siska. Tidak ada yang tahu awal mula berita itu menyebar, yang pasti berita itu sudah menjangkiti siapapun seperti wabah penyakit.Roni menoleh ketika seseorang menyentuh bahunya sebelum kakinya memasuki dapur. Ternyata kedua orang tuanya dan juga Ririn.“Ayah baru tahu istri kamu wanita seperti itu,” kata ayah Roni dengan wajah prihatin.“Seperti itu ... apa maksudnya?” tanya Roni bingung. “Kami tahu sekarang bagaimana selama ini dia memandang kamu sebagai suaminya,” timpal ibu Roni.“Ayah dan ibu ngomongin Siska?” tanya Roni lagi sementara Ririn lebih memilih diam sebagai bentuk jaga image di hadapan mertua. “Dia memang wanita independen dari dulu kan?”“Bukan!” sergah ibu Roni. “Ternyata selama ini Siska ... sudah membuat berita viral tentang kamu! Gara-gara itu, mau taruh di mana muka kita sekeluarga?”“Apa?! Ayah dan ibu jangan
“Apa yang terjadi sih sebenarnya, Sis?” tanya Kavita setengah mendesak. “Kelihatannya kamu bingung sekali.”Siska menyeka kedua matanya sebelum akhirnya menceritakan apa yang didengarnya di atap gedung perkantoran Roni tadi.“Apa, jadi mereka bikin berita viral?” seru Kavita terkejut. “Tidak nyangka.”“Sudahlah Vit, tidak apa-apa. Aku harap kamu sama Roni tetap jaga hubungan baik kalau suatu saat bertemu di jalan,” ujar Siska dengan senyum yang dipaksakan. “Mereka berdua cuma bermasalah sama aku, jadi kamu tidak perlu memihak.”Kavita mengulurkan tangan dan menepuk bahu Siska.“Kamu masih punya aku Sis,” katanya sambil tersenyum. “Aku mana bisa tidak memihak, nasib kita sama. Diduakan suami cuma karena dia merasa mampu secara finansial, sedangkan dia tidak mikir bagaimana perasaan istri mereka yang selama ini menemani langkahnya dari nol sampai bisa sukses seperti sekarang.”“Iya Vit, kamu juga tidak kalah menderita daripada aku.” Siska menimpali. “Tidak perlu sedih-sedih, semua posti
Wajah Roni langsung merah padam dan meminta sekretaris untuk mengantarkan tamunya ke ruangan rapat.“Anda jangan sok polos seperti anak sekolah,” sela Saga dengan berani. “Apa maksud foto di postingan grup media sosial? Anda itu bukan ibu aku! Ngapain Ayah bawa dia ke kantor?”Roni tertegun sebentar, tapi dia tetap berusaha tenang saat menghadapi kemarahan salah satu anak kandungnya ini.Selama Roni diam, Saga masih menatap tajam dengan sudut matanya. Satu tangannya tetap terjulur di atas bahu Saga yang tinggi dan lebar.“Kamu tidak perlu berlebihan,” kata Roni meminta Saga untuk masuk ke ruangan. “Itu cuma postingan random saja, tidak lebih.”“Postingan random dengan mengungkapkan fakta kalau Ayah ternyata mengkhianati Ibu?” Saga menggelengkan kepalanya. “Aku nggak bodoh Yah, nggak mungkin nggak terjadi apa-apa sama kalian berdua ...”“Saga, sopan sedikit.” Roni menegur. “Kalau kamu tidak percaya, kamu bisa tanya ibu kamu sendiri.”Saga yang sedang dikuasai amarahnya langsung melayan