Home / Romansa / Pernikahan Kontrak Sang Pewaris / Bab 2 Malam yang Gelap

Share

Bab 2 Malam yang Gelap

Author: Dewa Memories
last update Last Updated: 2025-07-29 21:33:05

Malam semakin larut, tetapi ketegangan di ruang perjamuan belum juga mereda.

“Oh, hai. Siapa ini?” Kini perhatian pria itu beralih menatap Jerry. Dari sorot matanya, jelas ia tahu Jerry bukan bagian dari keluarga Johari.

“Perkenalkan, Abimanyu Lesmana. Anggota baru dari keluarga Johari yang terhormat.” Dengan percaya diri Abi mengklaim dirinya sebagai bagian dari keluarga Johari. Ia berdiri tegak, menatap langsung ke arah pria yang tadi bertanya, menantang siapapun yang berani meragukannya.

“Brakkk!!” Suara gebrakan meja mendadak memecah suasana, mengejutkan semua orang yang hadir. Gelas-gelas berguncang, dan beberapa sendok jatuh dari piring, menambah riuh suasana yang mulai panas.

“Berani-beraninya kamu! Apa sebenarnya yang sedang terjadi di sini?!” bentak Johan dengan wajah memerah menahan amarah.

“Lea, jelaskan. Sekarang juga!” suaranya meninggi, penuh tekanan, menuntut penjelasan tanpa celah.

"Sorry to say this, but this morning, I officially married Abi."

Lea menjawab dengan nada tegas, menyembunyikan getar disuaranya di balik keberanian yang dipaksakan.

"Apa?! Menikah?!"

Wajah Johan seketika memerah, matanya membelalak tak percaya.

"Bagaimana bisa?! Kapan kalian merencanakan ini?" suaranya meninggi, setengah kebingungan, setengah amarah.

“Kamu sungguh keterlaluan! Dasar anak tak tahu malu!”

Suara Johan menggema, meninggi hingga menggetarkan suasana di ruang perjamuan bernama Neon. Tempat yang sebelumnya dipenuhi kehangatan dan tawa itu, kini seketika berubah menjadi dingin dan mencekam.

“Tuan Johan! Apa maksud semua ini?”

Jerry yang sejak tadi hanya menyimak, akhirnya angkat bicara. Suaranya lantang dan penuh kekecewaan.

“Apakah Anda berniat mempermainkan saya dan keluarga saya?!” Jerry menatap tajam, nadanya tegas dan tak menyisakan ruang untuk penjelasan.

“Ini sungguh keterlaluan. Saya harap Anda menyadari konsekuensi dari kejadian ini, Tuan Johan. Permisi, saya pamit. Terima kasih untuk makan malamnya.”

Dengan sikap santun namun tegas, Jerry bergegas meninggalkan kediaman keluarga Johari.

“Jerry! Jerry, tolong dengarkan penjelasan saya dulu!”

Teriakan itu meluncur dari Johan, namun hanya menggema tanpa hasil. Langkah Jerry tetap mantap, menjauh tanpa menoleh sedikit pun.

Tanpa sedikitpun rasa bersalah, Abi tersenyum tenang lalu mengulurkan tangannya ke arah Johan, mencoba menjabat sebagai tanda hormat. Namun respons yang ia terima justru sebaliknya.

Reaksi Johan di luar dugaan, bukan penerimaan, melainkan kemarahan yang meledak tak terbendung. Seolah Abi baru saja membangunkan seekor singa yang tertidur pulas dalam mimpi indahnya.

“Kamu! Pergi dari rumah saya sekarang juga!”

Dengan wajah merah padam dan sorot mata penuh amarah, Johan menepis tangan Abi dengan kasar.

“Ayah! Tapi Abi sekarang adalah suami Lea. Itu artinya, dia berhak tinggal di sini, bersama istrinya!”

Lea berseru lantang, suaranya penuh tekanan, mencoba melawan keputusan sang ayah.

Namun, Johan tak menggubris.

“Dan kamu!” katanya sambil menatap Lea tajam.

“Jangan pernah berharap kamu bisa menginjakkan kaki di rumah ini lagi! Mulai detik ini, kamu bukan bagian dari keluarga Johari!”

Kata-kata itu mengiris udara seperti pisau, tegas, dingin, dan tanpa ampun.

“Ayah, tenang dulu ya,” ucap Nyonya Johari sambil memegang pundak Johan.

“Lea, sebaiknya kamu pergi sekarang sayang, tolong pahami situasi saat ini ya.” Nyonya Johari berusaha menjadi penengah di tengah kekacauan ini.

“Tapi Bunda..?” Lea menjawab lirih, pasrah. Tak ada lagi yang bisa ia lakukan selain tunduk pada keputusan sang ayah.

Tanpa kata, ia menggenggam tangan Abi erat-erat, lalu melangkah perlahan menuju pintu keluar.

Hanya berbekal tas kecil di tangan dan pakaian yang masih melekat di tubuh, Lea meninggalkan kediaman keluarga Johari. Rumah yang selama ini menjadi tempatnya pulang, namun kini tak lagi memberinya ruang.

***

Tepat pukul 23.30 WIB, Lea berdiri di depan apartemen setinggi 15 lantai, dengan sekitar 100 unit kamar hunian. Wajahnya penuh skeptisisme, saat dirinya menatap bangunan tua yang terbilang jauh dari kemewahan rumahnya. Dengan perlahan, ketukan kakinya terdengar mengikuti langkah Abi. Akhirnya, setelah melewati beberapa lantai dengan lift, Abi dan Lea tiba di depan kamar mereka.

“Are you serious? Kamu mengajakku tinggal ditempat seperti ini, Abi?” Lea terkejut melihat kamar Abi yang sangat sempit dan berantakan.

“Lea, tolong jangan buat aku semakin marah. Cepat bantu beres-beres, aku sudah cukup lelah dengan ocehan seharian ini,” ucap Abi dengan nada kesal sambil mengambil segelas air dan meneguknya.

“Beres-beres?”

Lea membalas dengan nada tinggi, wajahnya penuh kekesalan.

“Aku bahkan tidak mengotori tempat ini. Kenapa harus aku yang membereskannya?”

Matanya membulat tajam, jelas menunjukkan penolakannya.

Abi spontan berbalik, kini berdiri menghadap Lea sepenuhnya.

Wajahnya memerah, rahangnya mengeras, dan sorot matanya melotot seolah akan meledak kapan saja. Suasana di antara mereka mendadak tegang, seperti sumbu yang siap disulut api.

“Hey! Ingat, wanita manja. Sekarang aku suamimu, dan kamu bukan lagi Danilea Johari. Camkan itu!”

Suara Abi menggelegar, sarat emosi. Tangan kasarnya mencengkeram leher Lea tidak cukup kuat untuk menyakitinya secara fisik, tapi cukup untuk membuat jantungnya terhenti sejenak, seperti seekor serigala yang bersiap menerkam mangsanya.

Tanpa aba-aba, air mata mulai menuruni pipi Lea.

Bukan semata karena perlakuan kasar itu, melainkan karena ucapan Abi barusan sebuah tamparan realitas yang tak bisa ia sangkal. Ia kini bukan lagi putri dari keluarga Johari. Ia hanyalah seorang istri dan sepenuhnya sendirian, kecuali jika Abi memilih untuk tetap disisinya.

Dalam diam yang menyakitkan, Abi mengambil pakaian-pakaian kotor, melemparkannya ke dalam keranjang, lalu mulai merapikan barang-barang yang berserakan di lantai.

Gerakannya cepat dan kasar, seperti melampiaskan kekesalan yang tak tertahankan. Setelah semuanya rapi, ia berjalan menuju pintu.

Namun sebelum benar-benar keluar, kakinya menghantam meja dengan keras.

“Arghhh! Sialan!!”

Teriakan itu menggema, lalu hilang bersama derap langkahnya yang menjauh meninggalkan kamar.

Lea terduduk di lantai, tak sanggup menahan gejolak emosi yang menghantamnya dari segala arah.

“Kenapa harus seperti ini? Kenapa semua orang menolakku? Apa semua yang kulakukan tak pernah cukup bagi mereka?”

Isaknya pecah. Air matanya membanjiri wajah dan bajunya. Dengan rambut yang kusut menutupi sebagian wajah, ia bersandar lemas pada sisi ranjang, menatap kosong ke arah balkon yang terbuka.

Malam itu, ia membiarkan dirinya tenggelam dalam kesedihan. Tak ada yang bisa ia tahan lagi kekecewaan, kemarahan, kesepian. Semua tumpah begitu saja.

Perlahan, ia mendongak. Tatapannya kosong, namun penuh luka. Bulan purnama menyinari wajahnya yang sembab, sementara bintang-bintang bertabur bagai saksi bisu penderitaannya.

Bayangan masa lalu kembali menghantui. Wajah sang ayah yang keras, suara larangan-larangan yang mengekangnya sejak kecil semua berputar dalam pikirannya.

Dulu, ia pernah bermimpi bisa memilih jalannya sendiri. Tapi kini, di tengah kamar sempit yang asing, ia mulai meragukan semua keputusannya.

Di satu sisi, ia merasa dikhianati oleh keluarga yang tak pernah memberi ruang untuk menjadi dirinya sendiri.

Disisi lain, ia melihat sisi lain dari Abi seseorang yang dulu penyayang dan lembut, yang pernah membuatnya merasa aman. Tapi malam ini Abi hampir melukainya.

Lea menarik napas beberapa kali, mencoba menenangkan dirinya yang nyaris kehilangan arah. Dadanya naik turun, tangannya bergetar. Ia tidak tahu bagaimana bisa bertahan hidup di tempat seperti ini sempit, asing, dan tanpa siapapun di sisinya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
HENY PU
menarik, ...
goodnovel comment avatar
Hanayaven ly
Menarik. Lanjutkan ya! ...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pernikahan Kontrak Sang Pewaris   Bab 38 Di Antara Sunyi dan Sebuah Kunci

    Malam turun perlahan di atas langit Jakarta. Lampu-lampu kota menyala satu per satu, menembus kaca jendela kantor yang mulai gelap. Sebagian besar karyawan sudah pulang, meninggalkan lorong yang kini sepi dan dingin.Lea berdiri di depan meja kerjanya, menatap map dan laptop yang sudah tertutup. Tangannya masih terasa berat bukan karena pekerjaan, tapi karena satu benda kecil di dalam tasnya: kunci apartemen dari Jerry.Ia mengeluarkannya perlahan. Gantungan logam dengan logo “Arandra Suites” berkilau di bawah cahaya redup.Kunci yang ia tolak tapi entah bagaimana, kini ada di tangannya.Mungkin Jerry meletakkannya diam-diam di dalam tas sebelum ia sempat menolak lagi.Lea memejamkan mata. Sebagian dirinya ingin mengembalikan kunci itu besok pagi. Tapi bagian lain bagian yang letih, yang ingin rehat sejenak dari luka dan keputusan besar berbisik pelan : “Mungkin kamu butuh tempat untuk bernafas.”Ia menarik nafas panjang dan mena

  • Pernikahan Kontrak Sang Pewaris   Bab 37 Sebuah Kunci Sebuah Pilihan

    Lea berdiri tegak di depan Abi, kedua tangannya terkepal di sisi tubuhnya. Nafasnya bergetar, tapi suaranya ia paksa tetap tenang.“Abi, pulanglah.”Abi terhenti, matanya memohon penuh harap. “Lea, jangan begini. Aku tahu aku salah, aku tahu aku terlambat, tap…”Lea mengangkat tangan, menghentikan ucapannya. “Aku sudah bilang. Keputusanku bulat. Tidak ada lagi yang bisa kamu katakan untuk mengubahnya.”Abi menelan ludah, wajahnya semakin kusut. “Kamu benar-benar sudah tidak ada ruang sedikitpun untukku?”Lea menarik napas panjang, menahan gemuruh dalam dadanya. “Yang tersisa hanya luka, Abi. Dan aku tidak mau terus hidup di dalamnya. Aku harus melanjutkan hidupku dan sekarang aku masih ada meeting penting. Tolong, jangan buat ini lebih sulit.”Hening panjang menyelimuti ruangan. Abi menunduk, bahunya bergetar.Tiba-tiba pintu ruang meeting kecil itu terbuka. Jerry muncul dengan jas biru tuanya, tatapannya bergeser cepat

  • Pernikahan Kontrak Sang Pewaris   Bab 36 Batas Kesabaran

    Lea menatap layar ponselnya yang masih menyala. Nama Abi muncul di notifikasi pesan, diikuti tanda panggilan tak terjawab dari Jerry. Dadanya terasa ditarik ke dua arah yang berlawanan masa lalu yang baru saja ia tinggalkan, dan masa depan yang entah bisa ia percaya atau tidak.Ia menghela napas panjang, meletakkan ponsel itu menghadap ke bawah di meja.“Tidak sekarang.”“Tidak di jam kerja.”Namun pikirannya tetap berputar. Apa yang ingin Abi katakan? Apakah ia sudah menerima surat panggilan? Atau justru Abi mencoba menggagalkan tekadnya? Sementara itu, Jerry pria yang belakangan begitu dekat dengannya mengulurkan tangan di saat Lea berada di titik paling rapuh. Tapi justru itulah yang membuatnya semakin ragu.Ketukan pintu kembali terdengar.“Bu, Pak Jerry sudah datang untuk meeting jam dua,” suara Sella dari luar.Lea menutup matanya sebentar, lalu menegakkan tubuh. “Baik. Persilakan masuk.”Pintu terbuka, Je

  • Pernikahan Kontrak Sang Pewaris   Bab 35 Langkah Pertama Menuju Akhir

    Abi masih terduduk di ruang tamu, wajahnya pucat dengan foto-foto yang berserakan di meja. Udara malam itu terasa begitu berat, seolah seluruh dunia menekan pundaknya.Sementara itu, Lea berjalan keluar dari apartemen dengan langkah gemetar tapi pasti. Keputusan yang ia ucapkan barusan bukan lagi sekadar ancaman—itu adalah akhir yang nyata.***Pagi harinya, matahari baru saja naik ketika Lea melangkah keluar dari mobilnya, berdiri di depan gedung Pengadilan Agama. Wajahnya tampak tegas meski kantung mata memperlihatkan bahwa ia tak tidur semalaman.Di dalam tasnya, ia membawa dokumen-dokumen penting: buku nikah, salinan KTP, dan berkas-berkas lain yang semalam ia siapkan dengan tangan bergetar. Setiap lembar kertas itu adalah bukti tekadnya untuk mengakhiri pernikahan yang selama ini hanya menyisakan luka.Sella sempat menelepon sejak pagi, menanyakan keadaan, tapi Lea memilih untuk tidak menjawab. Kata-kata Jerry kembali terngiang:

  • Pernikahan Kontrak Sang Pewaris   Bab 34 Usai

    Restoran The Sky Lounge makin sepi, hanya tersisa beberapa meja dengan cahaya temaram lampu gantung. Jerry menutup map kulit hitam berisi kontrak yang baru saja ditandatangani Lea, lalu menatapnya lama, seolah ingin memastikan sesuatu.“Lea,” suaranya rendah, tenang, tapi sarat tekanan. “Mulai sekarang, jangan terlalu terbuka pada siapa pun. Bahkan pada Sella sekalipun.”Lea terbelalak, sedikit terkejut. “Sella? Asisten pribadiku? Dia sudah bersamaku bertahun-tahun, Jerry. Dia lebih seperti adik bagiku daripada bawahan.”Jerry menyandarkan tubuh ke kursi, kedua tangannya bertaut. “Itu justru masalahnya. Kau terlalu percaya padanya. Dan dalam permainan ini, kepercayaan berlebihan bisa membunuhmu.”Lea mengernyit, dadanya terasa berat. “Apa maksudmu? Kau curiga Sella berkhianat?”Jerry menatapnya dalam, matanya dingin. “Aku tidak bilang begitu. Tapi aku tahu, Daniel punya cara untuk merusak lingkaran terdekat lawannya. Satu bisikan, satu ta

  • Pernikahan Kontrak Sang Pewaris   Bab 33 Permainan Tanpa Jalan Pulang

    Darah Lea seakan membeku. Ponselnya masih bergetar di meja, nama Abi menyala jelas di layar, bersama pesan yang menghantam jantungnya tanpa ampun."Kita harus bicara. Sekarang. Aku tahu semuanya."Tangannya refleks menekan layar agar getaran itu berhenti. Ia menatap Jerry dengan wajah pucat, hampir kehilangan kata. Jerry, yang sejak tadi mengamati dengan sorot tajam, perlahan mengangkat alis.“Ada masalah?” tanyanya tenang, tapi nada suaranya mengandung ketegangan yang sulit disembunyikan.Lea menelan ludah, lalu menggeleng cepat. “Tidak. Hanya pesan kantor.” Ia mencoba terdengar ringan, namun suara bergetar membuat kebohongan itu terlalu rapuh.Jerry menyandarkan punggung ke kursi, matanya tetap mengawasi tiap gerak-gerik Lea. “Abi?” tebaknya dingin.Lea tak menjawab. Ia menunduk, menyembunyikan ekspresi yang nyaris runtuh. Jemarinya meremas flashdisk yang kini sudah berada di genggaman, seolah itu satu-satunya pegangan di tenga

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status