Share

Mendadak Menikah

last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-26 15:32:00

Pagi harinya, sebuah panggilan kembali membawa Ayudhia ke ruangan Arlo. Pemandangan yang sama seperti semalam menyambutnya, Arlo duduk di kursi kebesarannya, punggungnya tegap, auranya dingin dan tak tersentuh, didukung dengan balutan jas hitam mahal yang pas di tubuhnya.

"Duduklah," kata Arlo singkat. Lalu dia bangkit, melangkah keluar dari balik meja kerjanya yang masif, kemudian duduk di sofa, menunjuk sofa di hadapannya pada Ayudhia. Persis seperti semalam.

Ayudhia melangkah dengan kaku. Rasa canggung masih menyelimuti perasaannya, ditambah dengan kesadaran bahwa hari ini ... mereka akan menikah.

Baru saja Ayudhia duduk, sebuah tangan terulur ke arahnya. Di antara dua jari yang panjang dan ramping, terselip selembar plester kecil.

Ayudhia mengangkat wajahnya. Napasnya tercekat sepersekian detik saat matanya bertemu dengan netra hitam pekat milik Arlo. Sedalam obsidian, setajam elang.

"Gunakan ini untuk menutup luka di ujung bibirmu."

Sebuah kehangatan yang tak terduga menyelinap ke dalam hati Ayudhia. Dia tersentuh oleh kepekaan dan tindakan kecil Arlo.

Pipinya terasa memanas. Namun, dia segera menekan perasaan itu dalam-dalam.

Ini bukan waktunya.

Pernikahan ini terjadi … hanya untuk balas dendam.

"Terima kasih," ucap Ayudhia pelan, suaranya nyaris tercekat. Dia mengambil plester itu dan cepat-cepat menyimpannya di saku.

Arlo mengangguk samar, lalu menggeser sebuah map hitam ke hadapan Ayudhia.

"Kontrak pernikahan kita. Baca dan tandatangani. Setelah itu, kita ke kantor catatan sipil."

Ayudhia mengambil dokumen itu. Kata-katanya dingin, transaksional. Dia membaca setiap klausul dengan saksama. Tidak ada yang memberatkan. Semuanya sesuai dengan kesepakatan mereka.

Tanpa ragu, dia mengambil pena, membubuhkan tanda tangannya, lalu menyerahkannya kembali pada Arlo.

Arlo melakukan hal yang sama, lalu memberikan salinan kontrak itu pada Ayudhia. "Ayo," katanya setelah itu, langsung beranjak dari duduknya.

Ayudhia bergegas berdiri, mengikuti langkah lebar Arlo. Di belakang punggung tegap pria itu, dia menghela napas kecil.

Pernikahan kontrak.

Untuk saat ini … sepertinya ini yang terbaik.

Hanya dalam dua jam, semuanya selesai. Sebuah ruangan steril, suara hakim yang monoton, dan goresan pena di atas kertas resmi.

Kini, mereka sah menjadi suami-istri. Ayudhia masih merasa semuanya seperti mimpi yang aneh dan buram

"Kita sudah sepakat," kata Arlo, menghentikan langkahnya di parkiran mobil. Dia berdiri di sisi mobil, kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana. "Kamu menyediakan desain untuk perusahaanku, memenangkan kontes itu. Dan aku akan membantumu mencapai tujuanmu."

Ayudhia mengangguk, diam.

"Sesuai kontrak, aku akan tetap menghargai pernikahan ini," lanjut Arlo, suaranya berubah dingin dan tajam. "Jadi, jangan coba-coba mempermainkanku."

"Saya paham," balas Ayudhia, tegas.

Sebelum Arlo membuka pintu mobil, Ayudhia menahannya. "Tuan, tapi bolehkah saya pergi ke perusahaan Ardhana? Saya ingin mengajukan pengunduran diri."

Arlo menatap Ayudhia sejenak, lalu mengangguk. "Sopir akan mengantarmu," katanya sebelum masuk ke dalam mobil.

Setelah mengantar Arlo ke RDJ Group, mobil kini berhenti di depan gedung Perusahaan Ardhana.

Dari dalam mobil, Ayudhia menatap pintu masuk itu dengan tatapan kosong. Dulu, tempat ini adalah harapannya, masa depannya.

Sekarang ... semuanya telah berubah menjadi medan pertempuran.

"Bapak bisa tunggu di parkiran," katanya pada sopir.

Dia turun, melangkah masuk ke gedung yang terasa familiar sekaligus asing.

Kemudian dia menuju ruang HRD. Di sana, dia menyerahkan surat pengunduran dirinya.

Kepala HRD menatap surat itu, lalu menatap Ayudhia dengan ekspresi terkejut.

Putri keluarga Ardhana ... mengundurkan diri?

Seluruh perusahaan tahu cerita tentang putri yang hilang dan baru kembali lima tahun lalu.

Satu tahun lalu, keduanya bekerja di perusahaan. Dan mereka juga tahu, dari dua putri yang bekerja di sini, Ayudhia-lah yang paling berbakat.

Jauh melampaui Fiona.

Keputusan ini terasa sangat disayangkan.

"Apa Anda sudah meminta izin Pak Dimas?" tanya Kepala HRD, ragu.

Ayudhia tersenyum getir. Bibirnya terasa kelu untuk menyebut kata 'papa'. "Meskipun tak diberitahu, dia takkan mencegah," balasnya pelan.

Setelah Kepala HRD memproses surat pengunduran dirinya, Ayudhia mengucapkan terima kasih, kemudian berbalik, berjalan keluar dari ruangan itu.

Surat pengunduran dirinya terasa seperti tiket kebebasan di tangannya. Namun, kebebasan itu tertunda.

Pintu lift di ujung koridor berdenting, dan Fiona melangkah keluar dengan senyum cerah yang dipoles sempurna.

Melihat Ayudhia, senyum Fiona semakin lebar dan dia menghampiri dengan langkah anggun. "Ayudhia! Aku mencarimu dari tadi," sapanya dengan nada penuh kehangatan, seolah mereka adalah saudara yang paling akrab.

Ayudhia tetap diam, waspada. Dia tahu betul sandiwara ini.

"Aku dengar ... kamu mengajukan pengunduran diri?" Suara Fiona kini berubah sendu, penuh keprihatinan palsu, cukup keras untuk didengar beberapa karyawan yang lewat. "Kenapa? Apa ada yang salah? Apa ada yang menyakitimu di sini?"

Pertanyaan itu adalah jebakan. Ayudhia tahu itu. "Itu bukan urusanmu, Fiona," balasnya dingin.

Fiona tampak terluka oleh jawaban Ayudhia. Dia meraih tangan Ayudhia dengan lembut, matanya berkaca-kaca. "Tentu saja ini urusanku. Aku saudaramu. Papa dan Mama sangat khawatir. Tolong jangan membuat keputusan saat sedang emosi."

Beberapa pasang mata kini melirik mereka dengan penuh simpati, simpati untuk Fiona.

"Hentikan sandiwaramu," desis Ayudhia pelan, tak ingin membuat keributan. "Kita berdua tahu ini yang kamu inginkan."

Fiona menggeleng, wajahnya menunjukkan kesedihan yang meyakinkan. "Aku hanya ingin kita tetap dekat seperti saudara. Kalau aku berbuat salah, maafkan aku. Tapi, jangan pergi seperti ini. Pikirkan perasaan Papa."

Setiap kata yang keluar dari mulut Fiona adalah belati beracun yang dilapisi madu.

Di depan semua orang, Fiona adalah saudari yang peduli, sementara Ayudhia tampak seperti seseorang yang keras kepala dan tidak tahu berterima kasih.

Muak dengan sandiwara itu, Ayudhia menarik tangannya dengan tegas. "Keputusanku sudah final." Dia berbalik, hendak meninggalkan drama murahan itu.

"Ayudhia, hati-hati!" seru Fiona.

Tepat saat Ayudhia melangkah, Fiona ‘tanpa sengaja’ menjulurkan kakinya sedikit.

Ayudhia yang tidak siap, tersandung. Dia kehilangan keseimbangan dan terhuyung, pergelangan kakinya terkilir dengan rasa nyeri yang tajam. Tas tangannya jatuh berdebum ke lantai.

"Astaga, Ayudhia! Kamu tidak apa-apa?" Fiona segera berjongkok, wajahnya menunjukkan kepanikan yang luar biasa.

Dia membantu Ayudhia, tangannya menyentuh lengan saudarinya dengan ‘penuh kekhawatiran’. "Ya Tuhan, kamu ceroboh sekali!"

Di mata orang lain, Fiona adalah pahlawan yang menolong saudarinya yang kikuk. Namun, saat dia mendekatkan wajahnya pada Ayudhia, dia berbisik dengan suara sedingin es yang hanya bisa didengar Ayudhia.

"Lihat? Bahkan untuk berjalan pun kamu tidak becus. Kamu memang tidak pantas ada di sini. Cepatlah pergi dan jangan pernah kembali."

Ayudhia menatap mata Fiona yang berkilat penuh kemenangan.

"Perlu kubantu berjalan, Ayu?" tanya Fiona lagi dengan suara keras, penuh kepedulian.

Ayudhia mendorong tangan Fiona menjauh. Dengan menahan rasa sakit di pergelangan kakinya, dia bangkit berdiri, mengambil tasnya, dan menatap Fiona lekat-lekat.

"Terima kasih atas 'perhatianmu', Fiona," ucap Ayudhia dengan penekanan dingin pada kata 'perhatianmu', sebelum akhirnya berbalik dan berjalan tertatih meninggalkan lobi, diiringi tatapan iba dari para karyawan untuk Fiona yang tampak begitu ‘sedih’ dan ‘khawatir’.

Rasa sakit di kakinya tak sebanding dengan api yang kini menyala di dalam hatinya.

‘Kamu memang pandai bersandiwara, Fiona,’ batin Ayudhia. ‘Baiklah. Mari kita lihat, siapa yang akan mendapat tepuk tangan di akhir pertunjukan nanti.’

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (7)
goodnovel comment avatar
wardah
g sabar nungguin siapa yg bakal dapet tepuk tangan meriah nantinya
goodnovel comment avatar
Adeena
ayo tunjukkan taringmu jangan mau di tunda sama Fiona.
goodnovel comment avatar
Enisensi Klara
Fiona licik dan busuk hati ,bermuka dua seolah2 peduli perhatian dgn Ayudia pdhal busuk
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Menjadi Istri Kesayangan Presdir Tampan   Rapat Dadakan

    Siang hari di Atelier.Arlo dan Aksa tiba bersamaan di Atelier. Kedatangan keduanya di Atelier mengundang atensi beberapa karyawan yang sedang melintas di lobby.Arlo dan Aksa pergi ke ruang rapat yang terdapat di lantai dua. Sesampainya di sana, para pemegang saham sudah datang, tatapan semua orang tertuju pada Aksa yang mengambil kursi utama, sedangkan Arlo duduk di kursi samping Aksa.Rapat darurat itu dimulai, ekspresi wajah semua orang begitu serius menunggu pembahasan tentang turunnya saham Atelier pagi ini.“Penurunan saham pagi ini, bukanlah sebuah kebetulan semata. Semenjak berita tentang salah satu staff Atelier yang mencuat kemarin dan menyeret nama Atelier, saham di Atelier tiba-tiba saja terdampak. Apakah Pak Arlo sebagai pimpinan tertinggi di sini mau memberikan penjelasan soal berita yang sedang beredar?” “Benar sekali, bagaimana bisa, Anda sebagai pemimpin perusahaan, membiarkan staff yang sekarang diberitakan sebagai anak angkat Ardhana tetap ada di Atelier. Padahal

  • Menjadi Istri Kesayangan Presdir Tampan   Dukungan Keluarga

    Di RDJ Group.Mike masuk ke ruangan Arlo dengan langkah cepat menghampiri Arlo yang sedang sibuk mengecek berkas. Begitu sampai di depan meja kerja Arlo, dengan wajah panik Mike meletakkan tablet di hadapan atasan ini. “Anda harus membaca berita terbaru hari ini, Pak,” katanya.“Berita soal Ayudhia semakin digoreng sampai narasinya melenceng dari berita utama, Pak.”Arlo mengalihkan pandangan dari berkas ke tablet. Dia menegakkan badan sambil meraih tablet yang ada di meja. Jemarinya mulai menggeser layar tablet pintar itu dengan tatapan menyapu cepat setiap kata yang tertulis di sana.Berita dari anak angkat berpindah ke pengkhianatan Ayudhia pada keluarga Ardhana, berbelok ke arah Ayudhia yang memanfaatkan Atelier untuk menusuk perusahaan Ardhana, sampai berita jika Ayudhia mengincar pemilik Atelier dinarasikan begitu negatif dalam satu berita baru yang muncul di pagi ini.“Banyak akun-akun di sosial media bermunculan menyudutkan Ayudhia, beberapa di antaranya memberikan narasi nega

  • Menjadi Istri Kesayangan Presdir Tampan   Tekanan

    Della masih menatap nanar pada Ayudhia sambil terus mengusap lembut lengan sahabatnya itu. “Kamu yakin?” tanya Della memastikan. Ayudhia tetap menyunggingkan senyum saat kepalanya mengangguk pelan. “Iya, aku baik-baik saja.” Pintu lift terbuka di lantai divisi perencanaan. Ayudhia dan Della melangkah keluar dari lift menyusuri koridor menuju ruang divisi. “Itu dia ….” Samar, Ayudhia mendengar kalimat itu diikuti tatapan berbeda dari beberapa staff yang tertuju ke arahnya, termasuk staff dalam timnya. Ayudhia tak memedulikan tatapan semua orang padanya. Dia mengayunkan langkah menuju meja kerjanya, begitu Ayudhia mendudukkan tubuhnya di kursi, Ayudhia kembali mendengar pembicaraan rekan timnya yang berdiri berkerumun tak jauh darinya. “Kupikir berita tentang dia yang anak angkat sudah menghebohkan, ternyata ada yang lebih heboh lagi dari itu sampai-sampai nama Atelier harus terseret di dalamnya.” “Jika terus begini, bisa-bisa saat lomba nanti, Atelier akan kehilangan atensi ka

  • Menjadi Istri Kesayangan Presdir Tampan   Masalah Baru

    Keesokan harinya.Ayudhia berangkat ke Atelier diantar sopir karena Arlo harus pergi ke RDJ Group.Begitu melangkah masuk ke lobby, Ayudhia melambatkan langkah sebelum berhenti ketika mendengar suara Della memanggilnya. Dia menoleh ke belakang, senyum Ayudhia mengembang saat melihat Della menghampirinya dengan cepat.“Bagaimana tidurmu semalam?” tanya Della. Tak dipungkiri, Della mencemaskan kondisi Ayudhia setelah digempur berita miring seharian kemarin.Senyum Ayudhia semakin lebar, kepalanya mengangguk pelan. “Ya, lumayan nyenyak.”Della menatap iba. Pasti berat bagi Ayudhia menghadapi fitnah itu. “Syukurlah, aku cemas kamu tidak bisa tidur semalaman lalu mengganggu pekerjaanmu hari ini.”Setelahnya tatapan iba Della berubah penuh kelegaan. “Tapi aku lega melihat wajahmu yang pagi ini berseri-seri.” Tawa kecil lolos dari bibir Ayudhia. Setelahnya dia mengangguk singkat.Keduanya menuju lift bersama, saat tiba di sana, Ayudhia dan Della segera masuk lift yang baru saja terbuka. Di

  • Menjadi Istri Kesayangan Presdir Tampan   Butuh Genggaman

    Saat sore hari. Ayudhia duduk memangku kedua tangan di atas paha dan menyandarkan kepala di tepian pintu, pandangannya kosong ke luar jendela mobil. Kepalanya begitu penuh dengan kata-kata hujatan yang dibacanya.“Anda mau langsung pulang, Nyonya?” tanya sopir saat melirik ke spion tengah untuk melihat pantulan bayangan Ayudhia.Ayudhia mengangguk pelan. “Iya, langsung pulang saja.”Saat tiba di rumah. Ayudhia melangkah masuk lalu menaiki anak tangga menuju kamar atas. Langkahnya sedikit pelan, tubuhnya lemas tak bertenaga. Begitu sampai di depan pintu kamar, Ayudhia menegakkan badan lalu menarik sedikit kedua sudut bibirnya sehingga menciptakan lengkungan kecil sebelum akhirnya dia melangkahkan kaki masuk ke dalam kamar. Melihat Arlo yang baru saja keluar dari kamar mandi, Ayudhia langsung melebarkan senyum. Dia tidak boleh terlihat sedih di depan Arlo“Ternyata kamu sudah pulang, apa mau kubuatkan kopi?” tanyanya sambil meletakkan tas di atas sofa.Mendengar suara Ayudhia, Arlo m

  • Menjadi Istri Kesayangan Presdir Tampan   Berita Baru

    Arlo dan Ayudhia masih sama-sama diam. Ayudhia masih menatap layar ponselnya, membaca berita baru tentang dirinya dengan headline ‘Air Susu Dibalas Air Tuba.’, semua kalimat di artikel itu memojokkan dirinya, membuat dadanya sangat sesak, sampai-sampai Ayudhia kesulitan bernapas.Ayudhia menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya pelan. Dia berusaha untuk tenang, ada Arlo bersamanya dan Ayudhia tidak ingin membuat siapa pun mencemaskannya lagi.Arlo meletakkan ponselnya kembali di meja. Sambil menoleh pada Ayudhia, dengan sikap tenang Arlo berkata, “Habiskan makananmu.”Saat mendengar suara Arlo yang pelan, lembut, dan tak ada nada kesal, Ayudhia menoleh pada Arlo yang sedang menatapnya. Namun, ekspresi Arlo tidak berubah, wajahnya tetap datar. Apa mungkin Arlo bukan membaca berita yang sama? Melihat diamnya Ayudhia, Arlo kembali bertanya, “Ada apa?”Senyum terangkat di bibir Ayudhia, lalu dia menggeleng pelan. “Tidak ada,” katanya.Ayudhia kembali menyantap makan siangnya dan be

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status