Hari berganti minggu, minggu berganti bulan dan tak terasa sudah 3 bulan lamanya Rain putus kontak dengan Abe, sebenarnya dia ingin sekali memulai lebih dulu menghubungi Abe tapi entah rasanya ada sebuah larangan dari dasar hati yang membuatnya menunda untuk menghubungi pujaan hatinya itu lebih dulu.
Setiap menatap nomer kontak Abe dia hanya bisa menarik nafas panjang kemudian bergumam."Jangan Rain, jangan. Dia tak mungkin membuatmu menunggu jika dihatinya ada dirimu. Tunggu Rain jangan"Entah sudah berapa ratus kali tangannya ingin menghubungi pria yang sangat dikaguminya sejak awal mereka bertemu namun semakin Rain berharap, semakin keras hatinya melarangnya."kenapa kamu?" Tanya Una yang tiba-tiba muncul dari balik pintuKehadiran Una membuat Rain terkaget-kaget hingga membuatnya membelalakkan matanya."Ya ampun Una""Ih kamu seperti melihat hantu saja""Kamu membuatku kaget Una""Ah, kamu ini kebanyakan melamun sih. Masa aku bikin kamu kaget""Mmmm... aku sedang memikirkan seseorang""Wah, siapa?" tanya Una kepo"Ada lah, tapi sekarang dia menghilang""Pacarmu?""Bukan""Lalu siapa?""Aku bertemu dengannya tiga bulan lalu di mall sana" jelas Rain"Oh baru ketemu. Rain sudah lah, jangankan kau yang baru ketemu. Pacarku aja sudah kenal hambis setahun denganku bisa menghilang begitu saja seperti tak pernah kenal""Iya kau benar, jaman sekarang tak ada lagi manusia yang dapat setia seperti kakek nenek kita dulu""Setia? memang dia siapamu?"Mendengar jawaban Una yang begitu menusuk membuatnya kembali terdiam dan hanya bisa merenung lagi."Rain, kalau ternyata dia jodohmu percayalah dalam waktu dekat dia akan kembali kepadamu. Sudahlah jangan sedih""Iya semoga dia jodohku, Aku mau dia ya Allah, Boleh lah ya?""Bukankah kau ada nomer ponselnya, kenapa tidak kau coba hubungi lagi""Kalau aku mengganggunya gimana?""Ah coba dulu saja"Rain pun mulai tergelitik untuk menghubungi Abe, matanya menyipit dan tersenyum nakal kearah Una. Kemudian dia mulai mencari nomer ponsel Abe dan menulis pesan singkat."Hi Abe. Kau Masih ingat aku" pesan WA Rain yang tanpa berfikir panjang segera dikirimkannya.Nampaknya ponsel Abe sedang tidak aktif, hanya centang satu. Rain kemudian nampak kecewa dan kembali menarik nafas panjang."Ponselnya tidak aktif" Ucap Rain pada Una dengan wajah sedih."Tunggu dulu lah, mungkin dia sedang sibuk, sedang tidur atau ya kau tau lah pria kan suka me time sesuka hati mereka""Ya sudah ku tunggu saja, betul juga sih mungkin dia lagi sibuk""Memang dia kerja apa?""Katanya dia bekerja di pembangkit listrik""Bisa jadi dia sedang kerja, ya sudah tunggu saja"Una kemudian meninggalkan Rain dikamarnya, sebenarnya dia sudah beberapa hari ini memperhatikan Rain dan sangat khawatir akan kondisi temannya ini, namun dia tak tau bagaimana menarik Rain dari kegelisahannya."Rain, kalau kau butuh apa-apa hubungi aku ya. Jangan ngayal mulu""Iya Una, makasih"Merasa bosan dikamar, Rain pun memutuskan untuk kembali ke mall tempatnya bertemu Abe. Hatinya merasa tak terima diperlakukan seperti ini.Dia sebenarnya tau betul dia bukan apa-apa bagi Abe namun dia masih sangat berharap pria pujaan hatinya itu mau setidaknya membalas pesannya itu.Sesampainya di mall, dia kemudian mencoba mengingat tempat awal dia bertemu Abe, tepatnya di dekat pintu masuk mall.Tapi begitu dia sampai ketempatnya pertama bertemu dia tak melihat apa-apa.Kemudian dia naik kelantai dua tempanya ngopi dengan Abe. Betapa kagetnya dia saat melihat pria yang dicarinya ada disana, sedang duduk dengan seorang wanita.Hati Rain sangat kacau, antara ingin menghampiri namun tak berani menerima kemungkinan jika ternyata wanita yang bersama Abe adalah kekasihnya.Wajahnya tertunduk dan kemudian berdiri membelakangi Abe. Hatinya makin kacau dan matanya perlahan mulai menangis."Oh, jadi selama ini benar dia melupakanku. Pantas saja WA ku tak pernah sampai. Dia benar-benar tak pernah ingin aku menghubunginya" Ujar Rain dalam hati.Tak mau terus melihat Abe, dia pun memutuskan meninggalkan mall itu dengan wajah yang masih menunduk. Saat kakinya mulai melangkah tiba-tiba sebuah tangan menepuk pundaknya."Rain" Ternyata Abe yang ada dibelakangnya"Bukan!" Pungkas Rain sambil melangkah"Hei, Kamu kenapa? ayo ku kenalkan pada seseorang""Dia pacarmu?" Tanya Rain sambil menghapus air matanya."Hihihi... ayo ku kenalkan" Ujar Abe sambil menarik tangan Rain.Genggaman tangan Abe benar-benar membuat Rain tak dapat menolak tarikannya, dia pun berjalan mengikuti langkah kaki Abe.Seribu satu tanya muncul didalam hatinya, dia tak tau harus berbuat apalagi sampai Abe mulai memperkenalkannya pada gadis yang bersamanya."Isa ini Rain temanku, Rain ini Isa.... Adikku"Betapa leganya hati Rain saat Abe mengucapkan kata terakhir itu, seribu gundahnya pun hilang sekejab dan senyumnyapun kembali mengembang."Dia adikmu?" Tanya Rain berusaha meyakinkan hatinya"Iya aku adik Abe" Jawab Isa membuat Rain tersenyum lega."Aku kira kau sudah melupakanku" Ucap Rain dengan suara bergetar menahan tangis"Kamu ini bicara apa? mana bisa aku melupakanmu""Kalau begitu mengapa aku tak bisa menghubungimu" Rain mulai menaikkan nada bicaranya."Masa?? Aku pikir kau yang tak mau menghubungiku?""Ih coba mengelak kan?""Mana liat nomer ponselku" Potong Abe sambil meraih ponsel Rain"Ini!" Ujar Rain sambil memperlihatkan nomer ponsel Abe yang tertera diponselnya.Isa hanya tersenyum geli melihat Abe dan Rain saling debat. Baru kali ini kakaknya nampak begitu kikuk dihadapan teman wanitanya."Ah.. ini kurang satu nomer Rain. Tambah angka 0 dibelakang" Abe mencoba menjelaskan."Coba ya" Rain mengoreksi nomer ponsel Abe dan langsung menelepon nomer yang telah dikoreksinya.Tiluliiiitttt.... Bunyi ponsel Abe yang diletakkannya diatas meja cafe."Tuh kan bunyi""Berarti selama ini aku salah sangka terhadapmu Abe""Iya, tak apa. Maaf aku juga sebenarnya saat itu....""Kenapa?""Saat aku menulis nomer ponselmu, sebenarnya aku tidak menyimpannya""Kenapa?""Ah sudahlah, yang penting kan sekarang kita sudah bertemu. Mau ku belikan kopi" Abe mencoba mengalihkan pembicaraan."Iya untung aku tadi ke mall, kalau tidak entah kapan aku bisa bertemu denganmu lagi"Abe berlalu menuju meja kasir, Tak lama kemudia dia kembali sambil membawa segelas kopi susu dan kentang goreng."Kau pasti suka ini" Seru Abe"Wah kau juga suka kopi susu, sama dong seperti Abe. Ehhheeem" Goda Isa pada Abe."Abe juga suka?" Tanya Rain bersemangat."Iya, Ini kopi susu terenak yang pernah ku minum""Oiya, ini adikmu yang pernah kau ceritakan dulu kan?" Tanya Rain memulai pembicaraan."Iya adikku cuma dia, siapa lagi" Jawab Abe"Sebentar lagi aku juga akan jadi adikmu" Ujar Isa sambil tersenyum pada Rain."Adik apa?" Rain bingung"Adik iparlah"Mendengar jawaban Isa, Abe langsung melotot tanda tak setuju. Isa hanya bisa tertawa melihat tingkah Abe yang mulai salting didepannya.Merekapun berbincang cukup lama hari itu membuat semua kegundahan Rain menghilang bersama canda gurau mereka hari itu. .====Seperti apa kelanjutan cerita cinta Rain, akankah Abe benar-benar mencintainya. Ikuti terus ya kelanjutan ceritanyaSetelah kejadian penuduhan terhadap Una, kini Rain semakin tau siapa Ibu Kara. Dia jadi lebih hati-hati pada asisten rumah tangganya itu. Tak banyak bicara dia kini pada Ibu Kara. Setiap wanita paruh baya itu mengajaknya berbicara dia kini memilih untuk banyak diam."Kenapa kau jadi seperti itu Rain?" Tanya ibunya"Kenapa bu?""Kau jadi tampak berbeda sekang.""Tidak ada yang terjadi, aku hanya berhati-hati pada asisten rumah tanggaku saja"====Hari ini Rain memberanikan diri untuk pergi kekampus, sudah banyak sekali ketertinggalannya distudinya ini. Setelah bersiap diapun kemudian berpamitan dengan Abe."Aku pegi kuliah dulu ya." Pamit Rain"Baiklah, hati-hati." Jawab Abe dingin.Rain membuka pintu dan pergi sambil melambaikan tangannya tanpa balasan dari suaminya.Saat sampai dikampur Rain sedikit heran, mengapa kampus tampak sepi berbeda dari hari-hari biasanya."Rain..." Seru seseorang dari belakang
Pagi ini udara di Malang sangat sejuk, embut turun dengan begitu indah membuat suasana menjadi sangat lembut. Rain bersiap untuk pergi kuliah karena minggu lalu tak datang satu haripun karena mengurusi suaminya dirumah sakit.Tak mau menghabiskan waktu, diapun segera turun untuk sarapan pagi. Ibu Kara nampak sudah menyiapkan sepotong roti dengan selai anggur kesukaannya beserta segelas susu yang selalu harus diminum anggota keluarga Abe setiap hari.Setelah Rain menyelesaikan sarapannya Unapun menghampiri."Hari ini kau akan berangkat kuliah juga?" Tanya Una"Iya aku sudah ketinggalan jauh sekali" Ujar Rain sambil menghela nafas panjang.Una kemudian membuka tas yang dibawanya, dia kemudian terkaget ketika melihat didalam tasnya itu ada sebuah benda yang tak dikenalnya."Hei itukan..." Teriak Rain kaget melihat sapu tangan Abe ada didalam tas sahabatnya itu."Rain aku tidak tau bagaimana benda ini ada disini" Ujar Una terkaget
Hari ini Keluarga Abe memilih pulang ke Malang untuk masa penyembuhan Abe, Mereka merasa jika tinggal di Surabaya, Abe ngak akan bisa istirahat secara total karena dia akan selalu menginggat akan pekerjaannya yang tak pernah berkurang.Mobil pun disiapkan untuk keberangkatan mereka semua ke Malang, tak lupa mereka membawa sedikit perbekalan untuk cemilan selama diperjalanan.Setelah semua siap merekapun berangkat. Perjalanan hari ini tanpa hambatan, cukup 2 jam saja mereka sudah tiba dirumah Malang."Selamat datang" Sambut Ibu Rain saat mereka membuka pintu"Ibu apa kabar?" Rain menyapa dengan penuh kerinduan"Alhamdulillah baik. Ibu dan Ibu Kara sudah memasak untuk kalian semua, ayo segera disantap. Kalian pasti kelaparan.""Terima kasih, yuk kita makan" dan merekapun bergegas menuju ruang makan.Obrolan ringanpun bersautan terdengar selama makan siang itu, ayam goreng buatan ibu laris disantap anak-anak sedang Abe lebih memilih maka
Sorepun menjelang, Gia yang terlelap akhirnya terbangun. Begitu bangun dia segera meminta duduk disamping papinya."Gia peluk papi ya, biar papi cepat sembuh" Gia kemudian memeluk Abe dengan manja"Gia kangen papi ya?" Abe nemerima pelukan putri kecilnya itu dengan sangat mesra"Iya papi jangan sakit, Gia sediiiiiiih kalau papi ngak peluk Gia""Papi ngak lama kok sakitnya, setelah sembuh papi janji ngak akan sakit lagi biar bisa peluk Gia terus ya""Iya papi, tapi papi ya kakak Gio sekarang ngak mau bobo bareng Gia lagi""Kenapa begitu?" Tanya Abe"Katanya Gia kalau nangis kenceng, bikin pusing"Melihat tingkah Gia, Rainpun tak kuasa menahan gemes."Gia, boleh mami cubit pipinya?" Pinta Rain sambil mencubit Gia"Mami gemes ya sama aku, ya kan aku anak papi yang paling gemesin"Saat Rain sedang berbincang dengan Gia tiba-tiba Isa masuk keruangan itu dengan wajah tak senang."Gia sedang apa disini? Ayo
Sakitnya Abe hingga dirawat dirumah sakit, membuat Rain tak dapat mengikuti praktikum yang sudah dia jadwalkan minggu lalu. Hal ini membuat pihak kampus menghubunginya via sambungan telepon.Kriiinggg... Ponsel Rain berbunyi kencang"Halo.." Rain menjawab singkat"Selamat pagi, benar ini Rain Purnamawati?" Tanya penelepon dengan sopan"Benar itu saya, maaf ini dengan siapa ya?""Ini dari kampus kak, kakak minggu ini ada jadwal praktikum tapi tidak kakak hadiri""Oh iya, maaf saya lupa. Suami saya sakit. Jadi bagaimana ya?""Masih bisa dijadwalkan ulang kak, tapi baru semester depan""Mmmm... ya sudah tak apa biar semester depan saya ulang, saya tidak bisa meninggalkan suami saya saat ini.""Tak apa kak, saya hanya menyampaikan saja""Terima kasih infonya ya"Rain kemudian menutup sambungan telepon tadi dengan wajah sedih."Kamu kenapa?" Tanya Abe yang masih terbaring lemah ditempat tidur"Tadi
"Raiiin..." Bisik Abe sambil meraih tangang istrinyaRain terbangun dan segera menghilangkan kantuknya"Ada apa?""Pasangkan pispot... aku mau buang air kecil""Pasang? Pispot itu yang mana?" Rain kebingungan"Biasanya ada dibawah tempat tidur"Rain membungkuk dan melihat sebuah benda berbahan stainless, setelah meraihnya Rain nampak kebingungan"Bagaimana memasangnya?""Aku mau pipis, buruan sedikit kenapa sih?" Abe mulai kesalRain yang kebingungan kemudian mencoba memasangkan pispot untuk Abe."Aku harus memegang....""Cepat kau mau aku mengotori kasur ku""Iya sabar"Rain hanya menutup matanya sambil menunggu suaminya itu selesai buang air kecil. Dia tak menyangka merawat orang sakit benar-benar butuh keberanian yang besar. Setelah Abe selesai, Rain kemudian nampak bingung melepas pispot tersebut."Apa yang kau lihat..." Abe nampak tak nyaman"Ah tidak.. baik... sebenta