"Gak bisa nunggu sampai Anjani berumur 20 tahun?" Diandra berbicara dengan tenang dengan seseorang melalui telepon.
"Sudah tidak ada waktu lagi, Di. Sean akan semakin tua jika kita terus menunda." jawab suara di sebrang sana.
"Tapi anakku masih sekolah, Ad."
Ya, Adi adalah lawan bicara Diandra. Mereka sedang membahas dengan serius permasalahan perjodohan putra - putri mereka. Tampaknya, Diandra sedang meminta Adi untuk menunda perjodohan anak mereka karena Anjani masih belum menyelesaikan sekolahnya.
"Menikah dengan anakku bukan berarti menjual pendidikan anakmu, Di. Aku berjanji Anjani pasti akan tetap sekolah meski sudah menikah nanti, ia bahkan bisa menempuh pendidikan sampai S2."
Diandra mengigit bibirnya, seketika ia menyesali perjanjian konyol yang ia buat dengan Adi.
"Berapa umur Sean saat ini, Ad?" tanya Diandra.
"30 tahun," jawab Adi.
Diandra terdiam, berpikir sejenak, umur Sean memang sudah begitu matang, namun Diandra akan terus membujuk Adi, "30 tahun masih belum terlalu tua, Ad. Tunggu lah Anjani berumur 20."
"Yeah, tapi umurku yang sudah tua, aku hanya takut tidak bisa menghadiri pernikahan anakku satu - satunya. Aku ingin melihat anakku menikah sebelum ajal menjemputku."
"Kenapa kamu berbicara seperti itu? Apa kamu sedang sakit?" Diandra bertanya dengan sedikit cemas, tidak biasanya Adi berbicara seserius itu apalagi perihal usia dan kematian.
"Tidak. Aku hanya sedang merayumu, HAHAHA" suara tawa Adi terdengar begitu nyaring, membuat Diandra tidak bisa menahan bibirnya juga untuk tidak tertawa. Tapi hati Diandra berkata, bahwa Adi sedang berbohong saat ini, ada sesuatu yang di tutupi oleh Adi.
"Jadi bagaimana, Di? Bersediakah kamu mengizinkan anakmu menjadi menantuku?" tanya Adi dengan nada guyon.
Diandra menghentikan tawanya sejenak, "Nanti akan aku bicarakan dengan suamiku dulu." kata Diandra menyakinkan Adi.
Terdengar helaan nafas panjang Adi di sebrang sana, "Baiklah. Kamu tidak perlu khawatir dengan putrimu nanti, aku jamin Sean akan menjaga dan menyayangi Anjani dengan baik."
"Ya, meski yang aku tau Sean itu dingin."
"Tapi aku percaya anakmu bisa melunakannya, HAHAHA" tawa Adi kembali menggelegar.
"Ad," panggil Diandra membuat Adi menghentikan tawanya.
"Ya?"
"Apa kamu benar baik - baik saja? Kamu tidak bisa membohongiku, Ad. Katakan yang sejujurnya." cemas dan serius adalah kata yang dapat menggambarkan wajah Diandra saat ini.
Adi terdiam beberapa saat, namun beberapa menit kemudian suaranya kembali terdengar.
"Aku sakit, Di. Dokter memvonis ku sakit kanker perut."
Pada akhirnya berbohong atau menutupi sesuatu pada Diandra adalah hal yang tidak bisa Adi lakukan sampai saat ini.
* * *
"Nak, kamu belum punya pacar kan?"
Anjani mengernyitkan keningnya, menatap sang Mamah dengan tatapan menyelidik. Pasalnya, selama ini Diandra -Mamah nya Anjani- jarang sekali membahas perihal pacar dengannya. Malahan Diandra melarang keras Anjani untuk pacaran, katanya laki - laki jaman sekarang itu berbahaya.
"Tumben mamah nanyain pacar." Anjani balik bertanya. Seketika Anjani mengabaikan kucing kesayangannya yang sedang mendusel manja di kakinya.
Diandra mengelus kepala putri kesayangan nya itu, "Mau nanya aja, kamu udah punya pacar belum?"
Anjani menggeleng dengan polosnya, melihat itu senyum Diandra langsung terbentang. Mungkin wanita itu lupa kalau ia selalu bawel menasehati Anjani untuk tidak berpacaran sebelum lulus SMA.
"Sedang apa, Jan?" Roger -Papahnya Anjani, datang dan bertanya.
Anjani melipat bibirnya bosan, "Sedang main saja dengan Milo." jawab Anjani sambil mengelus bulu kucingnya yang ia kasih nama Milo.
Roger mengangguk saja menanggapi ucapan anaknya, lalu ia mendaratkan bokongnya di sofa panjang di hadapan Diandra dan Anjani.
"Ada yang mau Papah dan Mamah bicarakan denganmu." ujar Roger dengan nada bicara seriusnya.
"Mau bicara apa?" tanya Anjani.
Roger menoleh kearah Diandra, mereka saling melempar pandang. Seolah saling berbicara lewat tatapan mata. Roger menelan ludah, ia seakan tidak bisa mengatakan hal yang tertahan di tenggorokannya, terlebih lagi ketika ia menatap wajah polos Anjani, rasanya tidak tega.
Roger sudah tahu tentang perjanjian Adi dan istrinya sejak lama. Dan Roger tidak masalah dengan perjodohan itu karena Roger mengenal Sean dengan baik, Sean adalah anak yang sopan meski sedikit angkuh. Roger juga menyukai Sean karena kejeniusan laki - laki itu dalam berbisnis, bahkan saat di usia Sean yang masih muda dia bisa menduduki kursi terhormat di perusahaan. Jadi, tidak ada alasan untuk Roger tidak suka apalagi tidak setuju bila Anjani di jodohkan dengan Sean.
Roger sangat setuju bila anak perempuan nya itu menjadi istri dari pria sukses yang bisa menjamin hidup dan membahagiakan putrinya.
Apalagi tadi Diandra bilang bahwa Adi divonis sakit kanker perut dan meminta Sean dan Anjani di nikahkan secepatnya.
Roger tidak masalah, ia malah akan bahagia bila memiliki menantu seperti Sean.
Tapi masalahnya, Anjani masih terlalu muda untuk menjadi seorang istri. Dia belum cukup ilmu untuk membangun rumah tangga dengan pria.
"Kamu mau menikah gak?"
Seketika Diandra dan Anjani menutup mulutnya terkejut. Namun detik berikutnya suara tawa Anjani menggelegar, Anjani tertawa hingga terbahak - bahak, berbeda dengan Diandra yang langsung panik dan mencubit gemas paha Roger.
"Menikah?" tanya Anjani sambil tertawa, "Papah bercanda?" tanya Anjani menatap Roger sembari menahan tawa.
"Ma-maksud papah kamu bukan gitu." timpal Diandra sedikit panik. Agak kesal juga dengan Roger yang berbicara tanpa basa basi seperti tadi.
"Iya aku tau papah pasti tadi bercanda." ujar Anjani yang tawanya sudah mereda. Ia mengambil gelas berisi jus jeruk buatan Diandra yang tergeletak di atas meja.
"Enggak, Papah tadi gak lagi bercanda." jawab Roger dengan nada seriusnya.
Anjani mengangkat alis, kali ini dia tidak bisa tertawa karena raut wajah papahnya yang terlihat begitu serius seakan perkataan nya bukan sekedar omong kosong.
"Maksud papah?" tanya Anjani sembari menaruh jus jeruknya yang tidak jadi ia minum.
Diandra meremas bajunya ketika merasakan hawa dingin menyelimuti ruang tengah rumahnya.
Roger berdehem, "Papah dan mamah akan menjodohkan mu dengan seorang laki - laki."
"Papah sedang bercanda kan?"
"Apa wajah Papah keliatan lagi bercanda?"
Anjani menggeleng dengan wajah polosnya.
Melihat wajah Anjani yang mulai cemas, Diandra langsung memegang telapak tangan putrinya itu.
"Maafin mamah," ujarnya sembari menahan isak, mendengar suara gemetar Diandra, Anjani langsung menoleh panik kearah Mamah nya.
"Mamah kenapa nangis?"
"Maafin maman, dulu mamah berjanji sama paman Adi, kalau kami akan menjodohkan putra - putri kami kelak. Dan mamah harus menikahkan kamu dengan anaknya." kata Diandra tak kuasa menahan air matanya.
Anjani menggigit bibirnya, ia mengusap pundak Diandra mencoba menenangkan meski sebenar dia benar - benar shock.
Semua terlalu membingungkan untuk Anjani.
"Mamah jangan nangis," kata Anjani sambil menghapus jejak air mata Diandra.
"Jadi maksud mamamh, aku harus menikah dengan anaknya Paman Adi?" tanya Anjani, Diandra dan Roger mengangguk kompak.
"Bukannya anaknya Paman Adi cuma satu? Dan kayaknya umur anaknya paman Adi lebih tua dibanding abang Key?" ujar Anjani. Anjani mengenal baik keluarga Adi, tapi sekalipun Anjani belum pernah melihat seperti apa wujud anaknya, yang ia tahu anaknya Adi lebih tua beberapa tahun dengan Adevan Key - kakak laki - lakinya-
"Iya, namanya Sean, dia beumur 30 tahun."
Mulut Anjani terbuka lebar, dia terkejut bukan main setelah mendengar ucapan mamahnya.
30 tahun? Ia akan menjadi seorang istri dari pria yang berumur 30 tahun?
Tidak adakah yang lebih tua lagi?
"Mamah, dia tua banget!!!" cicit Anjani.
Roger menggeleng, "Enggak, Jan. Laki - laki dewasa justru lebih bertanggung jawab dan pengertian." jawabnya.
"Tapi aku masih sekolah, Pah. Aku ingin kuliah."
"Paman Adi bilang Sean akan mengizinkan mu sekolah bahkan sampai S2."
"Tapi mah..."
Sebelum mendengar penolakan Anjani, Diandra langsung menangis kencang. Membuat Anjani menjadi enggan menolak permintaan kedua orangtuanya itu.
"Apa kamu tega membuat mamah menjadi seseorang yang mengingkari janji?" tanya Diandra di sela - sela tangisnya.
"Bukan begitu, mah, tapi..."
"Adi dan Lucia pasti bakalan marah sama mamah, mereka pasti gak mau berteman lagi sama mamah..." Diandra terus meracau sambil menangis, ini adalah salah satu strategi agar Anjani menuruti permintaan nya. Karena Anjani paling tidak bisa melihat mamah nya menangis.
"Okay! Aku akan menikah, jadi mamah jangan nangis." seru Anjani lalu memeluk tubuh Diandra lalu menangis di pelukannya.
"Aku akan menikah mah, aku akan menuruti permintaan mamah, jadi mamah jangan nangis..." ujar Anjani sambil terisak.
Diandra tertawa diam - diam bersama Roger. Ya, bersyukur mereka memiliki gadis penurut dan polos seperti Anjani.
Hallo semuanya, jadi disini umur Sean aku ubah ya jadi 30 tahun, kalau di next part ada umur Sean yang beda tolong di komen biar aku ganti. Terima kasih.
"Anjani, jangan tinggalin aku." Anjani menatap nanar Langit yang terkapar di jalanan. Lelaki itu tidak sepenuhnya sadar karena efek alkohol yang habis di minumnya. Anjani mengalihkan pandangannya, tak tega menatap suaminya yang berubah kacau seperti tak terurus. Penampilannya berantakan dan tubuhnya menjadi lebih kurus dari yang terakhi ia lihat satu bulan lalu. Tangan Anjani terkepal, amarahnya terhadap Ibu mertua semakin menjadi. Satu bulan lalu, Rita meminta Anjani untuk melepaskan Langit jika memang Anjani tidak sudi untuk di madu. Lalu setelah Anjani pergi dan Langit terpuruk seperti ini, Rita tidak mengambil tindakan apapun. Mungkin sudah, tapi tidak mempan. Buktinya sejak 3 hari belakangan ini Rita selalu mencoba menemui Anjani, wanita itu meminta Anjani untuk kembali pada Langit dan membujuk Langit ke jalan yang benar seperti dulu. Katanya, sejak Anjani pergi dari rumah, Langit berubah, pria itu jadi pemabok dan
"Aku capek mas sama mamah kamu." Langit mengusap pundak Anjani. Mendengar istrinya mengeluh, ia jadi tidak enak hati. Langit tahu kalau selama ini mamahnya membuat Anjani tertekan. Bahkan bukan hanya menekan Anjani saja, namun Langit juga. Sering kali Rita menyuruh Langit untuk bersikap tegas kepada istrinya. Tapi Langit abaikan, Langit tidak ingin dirinya di kontrol penuh oleh Rita meskipun wanita itu wanita yang melahirkannya, tapi jika urusan rumah tangga, Rita tidak punya hak untuk ikut campur. Rita terlalu kebelet ingin mempunyai cucu. Maklum, Langit ini anak satu-satunya, hanya Langit dan Anjani yang bisa memberikan Rita cucu. "Sabar, mamah memang begitu. Jangan di ambil hati. Apa yang mamah omongin ke kamu tadi?" ujar Langit menegarnya. Suasana hati Anjani selalu berubah suram setiap mereka pulang dari rumah Rita. Entah apa yang Rita bicarakan kepada Anjani, tapi Langit yakin kalau yang Rita bicarakan hari ini pasti sudah kelewatan hingga membu
Anjani mengusap perutnya dengan pandangan lurus menerawang. Bibirnya terlukis senyum tipis, namun bersamaan dengan itu air matanya menetes. Ia teringat ucapan dokter lima bulan lalu, dimana dokter tersebut mengabarkan bahwa ia sedang mengandung janin usia dua minggu. Rasa bahagianya saat itu masih Anjani ingat dengan jelas. Lima bulan, ya, seharusnya saat ini kandungan Anjani berusia lima bulan. Mata kosong Anjani meneteskan air mata lagi. "Bayiku.." lirihnya menyedihkan. Sudah satu minggu ia kehilangan bayi yang di kandungnya. Anjani mengalami keguguran dan sampai saat ini cewek itu masih merasa kehilangan, penyesalan dan kesedihan bercampur menjadi satu. Rasanya menyakitkan sekali. "Sudah, jangan di tangisi." Langit selalu berada di sampingnya, berusaha menegarkan dan menanamkan rasa iklas di hati istrinya itu. "Harusnya aku turutin kata mas, harusnya aku gak
Setelah gagal mempertahankan rumah tangganya bersama Anjani dan Yuna, Sean memilih lari dari kota Jakarta bersama anaknya, Keenan. Bali adalah tempat tujuan Sean, berharap pulau indah itu bisa menciptakan lembaran hidup barunya dan mengikis kenangannya bersama Anjani yang sudah menjadi milik pria lain. Tapi ternyata Sean salah, niatnya untuk melupakan Anjani tidak membuahkan hasil meski tahun demi tahun berlalu. Sean sudah mencoba berbagai cara untuk melupakan mantan istrinya itu. Berkencan dengan beberapa wanita hingga menjadi member eksklusif di sebuah bar mewah demi bercumbu dengan wanita berbeda disetiap malamnya. Tapi tetap tidak ada kemajuan, hidup Sean malah tambah berantakan dan tidak memiliki tujuan yang pasti. Sean menyerah, menuruti perintah sang mamah untuk kembali ke Jakarta setelah 4 tahun lamanya melarikan diri dari ibu kota. Sean kembali menemukan jati dirinya, namun yang membuatnya tak habis pikir, ia kembali jatuh cinta dengan gadis muda yang tinggal di seb
Beberapa tahun kemudian... Sinar matahari yang semakin terik menembus tirai jendela kamar Anjani, membuat Anjani secara spontan menutup wajahnya dengan telapak tangannya saat merasakan sengatan sinar mentari pada wajahnya. Perempuan itu mengulet kecil seraya membalikan tubuhnya, mata Anjani lantas terbuka ketika dadanya menabrak sesuatu. "Good morning, wife..." suara berat itu menyapa dengan mata yang masih tertutup rapat, tangan kekarnya menarik pinggang Anjani untuk semakin dekat lalu memeluknya. Anjani tersenyum melihat pemandangan bangun tidurnya yang luar biasa. Wajah sang suami yang masih terlelap tampak sayu, terlihat polos dan begitu menenangkan. Anjani menggerakan tangannya, mengusap pipi sang suami dengan hati-hati. "Good morning, mas Sky." Cup! Anjani mengecup pipi Langit dengan secepat kilat, membuat Langit langsung membuka matany
Jantung Anjani berdebar kencang saat kakinya satu persatu menuruni anak tangga. Cewek itu sudah cantik dengan gaun selutut yang membalut tubuhnya, membuat mata siapapun yang memandang akan takjub dan sulit berpaling darinya. Langkah Anjani berhenti, masih diambang anak tangga. Tampaknya dia tidak sanggup melanjutkan langkahnya saat suara yang saling bersahutan diruang tengah terdengar semakin jelas.Anjani memegang dadanya yang berdebar, ia menarik napas panjang kemudian menghembuskan nya, mencoba merilekskan diri sejenak sebelum pingsan didepan dua keluarga sang mantan suami dan mantan pacar yang melamarnya secara bersamaan.Tubuh Anjani hampir saja terjungkal saat Diandra datang dan menarik tangannya dan membawanya kedalam kamar. Anjani didudukan secara paksa di atas ranjang, sementara Diandra dan Roger bersedekap dada di hadapannya, kedua mata suami istri itu tampak kebingungan namun juga marah."Kamu kalau selingkuh main