"Kamar nomor sebelas atas nama Karina,"
Resepsionis itu memberikan kunci kamar yang sudah Karina booking lewat online dan beruntungnya masih ada tersisa satu kamar, tetapi Karina diam-diam meminta bertukar kamar dengan orang lain yang kamarnya bersebelahan dengan kamar Adimas, agar ia bisa memantau Adimas lebih dekat. Dari jendela kamar, Karina bisa melihat para pekerja sudah mulai sibuk mendekorasi taman villa. Adimas sepertinya mengeluarkan uang yang cukup banyak untuk pesta pernikahan ini, terlihat dari dekorasinya yang cukup mewah, sedangkan bersamanya Adimas hanya menyediakan pesta pernikahan kecil-kecilan dengan alasan mereka harus menabung. Karina memperhatikan kesibukan para pekerja sambil menunggu Adimas datang, setelah hampir satu jam menunggu Karina akhirnya melihat mobil Adimas tiba di parkiran villa. Adimas turun dan membukakan pintu untuk wanita itu, mereka bahkan terlihat sangat mesra seperti pasangan yang tengah di mabuk asmara. Karina langsung menekan tombol hijau diponselnya, dengan mata yang terus menuju ke arah Adimas sampai Adimas benar-benar menghilang dari pandangnya. Panggilan pertamanya tidak di angkat, dan akhirnya setelah terganggu dengan panggilan telepon Karina yang tidak kunjung berhenti Adimas mau menjawabnya juga. "Halo Rin, ada apa kamu menghubungiku terus? aku sedang meeting dengan klien." tanyanya, suaranya mulai agak terdengar terengah-engah. Karina tersenyum sinis, "Aku cuma mau bilang, aku harus pergi survei bersama teman-teman kantor dan keluar kota untuk beberapa hari. Aku takut kamu mencariku," "Baiklah, sudah ya Rin. Aku sibuk, gak enak kalau klien ku nunggu lama." Panggilan telepon terputus dan berganti dengan suara desahan wanita di kamar sebelah, diikuti dengan suara lainnya dan pastinya Karina tau jelas apa yang sedang mereka lakukan sekarang disana. Karina menahan sakit di hatinya sambil terus mendengarkan apa yang suaminya lakukan di kamar sebelah dengan wanita lain, setelah satu jam lamanya mereka bergelut di atas ranjang dan sekarang mereka sedang bergegas pergi untuk melihat proses dekorasi. Karina juga pergi keluar untuk memesan makanan untuk pemilik kamar ini, sebagai tanda terimakasih karena mau bertukar kamar tetapi orang itu sudah pergi. ****** Hari pernikahan Adimas akhirnya tiba, Di kursi pelaminan, Adimas kini tengah duduk bersanding dengan wanita selingkuhannya dan ia sudah siap untuk mengucapkan ijab qabul di hadapan penghulu. Suasana begitu khidmat sampai akhirnya suara sahutan kata sah terdengar dari para saksi, ketegangan itu kini sudah berubah menjadi suasana haru dengan sahnya mereka menjadi suami istri. Tetapi suasana haru itu sepertinya tidak berlangsung lama, setelah Karina tiba-tiba muncul di tengah para tamu undangan wajah sepasang pegantin baru itu terlihat pucat seperti habis melihat hantu. "Selamat atas pernikahannya suamiku, Adimas Guntara." ucap Karina lantang, perlahan semua orang mulai berbisik membicarakan mereka. "Rin, aku bisa jelasin ini." Adimas turun dari pelaminan dan mencoba membujuknya tetapi Karina bahkan enggan untuk didekati. "Santai saja mas, tidak perlu menjelaskan apapun karena alasanmu juga tidak ada gunanya. Oh iya, aku punya kado spesial untuk pernikahan kalian," Karina berbalik menatap pengantin wanita yang kini tertunduk malu setelah mendapat tatapan sinis dari orang-orang. "Rin, tolong jangan buat masalah disini. Kita bisa bicara baik-baik di rumah," Karina tidak mengindahkan ucapan Adimas, ia menekan remote kecil yang ada di tangannya dan seketika tampilan layar berubah. Layar yang tadinya menampilkan foto dan video pre-wedding berubah menjadi video berisi bukti perselingkuhan Adimas, semua aib mereka Karina beberkan di video itu bahkan Karina tidak ragu menampilkan foto telanjang mereka. "Mbak! tolong stop mbak! matikan videonya!" pintanya memohon sambil menangis terisak. "Kenapa, Alya? apa kamu malu aibmu aku bongkar, adikku sayang?" tanya Karina dengan tawa sinis. "Ternyata ibuku benar, menolong anjing liar itu harus hati-hati jika tidak mereka akan menggigitmu dan membuatmu terluka." Alya menggeleng dengan air mata membasahi pipinya, sampai akhirnya ia jatuh pingsan karena syok dan dibawa pergi dari pelaminan. Suasana mulai mendadak tidak kondusif, ditambah para tamu undangan yang mulai menghujat Adimas dan Alya. "Kamu keterlaluan Rin! padahal kita bisa bicara baik-baik tapi kamu malah membuat semuanya berantakan! kamu mempermalukanku di hadapan banyak orang terutama klienku!" bentak Adimas. Plak! Sebuah tamparan kencang mendarat di pipi Karina, "Dasar perempuan tidak waras! jika sampai terjadi sesuatu pada anakku kamu akan menerima akibatnya!" Karina memegangi pipinya yang terasa nyeri dan panas sambil menatap nyalang wanita paruh baya di hadapannya, sedetik kemudian Karina balas tamparan itu tidak kalah kerasnya sampai wanita itu jatuh terhuyung. "Seharusnya bibi ajari Alya untuk tidak mengobral harga dirinya dan menjadi wanita murahan! dia sudah keterlaluan dan hal ini pantas dia dapatkan!" tunjuknya tepat di wajah. "Berani-beraninya kamu menghina anakku! kalau kamu tidak mandul Adimas sudah pasti tidak akan merayu Alya sampai hamil! itu semua salahmu Karina!" Bagai tersambar petir di siang bolong, Karina kini bertambah syok setelah mengetahui jika Alya kini tengah mengandung. Karina mengalihkan tatapannya ke arah Adimas seolah meminta penjelasan atas ucapan bibinya, tetapi Adimas hanya diam saja dan Karina anggap ucapan bibinya benar. Karina sudah tidak bisa berpikir dengan jernih lagi, ia juga tidak perduli seberapa kacau keadaan yang sudah ia buat disana. Tidak heran mengapa ibu mertuanya sangat ingin Adimas menikahi Alya, ternyata adik sepupunya itu sedang mengandung anak dari suaminya. ***** Karina duduk di meja bar sambil memandangi gelas birnya yang masih penuh dengan tatapan kosong, Karina terus memikirkan bagaimana hubungannya dengan Adimas kedepannya setelah pengkhianatan Adimas terbongkar. Karina tidak sudi lagi menjadi istrinya, tetapi Karina juga belum siap untuk bercerai. Menjadi janda karena mandul adalah hal yang cukup memalukan untuknya, ia juga berpikir pria mana yang mau menerima wanita yang tidak bisa mengandung sepertinya. "Bagaimana misi mu? sepertinya gagal jika dilihat dari keputusasaan mu," tanya seorang pria dengan suaranya yang terdengar agak berat. Karina refleks menoleh, ternyata yang kini ada di sebelahnya adalah pria yang bertukar kamar dengannya. Entah sejak kapan pria itu ada disini, Karina tidak menyadarinya karena sejak tadi ia hanya fokus pada pikirannya yang kalut. "Ya, gagal." sahut Karina singkat, sesekali ia terlihat menghapus air mata yang menggenang di sudut matanya. "Jadi suamimu tetap memilih selingkuhannya? apa alasannya? menurutku kamu lebih cantik." Karina tertawa sinis, "Untuk apa cantik jika aku tidak bisa hamil," "Apa maksudmu?" "Aku mandul, itu sebabnya suamiku lebih memilih selingkuhannya yang kini sedang mengandung anaknya." Suasana mendadak canggung tanpa adanya obrolan, hanya terdengar suara ketukan jemari di meja bar dan suara lain dari pengunjung bar. Punggung Karina samar-samar mulai terlihat bergetar, juga bibirnya yang terus digigit agar isak tangisnya tidak keluar dari mulutnya. Sesak di dadanya begitu menyakitkan, bagaimana mungkin dua orang yang sangat ia sayangi tega menusuknya dari belakang. "Menangis saja, tidak perlu ditahan. Aku tau itu menyakitkan," Tangis Karina akhirnya pecah, seiring dengan tangisannya Karina juga refleks mengeluarkan isi hatinya pada pria asing di hadapannya ini. Pria itu mendengarkan Karina tanpa menyela sedikitpun ucapannya, ia biarkan Karina meluapkan semuanya yang membebani hatinya sampai ia merasa lega. "Aku ingin sekali membalas perbuatan mereka, aku ingin mereka mendapatkan karma!" ujar Karina menggebu-gebu dengan isak tangis dan tatapan mata penuh luka. "Aku bisa membantumu membalas perbuatan mereka," "Benarkah? bagaimana caranya?" "Menikahlah denganku, kamu bisa membuat suami dan selingkuhannya itu bertekuk lutut di bawah kakimu dengan menggunakan harta dan kekuasaanku."Delapan tahun kemudian... "Mama!!" Seorang anak laki-laki berlari menghampiri Karina lalu memeluknya erat seolah mereka sudah lama tidak bertemu, sedangkan di belakangnya seorang gadis kecil acuh tak acuh berjalan melewati mereka berdua begitu saja. Aryan dan Arsyla, dua anak kembar yang memiliki sifat yang sangat bertolak belakang dengan keunikan mereka masing-masing. Aryan yang memiliki wajah Kaivan namun sifatnya mirip Karina, sedangkan Arsyla memiliki wajah Karina namun sifatnya sangat dingin seperti Kaivan. "Ma, Aryan mau eskrim." "Aryan sudah makan eskrim ma, jangan dibelikan lagi." sahut Arsyla yang tengah sibuk memainkan video gamenya. "Bohong ma!" "Aku tidak bohong! Aryan, gigi kamu sudah ompong karena terlalu banyak makan eskrim. Aku malu punya saudara kembar jelek seperti kamu!" "Ma.." rengeknya dengan bola mata berkaca-kaca. "Oke mama belikan, tapi Aryan harus mau kalau mama ajak ke dokter gigi. Setuju?" Aryan mengangguk cepat dengan senyum lebar
"Kami turut berduka atas meninggalnya nona Agatha, tuan Kaivan." Kaivan hanya mengangguk pelan, ia tidak memalingkan sedikitpun pandangannya dari makam Agatha. Satu persatu orang-orang mulai pergi, hanya ia yang tetap disini entah sampai kapan. Kacamata hitam selalu terbingkai di wajahnya, untuk menutupi kesedihannya dari semua orang juga untuk menjaga perasaan Karina. Hampir satu minggu ini, hujan selalu turun bahkan sekarang pun rintik hujan mulai membasahi tanah makam. Dua langkah dibelakangnya, Karina menunggunya dengan sabar meskipun ia juga sudah lelah. Ia lelah melihat Kaivan terus larut dalam kesedihannya, tetapi ia juga tidak tau bagaimana harus menyampaikan rasa lelahnya. Karina maju mendekati Kaivan, payung yang ia pegang ia gunakan untuk menutupi tubuh Kaivan dari hujan yang mulai deras. "Pulanglah Karina, kamu akan sakit jika terus berada disini." Entah sakit apa yang Kaivan maksud, jika itu soal hati Karina sudah sakit sejak kemarin. "Tidak, kita akan pulang bers
"Oh God! are you nuts?!" Dua pasangan muda itu terkejut setengah mati saat Kaivan tiba-tiba masuk ke kamar, saat mereka tengah bersenang-senang. Kaivan tidak memperdulikan ocehan mereka, ia duduk di sofa yang menghadap ke jendela dan menampilkan pemandangan ratusan cahaya lampu ibukota. Arkana akhirnya menyuruh wanita itu pergi karena ia lihat Kaivan tidak akan pergi dari kamarnya, juga karena tatapan Kaivan yang terlihat putus asa. "Ada apa?" "Apa kamu sudah pakai celana dalam?" tanya Kaivan balik. "Apa pedulimu aku sudah pakai celana dalam atau belum! ah, sial! kamu merusak malam indahku," Kaivan tertawa pelan, lalu memantik cerutu milik Arkana yang tergeletak di atas meja. Ia sesap cerutu itu dan membiarkan asap berputar di wajahnya, setiap hembusannya membuat sesak di dadanya sedikit teratasi. Meski belum benar-benar membuatnya lega, setidaknya ia bisa sedikit rileks. "Apa aku salah jika memberikannya kenyataan daripada sebuah harapan palsu?" "Apa yang kamu ka
Agatha menatap cahaya yang masuk ke dalam celah selnya, dengan tatapan kosong dan penampilan yang terlihat sangat berantakan. Agatha yang begitu cantik, berubah begitu menyedihkan hanya dalam beberapa hari. Setiap kali ia memejamkan mata, yang terlintas di dalam mimpinya hanyalah sebuah kilasan yang menakutkan. Darah, teriakan kesakitan, bahkan cacian yang membuat dirinya akhirnya takut untuk tertidur. Kantung mata yang terlihat menghitam, juga mulut yang terus menggumam pelan entah mengatakan apa. Satu tangannya terangkat dan menampilkan cincin yang berkilau terbias cahaya, ia tersenyum sambil menatap cincin itu lalu menciumnya. "Aku tau, kamu pasti akan datang." ujarnya sambil menatap kembali cincin itu dengan binar di matanya. ******* Bandara Paris-Charles de Gaulle, Berkat bantuan Arkana, Kaivan akhirnya bisa lebih cepat sampai di Perancis untuk menolong Agatha. Sebenarnya Arkana enggan menolongnya, tapi Karina terus merengek dan memintanya untuk menolong Kaivan, mau ti
"Maaf tapi saya belum bisa menerima ini, saya juga tidak tau apakah harta ini ada sebagian milik anggota keluarga Renjana yang lain atau tidak." Karina mengembalikan surat warisan yang belum ia tandatangani, pengacara itu terlihat menarik nafas panjang karena lelah membujuk Karina. Ia sudah terlanjur menerima uang bayaran lunas dari almarhum Yudhana, uangnya juga sudah terpakai habis jadi tidak mungkin untuknya mengembalikan uang tersebut. Kantornya belakangan ini mengalami penurunan klien, sedangkan ia harus membayar gaji karyawan dan kebutuhan lainnya. Jika bukan karena Yudhana, ia pasti sudah pailit sejak kemarin. "Nona, tapi saya sudah dibayar oleh mendiang tuan Yudhana agar nona menandatangani ini." "Jika anda ingin saya menerima ini, silahkan anda temui seluruh anggota keluarga Renjana dan tanyakan, apakah ada hak mereka di harta ini." "Dan harus ada bukti jika tidak ada hak mereka di dalam harta ayahku." sambungnya mengusulkan. Itu bukan persyaratan yang mudah, tap
"Kau sudah berjanji akan menyelesaikannya Cindy! lalu kenapa dia masih bisa berjalan dan mempermalukan adikku!" bentak Nathan, ia menghardik Cindy cukup keras sampai menabrak lemari penyimpanan tiara. Nathan memutar gelas champagne di tangannya, ia benar-benar kehabisan ide untuk menyingkirkan Agatha dari keluarga Van Blair. Wanita itu sangat gigih, ia tidak goyah sedikitpun meski sudah diterpa banyak masalah. Dan masalah terakhir yang ia buat kemarin, ternyata tidak membuat Agatha hancur sedikitpun bahkan Agatha kembali seolah tidak terjadi apapun padanya. Sebenarnya semua usaha Agatha tidak ada gunanya mau sekeras apapun ia mencoba, karena tidak ada satupun anggota keluarga Van Blair yang menerimanya. Bahkan Dewangga pun tidak menerimanya sebagai anak, Dewangga hanya mengakuinya sebagai sebuah kesalahan. Kesalahan yang ia buat saat dalam keadaan mabuk, cinta satu malam saat hubungannya dengan ibunya Nathan sedang renggang. "Saya sangat yakin jika kemarin Agatha benar-benar terp