Share

6 Roni dan Istri Keduanya

“Kamu benar, Sha.” Siska mengangguk seraya menarik napas dalam-dalam.

Setibanya di hotel yang sudah disulap menjadi tempat seminar, Siska dan Pasha bergegas masuk dan langsung disambut beberapa rekan bisnis yang sudah lebih dulu datang.

“Aku ke toilet dulu,” kata Siska sedikit gugup saat rekan Pasha bergabung dengannya.

“Aku tunggu di sini,” sahut Pasha.

Di dalam toilet, Siska melihat pantulan wajahnya sendiri lekat-lekat. Rambutnya yang hitam meruncing nyaris tak ada bedanya dengan dirinya beberapa bulan yang lalu. Namun, wajah itu kini semakin matang oleh rasa benci yang membuncah.

Begitu keluar dari toilet, Siska terkesiap saat mendapati sosok Roni yang berdiri di depan lorong.

"Siska?" Roni menyadari kehadiran istrinya juga. "Apa yang kamu lakukan di sini?"

Siska terpaku sebentar selama beberapa detik, sebelum akhirnya dia mengangguk ke arah Roni sambil tersenyum sopan dan melenggang pergi begitu saja dari hadapannya.

“Maaf, nunggu lama!” seru Siska saat bergabung lagi dengan Pasha dan teman-temannya yang lain untuk masuk ke tempat seminar.

Siska dan teman-temannya tiba di barisan kursi yang telah dihias panitia pelaksana sedemikian rupa, termasuk ada sekelompok kursi istimewa untuk para pengusaha terkenal, salah satunya adalah Roni dan ...

“Istri keduanya,” gumam Siska geram. “Kenapa seumur hidup menikah sama dia, aku tidak pernah diajak seminar?”

“Kamu bicara apa sih,” sahut Pasha tenang. “Suara kamu tidak kedengaran, apa kamu lihat seseorang?”

Siska seketika memandang Pasha yang memasang wajah ingin tahu.

“Seseorang siapa?” tanya Siska dengan nada menyelidik.

“Ya cuma kamu yang tahu lah,” sahut Pasha sebelum acara seminar dimulai.

“Sudahlah, jangan dibahas dulu.” Siska mengelak. “Itu seminarnya sudah mau dibuka!”

Pasha memberi isyarat dengan matanya saat dua orang pembawa acara sudah naik ke atas panggung.

Siska duduk di samping Pasha dan teman pengusaha yang lain sementara Roni dan istri keduanya bergabung dengan tim dari perusahaan yang sama.

Siska duduk mengikuti jalannya acara seminar, tetapi pikirannya tidak benar-benar berada di sana. Dia tidak bisa bohong kalau pertemuan singkatnya dengan Roni tadi sangat mempengaruhinya.

Beberapa bulan berlalu ternyata tidak membuat Roni merindukan kebersamaan mereka yang seolah menghilang ditelan waktu. Sekilas saja Siska melihatnya, dia tahu bahwa Roni kini sudah jauh lebih berbahagia dengan istri keduanya.

Siska menggelengkan kepala tanpa sadar, berusaha keras mengusir dentuman emosi yang mengusik setiap pembuluh darahnya. Tidak, dia tidak boleh jatuh lagi untuk yang kedua kalinya.

Di akhir acara, Siska ikut mengantre bersama Pasha untuk bersalaman dengan para bintang tamu dan pembawa acara.

“Sepertinya aku melihat seseorang,” cetus Pasha. “Jadi dia yang sudah membuat kamu tidak fokus tadi, yang di samping itu pasti istri keduanya, ya kan.”

Siska menganggukkan kepalanya dan berlalu untuk memberikan kesempatan kepada peserta lainnya yang ingin bersalaman dengan bintang tamu.

Saat acara berakhir, Pasha meminta Siska ikut ke tempat parkir untuk mengambil mobilnya.

“Sis, kamu nunggu di depan saja, aku tidak lama.” Pasha berpesan.

“Oke,” sahut Siska tidak keberatan.

Begitu Pasha berlalu, Siska menunggunya sambil beberapa kali membalas sapaan beberapa peserta yang lewat.

“Siska?” suara seorang pria memanggilnya dari belakang dan membuat Siska menoleh.

Roni berdiri mematung di depannya, yang direspons Siska dengan melempar senyum singkat sambil memalingkan wajahnya sebagai isyarat bahwa dia tidak ingin terlibat pembicaraan lebih jauh lagi.

Lalu kemudian, Roni meraih tangan Siska dan menariknya ke parkiran khusus mobil para tamu undangan istimewa. Meski terkejut, Siska tetap membiarkannya karena dia ingin tahu apa yang akan dilakukan suaminya ini setelah hampir dua bulan berlalu tanpa interaksi yang berarti.

“Masuk, aku mau bicara sama kamu.” Roni meminta, tapi dengan nada yang lebih mirip perintah.

“Di sini saja, temanku Pasha menunggu soalnya.” Siska menolak halus.

Mendengar nama Pasha disebut, ubun-ubun Roni seketika mendidih dan karenanya dia langsung memaksa Siska untuk masuk ke mobilnya.

Jika mengikuti perasaannya, Siska ingin sekali menghindari situasi ini karena khawatir pertahanan dirinya yang belum cukup kuat untuk menghadapi Roni.

“Soal pernikahan kedua yang waktu itu ...” Roni menatap Siska yang duduk di sampingnya. “Aku ...”

“Pernikahan kedua yang mana?” potong Siska seraya balas menatap Roni dengan sorot mata tegas. “Aku tidak ingat kalau kamu menikah lagi.”

Roni tidak jadi melanjutkan kalimatnya karena menyadari bahwa Siska yang sekarang bukanlah Siska yang dikenalnya selama ini.

“Sebenci itukah kamu sama aku?” tanya Roni tajam.

“Sebenci seorang istri yang mengetahui suaminya menikah lagi di hari ulang tahunnya,” jawab Siska ringan, tapi begitu berat di hatinya.

“Ini yang mau aku jelaskan,” kata Roni dengan suara dalam. “Aku ...”

“Maaf, waktuku tidak banyak.” Siska memotong. “Pasha pasti sedang mencari aku.”

Tangan Siska terulur untuk membuka pintu, tetapi Roni dengan sigap menghalanginya. Dia menoleh dan tersentak saat menyadari wajah suaminya sudah berada begitu dekat dengannya.

Roni menatap Siska tajam, seakan bertekad ingin menemukan sedikit kebohongan di mata istrinya.

Sementara itu Siska balas menatap Roni untuk membuktikan jika sudah tidak ada lagi cinta yang tersisa di sanubarinya.

“Kamu begitu berbeda sekarang, Siska.” Roni berucap pelan.

Siska terpaku di tempat duduknya. Dia memang tidak bisa mengendalikan degup jantungnya yang mulai berdebar-debar, tetapi dirinya masih dapat menyembunyikan perasaan hati yang sebenarnya.

“Memangnya kamu mengharapkan aku tetap menjadi Siska yang polos, lugu, dan gampang dicurangi sama napsu kamu?” tukas Siska pelan.

“Aku tidak berniat mencurangi kamu,” tegas Roni, tangannya yang terulur menahan pintu mobilnya sedikit terkepal. “Aku juga bukan pria yang cuma memikirkan napsu ...”

“Memangnya aku bilang kalau kamu suami tukang napsu?” potong Siska dengan pandangan mengejek. “Jangan terlalu baper dulu.”

Roni tersenyum getir ke arah Siska.

“Kamu benar-benar sangat berbeda,” katanya datar. “Kamu yang sekarang begitu ... angkuh, dan sombong luar biasa.”

Siska tertawa kecil.

“Terima kasih atas pujian kamu,” katanya geli. “Kebetulan sekali aku sudah bosan dengan pujian orang-orang yang selama ini mengatakan kalau aku begitu mandiri dan pengertian. Angkuh dan sombong adalah pujian yang paling ingin aku dengar dari mulut kamu.”

Ekspresi wajah Roni kini sama sekali tidak bisa ditebak. Siska masih berusaha keras untuk mempertahankan ketenangannya, karena dia tidak mau terlihat ingin buru-buru pergi dari hadapan Roni. Siska berkeras untuk nampak kuat di depan suami sahnya itu.

“Aku jadi ingin lihat, seberapa angkuhnya kamu yang sekarang.” Roni menyapukan pandangannya dengan super tajam, dia memiringkan wajahnya sendiri untuk memancing Siska agar tergoda.

“Tak perlu mencari tahu, nanti kamu akan semakin sulit melupakan aku ...”

“Aku memang tidak pernah berniat melupakan kamu,” ucap Roni dengan jemarinya yang berselancar ke wajah halus Siska.

Bersambung—

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status