Anjani masuk kedalam apartemen nya di ikuti Langit yang membututinya di belakang. Pakaian keduanya basah kuyup karena Langit menuruti keinginan Anjani untuk menerobos hujan, alhasil, pakaian mereka kebasahan.
Kedua bola mata Anjani menatap keseluruhan penjuru ruang apartement nya, sepi, sepertinya Sean belum pulang. Ah iya, Anjani lupa, kalau sama Yuna kan Suaminya itu suka lupa waktu.
"Kamu duduk dulu, Lang, aku ambilkan baju om ku ya sebentar." titah Anjani sembari beranjak masuk kedalam kamar Sean.
Tatapan Langit membuntuti kepergian Anjani hingga tubuh mungil cewek itu hilang karena tertelan pintu, Langit beranjak menuju sofa di ruang tengah. Baru saja Langit ingin mendaratkan pantatnya di sofa empuk itu, tapi ia langsung teringat kalau pakaian dan celana nya basah, kalau ia duduk maka sofa nya akan ikut basah juga, jadi Langit memilih menunggu Anjani kembali sambil berdiri saja.
Sementara di ka
CEKLEKSean membuka pintu kamar Anjani, tungkainya langsung berlari cepat menuju ranjang sang istri. Sontak kedua mata Sean langsung melebar ketika melihat Langit tengah tertidur dengan nyenyak di sana. Dengan sekali hentakan Sean tarik selimut itu hingga Langit terjungkal di lantai. Langit yang kesadarannya belum terkumpul sepenuhnya itu meringis, mengusap - usap bokongnya yang di landa rasa perih karena baru saja berciuman dengan lantai. "Ngapain kamu di sini?" Suara tegas Sean terdengar, emosi Sean sudah mengepul di ubun - ubun saat mengetahui kalau Langit hanya mengenakan bokser saja. Dengan tatapan mata Sean yang menyalang menghunus tajam pada Langit yang sedang meringis kesakitan di lantai, menandakan bahwa Sean sedang murka. Mendengar suara bariton milik Sean, kedua mata Langit praktis terbuka lebar. Dia langsung menyilangkan kedua tangannya di depan dada, kemudian bangkit berdir
Sean tidak berhenti mengutuk dirinya sendiri sedari tadi, ia seperti orang yang baru saja kehilangan akalnya, berdiri canggung di depan Anjani yang baru saja memaki dan menamparnya. Sean sudah melakukan kesalahan besar hingga membuat istri kecilnya itu marah dan sakit hati. "Om benar - benar mengira aku semurah itu?" Sean terdiam, ia menundukkan pandangannya tidak tega melihat wajah Anjani yang terlihat terluka. Gadis yang selalu ceria itu mengeluarkan air matanya karena perbuatan Sean yang melukai batinnya. Tapi, mulut Sean seolah sulit untuk mengucapkan kata maaf. Meski maaf saja tidak cukup untuk Anjani. Anjani mengepalkan tangannya, menatap Sean murka dengan dada yang menggebu - gebu, beberapa orang yang dekat dengan Anjani mengatakan bahwa cewek itu pintar mengontrol emosi, tapi tindakan Sean tadi tidak bisa di toleransi. Tanpa segan Anjani layangkan tamparan nya. Apa Anjani puas hanya dengan satu tamparan saja? Tidak. Tangannya masih
Sudah hampir satu bulan Anjani berhenti memperjuangkan cinta dan perhatian Sean. Anjani yang selalu bertutur kata manis dan lembut kepada Sean, kini mulai terlihat cuek dan masa bodoh. Hubungan sepasang suami istri itu yang mulai dekat kembali menjadi renggang. Sean sibuk dengan pacarnya, dan Anjani sibuk dengan gebetannya, Langit. Mendekat pada Langit adalah cara Anjani untuk mengusir Sean dari pikiran dan hatinya. Keseharian Anjani selalu di temani oleh Langit, ya, sekarang bahkan Sean tidak mengantar jemput Anjani sekolah lagi karena Anjani yang memintanya. Jujur, kejadian di dapur hari itu masih sering terbayang-bayang di kepala Anjani, dan hal itu yang membuat Anjani takut berdekatan dengan Sean. Anjani masih ingat dengan jelas bagaimana benda kenyal itu menyambar bibirnya denga
Tatapan mata Anjani menyipit tajam melihat pemandangan Sean dan Yuna yang sedang duduk bersebelahan diatas sofa. Tubuh kedua sepasang kekasih itu di tutupi satu selimut yang sama, dan dari belakang sini Anjani bisa melihat jelas bercak kemerahan yang ada di belakang mereka masing-masing.Anjani benci pemandangan ini. Rasa perih menyerang dadanya, seperti ada benda tajam yang menggores di sana. Air matanya sudah terbendung di pelupuk mata, tapi Anjani berusaha menahan air matanya itu untuk tidak jatuh. Anjani kira, selama satu bulan ini ia menjaga jarak dengan Sean, rasa cintanya pada lelaki brengsek itu akan hilang. Ternyata tidak.Mata Anjani terpejam ketika dua insan di depan sana menyatukan bibirnya, bibir Anjani bergetar menahan isak. Anjani benar - benar sudah tidak kuat lagi dan rasanya ingin lari dari sana, tapi tidak bisa, kakinya seolah terpaku di lantai.Suara decakan itu semakin nyaring di telinga Anjani, mem
"Jan, lagi ada masalah ya?"Anjani langsung mengangkat wajahnya, ia lupa kalau sambungan video call nya dengan Langit belum terputus.Dengan cepat Anjani mengontrol raut wajah dan merapihkan rambutnya, kemudian meraih kembali ponselnya yang tergelak diatas ranjang. Menempatkan kamera depannya di depan wajahnya. Membuat Langit kembali melihat wajah menggemaskan cewek yang akhir-akhir ini menjadi alasannya tersenyum."Enggak kok, Lang." jawab Anjani sembari memasang cengiran andalannya.Disebrang sana, Langit otomatis ikut tersenyum, "Serius?" tanya Langit memastikan.Anjani mengangguk berusaha menyakinkan Langit. Namun, semulus apapun cara Anjani memasang wajah palsunya agar terlihat baik-baik saja, Langit tetap dapat menemukan gurat kegelisahan dari wajah manis itu."Hmm, jan, gue tutup video callnya ya? Lanjut besok lagi." kata Langit berniat menutup sambungan video call
Anjani tidak dapat menelan nasinya dengan benar karena di hadapannya kini ada Sean yang juga sedang menikmati sarapannya. Anjani merasa ini awal pagi yang buruk untuk menjalani hari karena menikmati sarapan dengan sang suami. Anjani masih menyimpan dendam kesumat kepada Sean."Berangkat bareng Langit?" setelah sekian lama mereka memilih menikmati sarapan dalam diam, Sean akhirnya membuka suara. Bertanya dengan nada segannya.Anjani mengangguk, "Hmm," dia berdehem sebagai jawaban."Kamu pacaran sama Langit?" tak segan-segan Sean bertanya dengan lancang perihal hubungan istrinya dengan lelaki bernama Langit.Anjani mengangkat wajahnya, menatap Sean dengan datar, "Kok om kepo sih?" Anjani balik bertanya dengan nada sengit.Sean melempar sendok dan garpu makannya, mendada
Anjani: Lang, aku gak bisa pergi sama kamu hari ini, sorry ya LangLangit: its okay, jan.Langit mendesah kecewa setelah membaca pesan yang Anjani kirimkan untuknya. Padahal apartement nya sudah selesai di rapikan, niatnya Langit ingin mengajak Anjani menonton film bersama di apartement nya, Langit juga berniat ingin menyatakan cintanya setelah selesai menonton film bersama nanti. Tapi seperti nya Langit harus menunda niatnya yang satu itu.Terlukis senyum tipis dibibir Langit kala cowok itu memandang ruang tengah apartement nya yang sudah di dekor seromantis mungkin, ada seikat bunga yang Langit sembuyikan di samping sofa. Sayang sekali, rencana Langit harus tertunda. Langit menggelengkan kepalanya, tak menyangka kalau dirinya seniat ini untuk mendapatkan hati Anjani, Langit bahkan sampai lupa kapan terakhir kali dirinya di buat kerepotan karena jatuh cinta.Setelah menjalin masa-masa pendekatan dengan An
Anjani menarik napas, kemudian menghembuskan nya. Cewek itu berdecak, menatap jengkel badan jangkung Sean yang tengah berjalan di depannya. Sudah hampir setengah jam mereka mengitari mall, bulak-balik masuk kedalam toko baju, perhiasan, tas, tapi belum juga menemukan kado yang cocok untuk Lucia."Kamu jangan diam aja, kasih saran--" ucapan Sean terputus ketika ia menoleh kesamping namun tidak menemukan sosok Anjani yang menjadi lawan bicaranya. Spontan Sean berbalik badan, bola matanya memutar jengah ketika mendapati Anjani yang berdiri membeku di belakangnya dengan wajah tertekuk sebal."Kenapa?" tanya Sean sembari berjalan menuju Anjani.Anjani menunduk lesuh, "Capek." keluh nya. Sebenarnya bukan itu alasan Anjani menghentikan langkahnya, tapi karena ia bete sedari tadi terus berjalan di belakang Sean, sebab langkah kakinya tidak cukup cepat untuk berjalan beriringan dengan Sean."Om jalannya cepet bange