Karina kembali ke rumah dengan langkah gontai, pikirannya melebur tanpa arah karena terlalu banyak hal menyedihkan yang ia rasakan. Pertama ia menemukan bukti perselingkuhan Adimas meskipun ia belum mengetahui dengan jelas siapa wanita itu, dan hal yang paling menyakitkan hatinya adalah ia dinyatakan mandul oleh dokter. Dunia Karina serasa hancur seketika, mirisnya ia bahkan tidak punya siapapun untuk sekedar bersandar melimpahkan kesedihannya karena ia seorang yatim piatu.
"Darimana saja kamu Rin! pergi seenaknya saja tanpa meninggalkan uang dan makanan, kamu mau sakit magh ibu kumat ya. kamu mau ibu cepet mati, begitu!" bentak Imah tanpa henti, ia bahkan tidak bertanya mengapa mata Karina sembab. "Maaf bu, Karina ada urusan mendadak. Karina buat makanan dulu ya buat ibu," Tidak ingin berdebat dengan Imah, Karina akhirnya memasak makanan untuk ibu mertuanya yang cerewet itu. Pikiran Karina benar-benar tidak bisa fokus, ia masak sambil sesekali melamun dan sesekali melirik ke arah jam di dinding. Ia sudah tidak sabar menunggu malam datang karena Adimas bilang ia akan kembali ke rumah pada malam hari, Karina juga terlihat gelagapan setiap kali melihat ada notifikasi masuk ke ponselnya tetapi tidak ada satupun pesan dari Adimas. "Mbak, telurnya gosong!" Teriakan Windy sontak membuat Imah datang ke dapur dan melihat kepulan asap yang sudah memenuhi dapurnya, "Ya ampun Karina! bisa gak sih kamu gak bikin ibu kesal sehari aja, lihat nih penggorengan kesayanganku jadi rusak gara-gara kamu!" "Maaf bu, nanti Karina ganti ya penggorengan ibu." sahutnya dengan senyum tipis, bibirnya terlihat bergetar dengan bola mata yang berkaca-kaca. "Halah, uang darimana kamu untuk menggantinya, dari gaji kamu yang tidak seberapa itu, iya? Menyesal aku menikahkan anakku dengan wanita miskin dan tidak berguna sepertimu, mandul pula!" Karina tidak sanggup lagi menahan air matanya, ia pergi ke kamar lalu melampiaskan tangisannya yang sedari tadi ia tahan. Karina menangis tanpa suara dengan satu tangan memegangi dadanya yang terasa sesak dan nyeri, netranya menatap foto pernikahannya dengan Adimas yang terpajang di dinding. Tidak ada yang tau seberapa menderitanya Karina tinggal di rumah ini, semua orang hanya tau Karina si gadis miskin yang beruntung dinikahi pria kaya seperti Adimas. Tidak pernah ada perlakuan baik yang ia terima di rumah ini, bahkan Adimas hanya baik padanya ketika ada maunya saja. "Bu, aku butuh ibu." gumamnya sambil menangis, punggungnya bergetar dengan sesak tangisan pilu. Di tengah tangisannya, entah mengapa Karina teringat akan ponsel lama Adimas yang dulu biasanya Adimas simpan di laci meja kerjanya. Karina segera mencari ponsel tersebut, tapi ternyata ponsel itu sudah tidak ada di tempatnya. Karina menggeledah sudut laci yang lain, tetapi tetap saja ponsel itu tidak ia temukan. "Ponsel itu pasti dia sembunyikan dan dia gunakan untuk menghubungi wanita simpanannya," yakin Karina, bagaimana pun caranya Karina harus menemukan bukti perselingkuhan itu, ia harus membuktikan dugaannya terhadap Erlin tidak benar. Karina kembali menggeledah meja kerja Adimas di bagian yang lain, tidak ada satupun yang terlewat dari sapuan matanya dan ternyata ia malah menemukan bukti lainnya. Parfum wanita yang sudah habis setengah isinya dan Karina yakin ini milik selingkuhan Adimas, Karina hirup aromanya dan coba mengingatnya agar ia bisa mengetahui parfum itu milik siapa. Karina mengembalikan lagi semuanya seperti semula, setelah semuanya rapih Karina merebahkan dirinya di atas ranjang. Ia merasa sangat lelah, tidak hanya fisik hatinya juga sangat lelah. ****** Pukul setengah sebelas malam, Karina terbangun setelah tanpa sengaja tertidur cukup lama. Karina yakin Adimas pasti sudah pulang sekarang, ia segera keluar untuk menemui Adimas tetapi yang ia temukan hanyalah mobil Adimas yang terparkir di carport. Karina kembali ke dalam rumah dan melihat ada dua buah cangkir berisi teh yang sudah habis setengah di meja ruang tamu, tidak hanya itu Karina juga samar-samar mencium wangi parfum wanita yang sama persis dengan yang Adimas simpan. Setelah Karina mencoba mengingatnya, sepertinya ia pernah mencium wangi parfum ini sebelumnya bahkan sebelum ia tau Adimas berselingkuh. Karina baru akan memanggil Adimas, tetapi samar-samar telinganya mendengar suara Adimas dari kamar Imah yang kebetulan bersebelahan dengan ruang tamu. "Jadi aku harus bagaimana bu? aku tidak sampai hati melakukan hal itu pada Karina," tanya Adimas berbisik. "Kamu mau ceraikan Karina atau tidak ibu tidak perduli, lagipula apa gunanya mempertahankan Karina. Ibu sudah sangat muak melihatnya di rumah ini, dia tidak ada gunanya." sahut Imah. "Tapi aku mencintainya bu," "Ibu tidak mau tau, mas! Pokoknya kamu harus menikahinya dan ibu mau kamu menikah dengannya secepatnya, terserah mau kamu apakan Karina." 'Oh rupanya perselingkuhan mu didukung oleh ibumu mas, Pantas saja kamu lihai sekali menyembunyikannya. Baiklah, kamu yang memulai perang denganku. Jangan menyesalinya,' batin Karina. Karina kembali ke kamar seolah ia tidak pernah ada disana dan mendengar percakapan mereka, ia kembali ke tempat tidur dan memejamkan matanya seakan ia tengah tertidur lelap. Adimas masuk ke kamar lalu pergi mandi seperti yang biasa ia lakukan setiap pulang bekerja, Karina mengambil kesempatan itu untuk menggeledah pakaian Adimas dan lagi-lagi Karina mencium wangi parfum yang sama di pakaian Adimas. Karina membuka ponsel Adimas yang biasa ia gunakan setiap hari, tetapi tidak ada satupun hal aneh yang ia temukan di ponsel ini. "Bukan, bukan ponsel ini yang dia gunakan." gumamnya sambil mencari kembali ponsel Adimas yang lain. Belum sempat ia temukan, tetapi Adimas sudah selesai dengan urusannya di kamar mandi dan mau tidak mau Karina harus kembali berpura-pura tertidur. Karina mengintip semua Adimas lakukan dari celah matanya, sampai akhirnya Adimas mengeluarkan ponsel yang Karina cari dari saku celana tidurnya. "Mas," panggil Karina sambil menggeliat seolah ia baru bangun tidur. Adimas terperanjat kaget dan segera menyembunyikan ponselnya ke sela ranjang, tetapi sebisa mungkin ia harus tetap terlihat tenang di hadapan Karina. "Rin, kenapa bangun? ini belum pagi sayang." Sayang? Karina tertawa di dalam hatinya, sejak kapan Adimas bisa memanggilnya romantis seperti itu. "Mas baru pulang? kenapa gak bangunin aku?" "I-iya, mas baru aja sampai, kamu tidurnya pulas sekali jadi mas gak tega bangunin kamu." jawabnya terbata. "Mas, aku kangen kamu. Kamu udah lama gak kasih aku nafkah batin," rengek Karina sambil bersandar di bahu Adimas. "Sayang, mas capek banget. Lain kali aja ya?" "Baiklah mas," Karina mendekatkan dirinya ke pelukan Adimas, ia sengaja mengambil posisi tidur seperti itu agar Adimas tidak bisa bergerak dan pergi kemanapun sampai akhirnya Adimas juga ikut tertidur. Karina segera mengambil ponsel Adimas yang terselip di sela ranjang, lalu perlahan menyingkir darinya. Karina membuka ponsel Adimas dengan jantung yang berdegup kencang sampai tangannya terasa dingin dan gemetar, yang ia buka pertama adalah aplikasi pesan singkat dan betapa terkejutnya Karina saat mengetahui siapa ternyata wanita simpanan suaminya. Perasaan marah, kecewa dan jijik bercampur aduk di hati Karina saat membaca isi pesan mereka. Karina menangis tanpa suara, bahkan ketika ia memfoto bukti perselingkuhan Adimas tangannya terasa sulit dikendalikan karena terlalu gemetar. Tidak hanya chat, Karina juga melihat beberapa foto Adimas dengan selingkuhannya yang begitu intim bahkan foto mereka tanpa busana juga tersimpan disana. Tring! 'Mas, besok pagi kita pergi ke Villa Anyelir ya, pihak WO juga bilang mulai besok villa akan di dekorasi untuk pernikahan kita. Aku juga sudah booking kamar sekalian untuk kita bersenang-senang!' Begitulah isi pesan yang baru saja Karina terima dan baca di ponsel Adimas. "Kalian benar-benar menantangku, baiklah aku akan siapkan kado yang paling istimewa untuk hadiah pernikahan kalian nanti. Kado yang sangat istimewa sampai kalian sulit melupakannya,""Untuk gatalnya bisa dioleskan ini ya pak," Kaivan menerima obat salep itu dari tangan perawat yang memeriksa keadaannya, demi menuruti ngidamnya Karina Kaivan akhirnya harus menderita bentol di seluruh tubuhnya karena ulat bulu, juga cedera di kaki dan lengan kirinya karena terjatuh dari pohon rambutan. Kaivan hanya berhasil mengambil lima buah rambutan setelah semua cedera yang ia alami, Randy juga baru datang disaat ia sudah terjatuh ke tanah dan mengerang kesakitan. Sebenarnya Randy ada disana sejak awal, namun ia lebih memilih bersembunyi dan baru keluar setelah melihat Kaivan jatuh terguling dari atas pohon. Sedangkan di sudut ruangan, Karina kini sedang asik memakan rambutan-rambutan itu seorang diri sambil menonton televisi dan tidak menawarkannya sedikitpun. Menyebalkan memang, tetapi Kaivan cukup senang melihat Karina begitu menikmati apa yang ia inginkan. "Rin," "Ya," sahut Karina tanpa menoleh. "Bisa tolong bantu aku?" "Bantu apa?" "Tolong bantu bersih
Kaivan berjalan tergesa-gesa menuju ke dalam rumah sakit tempat dimana Karina berada sekarang, sejak menerima pesan dari Randy pikiran Kaivan menjadi tidak fokus bahkan ia hampir saja menabrak saat mengemudi. Degup jantungnya berdetak tidak karuan, ia sangat khawatir dengan keadaan Karina mengingat Karina juga baru saja keluar dari rumah sakit. "Pasien atas nama Karina Faradilla, dia dirawat di kamar nomor berapa?" "Sebentar ya pak, saya cek dulu." Perawat itu terlihat berkali-kali membaca daftar nama pasien untuk mencari nama Karina, tetapi perawat itu tidak menemukan nama Karina di bangsal manapun. "Maaf, tapi tidak ada nama Karina Faradilla yang terdaftar sebagai pasien di rumah sakit ini." "Tidak mungkin, saya mendapatkan info dari anak buah saya jika istri saya dirawat disini." "Iya pak, tapi sekali lagi saya tidak menemukan nama istri bapak di daftar pasien." "Kai," Kaivan menoleh cepat ke arah wanita yang memanggil namanya, ternyata seseorang yang ia khaw
"Terima saja, berlian itu mahal harganya." bisik Oma Gia. Entah ada angin apa, Retno dan Danu tiba-tiba datang dengan membawa satu set perhiasan untuk Karina. Mereka tidak lagi ketus seperti sebelumya, semenjak mereka mengetahui kehamilan Karina Retnolah yang pertama kali berubah drastis sikapnya pada Karina. Retno juga yang paling antusias memberikan ini dan itu untuk Karina termasuk perhiasan ini juga idenya, bahkan renovasi rumah Karina juga Retno ikut membantu membiayai dan memperkerjakan seorang arsitek ternama. Semenjak itu juga hubungan Retno, Danu dan Oma Gia perlahan membaik. Danu merasa beryukur kehamilan Karina ternyata menjadi pemecah ketegangan yang selalu terjadi di antara mereka, Oma Gia bahkan sekarang memperlakukan Retno selayaknya menantu bukan lagi musuh seperti dulu. Karina menutup kotak perhiasan itu dan mendorongnya kembali ke arah Retno, "Maaf bu, tapi ini terlalu berlebihan." "Berlebihan? ini bahkan tidak cukup untuk mengungkapkan rasa terimakasih kami,
“Good job Agatha, kamu memang dewi di agensi ini." puji Martin sambil melihat hasil jepretan foto Agatha di kameranya. "Thanks Martin, semua ini juga berkat kamu." Senyum penuh rasa bangga mengembang di wajah Agatha, setelah sekian lama berusaha ia akhirnya bisa menjadi model profesional dan sebentar lagi ia akan mengikuti kontes untuk menjadi model kelas internasional. Hanya butuh satu langkah lagi untuknya agar bisa mencapai tujuan, setelah semuanya berhasil ia gapai maka apapun yang ia inginkan akan dengan mudah terwujud dan ia tidak perlu lagi bersusah payah menjadi jalang. Suara stiletto terdengar menggema di ruang pemotretan, seorang wanita yang usianya lebih muda dari Agatha masuk sambil melangkah angkuh memerhatikan sekitar. Satu sudut bibir gadis itu terangkat sambil menatap remeh dirinya, ia bahkan menertawakan hasil jepretan Martin lalu menghapusnya. Tidak perduli seberapa sulit mereka untuk mendapatkan foto-foto itu, baginya ini hanya file sampah tidak berguna dan
"Saya masih berbaik hati dan memberikan kalian kesempatan untuk berbicara jujur, namun kalian tetap keras kepala." Yudhana melirik ke arah halaman rumah Rahmi yang sempit dan kotor, disana terparkir mobil Arkana yang sudah penyok bagian body depannya dan lecet dimana-mana karena ulah Alya. Saat pengejaran, Alya mengemudikan mobil Arkana secara ugal-ugalan sampai menabrak pembatas jalan. Untungnya kecelakaan tidak terlalu parah dan Alya hanya mengalami luka ringan, namun tetap saja Yudhana tidak melupakan apa yang harus ia lakukan pada ibu dan anak ini. "Alasan kalung ini diberikan kepada saya karena anak anda sudah mati, bapak Yudhana! jika anda sangat ingin bertemu dengan putri anda silahkan susul dan temui dia di neraka!" Plak!! Tamparan keras mendarat di wajah Alya bahkan jahitan di bibirnya sampai terbuka lagi dan mengeluarkan darah, kesabaran Yudhana benar-benar sudah habis menghadapi mereka terutama Alya. Setelah topeng aslinya terbuka, Yudhana akhirnya sadar jika pu
"Ini yang dia lakukan disana, dia mencoba melakukan tes DNA Yudhana dan Alya dan inilah hasilnya." Arkana membaca salinan test DNA tersebut, jelas disana tertulis jika Alya bukan putri kandung Yudhana. Kini Arkana mulai menaruh curiga jika dibalik kecelakaan mobil itu mungkin ada campur tangan Alya, mengingat Alya pernah hampir ketahuan sedang berusaha mencopot ventilator Chandra. Mungkin saja Alya tau jika Chandra melakukan tes DNA ini dan ia takut ketahuan, jadi Alya berusaha melenyapkan Chandra agar ia tetap aman. "Tolong berikan aku uang lagi, aku mempertaruhkan diri hanya demi selembar kertas ini untukmu." Tidak perlu waktu lama sejumlah uang langsung masuk ke rekening pria di hadapannya, pria bertubuh gempal itu akhirnya pergi dengan senyum sumringah setelah menerima sisa bayarannya. Urusan mereka selesai sampai disini, sekarang giliran Arkana menghadapi Alya yang sudah berani menipu Yudhana. Meskipun ia sangat tidak menyukai Yudhana, namun biar bagaimanapun Yudhana tet
"Kamu baru kembali?" tanya Karina dengan wajahnya yang terlihat sangat pucat. Kaivan tidak menyahutinya, ia tetap mengemas semua pakaian Karina ke dalam tas karena hari ini Karina sudah diperbolehkan keluar dari rumah sakit. Karina bangkit perlahan dari tempat tidur, ia lalu duduk di hadapan Kaivan yang bahkan tidak mau menatap wajahnya sedikitpun. Terlihat jelas kesedihan yang begitu mendalam di mata Kaivan, untuk pertama kalinya Karina akhirnya bisa melihat ekspresi Kaivan dan Karina merasa sangat bersalah. "Kai, maafkan aku. Tapi aku sungguh tidak bisa menggugurkan bayi ini," Ucapannya tetap tidak dihiraukan oleh Kaivan, sekarang Kaivan malah sibuk sendiri dengan ponselnya yang sedari tadi terus menyala. "Kai, ayo bercerai setelah aku melahirkan." Kaivan akhirnya mengalihkan pandangannya ke arah Karina, "Tidak bisa, Oma tidak akan setuju. Kita sudah sepakat untuk tetap menikah kontrak sampai waktu yang belum ditentukan," "Tapi untuk apa menjalani pernikahan jika k
Agatha melangkah lesu menyusuri lorong lantai apartemen seorang diri, wajah berseri penuh kebahagiaan itu kini sudah lenyap dan berganti dengan air mata yang membasahi pipinya. Kehamilan Karina benar-benar membuat Agatha takut jika suatu saat Kaivan akan berpaling darinya, karena biar bagaimana pun bayi yang ada di rahim Karina adalah darah daging Kaivan, calon penerus keluarga Bimantara selanjutnya. Posisi Karina sekarang sangat kuat di keluarga Bimantara, bahkan Retno dan Danu begitu memihak Karina setelah mengetahui kehamilannya. Kebencian mereka pada Karina hilang begitu saja, kehadiran bayi itu benar-benar membawa keberuntungan untuk Karina dan kesialan untuknya. Terlalu lelah menangis, Agatha akhirnya mencoba menahan tangisnya dan mendongakkan kepalanya ke atas, dengan harapan air matanya akan berhenti keluar. Namun saat ia kembali menatap lurus ke depan, tiba-tiba Arkana muncul di hadapannya dan membuatnya terkejut. Sorot mata Arkana begitu tajam menatap dirinya, meskipun me
"Sudah bangun?" tanya Kaivan setelah melihat kelopak mata Karina perlahan bergerak. Karina hanya mengangguk pelan, ia belum mampu membuka mata sepenuhnya karena masih terlalu pusing. Sekarang ia malah merasa mual, Karina merasa kebingungan dengan apa yang ia rasakan sekarang. Seingatnya, ia tidak makan makanan yang basi atau tidak bagus jadi tidak mungkin jika ia keracunan makanan. "Tidur saja lagi jika masih pusing," titah Kaivan setelah membantu memapahnya ke kamar mandi. Memang hanya itu sepertinya yang bisa ia lakukan, karena setiap kali ia membuka mata yang ia rasakan hanya pusing dan mual yang luar biasa. Tidak lama kemudian dokter datang, sebelum memberitahukan apa yang terjadi padanya dokter terlebih dulu memeriksa kondisi Karina. Tetapi Karina tidak melihat kekhawatiran di wajah dokter itu, bahkan ketika ia mengeluhkan apa yang ia rasakan sekarang dokter itu hanya menanggapinya dengan senyuman. "Jadi sebenarnya saya sakit apa dok?" tanya Karina penasaran, satu tan