Share

4. Mendonorkan Ginjal

Setibanya di rumah sakit usai meninggalkan hotel tempatnya menginap semalam dengan Vania, Tian melangkah panjang dan berjalan cepat ke depan ruang ICU.

“Bagaimana kondisi Papa, Ma?” Tian bertanya dengan air muka yang berkerut saat melihat Mamanya sedang menangis di pelukan Meira.

Menyadari keadaan Helena yang sedang dirundung kepanikan dan kesedihan, Meira pun langsung tanggap menggantikan Helena untuk menyahuti pertanyaan Tian.

“Setelah pemeriksaan, dokter bilang kalau kondisi ginjal Om Harris semakin memburuk dan mengalami gagal ginjal yang membuat ginjalnya rusak. Satu-satunya cara yang bisa dilakukan untuk membuat pulih keadaan Om Harris yaitu dengan melakukan operasi pencangkokan ginjal secepat mungkin,” papar Meira menjelaskan yang ia dengar tadi kepada Tian.

“Terus kenapa operasinya belum dilakukan? Apakah donor ginjal yang cocok buat Papa belum dapat?”

Meira menggeleng. “Belum. Tadi Tante Helena sudah mencoba melakukan tes kecocokan untuk donor ginjal. Tetapi begitu hasil tesnya keluar, sayang sekali ginjal Tante Helena tidak cocok untuk didonorkan pada Om Harris.”

“Kalau begitu, dimana ruang tes kecocokan ginjalnya? Saya juga mau memeriksakan apakah ginjal saya cocok atau tidak dengan Papa? Seandainya ginjal saya cocok, saya yakin operasinya bisa lebih cepat dilaksanakan.”

“Sebenarnya saya juga baru saja melakukan tes kecocokan untuk donor ginjal dan hasilnya belum keluar. Tetapi kalau kamu mau ikut melakukan tesnya juga, ruangannya ada di—”

Ucapan Meira yang baru saja ingin memberitahukan Tian dimana letak ruang pemeriksaan tes kecocokan ginjal terpaksa terhenti. Karena sebelum ia sempat menyelesaikan kalimatnya, Helena tampak angkat bicara sambil melingkarkan tangannya di pergelangan tangan Tian.

“Tunggu, Tian. Sebaiknya kita menunggu hasil tes Meira dulu. Kalau nanti hasilnya tidak cocok, baru kamu boleh melakukan tesnya,” cegah Helena.

Helena berupaya keras untuk mencegah Tian melakukan tes kecocokan ginjal. Semburat wajah ketakutan sekeras mungkin Helena coba sembunyikan. Pasalnya ada satu hal yang telah ia rahasiakan dari Harris maupun keluarga besar Wijaya. 

Sungguh, Helena tak ingin sampai rahasia yang telah susah payah ia pendam selama ini terbongkar di hadapan suaminya. Oleh karena itu, Helena akan melakukan segala cara agar rahasinya tak pernah terungkapkan, bahkan sampai ia mati sekali pun.

“Memangnya kenapa, Ma? Bukankah justru bagus kalau saya melakukan tesnya sekarang. Sehingga, seandainya nanti ginjal Meira dinyatakan tidak cocok untuk bisa didonorkan pada Papa, hasil punya saya juga bisa lebih cepat untuk keluar, Ma.”

“Bukannya Mama melarangmu, Tian. Tapi, kamu adalah pengganti Papa selama Papamu sakit untuk mengawasi perusahaan. Mama tidak mau sampai terjadi apa pun padamu kalau kamu yang harus mendonorkan ginjal untuk Papamu, Nak. Lagi pula kamu kan punya darah rendah, jadi Mama tidak ingin penyakitmu kumat saat diambil darah sewaktu tesnya dilakukan. ”

Mengerti kegundahan dan kesedihan yang sedang dirasakan oleh Mamanya, Tian memilih untuk tidak mendebat perkataan Mamanya. Lebih baik, ia duduk di samping Helena dan mencoba menyalurkan kekuatan agar Mamanya bisa mengurangi sedikit rasa sedih dalam hatinya.

*****

Usai menunggu cukup lama, akhirnya hasil tes kecocokan donor ginjal yang Meira lakukan keluar juga. Tak ada satu pun yang menyangka kalau setelah menjalani semua prosedur pemeriksaaan kecocokan donor ginjal, ternyata ginjal Meira cocok untuk ditransplasikan kepada Harris.

Tak ingin membuang-buang waktu, operasi pencangkokan salah satu ginjal Meira untuk Harris pun dilakukan sesegera mungkin. Meski pun jantungnya terus berdebar-debar karea baru kali Meira melakukan prosedur operasi, tetapi ia berusaha untuk bersikap rileks.

Kendati tak mempunyai hubungan kerabat dengan keluarga Tian, tetapi Mamanya dan Mama Tian masih lah memiliki pertalian sebagai sepasang sahabat. Selain itu, selama ini Tante Helena dan keluarga Wijaya sudah banyak membantu keluarga Meira.

Seperti saat Papanya bangkrut, dengan baik hati keluarga Wijaya membantu menyuntikan modal agar Papanya bisa membangun usaha kembali. 

Mungkin memang usaha yang kini Papanya jalani tidak lagi mengalami keuntungan yang sebanyak dulu, tetapi setidaknya Papanya masih mampu memenuhi kebutuhan hidup Meira dan Mamanya.

“Meira, Tante sangat berterima kasih sekali sama kamu karena kamu memutuskan mau mendonorkan ginjal kamu untuk suami Tante. Mengingat usai kamu yang masih muda, Tante tahu pasti tidak mudah mengambil keputusan ini,” ucap Helena.

Dengan berlinangan air mata, Helena menggeman erat tangan Meira sebelum gadis itu masuk ke dalam ruang operasi.

“Tante enggak perlu berterima kasih sama Meira. Justru Meira yang seharusnya berterima kasih karena Tante dan Om Harris sudah banyak membantu keluarga Meira. Anggap saja Meira mendonorkan ginjal ini sebagai ucapan terima kasih atas kebaikan Om dan Tante selama ini.”

Meira benar-benar tulus saat mengatakan ucapan terima kasih yang ia utarakan. Pasalnya, bantuan yang Tante Helena berikan pada keluarganya tak hanya membatu saat usaha Papanya bangkrut. Tetapi juga membantu membayarkan uang sekolah Meira dan membayarkan setiap les serta kursus yang Meira lakukan. 

Bahkan, saking baik hatinya, Tante Helena  selalu saja memberikan banyak barang kebutuhan rumah tangga setiap minggunya ke rumahnya. Merasa tak enak dengan kebaikan Tante Helena yang terus menerus, pernah suatu waktu ia dan Mamanya meminta pada Tante Helena untuk tidak usah melakukannya lagi.

Meira dan keluarganya meminta hal itu bukan karena mereka tak menghargai kebaikan Helena. Hanya saja, mereka rasanya tak enak hidup dalam hutang budi atas segala bantuan yang pernah diberikan Helena.

Oleh karena itu, saat ada kesempatan bagi Meira untuk membalas kebaikan dan membayar hutang budi keluarga terhadap keluarga Tian, Meira tak ingin menyia-nyiakannya. 

Kesempatan yang sudah dari lama ia tunggu-tunggu akhirnya datang juga. Meskipun dengan mengambil kesempatan itu, ia harus mengorbankan salah satu ginjalnya. 

Namun, tak mengapa karena bagi Meira yang terpenting ia bisa melunasi hutang budi sekaligus mengganjar perbuatan baik dari Tante Helena sekeluarga.

*****

“Tenang lah, Ma. Operasinya pasti berjalan lancar. Saya yakin, baik Papa maupun Meira keduanya akan melewati operasi ini dengan baik,” tutur Tian sambil merangkul dan mengusap lembut bahu Mamanya.

“Mama juga sedang berusaha untuk tenang, Tian. Hanya saja, air mata Mama tidak bisa berhenti mengalir. Rasanya Mama tidak dapat menghentikan air mata Mama, sebelum operasinya selesai dan dokter mengatakan kalau operasinya berjalan dengan sukses,” lirih Meira menggigiti kukunya untuk menghalau rasa cemas dalam hatinya.

Helena cemas karena sudah 4 jam berlalu semenjak terakhir kali ia mengobrol dengan Meira dan tak lama gadis itu dibawa masuk ke ruang operasi, tetapi hingga kini belum ada tanda-tanda operasi akan selesai dilakukan. 

Bunyi alat monitor masih terdengar jelas dari dalam ruangan operasi dan belum ada satu pun dokter yang keluar dari ruangan operasi. Jadi bagaimana rasa panik dalam dirinya ini bisa hilang, kalau sudah menunggu selama ini, tetapi tak kunjung ada kabar baik yang bisa Helena dengar?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status