Alaia melangkahkan kakinya perlahan menyusuri jalanan yang cukup ramai pagi itu, dia menghubungi Rey dan juga Naina untuk menjemputnya tapi tidak peduli seberapa lama dia menelponnya mereka sama sekali tidak menjawab panggilan Alaia.
"Huh." Alaia menghembuskan nafasnya pelan, dia sangat lelah jadi dia menghentikan langkah kakinya di salah satu kursi taman dan memilih untuk menunggu ojek yang sudah dia pesan secara online. Alaia menyandarkan kepalanya di sandaran kursi, dia benar benar merasa sakit seluruh tubuhnya terasa remuk karna permianan panasnya dengan pria asing itu tadi malam.
Alaia melirik jam di tangannya perlahan, jam sudah menunjukkan pukul sebelas pagi dan semua orang terlihat sangat sibuk, kecuali Alaia tentunya.
"Aku harus cari kerja baru, pokoknya aku nggak akan balik ke kampung." Gumam Alaia, perlahan dia kembali melihat chat chat panjang yang di kirim oleh Alvano yang memintanya untuk bertahan, sementara Kania adiknya itu bahkan tak berniat untuk mengirimkan pesan padanya.
"Huh." Alaia kembali menghembuskan nafasnya pelan. Hari ini dia akan kembali ke kos Naina karna sejak dia di pecat, Alaia sudah menumpang hidup dengan gadis itu. Setelah menunggu untuk beberapa saat, ojek yang dia pesan akhirnya sampai dan Alaia pun segera melangkahkan kakinya dengan susah payah untuk mendekat sebelum akhirnya dia meminta ojek itu untuk mengantarkan dia pulang.
Seteleh menempuh perjalanan selama lima belas menit, Alaia akhirnya sampai di kos Naina. Dia yang juga punya kunci kos itu tentu saja langsung masuk tanpa dia ketahui jika dia akan melihat sesuatu yang lumayan mengejutkan dari temannya itu.
"Naina, Rey!" Panggil Alaia saat dia melihat kedua sahabatnya itu yang terlihat sudah berada di bawah selimut yang sama dan Alaia bisa menebak jika keduanya sama sekali tidak mengenakkan baju yang dalam artian lain, mereka pasti sudah menghabiskan malam panas bersama.
"Aaa!" Pekik Naina yang lebih dulu terbangun dari tidurnya, dia merasa sangat terkejut dengan kehadiran pria di sampingnya dan yang lebih parahnya lagi, pria itu adalah Rey sahabatnya.
"Aaa!" Pekik Rey yang terlihat sama terkejutnya dengan Naina saat melihat kondisi mereka yang sama sekali tak mengenakkan baju.
"Aaaaa!" Pekik keduanya lagi, kali ini mereka terkejut saat melihat Alaia yang sedang berdiri dengan tatapan yang bingung.
"Alaia, aku bisa jelasin. Ini..Ini.." Rey terlihat mencoba untuk menjelaskan tentang situasi yang saat ini terjadi diantara dia dan juga Naina.
"Udah nanti aja jelasinnya, kalian nggak ke kantor?" Tanya Alaia yang kembali membuat Naina dan juga Rey kalang kabut.
"Bener, kantor!" Pekik Naina, beruntungnya dia memang ada jadwa di luar hari ini dan bisa masuk siang.
"Yaudah penjelasannya nanti aja ya, aku siap siap ngantor dulu." Ujar Naina dia pun akhirnya segera meninggalkan Rey dan juga Alaia. Alaia melangkahkan kakinya ke arah kamar yang merupakan tempat barang Naina, kemudian dia merebahkan tubuhnya di sana. Dia sama sekali tidak peduli dengan apa yang sudah terjadi pada Rey dan juga Naina karna apa yang terjadi pada dirinya sudah jauh lebih membuatnya terkejut.
"Maafin Alaia, ma. Alaia udah nggak bisa jaga diri." Gumam Alaia pelan, setelahnya dia pun akhirnya membiarkan dirinya terlelap dengan harapan hal itu akan mengurangi sedikit rasa sakit di tubuhnya.
Sementara itu di lain tempat Ken terlihat baru saja sampai di kantor ketika Addison Raharja atau kakek Ken terlihat sudah duduk di kursi kerja Ken. Ken menghembuskan nafasnya perlahan, demi apapun dia terlalu lelah untuk menghadapi kakeknya hari ini.
"Darimana saja kamu, Ken? Tadi malam kamu tidur dimana?" Tanya Addison, pria yang sudah berumur itu terlihat mengerutkan alisnya bingung karna dia sama sekali tidak tahu dimana Ken menghabiskan malamnya.
"Nggak usah pura pura kek, bukanny kakek ya yang sudah ngasih obat perangsang dan menyuruh Ken untuk meniduri siapa pun hanya demi cicit itu?" Tanya Ken dengan kesal, dia menghempaskan tubuhnya pada sandaran sofa kemudian memejamkan matanya, rasa lelah masih terasa di tubuhnya tapi dia harus mengesampingkan itu semua karna dia harus fokus dengan pekerjaannya.
"Iya memang benar, tapi setelah kamu keluar dari ruangan karoeke itu kakek nggak tahu lagi kamu dimana. Penjaga kakek bilang kamu tidur di sana." Ujar Addison, dia juga melangkahkan kakinya mendekat ke arah Ken kemudian dia duduk di sofa yang ada di hadapan Ken.
"Nggak usah pura pura kek, kakek kan udah ngirim cewek ke kamar Ken dan seperti yang sangat kakek inginkan, Ken udah tidur dengan cewek itu." Ujar Ken dengan matanya yang masih terpejam.
"Apa maksudmu, Ken? Kakek nggak ngirim siapa pun, cewek yang kakek kirim tadi malam saja nggak ketemu sama kamu." Ujar Addison yang terlihat sedikit bingung dengan apa yang baru saja di katakan oleh Ken pasalnya dia tidak melakukan apapun tadi malam dan dia juga menyerah setelah anak buahnya tidak menemukan dimana tempat Ken berada.
"Maksud kakek, kakek nggak jadi sewa perempuan untuk aku tiduri?" Tanya Ken dengan raut wajah yang terkejut dan juga bingung. Matanya langsung terbuka, seketika kata kata wanita itu tadi malam kembali terlintas di kepala Ken. Benar, dia sempat mengatakan jika Ken salah orang tapi Ken tetap melakukan itu bahkan dengan kasar.
"Iya nggak, orang kamu nggak ketemu." Jawab Addison pelan.
"Kenapa? Kamu nidurin cewek? Siapa dia? Siapa yang sudah berhasil mengambil keperjakaan cucuku ini?" Tanya Addison, dia bahkan mulai sedikit berharap jika wanita yang tadi malam menghabiskan waktu bersama Ken hamil dan akan melahirkan cicitnya.
Ken bungkam, rasa bersalah tiba tiba saja menyergapnya. Darah keperawanan yang pecah di atas kasur tadi pagi membuat Ken benar benar merasa bersalah apalagi kata kata yang sudah dia lontarkan tadi malam. Jika dia memang bukan orang suruhan kakeknya, berarti Ken memang benar benar sudah salah orang. Ken menyurai rambutnya pelan, dia benar benar sudah melakukan hal yang bodoh dan seharusnya dia tidak memperlakukan wanita itu dengan kasar setelah dia mengambil keperawanannya tadi malam.
"Ken, siapa dia?" Tanya Addison sekali lagi, dia ingin mencari dimana keberadaan gadis itu secepat yang dia bisa. Karna gadis ini sangat langka, dia yang bisa naik ke ranjang Ken dan membuat pria itu menidurinya, meskipun di bantu dengan obat perangsang tapi Addison yakin jika wanita ini bukan wanita yang sembarangan.
"Pak! Sepertinya bapak harus melihat berita!" Tiba tiba saja Rere masuk ke dalam ruangan Ken dengan sedikit terburu buru, bajunya yang minim membuat Ken harus menghembuskan nafasnya saat melihat buah dada yang terus bergoyang kesana dan kesini mengikuti arah langkah kakinya.
"Ada apa, Re?" Tanya Ken penasaran.
"Anda terlibat skandal, pak." Ujar Rere dengan panik, tidak lebih tepatnya dia merasa cemburu.
"Skandal apa?" Tanya Ken penasaran, pria itu langsung membuka televisi dan benar saja, berita tentang dirinya sudah menjadi trending topic nomor satu di seluruh saluran.
"Skandal jika anda tidur dengan seorang wanita, pak!"
Ke esokan harinya, seperti yang sudah di rencanakan oleh Addison Kenandra dan Alaia akhirnya benar benar berangkat ke Bali dengan keterpaksaan tentunya. Keduanya terlihat saling merangkul saat hendak masuk ke dalam pesawat, berpamitan pada Addison yang terlihat enggan meninggalkan tempat dimana dia berdiri sebelumnya."Dadah! Jangan lupa senang senang, ingat bawain kakek cicit!" Ujar Addison dengan nada pelan."Iya kek, tenang saja." Balas Kenandra dengan senyuman palsunya yang sangat lebar.Sebelum mereka menikah bahkan setelah keduanya menikah Addison selalu meminta cucu kepada Kenandra dan juga Alaia. Kali ini Kenandra mulai berpikir, apakah dia benar harus memberikannya atau hanya sekedar menghindari tapi jika dia tidak kunjung memberikannya maka kakeknya pasti akan terus mendesak bahkan mungkin akan mengirim mereka kemana pun agar mereka bisa memiliki anak dan sayangnya Kenandra sama sekali tidak bisa menolak tentang hal itu."Sepertinya kakek benar benar ingin memiliki cicit da
Jam sudah menunjukkan pukul lima ketika Alaia baru saja selesai dengan pekerjaannya. Wajahnya terlihat sangat kusut, bekerja menjadi kepala tim bukanlah hal yang mudah, apalagia dia masuk dengan cara yang tidak adil, membuat bawahannya diam diam mengutuk ke arahnya. "Mau masuk nggak? Lama banget."Ujar Kenandra, sekarang mau tidak mau dia harus berangkat dan pulang dengan Alaia karna jika tidak kakeknya pasti akan mengamuk, belum lagi dia memang tidak ingin membuat orang lain menggiring opini buruk tentang rumah tangganya. Alaia menghembuskan nafasnya pelan, baru saja dia perpikir jika pulang kerja pikirannya akan tenang tetapi barusan sumber kesengsaraannya baru saja memanggil dan memaksanya untuk masuk ke dalam mobil hanya untuk kepentingan pribadinya. "Lelet banget, heran."Sindir Kenandra, Alaia hanya bisa diam. Selagi dia masih bisa menahan amarahnya, dia harus menahannya karna dia marah pun hanyan akan merugikan dirinya sendiri. "Maaf tuan."Balas Alaia, dia pun langsung masuk
Ke esokan harinya, seperti yang sudah di janjikan oleh Kenandra dia akhirnya benar benar membawa Alaia untuk bekerja di tempat dia bekerja. Tanpa basa basi, dia langsung membawa Alaia ke divisi yang akan di emban oleh gadis itu tentunya di iringi dengan tatapan tak suka hampir dari seluruh karyawan yang ada di sana."Mulai hari ini Nona Alaia yang akan menjadi ketua tim marketing di sini." Ujar sekretaris Kenandra, sementara pria itu terlihat hanya berdiri dengan tatapan tak peduli kepada Alaia."Salam kenal semuanya, semoga kita bisa bekerja sama dengan baik." Ujar Alaia dengan ramah kepada seluruh karyawan yang ada di ruangan itu. Ada sekitar lima orang di sana dengan tiga wanita dan dua pria. Mereka terlihat tersenyum ramah kepada Alaia dan tentunya itu bukanlah senyuman ikhlas dari pejuang jabatan yang akhirnya harus menyerah dengan jabatan mereka hanya karna seorang istri penguasa yang datang bekerja di sini."Salam kenal juga, buk." Balas mereka bersamaan di iringi dengan senyum
Setelah mereka menyelesaikan sarapan yang lumayan canggung pagi itu, Alaia akhirnya mengikuti langkah kaki Kenandra dengan perlahan sesuai dengan apa yang di perintahkan oleh pria itu sebelumnya, dia menghentikan langkahnya saat pria itu masuk ke sebuah ruangan yang dia rasa itu adalah kamar Kenandra, tempat dimana dia dan pria itu akan menghabiskan hari hari mereka bersama."Ini kamarku, pakaianmu letakkan saja di lemari yang ada di bagian pojok sana. Aku tidur di ranjang dan kau di lantai, tapi kalau kakek nanya bilang aja kita seranjang. Ingat, jaga batasanmu. Kita hanya suami istri di atas kertas." Ujar Kenandra, kembali mengingatkan Alaia jika hubungan mereka tak lebih dari sebatas kontrak yang mereka tanda tangani."Dan ya, ingat kau juga di larang ikut campur dengan urusanku." Ujar Kenandra sekali lagi."Jangan menggodaku juga, malam panas itu adalah kesalahan fatal bagiku dan aku tidak akan mengulanginya lagi, tidak akan pernah." Ucap Kenandra dengan nada dingin seperti biasa
Ke esokan harinya Alaia terlihat bangun karna suara bising yang di buat oleh Kenandra pria itu terlihat sedang sibuk memberantakannkan kamar hotel yang mereka tempati. Membuat kelopak bunga mawar yang ada di atas ranjang berserakan di lantai."Apa yang anda lakukan, tuan?" Tanya Alaia dengan bingung, dia masih sangat kantuk tapi sepertinya Kenandra tak berniat untuk membiarkannya tidur sedikit lebih lama lagi."Nggak usah ikut campur, diem aja." Ujar Kenandra dengan kesal, entahlah melihat wajah Alaia saja sudah membuatnya sangat muak jadi dia sebenarnya sangat enggan jika harus berada di ruangan yang sama dengan gadis ini.Mendengar jawaban ketus dari Kenandra, Alaia hanya bisa diam dan patuh. Dia sama sekali tidak bisa membantah, baginya Kenandra adalah orang yang sangat menakutkan dan sekarang dia akan menghabiskan sisa hidupnya dengan pria ini."Iya, tuan." Balas Alaia dengan patuh setelah beberapa saat dia hanya diam dan tak bisa menjawab."Buruan mandi siap siap, habis ini kita
Jam hampir menunjukkan pukul dini hari ketika Alaia dan Kenandra baru saja sampai ke sebuah hotel yang di pesankan oleh kakeknya untuk menghabiskan malam pertama mereka setelah pernikahan. Awalnya Kenandra menolak dengan keras hadiah dari kakeknya ini, tapi karna pria itu memaksa bahkan mengancam jadi mau tidak mau dia pun akhirnya menyetujuinya.Alaia berdiri dengan canggung diambang pintu, aroma bunga mawar tercium sangat harum. Suasana gelap dan remang membuatnya merasa sedikit aneh. Apalagi dia tidak sendirian di sini melainkan berdua dengan Kenandra."Masuk."Titah Kenandra kepada Alaia yang sejak tadi hanya berdiri diambang pintu."Jangan berpikir yang tidak tidak karna malam itu tidak akan pernah terulang lagi."Ujar Kenandra dengan dingin, dia menghidupkan lampu yang semula mati kemudian duduk di sofa dan mengisyaratkan kepada Alaia untuk melakukan hal yang sama.Melihat kode dari Kenandra, Alaia pun menurut. Dia kemudian langsung duduk di hadapan pria itu dengan kedua tangan ya