Sudah sehari semalam Arumi berada di apartemen milik Hanzero. Arpha seperti tau cara menghargai wanita, bersedia menyiapkan semua kebutuhan Arumi dengan bantuan pelayan lain.
Arumi berterima kasih untuk itu. Arpha hanya mengangguk sambil sekali lagi mengatakan jika Arumi harus bertingkah baik dan bekerja dengan baik.
Arumi mengiyakan, meski sebenarnya dia tidak tau apa yang harus dikerjakan disini.
Tidak tau apa yang harus diperbuat selain hanya mondar mandir. Masak pun tidak ada menyentuh selain dirinya sendiri.
Beruntung Arpha sedikit mau memakannya.
Arumi bukan tidak coba menawarkan makanan pada Hanzero yang sejak semalam tidak keluar kamar. Tapi Arumi malah hanya mendapat usiran kasar dari Pria itu.
Hingga sore hari Arumi kembali ke kamarnya.
Sementara Hanzero masih berada di kamarnya. Tidak ada yang dilakukannya kecuali duduk bersandar di sofa dengan kepala bersandar. Pikirannya tak karuan.
Besok, adalah hari pernikahannya. Bukan dia tidak khawatir atau panik. Apa yang akan terjadi? Sungguh ini membuat Hanzero stres berat.
Puluhan panggilan tak terjawab, bahkan puluhan Chat dari sang Ibu dan kakak perempuannya tidak ia jawab.
Hanzero tidak tau harus bicara apa kepada mereka. Tidak tau apa yang harus dijelaskan. Membatalkan Pernikahan sudah terlambat tentunya. Semua persiapan sudah matang, ini pasti akan membuat keluarganya jantungan.
"Vanya Sialan! Aku akan menghabisimu jika aku bisa menemukanmu!" Hanzero memaki. Meremas rambutnya. Hingga ketukan Arpha terdengar.
Hanzero membiarkan itu sampai Arpha sendiri yang membuka pintu dan berjalan masuk menghampiri.
"Tuan Hanz."
Hanzero tidak menyahut juga menoleh. Arpha duduk di hadapannya. Melirik Ponsel milik Hanzero yang berdering dan mengulurkan tangan hendak meraihnya.
"Jangan mengangkatnya!" Ucap Hanzero membuat Arpha segera menarik mundur tanganya.
"Nyonya Tuan."
"Biarkan saja."
Arpha membuang nafas berat. Dia tau keresahan Bosnya. Ini bukan masalah sepele.
"Kita harus mencari jalan keluar Tuan. Jika anda mau, hari pernikahan anda tidak perlu batal."
Hanzero seketika mendongak untuk menatap lekat Arpha.
"Maksudmu?"
"Mencari pengantin pengganti. Hanya itu yang bisa menyelamatkanmu. Nama baik keluarga dan menutup aib keluarga." Jelas Arpha.
Hanzero terdiam. Nampak sedang memikirkan usul Arpha. Kemudian Hanzero mengangguk angguk.
"Itu ide yang cukup cemerlang."
"Tapi masalahnya, siapa wanita yang akan menjadi pengantin pengganti Anda Tuan. Kita harus berhati hati soal memilihnya." Tambah Arpha.
Hanzero pun kembali berpikir keras. Siapa kira kira yang bisa di percaya?
Saat keduanya sedang sama sama berpikir keras, Arumi masuk untuk mengantarkan minuman yang dipesan Arpha tadi.
"Maaf Tuan. Minumannya."
"Letakkan disini." Sahut Arpha meminta Arumi membawa Minuman ke atas meja.
Hanzero tanpa sengaja menoleh dan pandangannya bertemu dengan Arumi. Wanita itu langsung menundukkan wajahnya dan cepat melangkah mendekati meja dan menaruh minuman dari atas nampannya.
"Permisi Tuan." Arumi segera menarik mundur kakinya untuk berlalu. Tapi tiba tiba Hanzero menangkap pergelangan tangannya.
"Tunggu sebentar. Aku perlu bicara."
Jantung Arumi hampir saja berhenti. Lututnya sampai gemetaran. Apa Tuan Hanz akan meminta uangnya? Astaga! Arumi terlihat sangat pucat.
"Duduklah." Hanzero meminta Arumi untuk duduk. Arpha kini berdiri dan menggeser kakinya.
"Duduklah Nona. Tidak apa apa. Mungkin Tuan Hanz sedang ada perlu denganmu." Ucap Arpha.
Arumi masih dengan ketakutan akhirnya duduk di hadapan Hanzero dengan wakh tertunduk.
"Siapa namamu?" Tanya Hanzero.
"Arumi Tuan." Jawab gugup Arumi tanpa mengangkat wajahnya.
"Apa benar kau sudah bercerai dari suamimu?" Kembali Hanzero bertanya.
Arumi hanya menjawab dengan anggukan.
"Baiklah Arumi. Aku sudah mengeluarkan uang begitu banyak untuk menebusmu dari Lubis. Jika aku meminta uangku kembali, apa kau bisa mengendalikannya?" Tanya Hanzero, kali ini membuat Arumi mendongak.
"Tuan. Saya tidak mungkin mempunyai uang sebanyak itu. Tapi jika anda memintanya, saya pasti akan mengembalikan walau saya tidak bisa menjanjikan sampai kapan saya bisa melunasinya. Tapi saya akan tetap berusaha walau harus seumur hidup saya." Jawab Arumi. Sekarang airmatanya lolos dihadapan Hanzero.
"Oh.. Baiklah. Jadi begini. Aku akan menganggap hutangmu lunas, tapi dengan satu syarat. Menikahlah denganku."
Jedar!
Kata kata itu begitu mengejutkan Arumi, Arpha pun sempat terkejut karena tidak menyangka jika Tuannya akan memilih Wanita ini untuk menjadi pengantin penggantinya.
"Me-Menikah?"
"Ya. Menikahlah denganku besok."
"Besok??" Arumi semakin terkejut. Kenapa nasibnya Seperti ini? Lepas dari Lubis kembali bertemu dengan laki laki yang akan memaksanya untuk menikah lagi ?
"Kamu tidak usah khawatir. Kita hanya akan menikah kontrak. Selama beberapa waktu tertentu. Setelah situasi aman, aku akan menceraikanmu dan kau bisa bebas kemana pun kau mau. Jadi , bantu aku menyelamatkan nama baik ku, dan hutangmu kuanggap lunas. Bagaimana?"
Arumi masih belum bisa berkata apa apa.
"Pikirkan baik baik Arumi. Tidak akan ada yang dirugikan dalam pernikahan nanti. Aku tidak akan menuntut apapun kepadamu kecuali hanya berpura pura lah menjadi istri yang mencintaiku di hadapan seluruh orang termasuk keluarga ku. Aku sudah menyelamatkan hidupmu dari Lubis mesum itu. Dan kau harus menyelamatkan aku." Tambah Hanzero.
"Tapi, sebenarnya ada apa Tuan? Dan kenapa harus saya. Saya,"
"Arpha akan menceritakan nanti. Sekarang jawab saja. Apa kau bersedia? Aku tidak punya banyak waktu untuk memilih wanita mana yang akan menjadi Mempelai wanita ku besok. Dan aku butuh jawabanmu sekarang."
Arumi terdiam, dia bisa sedikit paham sekarang. Sepertinya pria dihadapannya ini sedang mempunyai masalah yang cukup serius.
"Baiklah Tuan. Aku bersedia. Tapi anda harus berjanji , jika anda tidak akan mempersulit saya dalam pernikahan itu."
Hanzero menarik nafas lega, menoleh pada Arpha yang Mengangguk mantap.
"Arpha akan membuat surat perjanjian kita. Apa yang kau inginkan kau bisa sebut saja. Arpha akan menulisnya." Ucap Hanzero.
Arumi hanya mengangguk.
"Pergilah, dan beristirahat lah. Terima Kasih atas kesediaan mu." Ucap Hanzero.
Arumi mengangguk kembali dan segera beranjak.
"Mari Nona. Aku akan mengantarmu." Arpha mengiringi langkah Arumi keluar dari Kamar Hanzero.
"Terimakasih Nona Arumi. Kau sudah bersedia membantu Tuan Hanz." Ucap Arpha saat sudah berada di depan kamar Arumi.
Arumi menoleh. "Sebenarnya ada apa Tuan? Kalau boleh, saya hanya ingin tau sedikit agar tidak bingung nantinya."
Arpha mengangguk, lalu membukakan pintu untuk Arumi. "Masuklah. Aku akan memberitahumu."
Arumi pun masuk tanpa ragu, Arpha mengikuti dengan biarkan pintu terbuka lebar.
"Taun Hanzero dikhianati kekasihnya tepat setelah undangan pernikahan mereka sudah tersebar. Itu pasti menyakitkan hatinya. Dia tidak mungkin membatalkan hari itu atau nama baik dirinya dan keluarganya akan hancur seketika. Itu sebabnya Tuan Hanzero begitu kacau!"
Arumi mengangguk, sekarang dia sadar betapa besar masalah Hanzero.
"Tapi kenapa wanita itu begitu ceroboh? Tidak mungkin tidak alasan bukan?" Tanya Arumi.
"Kekasih Tuan Hanz adalah adik kandung dari Lubis. Semua orang tau riwayat tidak baik mereka. Tapi Tuan Hanz dibutakan oleh cinta membuat dia tidak mempercayai semua perkataan orang termasuk Ibunya sendiri. Jika Kekasihnya itu hanya ingin membuatnya hancur."
Arumi sekarang mulai mengerti. Dia sangat menyayangkan tindakan bodoh wanita itu. Tapi, entahlah. Arumi tidak bisa ikut campur urusan mereka. Karena saat ini dia hanya semata mata ingin membantu dirinya sendiri menebus hutangnya ada Hanzero. Meskipun dengan cara menikah kontrak dengannya.
"Baiklah. Sekarang beristirahatlah dengan baik. Dan siapkan dirimu untuk besok dengan sebaik baiknya. Ku mohon kerjasamanya." Ucap Arpha, kemudian keluar dari kamar itu dan menutup pintu.
______
Sepanjang malam Arumi tidak bisa memejamkan matanya. Pikirannya terus melayang tak tentu arah. Sebenarnya dia tidak terlalu memikirkan tentang hari besok. Sebab dia yakin, hari pernikahan besok hanyalah sebatas sandiwara saja. Jadi dia tidak terlalu memikirkan itu. Namun yang mengganggu pikirannya adalah, kenapa Bryan begitu tega? Lima tahun pernikahan yang dijalani penuh perjuangan berakhir pengkhianatan. Bukan dia tidak bertahan dengan segala beban dan penderitaan yang diberikan Bryan. Tapi semua itu ternyata sia sia. Namun Arumi masih beruntung karena belum sempat diberi keturunan dalam pernikahannya. Jika sudah, mungkin bukan hanya dia yang akan terluka.Hingga hampir sepertiga malam, Arumi baru bisa memejamkan matanya. Rasanya baru satu jam Arumi tertidur, pintu kamar sudah diketuk seseorang dari luar. Arumi beranjak bangun untuk mengintip."Nona. Persiapkan dirimu. Kita akan segera berangkat!" Arumi tertegun menatap Arpha yang sudah berdiri didepan pintu. Gila! Dia melupakan
Pesta Pernikahan Hanzero telah usai. Para tamu undangan telah menarik tubuhnya satu persatu untuk pulang. Arumi nampak lelah dengan begitu banyaknya ucapan selamat untuk dirinya. Sementara Hanzero terlihat sumringah. Dia tidak membayangkan jika Hari yang ia khawatir ini bisa berjalan lancar dan semenyenangkan ini. Semua orang terus memuji pengantinnya. Bahkan beberapa teman dekatnya yang menyadari jika wanita yang dinikahi Hanzero itu bukanlah Vanya pun nampak terpukau dan melontarkan banyak banyak pujian padanya.Apalagi desas desus tentang kaburnya Vanya pun sudah menyebar walaupun baru masih sebagian orang yang mendengarnya."Tuan Hanz. Anda adalah Pria beruntung. Membuang sampah dan mendapatkan Berlian!" Hanzero tersenyum lebar dengan bangga dan semakin berdebar jantungnya. Kembali melirik Arumi yang saat ini tengah sibuk dengan Mamanya. Kenapa harus kawin kontrak? Coba saja kalau bukan, aku pasti akan sangat bahagia. Tak sadar Hanzero tersenyum senyum sendiri."Apa Tuan mulai
Hampir tengah malam, mobil mereka tiba di Apartemen. Arpha segera pergi ke kamarnya setelah memastikan mereka masuk ke dalam Apartemen. Membanting tubuhnya di kasur untuk melepaskan penat. Lelah badan dan pikiran akibat terlalu andil dalam masalah bosnya. Arpha bisa bernafas lega sekarang. Satu masalah sudah selesai Meskipun harus dengan main sandiwara.Tapi ada yang mengganggu pikirannya. Nyonya besar dan Nona Shela sudah tau atau curiga dengan pernikahan mereka?Bagaimana mereka bisa mengetahuinya? Ah, bisa kacau sebelum waktunya!Arpha hanya bisa berharap, Pernikahan mereka akan bisa berubah arah.Tidak lagi dengan status pernikahan kontrak. Dia berharap begitu. Ini akan meringankan pekerjaannya.Hanzero sudah mengantar Arumi ke depan kamar. Membukakan pintu untuk Arumi."Terimakasih Tuan.""Tidak masalah. Seharusnya aku yang berterima kasih. Kau sudah banyak membantuku malam ini.""Ah tidak juga. Aku punya hutang begitu banyak padamu. Sepertinya ini belum terasa lunas."Kau bena
Mama terlihat tersenyum. 'Wah ternyata menantuku pintar memasak. Jika begini tidak khawatir Hanz akan kelaparan.hehehe' tanpa sadar memuji dalam hati."Kalau begitu kita makan malam bersama saja ya Ma, kak Shela. Biar aku memanggil Tuan Hanz dulu." Ucap Arumi."Tuan?" Dua wanita itu seketika menoleh.Arumi langsung tersadar dan menutup mulutnya. "Maksudnya, Mas Hanz." Hehe, Arumi keceplosan.Mama dan ka Shela mengangguk secara bersamaan. Arumi pun cepat cepat berlalu dari dapur pergi kekamar untuk memanggil Hanzero."Ma. Jangan lupakan tujuan kita kesini!" Ucap Shela memperingatkan. Walaupun begitu ia begitu kagum pada Arumi.Ceklek..Arumi membuka pintu kamar,terlihat Hanz masih tertidur pulas disana. Sebenarnya Hanz sudah terbangun saat mencium bau masakan tadi,hanya saja ia pura pura tidur saat mendengar seseorang membuka pintu kamarnya."Tuan. Apa anda belum bangun?" "Emm.." Hanzero pura pura menggeliat."Kenapa?" Menoleh pada Arumi."Ada Mama dan Kak Shela disini.""Hah.. Mama d
____Makan malam telah usai. Arumi terlihat sibuk membereskan bekas makan mereka. Mama ingin membantu, tapi Arumi mencegah. Lalu Shela akhirnya turun tangan untuk membantu. Sementara Hanz mengajak Mama ke ruang tengah.Mengobrol ringan disana sambil sesekali Mama masih menyindir Malam pertama mereka.Shela menyusul setelah selesai membantu Arumi. Kemudian Arumi juga dengan membawa cemilan.Nampak seperti Keluarga Bahagia sebagaimana mestinya. Hanz duduk menempel tubuh Arumi. Wanita itu terasa risih, menggeser sedikit duduknya. Tapi lagi lagi Hanzero menarik pinggangnya agar menempel lagi. "Jangan membuat Mama curiga." Hanzero berbisik.Mau tidak mau, Arumi hanya bisa menurut. Apalagi ketika Hanzero sesekali mengangkat dagunya, mencium pipinya kadang juga Singgah ke bibirnya. Arumi mengeram. Tapi lagi lagi Hanzero berbisik, "Biar Mama tidak curiga."Huh! Arumi hanya bisa pasrah. Sambil mengumpat dalam hati. 'Lihat setelah ini! Aku akan menuntut mu Tuan Hanz!'"Ah, Mama pergi ke Toilet
Setelah selesai berkemas Arumi menyeret kopernya ke luar kamar,sebelum itu ia masuk ke kamar Hanz untuk melihatnya apa sudah selesai berkemas.Melihat pintu kamar Hanz yang sedikit terbuka Arumi masuk tanpa mengetuk pintu." Tuan. Apa sudah selesai?" tanya Arumi menghampiri Hanz.Hanz yang sedang mengambil pakaiannya dari lemari menghentikan sejenak aktivitasnya. Menengok ke arah Arumi yang berdiri tak jauh darinya." Sudah, tinggal ini doang" mengacungkan baju yang baru saja diambilnya dari lemari. Setelah selesai memasukan bajunya ke dalam koper Hanz berjalan mendekati Arumi sambil membawa kopernya."Nanti di rumah Mama,jangan bikin mereka curiga. Ok!" bisik Hanz pada Arumi." Tapi tuan…"" Ikuti saja permainannya atau kamu mau balikin uang saya sekarang!" Lagi lagi Hanz mengeluarkan jurusnya agar Arumi menurut.Arumi yang kesal mengerucutkan bibirnya,Ia berjalan keluar kamar Hanz dengan perasaan kesal.' Ih ngeselin banget sih! Pasti nanti disana dia curi curi kesempatan lagi deh. H
Hanzero membawa Arumi memasuki kamarnya. Rupanya benar kata Mama jika kamar ini sudah dirias layaknya kamar pengantin.Kamar dengan nuansa putih itu dihiasi dengan banyak bunga bertaburan,di penuhi dengan lilin lilin yang menyala menjadikan kamar ini sangat romantis bagi pasangan yang menikah sungguhan.Saat melangkahkan kakinya masuk, Arumi dibuat terkagum kagum. ' Ya ampun. Kamar ini benar benar dihias layaknya kamar pengantin. Ah…' Arumi tersenyum, untung Hanz tidak melihat sampai Arumi tersandar.'Stop Arumi! Kamu jangan terbawa suasana. Kamu menikah hanya karena hutang ingat itu!' Arumi memperingati dirinya sendiri.' Andai pernikahan ini beneran. Suasananya mendukung buat belah duren. Hehehe..' batin Hanz dengan tersenyum simpul tanpa ia sadari.Hanz berjalan mencari saklar untuk menyalakan lampu." Kamu mau istirahat apa bersih bersih dulu?" Tanya Hanz pada Arumi yang masih berdiri mematung."Rum!" panggil Hanz sekali lagi."Ah..ia ada apa tuan?" Tersadar dari lamunannya."Ke
Arumi gelagapan pastinya. Cepat bergerak untuk bangun. Tapi tangan Hanzero malah melingkar ke pinggangnya dan menahan tubuhnya. Posisi Arumi berada tepat di atas tubuh Hanz dengan wajah yang hanya sejarak satu jari."Tu-Tuan.." Arumi mencoba memanggil dengan menahan tubuhnya dengan kedua tangannya."Emm.. Diamlah Sebentar saja." Matanya terpejam.Apa dia sedang bermimpi? Duga Arumi."Tuan… Lepas!" Arumi berusaha berontak."Emm.. Aku dingin." Hanz kembali mengigau. Malah menarik kepala Arumi agar di dadanya.Arumi bisa merasakan jantung pria itu berdebar sangat keras, sama hal dengan jantungnya saat ini. Arumi sekarang memukul mukul lengan Hanzero."Tuan.. Sadarlah!"Beruntung Hanz langsung terbangun dan membuka mata."Astaga!" Hanzero langsung melepaskan tubuh Arumi yang langsung bangun dan menjauh. Berdiri di sisi Ranjang dengan wajah begitu memerah.Hanzero bangun dan duduk. Mengusap wajahnya berkali kali lalu melirik Arumi yang menunduk."Ma-maafkan aku. Aku.. aku bermimpi. Sungguh