Share

Pria Lumpuh Yang Arogan

Tuut tuut tuut 

“Halo? Siapa ini?” Suara di seberang menjawab. Suara itu tak terdengar seperti Morgan, melainkan sekretarisnya. 

Yuna seketika menjadi gelagapan. Tak tahu bagaimana harus merangkai kata-kata. 

“A—aku Yuna,” jawabnya, “Aku memiliki hal penting untuk dibicarakan dengan Morgan Lew … Morgan Lew—” Yuna tampak kesulitan mengeja nama itu. “Morgan Lewis Spencer.” 

“Tuan Morgan mengalami kecelakaan mobil parah tiga minggu lalu. Semua urusan yang berkaitan dengannya akan diserahkan kepada sekretarisnya untuk sementara.” Benny mengumumkan. 

***

***

Yuna pikir, masalah itu bukan hal yang seharusnya diserahkan kepada sekretaris Morgan, sekalipun dia adalah sekretaris pribadi. 

Yuna bersikeras untuk bicara kepada Morgan. Awalnya, Benny menolak. Namun, begitu mendengar nama Yuna, Morgan setuju untuk bicara. Dengan syarat gadis itu harus datang langsung menemuinya.

Yuna pun menyanggupi. Kini, gadis itu ternganga di depan kediaman Morgan. 

Sejak awal, ia tahu Morgan adalah orang kaya. Akan tetapi, dia tidak tahu jika Morgan benar-benar kaya. 

Begitu berhenti di alamat yang disebutkan, Yuna melihat sebuah gerbang besar yang diapit oleh beberapa penjaga. Jika tidak mengandalkan alamat, Yuna akan berpikir itu adalah kediaman presiden. 

Gadis itu pun diantar ke dalam dan dia menyaksikan sebuah rumah besar, hampir seperti mansion, yang berdiri di atas lapangan luas. Bahkan pelataran parkirnya nyaris seukuran dengan lapangan yang ada di dekat rumah Yuna. 

Pilar-pilar depan rumah itu terlihat kokoh dan menjulang tinggi. Yuna sampai menelan saliva dengan gugup melihatnya. 

“Lewat sini, Nona.” Seorang pelayan mengarahkan. 

Yuna mengikuti bimbingannya. Hingga begitu dia tiba di sebuah ruang tamu yang megah, Yuna melihat Benny. Di dekat jendela besar, terlihat seseorang duduk di kursi roda. Dia membelakangi Yuna.

“Anda sudah datang, Nona.” Benny menyapa dengan formal. 

Saat itu, pria di kursi roda pun berbalik. 

Hati Yuna seakan mencelos melihat wajah pria itu. Tak heran jika Morgan meminta Yuna datang langsung. 

Sebab kini pria itu lumpuh. 

Dia benar-benar Morgan, duduk di atas kursi roda. Alih-alih terlihat gagah dengan mengenakan jas, Morgan memakai kaus kasual yang dibalut dengan sweter stylish. Beberapa luka bekas kecelakaan masih membekas di wajahnya, tetapi tidak mengurangi ketampanan pria itu sedikit pun. 

“Yuna.” Morgan bergumam, dan Yuna seakan membeku mendengar suara yang sama yang menyambutnya di hotel malam itu. 

***

***

“Bagaimana perkembangan hubungan Morgan dan Aubrey?” tanya seorang wanita. 

Dia adalah Katherine, ibu Morgan. Wanita itu tengah berada dalam mobil menuju bandara. 

“Tidak ada kemajuan, Nyonya.” Sopirnya menjawab. 

Katherine mengembuskan napas, kemudian menutup majalah di pangkuannya. 

“Apakah Morgan masih tidak mau menerima Aubrey?” 

Sopir itu mengangguk singkat. “Sepertinya begitu, Nyonya. Tuan Muda tidak pernah mengajak Nona Aubrey untuk bertemu. Selalu Nona Aubrey yang menghampirinya. Mereka pun jarang berkomunikasi.” 

“Bahkan setelah pulang dari liburan?” 

“Ya, Nyonya.” 

“Ck.” Katherine berdecak. 

Padahal, dia sudah memberi ramuan yang konon bisa menambah stamina dan memacu gairah. Katherine sengaja melakukannya agar sesuatu terjadi di antara mereka. Akan tetapi, sekarang sudah lewat dua bulan dan tak ada kemajuan apa pun. 

“Anak itu aneh sekali,” ucap Katherine, “Padahal, Aubrey sangat setia dan selalu mengejar cintanya, tetapi Morgan tak pernah meliriknya. Aubrey bahkan tak berpaling setelah dia kecelakaan, tetapi perangai Morgan tak berubah sedikit pun.” Katherine terus mengomel, tak habis pikir dengan kelakuan putranya. 

Sopir itu hanya tersenyum kecil sebagai jawaban. 

“Dia benar-benar membuatku sakit kepala,” ucap Katherine, “Pokoknya, aku akan tinggal cukup lama di Taiwan. Tolong awasi dia dengan baik.” 

“Baik, Nyonya,” jawab sopir itu. 

***

***

“Itu mustahil,” ucap Morgan dengan datar, “Kau yakin tidak keliru?” 

Suasana di ruang tamu itu mendadak diliputi keheningan. Bagaimana tidak. Yuna tiba-tiba datang dan mengumumkan kehamilannya. Benny sampai meminta para pelayan lain keluar dan hanya menyisakan mereka bertiga. 

“Aku juga sangat berharap ini keliru,” jawab Yuna, “Tapi, aku sudah mengeceknya, bahkan sampai dua kali, dan mendapatkan hasil positif.” 

“Meskipun benar, mustahil itu adalah anakku.” Morgan langsung membantah. Tatapan dinginnya tak pernah gagal membuat Yuna segan. 

“Mengapa begitu? Bukankah malam itu kau tidak memakai pengaman?” tanya Yuna. 

Bukannya menjawab, Morgan justru melirik kepada Benny. Sekretaris pribadinya itu pun maju satu langkah. 

“Tuan Morgan divonis tak bisa memiliki keturunan oleh dokter sejak dua tahun yang lalu.” 

“Dan, belum pernah ada kejadian seperti ini sebelumnya.” Morgan menambahkan. “Jadi, jika kau mencoba menipuku atau meminta pertanggungjawaban dariku, maka usahamu sia-sia. Silakan pergi dari sini.” 

Yuna memicingkan mata dengan tidak percaya. 

“Me—menipu?” tanyanya. 

“Ya.” Morgan menjawab dingin. “Siapa yang menjamin jika itu bayi itu benar anakku? Bagaimana bisa aku memercayainya?” ucap Morgan. 

Sikapnya sudah jauh berbeda dari pertemuan mereka di hotel. Sekarang, dia terlihat angkuh dan tidak tergapai. 

Yuna mengepalkan tangan dengan kesal. 

“Aku menghubungimu karena kartu nama itu. Kamu sendiri yang memintaku untuk menghubungimu jika aku benar hamil—” 

“Cih.” Morgan berdecih dengan gaya meremehkan. “Bisa saja anak itu hasil hubunganmu dengan pria lain, dan sekarang kamu mencoba meraup keuntungan dariku,” tuturnya. 

Kemungkinan itu sangat kuat. Yuna bukan orang pertama yang mencoba memanfaatkannya. Meski Yuna memang perawan saat menghabiskan malam dengannya, itu tak menutup kemungkinan dia tak melakukannya dengan pria lain. Ditambah, Yuna sendiri yang menolak tawaran cek itu dan kini dia datang membawa kabar mencengangkan. 

Pria bodoh mana yang akan memercayainya? 

Hati Yuna berdenyut sakit mendengarnya. Kesabaran wanita itu sudah habis. 

Ia tahu Morgan adalah pria yang arogan dan tak mudah ditipu, akan tetapi bukan berarti pria itu bisa menjatuhkan seluruh fitnah itu kepada Yuna. 

“Dengar ini, Tuan Morgan Lewis Spencer.” Yuna berkata dengan tegas. “Aku bukan gadis murahan yang gampang tidur dengan banyak pria. Aku tidak pernah tidur bersama pria lain, kecuali dirimu dan aku tidak datang untuk meraup keuntungan darimu. Aku hanya …” Yuna menjeda karena tenggorokannya seolah tercekat. Matanya mulai berkaca-kaca. 

“Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku sedang mengandung anak kita. Jika kau tidak mempercayainya, kau bisa melakukan tes DNA,” ucap Yuna. Setetes air mata jatuh di akhir kalimatnya dan wanita itu cepat-cepat menghapusnya. 

“Kalau begitu, gugurkan saja,” ucap Morgan dengan dingin dan datar. 

Kata-kata itu melesat seperti peluru yang menembus jantung Yuna. Hatinya mencelos dan semakin banyak air mata yang berkumpul di pelupuk matanya. 

“Apakah itu yang kau inginkan?” tanya Yuna. “Mengapa kau mengatakannya seolah tidak menghargai nyawa bayi ini?” 

“Lalu, apa yang kau inginkan?” tembak Morgan dengan suara dingin menusuk. “Pernikahan? Apakah kau berharap aku akan menikahimu saat memberikan kartu nama itu? Jangan bercanda,” ucap Morgan. 

Nadanya terdengar tegas dan dingin. Bahkan, begitu dingin hingga mampu membuat siapa pun yang mendengarnya bungkam. 

Tanpa sadar, satu tetes air Yuna kembali lolos. 

Yuna tahu Morgan memiliki tunangan, dan dia tidak berniat menghancurkan kehidupan mereka. Namun, hatinya benar-benar sakit mendengar pria itu menyuruhnya untuk menggugurkan bayi tak bersalah ini. 

“Bayi itu ada karena kesalahan.” Morgan bersuara lagi. “Kesalahan hanya akan berakhir pada kesalahan lainnya. Aku tidak akan menikahimu hanya karena kabar ini. Tapi, jika kamu mau merawat bayi itu, maka aku bisa mengatasinya.”

Pria tampan itu melirik pada sekretaris pribadinya yang masih berdiri dengan sigap. 

“Benny, berikan cek dan bolpoin padanya. Biar dia sendiri yang menuliskan jumlahnya sesuai yang dia inginkan,” titah Morgan dengan dingin. 

Itu adalah tindakan yang berengsek. Namun, Benny tak memiliki kuasa untuk menolaknya. 

Dengan berat hati, Benny mengeluarkan sebuah cek dan bolpoin. 

“Kau bisa menuliskan berapa pun. Aku akan memberikannya. Dan, itu hanya uang muka. Jika bayi itu sudah lahir dan benar dia anakku, aku bisa menambah lebih banyak lagi. Tak usah menolaknya karena gengsi. Cepat tulis agar masalah ini selesai dengan cepat,” desak Morgan. 

Dia berkata seolah Yuna benar-benar wanita yang mencoba mengeruk keuntungan dari pria itu. 

“Silakan, Nona,” ucap Benny. 

Yuna tak langsung mengambilnya. Matanya sudah basah oleh air mata, tetapi tatapannya mendelik tajam ke arah dua benda itu. 

Benar-benar berengsek. Itu sama saja ia menjual bayinya demi keuntungan dirinya. 

Yuna tersenyum getir. 

“Apakah orang sepertimu selalu berpikir semuanya bisa diselesaikan dengan uang?” tanya Yuna dengan hambar.

Morgan memicingkan mata. 

“Apa?” 

Yuna mengambil cek dan bolpoin itu, kemudian membantingnya dengan kasar. 

“Lupakan saja,” katanya, “Aku akan menggugurkannya. Sesuai dengan keinginanmu, aku akan menggugurkan bayi ini!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status