Arpha terlihat berjalan mendahului Hanzero dari Cafe itu. Lalu segera membukakan pintu mobil untuk Hanzero.
Namun betapa terkejutnya Hanzero saat ia hendak masuk malah mendapati seorang wanita meringkuk di jok mobilnya.
"Heh, apa yang kau lakukan? Kau mau mencuri?" Tegur Hanzero.
Arumi menoleh dengan wajah pucat.
Menatap dua pria yang sudah menatap penuh curiga padanya.
"Tuan, tolong saya. Biarkan saya bersembunyi disini. Ada yang mengejar saya dan hendak memaksa saya untuk menikah dengannya. Tolong saya tuan. Saya tidak mau menikah dengan pria itu."
"Apa peduliku! Cepat keluar!" Bentak Hanzero.
"Tuan. Kasihani saya. Saya mohon." Arumi tidak menyerah untuk mengiba.
"Nona keluarlah! Jangan menunggu Tuan ku marah." Sekarang Arpha yang membentak Arumi.
Arumi tapi masih bertahan hingga Hanzero hilang kesabaran dan menarik tangan Arumi agar keluar.
Hanzero akhirnya bisa membuat Arumi keluar dari mobilnya bersamaan dengan gerombolan Lubis datang menghampiri mereka.
"Dasar wanita Jalang. Rupanya bersembunyi disini!" Lubis langsung mencengkram tangan Arumi dan menariknya.
"Lepas Tuan. Lepas. Aku tidak mau!" Arumi berteriak memberontak.
Hanzero tentu saja melihat itu dan langsung mengenali Lubis.
"Tuan Lubis. Ini ada apa?" Tanya Hanzero.
"Tuan Hanz. Kau rupanya." Lubis menoleh pada Hanz dan langsung menyadari kehadiran pria terhormat itu. Pria yang hampir menjadi Adik iparnya jika saja Vanya tidak kabur. Dan mengenai hal itu, Lubis entah sudah tau atau hanya pura pura tidak tau saja. Karena pria dihadapannya ini juga termasuk Pesaing beratnya.
"Ya. Wanita ini tadi bersembunyi di mobilku. Sebenarnya siapa dia? Apakah salah satu dari wanitaku?" tanya Hanzero kembali.
"Oh ya. Maafkan aku. Dia calon istri keempatku. Aku sudah menghabiskan banyak uang untuk membelinya dan dia malah kabur seenaknya jidatnya." Jawab Lubis.
"Oh, baiklah Tuan Hanz. Kita tidak urusan. Aku harus pulang membawa wanitaku ini." Selesai bicara, Lubis segera menyuruh anak buahnya untuk menyeret Arumi kembali.
"Tunggu Tuan Lubis!" Tiba tiba Hanzero memanggil Lubis.
Hanzero mendekati Lubis yang menghentikan langkahnya.
"Ada apa Tuan Hanz?"
"Berikan wanita itu padaku. Aku akan mengembalikan uangmu dua kali lipat."
"Hah!" semua orang tercengang, baik Lubis maupun Arpha. Arumi pun sama.
"Kau sedang tidak bercanda?"
"Ya. Aku serius."
"Oh. Tapi aku ingin menjadikan wanita ini istriku. Mana bisa?" Sahut Lubis.
"Jika kau tidak bisa,maka aku akan melaporkan perihal ini kepada yang berwajib. Karena kau telah memaksa seseorang atau lebih tepatnya sudah berusaha menculiknya." Ancam Hanzero.
Lubis terdengar tertawa. "Aku tidak menculiknya atau memaksanya. Tapi aku sudah membelinya dari suaminya" Bantah Lubis.
"Alasan itu akan lebih kuat Tuan Lubis. Asal Anda tau, bagaimana hukum di negara kita ini tentang undang-undang perbuatan perdagangan manusia." ucap Hanz lagi. Itu cukup membuat Arpha heran, kenapa bosnya tiba tiba peduli dengan wanita itu. Oh, rupanya Aprha cepat paham, jika bosnya semata bukan karena wanita itu, melainkan karena Lubis adalah Kakak dari wanita yang sudah membuat masalah dengannya.
"Brengsek! Kau mengancamku?" Seru Lubis.
"Tidak juga. Hanya mengingatkan saja. Apa kau lebih sayang wanita itu daripada Nama baik mu?"
Lubis terpaku sekarang, gentar dengan ancaman Hanzero. Rupanya Hanzero dendam padanya karena perlakuan Vanya. Itu yang dipikiran Lubis saat ini.
"Aku ingin bertanya, apakah kau tertarik pada Wanita ini?" Alih alih, Lubis ingin menjebak Hanzero dengan pertanyaan itu.
Hanzero menyeringai. "Aku tidak mengenalnya, tapi aku telah mengingatnya. Dia istri dari seorang yang ku kenal. Dan pernah mempunyai masalah dengan ku. Kebetulan, aku butuh pelayan untuk di apartemen ku. Aku berpikir, akan sangat menyenangkan jika aku menjadikan mantan istri seseorang yang sudah membuatku marah sebagai pelayanku." Jelas Hanzero.
"Berikan dia, dan akan ku ganti kerugian mu dua kali lipat. Sebut saja berapa kau membelinya."
Lubis masih terdiam untuk berpikir.
"Pilih saja, uangmu kembali dua kali lipat atau namamu hancur!" Hanzero kembali mengingatkan.
Lubis kalah telak, akhirnya mendorong tubuh Arumi ke arah Hanzero.
Hanzero tersenyum menang dan menoleh pada Arpha.
"Beri dia cek."
Arpha segera mengambil sebuah cek kosong dan menulis nominal yang disebut Lubis dengan dua kali lipat. Setelah itu menyerahkan pada Hnazero untuk ditandatangani. Hanzero melempar cek itu ke wajah Lubis yang langsung menangkapnya.
Melihat nominal yang benar benar tertera di sana, mata Lubis terbelalak. Hanzero sudah gila! Menginginkan wanita ini hanya untuk pelayan dengan harga setinggi ini?
"Kau tidak main main?" Menatap penuh heran pada Hanzero.
"Apa kau pikir cek itu palsu?"
Lubis menelan ludah, kembali mengamati cek tangannya.
"Baiklah Arpha, wanita ini sudah menjadi milik kita. Bawa dia!"
Arpha mengangguk, kemudian membuka pintu belakang untuk Arumi.
"Silahkan Nona!"
Arumi sebenarnya belum sepenuhnya mengerti dengan pembicaraan mereka. Dia semakin ketakutan, tapi tidak bisa membantah. Karena dengan begini dia bisa lepas dari Tuan Lubis.
Arumi cepat cepat masuk, di susul Hanzero dan Arpha. Arpha melajukan mobilnya ke arah Apartemen sesuai tujuan awal.
"Tuan. Anda serius akan membawa wanita itu ke Apartemen?" Tanya Arpha.
Hanzero menoleh.
"Setelah aku kehilangan begitu banyak uang, apa kau berniat untuk melepaskan dia begitu saja?"
"Ah iya. Saya tau. Tapi,"
"Kau bisa menjadikannya Pelayan di Apartemen itu. Bukankah kau sering sibuk mengurus ku?"
Arpha mengangguk, tapi dia belum sepenuhnya paham.
"Saya hanya sedang terheran. Anda menghabiskan begitu banyak uang."
"Aku tidak peduli dengan wanita itu. Tapi aku lebih ingin kepada, mengalahkan Lubis saja."
"Oh. Aku sekarang mengerti." Jawab Arpha.
Percakapan mereka sempat di dengar dengan jelas oleh Arumi. Tapi dia masih belum mengerti juga. Hanya bisa pasrah kemana mereka akan membawanya. Setidaknya hati Arumi sedikit lega. Dua pria di depan ini tidak menggambarkan wajah wajah Pria brengsek.
Tapi apakah Tuan ini benar telah mengenal Bryan? Apakah Bryan pernah membuat masalah dengannya? Jika benar, ini akan menjadi pertanda tidak baik untuk Arumi.
'Ya Tuhan. Lindungi aku."
Tak begitu lama Mobil itu telah membelok dan terparkir rapi di depan sebuah Apartemen. Arpha segera turun untuk membukakan pintu untuk Hanzero.
"Silahkan."
Hanzero mengangguk. "Kau urus wanita itu saja. Aku akan beristirahat dahulu." Hanzero melangkah mendahului untuk masuk.
Arpha kemudian menoleh pada Arumi yang sudah keluar dari Mobil.
"Nona. Mari ikut denganku." Arumi hanya mengangguk dan mengikuti langkah kaki pria itu yang membawanya sampai ke sebuah kamar.
"Gunakan kamar ini sebagai kamarmu." Arpha membuka pintu kamar.
"Jika kau perlu apa apa, boleh menghubungi menggunakan pesawat telepon itu." Arpha menunjuk pesawat telepon yang ada di ruangan di luar kamar.
"Ku harap, kau bisa bekerja sama dengan baik. Jangan mengecewakan Tuan Hanzero yang sudah menolongmu. Kau bisa menjadi pelayan disini dan hidupmu akan selamat. Jangan coba coba membangkang atau Tuan Hanzero akan menemukanmu. Jika kau baik, Tuan Hanzero pun tidak akan mengganggumu. Apa kau paham?"
Arumi mengangguk. "Terimakasih Tuan. Tapi bolehkah aku bertanya sesuatu?"
"Bertanyalah."
"Apa Tuan Hanzero mengenal mantan suamiku?"
Arpha tergelak. "Tidak."
"Tapi , aku mendengar tapi dia mengatakan itu."
"Tuan Hanz, tidak pernah mengenal mantan suami Anda. Tapi dia mengenal Pria yang mengejar mu tadi. Lubis adalah pesaing bisnisnya dan sekaligus kakak dari wanita yang sudah mengkhianati Tuan Hanz."
"Ah baiklah. Kau tidak perlu ingin tau lebih banyak. Bekerjalah dengan baik. Ingat, hutangmu sangat banyak. Bahkan tidak akan bisa dibayar dengan kau bekerja selamanya dengan Tuan Hanz. Maka berpikirlah, agar Tuan Hanz mau sedikit meringankan mu." Selesai bicara Arpha meninggalkan Arumi.
Arumi memilih untuk melangkah masuk ke kamar. Berjalan lemas menuju ranjang besar disana dan membanting diri.
Tangis Arumi kembali terdengar, dia meratapi lagi nasibnya. Meskipun sedikit lega, tapi.. mengingat pria tadi sudah mengeluarkan banyak uang untuk menebusnya dari Lubis, apakah pria itu akan melepaskannya begitu saja?
Lalu bagaimana jika Pria itu meminta Arumi untuk mengembalikan uangnya?
"Dari mana aku bisa mendapatkan uang sebanyak itu? Sampai matipun aku tidak sanggup untuk mengumpulkannya."
_________
Sudah sehari semalam Arumi berada di apartemen milik Hanzero. Arpha seperti tau cara menghargai wanita, bersedia menyiapkan semua kebutuhan Arumi dengan bantuan pelayan lain. Arumi berterima kasih untuk itu. Arpha hanya mengangguk sambil sekali lagi mengatakan jika Arumi harus bertingkah baik dan bekerja dengan baik. Arumi mengiyakan, meski sebenarnya dia tidak tau apa yang harus dikerjakan disini. Tidak tau apa yang harus diperbuat selain hanya mondar mandir. Masak pun tidak ada menyentuh selain dirinya sendiri. Beruntung Arpha sedikit mau memakannya. Arumi bukan tidak coba menawarkan makanan pada Hanzero yang sejak semalam tidak keluar kamar. Tapi Arumi malah hanya mendapat usiran kasar dari Pria itu.Hingga sore hari Arumi kembali ke kamarnya.Sementara Hanzero masih berada di kamarnya. Tidak ada yang dilakukannya kecuali duduk bersandar di sofa dengan kepala bersandar. Pikirannya tak karuan.Besok, adalah hari pernikahannya. Bukan dia tidak khawatir atau panik. Apa yang akan
Sepanjang malam Arumi tidak bisa memejamkan matanya. Pikirannya terus melayang tak tentu arah. Sebenarnya dia tidak terlalu memikirkan tentang hari besok. Sebab dia yakin, hari pernikahan besok hanyalah sebatas sandiwara saja. Jadi dia tidak terlalu memikirkan itu. Namun yang mengganggu pikirannya adalah, kenapa Bryan begitu tega? Lima tahun pernikahan yang dijalani penuh perjuangan berakhir pengkhianatan. Bukan dia tidak bertahan dengan segala beban dan penderitaan yang diberikan Bryan. Tapi semua itu ternyata sia sia. Namun Arumi masih beruntung karena belum sempat diberi keturunan dalam pernikahannya. Jika sudah, mungkin bukan hanya dia yang akan terluka.Hingga hampir sepertiga malam, Arumi baru bisa memejamkan matanya. Rasanya baru satu jam Arumi tertidur, pintu kamar sudah diketuk seseorang dari luar. Arumi beranjak bangun untuk mengintip."Nona. Persiapkan dirimu. Kita akan segera berangkat!" Arumi tertegun menatap Arpha yang sudah berdiri didepan pintu. Gila! Dia melupakan
Pesta Pernikahan Hanzero telah usai. Para tamu undangan telah menarik tubuhnya satu persatu untuk pulang. Arumi nampak lelah dengan begitu banyaknya ucapan selamat untuk dirinya. Sementara Hanzero terlihat sumringah. Dia tidak membayangkan jika Hari yang ia khawatir ini bisa berjalan lancar dan semenyenangkan ini. Semua orang terus memuji pengantinnya. Bahkan beberapa teman dekatnya yang menyadari jika wanita yang dinikahi Hanzero itu bukanlah Vanya pun nampak terpukau dan melontarkan banyak banyak pujian padanya.Apalagi desas desus tentang kaburnya Vanya pun sudah menyebar walaupun baru masih sebagian orang yang mendengarnya."Tuan Hanz. Anda adalah Pria beruntung. Membuang sampah dan mendapatkan Berlian!" Hanzero tersenyum lebar dengan bangga dan semakin berdebar jantungnya. Kembali melirik Arumi yang saat ini tengah sibuk dengan Mamanya. Kenapa harus kawin kontrak? Coba saja kalau bukan, aku pasti akan sangat bahagia. Tak sadar Hanzero tersenyum senyum sendiri."Apa Tuan mulai
Hampir tengah malam, mobil mereka tiba di Apartemen. Arpha segera pergi ke kamarnya setelah memastikan mereka masuk ke dalam Apartemen. Membanting tubuhnya di kasur untuk melepaskan penat. Lelah badan dan pikiran akibat terlalu andil dalam masalah bosnya. Arpha bisa bernafas lega sekarang. Satu masalah sudah selesai Meskipun harus dengan main sandiwara.Tapi ada yang mengganggu pikirannya. Nyonya besar dan Nona Shela sudah tau atau curiga dengan pernikahan mereka?Bagaimana mereka bisa mengetahuinya? Ah, bisa kacau sebelum waktunya!Arpha hanya bisa berharap, Pernikahan mereka akan bisa berubah arah.Tidak lagi dengan status pernikahan kontrak. Dia berharap begitu. Ini akan meringankan pekerjaannya.Hanzero sudah mengantar Arumi ke depan kamar. Membukakan pintu untuk Arumi."Terimakasih Tuan.""Tidak masalah. Seharusnya aku yang berterima kasih. Kau sudah banyak membantuku malam ini.""Ah tidak juga. Aku punya hutang begitu banyak padamu. Sepertinya ini belum terasa lunas."Kau bena
Mama terlihat tersenyum. 'Wah ternyata menantuku pintar memasak. Jika begini tidak khawatir Hanz akan kelaparan.hehehe' tanpa sadar memuji dalam hati."Kalau begitu kita makan malam bersama saja ya Ma, kak Shela. Biar aku memanggil Tuan Hanz dulu." Ucap Arumi."Tuan?" Dua wanita itu seketika menoleh.Arumi langsung tersadar dan menutup mulutnya. "Maksudnya, Mas Hanz." Hehe, Arumi keceplosan.Mama dan ka Shela mengangguk secara bersamaan. Arumi pun cepat cepat berlalu dari dapur pergi kekamar untuk memanggil Hanzero."Ma. Jangan lupakan tujuan kita kesini!" Ucap Shela memperingatkan. Walaupun begitu ia begitu kagum pada Arumi.Ceklek..Arumi membuka pintu kamar,terlihat Hanz masih tertidur pulas disana. Sebenarnya Hanz sudah terbangun saat mencium bau masakan tadi,hanya saja ia pura pura tidur saat mendengar seseorang membuka pintu kamarnya."Tuan. Apa anda belum bangun?" "Emm.." Hanzero pura pura menggeliat."Kenapa?" Menoleh pada Arumi."Ada Mama dan Kak Shela disini.""Hah.. Mama d
____Makan malam telah usai. Arumi terlihat sibuk membereskan bekas makan mereka. Mama ingin membantu, tapi Arumi mencegah. Lalu Shela akhirnya turun tangan untuk membantu. Sementara Hanz mengajak Mama ke ruang tengah.Mengobrol ringan disana sambil sesekali Mama masih menyindir Malam pertama mereka.Shela menyusul setelah selesai membantu Arumi. Kemudian Arumi juga dengan membawa cemilan.Nampak seperti Keluarga Bahagia sebagaimana mestinya. Hanz duduk menempel tubuh Arumi. Wanita itu terasa risih, menggeser sedikit duduknya. Tapi lagi lagi Hanzero menarik pinggangnya agar menempel lagi. "Jangan membuat Mama curiga." Hanzero berbisik.Mau tidak mau, Arumi hanya bisa menurut. Apalagi ketika Hanzero sesekali mengangkat dagunya, mencium pipinya kadang juga Singgah ke bibirnya. Arumi mengeram. Tapi lagi lagi Hanzero berbisik, "Biar Mama tidak curiga."Huh! Arumi hanya bisa pasrah. Sambil mengumpat dalam hati. 'Lihat setelah ini! Aku akan menuntut mu Tuan Hanz!'"Ah, Mama pergi ke Toilet
Setelah selesai berkemas Arumi menyeret kopernya ke luar kamar,sebelum itu ia masuk ke kamar Hanz untuk melihatnya apa sudah selesai berkemas.Melihat pintu kamar Hanz yang sedikit terbuka Arumi masuk tanpa mengetuk pintu." Tuan. Apa sudah selesai?" tanya Arumi menghampiri Hanz.Hanz yang sedang mengambil pakaiannya dari lemari menghentikan sejenak aktivitasnya. Menengok ke arah Arumi yang berdiri tak jauh darinya." Sudah, tinggal ini doang" mengacungkan baju yang baru saja diambilnya dari lemari. Setelah selesai memasukan bajunya ke dalam koper Hanz berjalan mendekati Arumi sambil membawa kopernya."Nanti di rumah Mama,jangan bikin mereka curiga. Ok!" bisik Hanz pada Arumi." Tapi tuan…"" Ikuti saja permainannya atau kamu mau balikin uang saya sekarang!" Lagi lagi Hanz mengeluarkan jurusnya agar Arumi menurut.Arumi yang kesal mengerucutkan bibirnya,Ia berjalan keluar kamar Hanz dengan perasaan kesal.' Ih ngeselin banget sih! Pasti nanti disana dia curi curi kesempatan lagi deh. H
Hanzero membawa Arumi memasuki kamarnya. Rupanya benar kata Mama jika kamar ini sudah dirias layaknya kamar pengantin.Kamar dengan nuansa putih itu dihiasi dengan banyak bunga bertaburan,di penuhi dengan lilin lilin yang menyala menjadikan kamar ini sangat romantis bagi pasangan yang menikah sungguhan.Saat melangkahkan kakinya masuk, Arumi dibuat terkagum kagum. ' Ya ampun. Kamar ini benar benar dihias layaknya kamar pengantin. Ah…' Arumi tersenyum, untung Hanz tidak melihat sampai Arumi tersandar.'Stop Arumi! Kamu jangan terbawa suasana. Kamu menikah hanya karena hutang ingat itu!' Arumi memperingati dirinya sendiri.' Andai pernikahan ini beneran. Suasananya mendukung buat belah duren. Hehehe..' batin Hanz dengan tersenyum simpul tanpa ia sadari.Hanz berjalan mencari saklar untuk menyalakan lampu." Kamu mau istirahat apa bersih bersih dulu?" Tanya Hanz pada Arumi yang masih berdiri mematung."Rum!" panggil Hanz sekali lagi."Ah..ia ada apa tuan?" Tersadar dari lamunannya."Ke