Share

Kabar Baik

Tak terasa sudah 3 bulan lamanya aku menikah dengan mas Rian,  selama itu pula aku sudah mulai terbiasa dengan  sikap ibu mertua dan juga adik iparku. Mereka tak segan segan menyuruhku untuk mengerjakan semuanya bahkan kadang juga sambil memakiku.

Entahlah, entah apa yang salah pada diriku sehingga mereka bersikap seperti itu, padahal tanpa mereka suruh aku pun akan melakukan tugasku dan aku juga tetap bekerja dikantor. Usai sholat subuh aku bergegas menuju kamar mandi untuk mengecek karena sudab satu minggu aku telat datang bulan, dengan gugup dan perasaan tak karuan aku melihat hasil tespeck ternyata menunjukan dua garis merah. Ya Allah aku menangis terharu karena kini di dalam rahimku telah tumbuh makhluk bernyawa, malaikat kecilku buah hatiku dan mas Rian.

Segera aku keluar dari kamar mandi dan menghampiri mas Rian yang masih tertidur pulas, "Mas bangun mas, lihat ini mas. Aku hamil mas." ucapku sambil menangis terharu.

"Hah, apa sayang? itu apa?" tanya mas Rian bingung sambil mengucek matanya karena belum sepenuhnya sadar.

"Mas aku hamil mas, lihat ini." ucapku lagi sambil menunjukan tespeck.

"Hhhh, alhamdulillah kamu hamil sayang. Kita akan segera punya anak?" ujar mas Rian.

Dan kami pun berpelukan sambil menangis terharu karena kebahagiaan ini, tak lupa mas Rian memberitahukan kepada ibu mertua serta adiknya bahwa kini aku tengah mengandung. Aku juga memberi kabar pada keluargaku sendiri, dan aku juga mengajukan cuti hamil dikantor agar bisa beristirahat selama beberapa hari ke depan.

Siang hari,

"Mas." panggilku.

"Iya sayang, kenapa kamu ingin sesuatu?" tanya mas Rian.

Aku tersenyum lembut dan menggeleng, "nggak mas, nanti sore kita ptiksa ke dokter ya. Aku ingin tahu bagaimana kondisi anak kita." kataku

"Iya sayang, aku juga sudah tidak sabar mau tahu kondisi anak kita." jawab mas Rian.

"Lebih baik sekarang kamu istirahat dulu dikamar Ri, jangan terlalu lelah." ucap mas Rian lagi sambil mengelus perutku yang masih rata.

Aku mengangguk kemudian pergi ke kamar kemudian tidur siang, sorenya pun kami berdua pergi menuju klinik dokter kandungan terdekat untuk memeriksakan kandunganku.

"Bagaimana dok, apakah istri saya beneran hamil?" tanya mas Rian usai dokter memeriksa.

"Selamat ya pak, bu. Ibu Riri memang positif hamil kini usia kandungannya sudah 7 minggu." jawab dokter Riska tersenyum lembut.

"Apakah ibu Riri ada keluhan atau yang lainnya?" tanya dokter.

"Sejauh ini saya merasa baik baik saja dok, belum ada keluhan apapun." jawabku.

"Baik, kalau begitu saya resepkan vitamin saja ya sama obat pereda mual untuk berjaga jaga. Jangan lupa jaga kesehatan ya bu jangan kecapaian, perbanyak makan buah dan sayuran." ujar dokter Riska menjelaskan.

Aku pun mengangguk sebagai respon, setelah menebus obat kami pun pulang ke rumah namun sebelumnya mampir dulu untuk membeli martabak daging. Karena tiba tiba saja aku ingin memakan itu.

"Bagaimana hasilnya?" tanya ibu mertua begitu kami sampai di rumah.

"Alhamdulillah Riri positif hamil bu." jawabku tersenyum lembut.

"Syukurlah, akhirnya ibu akan punya cucu. Ayo sekarang kita makan malam dulu tadi ibu sudah memasak banyak makanan." kata ibu. tumben biasanya akan menunggu aku untuk masak terlebih dahulu "batinku".

Setelah itu kami memutuskan untuk beristirahat, "vitaminnya sudah di minum sayang?" tanya mas Rian ketika aku sudah merebahkan tubuhku di sampingnya sambil mengelus perutku yang masih rata.

"Sudah mas barusan." jawabku tersenyum lembut.

"Anak ayah kamu baik baik ya di dalam perut mamah, jangan buat mamah susah oke." kata mas Rian seraya menciumi perutku.

Aku terkikik geli, "Iya ayah." jawabku menirukan suara anak kecil. Kini aku sudah bersiap untuk pergi ke kantor lagi karena cuti hamilku sudah usai, ya aku rasa libur 3 hari sudah merasa cukup untuk beristirahat sekarang waktunya untuk kembali bekerja lagi. Aku juga tidak enak kalau harus ijin terus walaupun Kevin sebagai atasanku tak masalah hanya saja aku kasihan pada sekretarisku bila harus terus terusan menghandle seluruh pekerjaaanku.

"Kamu hati hati ya sayang, ingat jangan kecapaian ya jaga anak kita baik baik." kata mas Rian mewanti wanti.

"Iya mas, aku akan ingat pesanmu." jawabku tersenyum dan ku kecup punggung tangannya dengan takzim.

Sesampainya di kantor, aku bertemu dengan Tia dan juga Kevin yang ternyata mereka juga baru sampai di parkiran perusahaan. "Riri, gimana keadaan lo dan calon keponakan gue?" tanya Tia dengan antusias.

"Hai Ya, Vin. Kalian baru sampek juga? alhamdulillah kami baik aunty." jawabku menirukan suara anak kecil. Ku lirik Kevin sejenak, Ia menyunggingkan senyum samar.

Kami pun jalan beriringan sambil mengobrol, Tia sampai di ruangannya lebih dulu. Alhasil tersisa aku dan Kevin saja, kami saling diam di dalam lift. Entah mengapa aku masih merasa canggung dengannya apalagi jika mengingat kejadian terakhir kali waktu di restoran. Jantungku berdetak dua kali lebih cepat ketika tiba tiba Kevin mengucapkan sesuatu, "Jaga Mommy ya sayang, Papa pergi dulu." seraya mengusap perutku sambil tersenyum dan meliriku. Seketika aku terpaku dan berat untuk melangkah hingga sampai akhirnya aku melihat punggung Kevin yang kian menjauh.

Aku menghela nafas panjang, kemudian ku langkahkan kakiku menuju ruanganku. "Sepertinya hariku akan semakin berat setelah ini bila terus begini." gumamku.

Jam makan siang pun tiba, seperti biasa aku, Kevin dan Tia kami makan siang bersama di kantin Kantor. Kami duduk di dekat jendela sambil menikmati pemandangan, ketika sedang asik mengobrol, "Loe makan yang banyak Ri, Salmon ini baik untuk perkembangan calon bayi lo." ujar Kevin menyodorkan ikan Salmon bakar ke arahku dengan wajah datar.

Aku dan Tia pun saling melirik sebentar, sebelum akhirnya Tia membenarkan ucapan Kevin. "Kevin bener Ri, itu baik untuk kandungan lo. Loe harus banyak makan sayur dan buah jangan lupa untuk kebutuhan protein hewaninya juga." Aku hanya mengangguk sebagai respon.

Aku mendesah pelan, akhirnya sore pun tiba. Sebentar lagi sudah saatnya jam pulang kantor. Pekerjaanku sudah selesai dari tadi jadi aku bisa sedikit lebih santai sambil menunggu waktu pulang, ku sandarkan kepalaku di kursi kerjaku menatap ke langit langit ruangan ini. "Mengapa Kevin masih saja bersikap seperti itu padaku." gumamku lirih.

Dengan segera aku menggelengkan kepala supaya tidak terus terusan memikirkan masalah Kevin, namun aku terhenti manakala mendengar suara. "Kamu kenapa Ras, kepalamu pusing?" tanya Kevin khawatir yang tiba tiba masuk ke ruanganku. Sontak aku pun kaget melihatnya, "Hhhh, Vin. Loe ngapain disini, G-gue nggak apa apa kok." jawabku gugup.

"Sayang, jangan buat Mommy'mu susah ya nak." kata Kevin seraya mencondongkan badannya agar sejajar dengan perutku sambil mengelusnya pelan hingga membuat mataku melotot.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status