Share

Bab 5 – Pagi yang Baru

Author: Iris Nyx
last update Last Updated: 2025-03-14 02:00:14

Matahari pagi menerobos masuk melalui celah tirai kamar, membanjiri ruangan dengan cahaya keemasan yang lembut.

Rhea menggeliat kecil di tempat tidur, matanya masih sedikit berat karena tidur larut semalam. Namun, begitu kesadarannya mulai pulih, ia menyadari sesuatu yang tidak biasa.

Michael tertidur di sampingnya.

Rhea menoleh perlahan, dan benar saja. Michael terbaring miring menghadapnya, napasnya teratur dan dalam, jelas-jelas sedang terlelap.

Baju yang dikenakannya masih sama seperti semalam—kemeja putih dengan beberapa kancing terbuka di atas, memperlihatkan sedikit tulang selangkanya.

"Jadi dia langsung tidur di sini setelah selesai bekerja?"

Rhea menatapnya beberapa detik. Biasanya, Michael selalu terlihat rapi, seperti model yang baru saja keluar dari pemotretan majalah fashion. Tapi pagi ini, rambut hitam panjangnya sedikit berantakan, beberapa helainya jatuh ke wajahnya.

Ada lingkaran samar di bawah matanya, tanda bahwa ia pasti kelelahan.

Untuk pertama kalinya sejak mereka menikah, Michael terlihat... manusiawi.

"Kenapa aku malah mikirin ini?"

Rhea buru-buru menepis pikirannya. Ia perlahan turun dari tempat tidur, berusaha tidak membuat suara.

Michael masih tertidur nyenyak.

"Biarin aja. Dia pasti butuh istirahat."

Rhea berjalan ke kamar mandi, mengambil sikat gigi, dan menatap bayangannya di cermin.

Matanya masih sedikit mengantuk, tapi tidak ada waktu untuk malas-malasan.

Ia harus ke kampus pagi ini, ada kelas yang harus dihadiri.

Setelah mencuci muka dan menyikat gigi, ia keluar dari kamar mandi dan mulai bersiap-siap.

Seperti biasa, Rhea memilih pakaian yang sederhana dan praktis—kemeja putih dan celana panjang hitam.

Ia merapikan rambutnya dengan cepat, lalu melirik sekilas ke tempat tidur.

Michael masih belum bangun.

Rhea menatap jam. Masih cukup waktu untuk sarapan sebelum berangkat.

Dengan langkah ringan, ia berjalan keluar kamar, menuju dapur.

Rhea membuka lemari dapur dan menemukan roti serta selai cokelat.

"Oke, ini cukup."

Ia mengambil dua lembar roti, mengoleskan selai di atasnya, lalu menggigitnya perlahan.

Sambil mengunyah, matanya melirik ke arah pintu kamar.

"Haruskah aku membangunkannya?"

Tapi kemudian ia menggelengkan kepala sendiri.

"Biar saja. Dia pasti butuh istirahat."

Lagi pula, Michael bukan anak kecil. Jika dia harus bangun pagi, pasti dia sudah memasang alarm sendiri.

Rhea menghabiskan sarapannya dengan cepat, lalu mencuci tangannya dan mengambil tasnya.

Ketika ia akan pergi, ia sempat kembali ke kamar dan mengintip sebentar.

Michael masih tidur dalam posisi yang sama.

Dengan napas pelan, Rhea mengambil sticky note dari dalam tasnya, menuliskan sesuatu, lalu menempelkannya di meja samping tempat tidur.

"Aku pergi ke kampus dulu. Jangan lupa sarapan."

Setelah itu, ia berjalan keluar apartemen, siap menjalani hari barunya.

Rhea menarik napas panjang saat melangkah masuk ke perpustakaan kampus. Suasana tenang yang menyelimuti ruangan itu selalu menjadi tempat favoritnya untuk belajar.

Sebagai mahasiswa tingkat akhir, ia sadar waktunya semakin sempit. Skripsi akan segera dimulai, dan ia harus benar-benar fokus agar semuanya berjalan lancar.

Ia memilih tempat duduk di sudut ruangan, jauh dari keramaian, lalu membuka laptopnya.

"Oke, mari kita mulai."

Rhea mulai membaca beberapa jurnal sebagai referensi, mencatat poin-poin penting di buku catatannya.

Namun, baru beberapa menit berlalu, seseorang tiba-tiba menarik kursi di hadapannya dan duduk dengan santai.

Kyle.

"Tahu nggak, kau ini membosankan sekali," kata Kyle sambil melipat tangan di atas meja.

Rhea mendesah pelan, matanya tetap terpaku pada layar laptop. "Aku sibuk, Kyle."

"Tapi kau bahkan nggak punya waktu buat bersosialisasi. Ayolah, setidaknya makan siang di luar sekali-kali."

"Aku bisa makan di kantin."

Kyle mengerang frustasi. "Astaga, aku yakin kalau aku nggak ganggu, kau bakal betah duduk di sini sampai perpustakaan tutup."

"Memangnya kenapa kalau aku betah?" Rhea menatap Kyle datar.

Kyle mendekatkan wajahnya, membuat Rhea sedikit mundur. "Kau ini masih muda, Rhea. Hidupmu harus seimbang, bukan cuma tentang skripsi dan buku-buku tebal itu."

"Aku tahu."

"Kalau tahu, ayo keluar sebentar."

Rhea menghela napas. "Kyle, aku serius. Aku harus menyelesaikan beberapa bacaan sebelum minggu depan."

Kyle menatapnya lama, lalu akhirnya menyerah. "Baiklah, baiklah. Tapi aku tetap akan memastikan kau tidak menjelma jadi kutu buku total."

Ia berdiri, mengacak rambut Rhea sekilas sebelum pergi.

Rhea hanya bisa menggelengkan kepala sambil kembali fokus ke tugasnya.

Di lounge kampus, Rhea duduk di sofa dengan laptop di pangkuannya. Ia masih melanjutkan membaca jurnal untuk skripsinya. Di sebelahnya, Kyle duduk dengan nyaman, memainkan ponselnya sambil sesekali menghela napas panjang.

“Hah... aku nggak ngerti lagi, Rhea.”

Rhea tetap menatap layar laptopnya tanpa mengangkat kepala. “Nggak ngerti apa?”

Kyle menjatuhkan tubuhnya ke sofa dan menghadap Rhea. “Aku kenalan sama seseorang di aplikasi chat.”

Rhea tetap mengetik. “Oke.”

“Tapi aku bingung. Orang ini serius nggak sih sama aku?”

Rhea akhirnya melirik Kyle sekilas sebelum kembali fokus pada tulisannya. “Terus kenapa?”

“Ya aku penasaran! Dia tuh asik diajak ngobrol, nyambung, dan keliatan baik banget. Tapi aku nggak tahu dia serius atau cuma iseng.”

Rhea mendesah. “Tanya aja langsung.”

Kyle mengernyit. “Mana bisa gitu doang! Nggak mungkin aku tiba-tiba bilang ‘Eh, kamu serius nggak sama aku?’ Itu konyol.”

Rhea tetap mengetik. “Ya udah, lanjut aja kenalan dulu. Kalau dia cuma iseng, lama-lama pasti ketahuan.”

Kyle menatapnya penuh kekecewaan. “Kau ini nggak seru banget. Seenggaknya kasih aku reaksi yang lebih dramatis, dong.”

Rhea akhirnya menutup laptopnya dan menatap Kyle datar. “Kyle, aku lagi fokus menyiapkan skripsi. Kau malah curhat soal orang yang bahkan belum kau temui langsung.”

Kyle memasang ekspresi dramatis. “Tapi ini penting, Rhea! Bisa aja dia jodohku!”

Rhea hanya menghela napas. “Kau bahkan belum tahu dia serius atau nggak.”

Kyle mendengus. “Kau terlalu logis. Kenapa sih nggak bisa sedikit kepo? Coba tanya gitu, orangnya cewek atau cowok?”

Rhea mengangkat bahu. “Aku nggak peduli.”

Kyle mengerang frustrasi dan menjatuhkan kepalanya ke bahu Rhea. “Astaga, aku curhat ke orang yang salah. Kau benar-benar nggak bisa diajak diskusi soal percintaan.”

Rhea mendorong kepala Kyle pelan. “Aku cuma nggak tertarik dengan drama hubungan orang lain.”

Kyle mendesah panjang. “Yasudahlah. Aku akan menghadapi ini sendiri.”

“Kau bisa.”

Kyle melotot. “Jangan jawab datar gitu!”

Rhea tertawa kecil dan kembali membuka laptopnya. “Serius, Kyle. Kalau dia benar-benar tertarik sama kamu, dia pasti bakal kasih tanda-tanda yang jelas. Kalau dia mulai menghindar atau cuma main-main, ya berarti bukan orang yang tepat.”

Kyle menghela napas dan menatap layar ponselnya. “Ya… mungkin kau benar. Aku tunggu aja perkembangannya.”

“Bagus.”

Kyle terdiam sejenak, lalu tiba-tiba berkata, “Tapi kalau dia ghosting, aku bakal nangis di sini.”

Rhea menutup matanya sebentar. “Silakan. Tapi aku akan pura-pura nggak kenal.”

Kyle tertawa. “Dasar, kau ini.”

Meskipun ocehan Kyle sering kali melelahkan, setidaknya keberadaannya membuat sekitar terasa sedikit lebih hidup.

Setelah berjam-jam berkutat dengan tugas di perpustakaan, Rhea akhirnya merapikan barang-barangnya. Kyle sudah lebih dulu pergi karena ada urusan lain, jadi ia sendirian saat berjalan keluar dari gedung kampus. Saat ia mengeluarkan ponselnya untuk mengecek waktu, layar ponselnya menyala, menampilkan sebuah chat dari Michael.

 Miki: Sayang, kau sudah selesai kuliah?

Rhea mendesah kecil, jari-jarinya dengan cepat mengetik balasan. Ia tidak perduli Michael memanggilnya apa. Lagi pula ia pernah mendengar mahasiswi jurusan fashion sering di panggil sayang oleh Michael. Mahasiswi itu sendiri yang ngomong saat di kantin kampus.

 Rhea: Baru keluar dari perpustakaan. Kenapa?

 Miki: Kau lapar? Mau makan sesuatu? Atau kita berbelanja dulu? Aku ingin membeli beberapa barang.

 Rhea: Belanja apa?

 Miki: Hm… beberapa dekorasi, lilin aromaterapi, dan mungkin satu atau dua tanaman kecil.

Rhea berhenti berjalan sejenak. Ia sudah menduga. Sejak awal tinggal bersama Michael, ia sadar bahwa pria itu memiliki obsesi berlebihan terhadap estetika. Apartemen Michael hampir seperti showroom dekorasi. Satu sisi tampak menenangkan dan indah, tapi di sisi lain, terlalu sempurna sampai terasa seperti rumah pameran yang tak berpenghuni.

 Rhea: Kita beli bahan makanan juga sekalian.

 Miki: Tentu, sayang. Aku menunggumu di lobi kampus.

Mata Rhea melebar.

 Rhea: Tidak perlu! Tunggu di parkiran saja.

 Miki: Oh? Kenapa?

 Rhea: Karena kau terlalu mencolok.

Di bayangannya, Michael yang datang ke lobi kampus dengan pakaian modis, rambut panjang hitam berkilau yang tergerai atau diikat rendah, serta senyum manisnya yang nyaris selalu palsu—itu pasti akan menarik perhatian semua orang. Rhea tidak ingin menjadi pusat gosip.

 Miki: Babe, aku kan memang mencolok ke mana pun aku pergi. Apa boleh buat? 😌

 Rhea: Miki, serius.

 Miki: Baiklah, baiklah. Aku menunggu di parkiran. 😘

Rhea mendesah lega. Ia segera melangkah keluar dari kampus menuju area parkir, di mana ia melihat mobil Michael sudah terparkir rapi. Begitu ia mendekat, kaca jendela sisi pengemudi diturunkan, memperlihatkan Michael yang tersenyum lembut ke arahnya.

Michael mengenakan kemeja satin putih longgar dengan beberapa kancing atas terbuka, memperlihatkan sedikit tulang selangkanya. Rambut panjangnya tergerai rapi, berkilau seperti baru selesai ditata.

“Naiklah, honey,” katanya dengan suara lembut.

Rhea membuka pintu dan masuk ke mobil. “Tolong jangan panggil aku begitu di luar.”

Michael tertawa pelan. “Kau malu?”

“Tentu saja. Lagipula aku tidak ingin mendengar gosip aneh.”

Michael hanya tersenyum dan mulai menjalankan mobil. “Kalau begitu, ayo kita belanja.”

Rhea hanya bisa pasrah. Sepertinya, perjalanan belanja kali ini akan lebih lama dari yang ia bayangkan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 6 – Perang Belanja di Supermarket

    Supermarket besar di pusat kota terasa ramai sore itu. Lorong-lorongnya dipenuhi pelanggan yang sibuk memilih barang, dan suara kasir yang sibuk memindai harga terdengar di seluruh ruangan.Di antara kerumunan itu, sepasang pria dan wanita tampak sibuk dengan troli belanja mereka. Michael mendorong troli dengan gaya anggun, sesekali memiringkan kepala untuk membaca daftar belanjaan di ponselnya. Sementara Rhea berjalan di sampingnya, fokus pada barang-barang kebutuhan yang perlu mereka beli."Baiklah," Rhea membuka daftar di ponselnya, "kita mulai dengan bahan makanan dulu."Michael mengangguk. "Baik, sayang."Rhea menatapnya tajam. "Jangan panggil aku begitu di tempat umum."Michael tersenyum jahil. "Baik, Rhea~."Rhea mengabaikannya dan mulai mengambil beberapa bahan makanan. Ia memasukkan beberapa sayuran segar ke dalam troli—wortel, brokoli, bayam. Tanpa ia sadari, Michael diam-diam mengambil beberapa sayuran itu dan mengembalikann

    Last Updated : 2025-03-15
  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 7 – Mencuri Nasi Goreng

    Kantin kampus siang itu cukup ramai, tapi Rhea sudah menemukan tempat yang nyaman di sudut ruangan. Ia duduk sendirian di salah satu meja dekat jendela, menikmati seporsi nasi goreng sambil membaca buku.Suapan pertama terasa hangat dan pas di lidah. Ia melirik buku di tangannya, mencoba memahami isi bacaan tentang strategi bisnis, namun fokusnya sedikit terpecah.Baru beberapa menit menikmati ketenangan, tiba-tiba seseorang menarik kursi di depannya dengan kasar.Braaakk!Rhea bahkan tidak perlu mengangkat wajah untuk tahu siapa yang baru datang.“Kyle.”“Hai, sayang,” sapa Kyle dengan suara ceria, langsung menjatuhkan tubuhnya di kursi seolah itu miliknya.Rhea hanya mendesah pelan, tetap membaca bukunya dan tidak menggubris tingkah laku temannya yang terlalu bersemangat.Kyle mengamati nasi goreng di hadapan Rhea dengan tatapan penuh minat. “Hmm… wangi sekali.”Rhea menoleh sekilas. “Beli sendiri sana!”

    Last Updated : 2025-03-16
  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 8 – Pacar Baru Kyle

    Setelah perjalanan dari kampus yang cukup panjang, akhirnya Rhea dan Kyle sampai di apartemen Kyle. Begitu pintu terbuka, pemandangan khas apartemen Kyle langsung menyambut Rhea—baju berserakan di sofa, tumpukan buku di meja, dan beberapa gelas kosong di sudut ruangan.Rhea mendecak pelan sebelum akhirnya melangkah masuk.“Tidak ada yang berubah sejak terakhir aku ke sini,” katanya sambil melirik ke sekitar. “Masih semrawut.”Kyle tertawa kecil dan meletakkan tasnya di kursi. “Hei, ini bukan semrawut, ini artistik. Aku menyebutnya ‘organized chaos.’”Rhea mendengus sebelum menjatuhkan diri ke sofa. “Kalau ini ‘organized,’ aku tidak mau tahu apa yang disebut ‘disorganized’ olehmu.”Kyle hanya mengangkat bahu sebelum berjalan ke dapur kecilnya. “Mau minum sesuatu? Aku punya kopi, teh, dan mungkin ada jus yang hampir kadaluarsa.”Rhea menatap Kyle dengan tatapan datar. “Air putih saja.”Kyle mengangkat alis. “Boring.”Namun, ia te

    Last Updated : 2025-03-17
  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 9 – Rahasia yang Tidak Pernah Jadi Rahasia

    Langit siang itu tertutup awan tipis, membuat suasana di taman kampus terasa teduh. Angin sepoi-sepoi bertiup, menggoyangkan dedaunan pohon yang menaungi bangku taman tempat Rhea duduk. Dengan santai, ia membuka bukunya, mencoba membaca di sela waktu kosong sebelum kelas berikutnya.Namun, ketenangan itu tidak berlangsung lama.Tiba-tiba, suara langkah cepat mendekatinya, disusul suara yang sangat familiar."Oi, Rhea!"Rhea hanya mendongak sekilas, melihat Kyle yang sudah menjatuhkan dirinya di bangku sebelahnya dengan napas sedikit tersengal."Tumben nggak di kantin," komentar Kyle sambil mengatur napas.Rhea menutup bukunya sebentar. "Lagi nggak pengen makan berat. Lagipula, suasana di sini lebih tenang."Kyle mendengus kecil. "Makanya aku cari-cari, ternyata kamu di sini."Ia menyandarkan punggungnya ke bangku dan mendongak ke atas, menatap dedaunan yang bergoyang pelan tertiup angin. Beberapa saat mereka hanya duduk dalam d

    Last Updated : 2025-03-18
  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 10 – Seseorang Datang

    Minggu pagi di apartemen mereka terasa lebih tenang dari biasanya. Rhea baru saja selesai sarapan dan sedang membaca buku di sofa ketika bel apartemen berbunyi."Siapa pagi-pagi begini?" gumam Rhea sambil melirik jam di dinding.Michael yang baru keluar dari kamar, masih mengenakan piyama satin berwarna pastel, langsung bergegas ke pintu. "Aku yang bukain."Rhea tidak terlalu peduli dan kembali fokus pada bukunya. Namun, begitu pintu terbuka, suara berat seorang pria terdengar."Miki! Lama nggak ketemu!"Rhea yang tadinya tidak tertarik langsung melirik ke arah pintu. Seorang lelaki dengan tubuh tinggi, gagah, dan atletis berdiri di ambang pintu. Ia mengenakan kaos hitam polos yang membentuk otot-ototnya dengan sempurna, dipadukan dengan celana jeans yang memperlihatkan kakinya yang panjang dan kokoh. Rambutnya pendek rapi, dengan rahang tegas dan sorot mata yang tajam.Satu hal yang langsung disadari Rhea—lelaki ini benar-benar memili

    Last Updated : 2025-03-19
  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 11 – Tidak Punya Dress Sama Sekali

    Sore itu, Rhea sedang duduk di depan cermin sambil menatap dirinya sendiri. Tangannya terangkat ke dagu, wajahnya tampak serius seolah tengah memikirkan sesuatu yang berat.Michael, yang baru saja keluar dari kamarnya, berhenti sejenak melihat ekspresi Rhea yang tidak biasa itu. Dengan penasaran, ia berjalan mendekat dan bersandar di kusen pintu."Kamu kenapa?" tanyanya.Rhea menoleh ke arah Michael, lalu menghela napas. "Aku bingung mau pakai baju apa nanti malam."Michael mengangkat alisnya. "Oh, itu aja? Pakai dress simpel saja sudah cukup."Rhea terdiam. Wajahnya mendadak sulit ditebak.Michael menunggu, tapi Rhea tidak juga memberikan respons."Ada masalah?" Michael bertanya lagi, kali ini sedikit lebih waspada.Rhea akhirnya membuka mulut. "Aku nggak punya dress."Michael mengedip. "Apa?""Aku nggak punya dress," ulang Rhea dengan nada yang lebih santai, seolah hal itu bukan masalah besar.Michael men

    Last Updated : 2025-03-20
  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 12 – Perubahan yang Mengejutkan

    Michael duduk di sofa salon dengan ekspresi bosan. Sudah hampir satu jam ia menunggu Rhea yang entah sedang diapakan di dalam. Pikirannya sempat terlintas, apa perlu selama ini hanya untuk makeup? Bukankah Rhea bilang dia mau yang natural saja?Sambil menghela napas, ia menggulir layar handphonenya, mengecek email dan beberapa pesan masuk. Namun, tak ada yang cukup menarik untuk mengusir kebosanannya.Beberapa pegawai salon mondar-mandir, sesekali meliriknya. Mungkin karena ia pria satu-satunya di ruangan ini. Michael tidak peduli. Ia hanya ingin Rhea cepat selesai dan mereka bisa pergi makan malam.Ia mulai mengetuk-ngetukkan jarinya ke paha dengan ritme tak sabar. Saat ia hendak membuka aplikasi lain di ponselnya, ia merasakan ada seseorang berdiri di depannya.Refleks, Michael mengangkat wajah.Dan di sanalah Rhea berdiri.Michael berkedip beberapa kali. Ia nyaris tak mengenali gadis yang berdiri di hadapannya.Rhea, yang biasanya

    Last Updated : 2025-03-21
  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 13 – Hadiah yang Terlewatkan

    Setelah makan malam di restoran mewah itu, Michael dan Rhea berjalan santai menuju parkiran. Udara malam terasa sejuk, dan langit yang cerah dihiasi bintang-bintang kecil yang berkilauan. Rhea menghirup udara dalam-dalam, merasa sedikit lebih rileks setelah pengalaman makan malam yang cukup mendebarkan baginya.Michael berjalan di sampingnya dengan langkah santai, kedua tangannya masuk ke dalam saku celana. Matanya melirik Rhea sesekali, melihat ekspresi gadis itu yang tampaknya lebih tenang dibanding sebelumnya.Rhea menoleh ke arahnya. “Aku nggak akan bertanya lagi soal kejutan, jadi kalau memang nggak ada, bilang aja.”Michael terkekeh. “Siapa bilang nggak ada?”Rhea berhenti melangkah dan menatap Michael dengan kening berkerut. “Hah?”Michael juga berhenti dan mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya. Sebuah kotak kecil berwarna biru tua. Ia memegangnya di antara jari-jarinya, lalu menatap Rhea dengan ekspresi

    Last Updated : 2025-03-22

Latest chapter

  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 59 – Cahaya di Balik Aurora

    Pagi itu, Rhea berdiri di depan cermin apartemennya sambil merapikan blazer berwarna nude yang membingkai kemeja putih gadingnya. Rambutnya ia ikat rapi ke belakang, makeup tipis menonjolkan pancaran mata penuh semangatnya. Hari ini adalah hari penting. Hari di mana ia akan mempresentasikan konsep branding untuk koleksi terbaru Bellezza, Aurora.“Aku bisa,” bisiknya pelan, lalu mengambil tas kerja dan bergegas menuju kantor.Setiba di Bellezza Fashion Group, suasana kantor sudah mulai ramai. Beberapa tim dari bagian desain dan marketing lalu-lalang dengan kertas moodboard dan laptop di tangan. Rhea menarik napas dalam-dalam sebelum masuk ke ruang rapat.Di dalam ruangan, beberapa kolega sudah duduk. Clara dari tim Digital Marketing, Reza dari Social Media, dan Olivia dari Tim Desain. Kepala Divisi Branding, Ibu Nindya, duduk di ujung meja dengan ekspresi tenang dan laptop terbuka.“Selamat pagi semuanya,” sapa Rhe

  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 58 – Awal Baru

    Pagi itu, Rhea terbangun lebih awal dari biasanya. Sinar matahari pagi menyelinap melalui celah tirai kamarnya, menciptakan pola cahaya yang menari di dinding. Hari ini adalah hari pertamanya bekerja sebagai Junior Brand Strategist di Bellezza Fashion Group.​Dia berdiri di depan lemari, menatap deretan pakaian yang tergantung rapi. Setelah beberapa menit mempertimbangkan, dia memilih blouse putih sederhana yang dipadukan dengan blazer biru dongker dan celana panjang hitam. Penampilannya mencerminkan profesionalisme namun tetap modis, sesuai dengan industri tempatnya akan bekerja.​Sebelum berangkat, Rhea menerima panggilan video dari Michael."Good morning, Mrs. Ataria," sapa Michael dengan senyum hangat dari layar ponselnya."Good morning, Mr. Gunawan," balas Rhea sambil tersenyum. "Hari pertamaku hari ini.""Aku tahu. Kamu akan luar biasa. Ingat, percaya diri dan jadilah dirimu sendiri.""Terima kasih,

  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 57 – Dunia yang Baru

    Mentari baru saja merangkak naik di ufuk timur saat Rhea sudah berdiri di depan cermin.Hari ini adalah hari besar.Ia mengenakan blouse putih bersih dengan potongan sederhana namun elegan, dipadukan dengan celana panjang high-waist berwarna krem muda. Rambutnya dikuncir rapi, make-up natural menghiasi wajahnya, mempertegas kesan dewasa dan profesional."Hari ini aku siap," katanya, menguatkan diri di depan bayangannya.Ia mengambil tas kerja hitam kecil berisi dokumen lamaran, lalu melangkah keluar apartemen.Perjalanan menuju gedung perusahaan multinasional itu terasa begitu panjang, meski sebenarnya hanya butuh waktu tiga puluh menit dari apartemennya.Sepanjang jalan, jantung Rhea berdebar keras.Tangannya berkeringat dingin, meski AC mobil sudah cukup sejuk."Aku sudah latihan. Aku bisa," gumamnya berulang-ulang seperti mantra.Saat mobil yang ia tumpangi berhenti di depan gedung tinggi menjulang dengan kaca-kaca besar

  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 56 – Pertemuan yang Tak Disangka

    Pagi itu, langit Surabaya cerah dengan sapuan awan tipis yang berarak malas.Rhea berdiri di depan cermin apartemen, memastikan gaun pastel sederhana yang dikenakannya tampak rapi. Ia mengambil undangan kecil berwarna krem yang telah dikirimkan beberapa hari lalu."30th Wedding Anniversary of Mr. & Mrs. Adrian Gunawan."Ia menarik napas panjang. Ini pertama kalinya ia menghadiri acara besar keluarga Michael sendirian.Mobil online yang ia tumpangi melaju mulus menuju kawasan elite Surabaya Barat.Sesampainya di gerbang rumah keluarga Gunawan, Rhea terpesona. Taman di depan rumah dipenuhi rangkaian bunga putih dan peach, membentuk lorong kecil menuju aula kaca di halaman belakang.Suara musik klasik mengalun pelan, tamu-tamu dengan busana formal bercengkerama sambil membawa gelas-gelas kristal berisi sparkling juice."Rhea!" seru suara hangat. Mama mertuanya—Emily Gunawan—berjalan cepat menghampirinya. Gaun biru navy

  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 55 – Pertemuan yang Tak Disangka

    Langit Surabaya siang itu sedikit mendung, seolah ikut merasakan beratnya hati Rhea.Baru satu jam yang lalu, ia berdiri di balik dinding kaca besar bandara, melihat pesawat yang membawa Michael perlahan menghilang ke balik awan. Perpisahan yang walau sudah dipersiapkan dengan hati-hati, tetap saja menyesakkan dada.Dengan langkah ringan tapi hati berat, Rhea menyusuri jalanan kota, tidak ingin langsung pulang ke apartemen yang akan terasa terlalu kosong.Tanpa banyak berpikir, ia meminta sopir taksi online untuk mengarah ke sebuah kafe kecil di sudut kota—tempat yang dulu sering ia datangi bersama Kyle saat butuh tempat menenangkan pikiran.Kafe itu masih sama.Wangi kopi memenuhi udara, bercampur dengan suara gitar akustik yang samar.Rhea memilih duduk di pojok, dekat jendela. Ia memesan cappuccino hangat dan croissant cokelat. Ingin mengisi kekosongan itu dengan sesuatu yang sederhana.Sambil menunggu pesanannya datang, Rhea men

  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 54 – Tawaran yang Menggoda

    Pagi itu, sinar matahari menyelinap malu-malu melalui tirai apartemen. Rhea duduk di sofa, mengenakan sweater longgar dan celana pendek santai, sementara Michael sibuk di dapur menyiapkan sarapan sederhana—roti panggang dan telur dadar."Aromanya enak," puji Rhea sambil tersenyum lebar.Michael menoleh, mengedipkan mata genit. "Tentu. Chef suamimu ini sangat berbakat."Rhea terkikik. "Chef dadakan."Mereka sarapan dengan obrolan ringan. Namun suasana sedikit berbeda. Ada aroma kegelisahan samar di udara—karena hari itu, tersisa hanya dua hari sebelum Michael harus kembali ke Paris.Saat Rhea sedang menyeruput kopinya, Michael meletakkan garpu di piring dan menatapnya serius."Rhea," panggilnya lembut."Hmm?"Michael menghela napas kecil. "Aku udah pikirin ini beberapa hari... Aku pengen kamu ikut ke Paris. Untuk liburan, sekalian jalan-jalan sebelum kamu beneran masuk dunia kerja."Rhea terkejut, matanya memb

  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 53 – Hari di Taman Hiburan

    Pagi itu, suasana apartemen dipenuhi aroma harum kopi dan roti panggang. Rhea mengenakan hoodie putih kebesaran milik Michael, sementara Michael sendiri sibuk merapikan rambutnya di depan kaca.“Hari ini cuacanya bagus banget, sayang,” kata Michael sambil mengintip ke luar jendela. “Gimana kalau kita pergi ke taman hiburan?”Rhea yang masih duduk bersila di sofa, mengunyah roti pelan, mengangkat alis. “Taman hiburan? Sekarang? Kita bukan remaja lagi, tahu.”Michael tertawa. “Justru itu. Sekarang kita bisa menikmati semuanya tanpa harus pura-pura sok dewasa.”Rhea menggeleng, tapi senyum tak bisa disembunyikan dari bibirnya. Ada sesuatu yang menghangat di hatinya—kebebasan, keceriaan, dan kehadiran Michael yang selama ini hanya bisa dirindukan lewat layar ponsel.“Oke,” katanya akhirnya. “Tapi aku nggak mau naik wahana yang bikin muntah.”“Deal,” sahut M

  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 52 – Pagi yang Baru

    Sinar matahari menari lembut lewat celah gorden kamar, mengusik mata Rhea yang masih terasa berat. Ia membuka matanya perlahan, membiarkan cahaya pagi menyentuh wajahnya. Udara kamar masih terasa hangat, aroma maskulin yang khas Michael memenuhi udara, membuatnya menghembuskan napas pelan.Rhea menggeliat sedikit, lalu mengalihkan pandangan ke sisi tempat tidur.Di sana, Michael masih tertidur. Dada pria itu naik turun perlahan, wajahnya tampak lebih damai dari biasanya. Rambutnya yang kini sudah lebih pendek terlihat rapi, helai-helainya mengikuti bentuk kepalanya dengan teratur. Entah kenapa, potongan rambut baru itu membuat Michael terlihat... berbeda. Lebih dewasa. Lebih berwibawa.Namun tetap, itu adalah Michael-nya.Dengan hati-hati, Rhea mengulurkan tangan dan mengelus rambut Michael. Lembut, penuh sayang. Ia mengusapnya sekali, dua kali... dan akhirnya senyum terbit dari bibirnya."Kamu potong rambut diam-diam, ya...," bisiknya pelan.

  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 51 – Waktu yang Terbatas

    Pagi itu Rhea membuka email dari kampus dengan jantung yang berdegup kencang. Setelah lama menanti, akhirnya jadwal wisuda telah diumumkan. Ia mengusap layar ponselnya, matanya menyusuri setiap kata hingga berhenti di baris yang membuatnya menahan napas:"Upacara Wisuda Sarjana – Sabtu, 25 Mei – Auditorium Utama"“Seminggu lagi…” gumam Rhea dengan suara pelan, hampir seperti bisikan kepada dirinya sendiri.Tangannya refleks meraih ponsel, membuka chat Michael yang terakhir. Ia mengetik:Rhea: Sayang, jadwal wisuda udah keluar. Sabtu depan. Aku deg-degan tapi seneng juga. Kamu jadi pulang, kan?Pesan itu terkirim, namun belum dibaca. Rhea menarik napas dalam, berusaha mengusir keraguan. Ia tahu Michael sibuk. Ia tahu Paris dan Jakarta punya selisih waktu. Tapi tetap saja, jantungnya terasa kosong menunggu balasan yang entah kapan datang.Hari bergulir lambat. Rhea menghabiskan siang itu dengan mempersia

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status