Seminggu setelah meninggalnya ayah Rain, Merekapun kembali kerumah Abe di Malang. Rumah yang ini berada dibelakang mall dimana pertama kali bertemu. Rumah berlantai dua yang sangat mewah dengan cat putih dengan pilar yang membuat rumah ini terlihat sangat megah. Setibanya dirumah Abe mempersilahkan Rain masuk.
"Masuklah, kau tinggal disini sekarng, nanti ku bantu mengambil barang-barang dikosanmu"
"Bukannya dulu kau bilang ini rumah temanmu?"
"Saat itu aku hanya pura-pura saja"
"Pura-pura?" Ujar Rain dengan wajah datar
"Ayo masuk"
Rain nampak begitu takjub dengan dekorasi rumah itu, sangat berkelas tak seperti rumahnya yang dindingnya saja tak di aci.
"Kau tidur dikamar utama di lantai dua ya, aku sudah meminta asisten rumah tangga untuk membereskannya"
Hati Rain masih tak menentu, entah dia harus senang atau sedih menjalani pernikahan pura-pura ini, dia kemudian menuju kamarnya dengan kepala yang masih menunduk.
Melihat Rain begitu gontai Abe pun menghampiri
"Kenapa? Kau menyesal menikah denganku?"
Pertanyaan Abe ini terasa menusuk jantungnya, Rain hanya bisa terdiam sambil menatap mata suami sementaranya itu.
"Papiiiii..." Terdengar suara Gia keluar dari kamar
"Gia, kau disini? siapa yang mengantarmu kemari sayang" Sambut Abe sambil menggendong putrinya itu
"Aku kesini sama supir, tadi pak supir bilang papi mau pulang hari ini. Aku nangis biar diantar ketemu papi"
"Ah kau ini, sudah besar masa nagis"
"Biarin, aku kan kangen papi"
Rain tersenyum melihat putri kecil Abe itu,
"Hai Gia, kau masih ingat sama Rain"
"Eh kata nenek aku sekarang harus manggil mami" Jawab Gia sambil tersenyum
"Oh mami?" Rain nampak bingung
"Iya kan mami sudah nikah sama papi"
Rain dan Abe saling berpandang, gadis kecil itu kemudian mengajak mami barunya itu berkeliling rumah, ternyata tak cuma arsitektur rumah saja yang menawan.
Didalam rumah itu semua yang mereka butuhkan sudah tersedia, mulai kolam renang, dapur yang sangat luas dan lengkap serta tempat bermain untuk Gia dan kakak-kakaknya.
"Mami ini trampolin, Gia suka sekali main ini"
"Bagaimana mainnya?" Tanya Rain saat tiba dihalaman belakan rumah yang sangat luas itu
"Begini" Gia kemudian minta digendong naik keatas trampolin
"Hati-hati sayang"
"Mami liat ya" Gia kemudian mulai lompat diatas trampolin
"Wah kau senang sekali nampaknya"
"Wingg....wingg" Gia melompat makin tinggi
Rain terus mengawasi putri tirinya itu sambil terus tersenyum.
Abe yang sejak tadi berada didalam rumah nampak mulai sibuk dengan pekerjaannya, poselnya mulai berbunyi menandakan dia harus kembali ke aktifitas aslinya.
"Papi sibuk sekali tampaknya?" Tanya Rain sambil terus mengawasi Gia
"Papi tak pernah punya waktu untukku, dia selalu begitu setiap hari"
"Ow, papi orang penting nak, banyak pekerjaan yang harus dikerjakanya"
"Mami, apa papi menyayangiku?"
"Gia, kenapa kau bicara begitu?"
"Mami tidak tau sih, papi itu kalau lagi sibuk bisa sampai tidak pulang seminggu lo" Gia menjelaskan dengan wajah polos.
"Sayang, papi itu sangat sayannnnggg sekali sama Gia dan kakak-kakak"
"Kenapa mami bilang begitu, ketemu papi saja aku sulit, kalau tidak menangis dulu supir mana mau mengantarkan ku ketemu papi"
Rain lalu menatap wajah polos dia kemudian mencoba menjelaskan pada gadis mungil itu.
"Sayang, kalau papi tak bekerja keras mana bisa papi belikan Gia rumah bagus, baju bagus, mobil bagus. Mungkin papi jadi tak ada waktu untuk Gia. Tapi itulah cara papi menyayangi Gia"
"Apakah semua papi-papi seperti itu"
"Tidak semua nak, kau beruntung punya papi yang bisa membelikanmu segalanya, diluar sana banyak sekali keluarga yang bahkan tak mampu membelikan rumah sebagus punya Gia"
"Berarti selama ini Gia salah sangka donk ke papi"
"Iya nak, papi sayang sekali ke Gia"
"Mami mau ya temani Gia minta maaf sama papi"
"Boleh, kapan Gia mau minta maaf"
"Sekarang saja, mumpung papi dirumah. Nanti kalau papi kerja bisa lama lagi Gia nunggu papi pulangnya"
"Baiklah, ayo" Ajak Rain sambil menggandeng tangan Gia
Mereka pun tiba diruang tengah, nampak Abe sedang duduk selonjor sambil memperhatikan layar laptopnya.
"Papiiii" Panggil Gia manja
"Apa sayang" Jawab Abe sambil memperbaiki duduknya
Gia kemudian naik kepangkuan Abe
"Gia mau minta maaf sama papi"
"Gia nakal apa?"
"Gia salah ke papi" Gia mulai meminta maaf dengan wajah sedih
"Salah apa sayang?"
"Gia pikir papi ngak sayang sama Gia"
"Maksud Gia apa, papi ngak ngerti"
"Gia pikir papi ngak sayang sama aku dan kakak-kakak, tapi tadi mami bilang kalau papi ngak kerja papi ngak akan bisa belikan baju bagus, rumah bagus, dan semua-muanya"
Mendengar perkataan Gia, Abe kemudian menatap Rain.
"Bisa tinggalkan kami berdua" Ujar Abe kearah Rain
"Baik aku tinggalkan kalian berdua" Rain kemudian meniggalkan ruang tengah menuju dapur.
Dia kemudian membuka kulkas yang terisi penuh makanan
"Nyonya..." Terdengar seseorang memanggilnya
"Hai, kakak siapa?" Sapa Rain pada seorang wanita berusia tiga puluh tahunan itu
"Nyonya, perkenalkan saya Yani asisten rumah tangga dirumah ini"
"Oh, iya salam kenal ya, saya Rain"
Tak lama kemudian Abe datang menghampiri dengan wajah yang marah.
"Yani tinggalkan kami berdua"
"Baik tuan" Jawab Yani sambil pergi dengan wajah ketakutan
"Jangan dekat-dekat putriku" Teriak Abe membuat Rain ketakutan
"Ke..kenapa?"
"Sudah jangan banyak tanya, kenapa kau ini"
"A..aku salah apa?"
"Sudah ku bilang. pernikahan kita hanya pura-pura jadi janga berusaha membuatku kagum padamu dengan mendekati anak-anakku, kau dengar"
Betapa kagetnya Rain melihat sikap Suaminya hari ini, dia benar-benar bingung dan merasa semua kebaikan Abe selama ini hanya sebuah kepura-puraan semata.
Rain kemudian menuju kamar tidurnya, dia merebahkan badanya yang nampak bingung dengan keadaan hari ini, dia ingin sekali menangis tapi matanya serasa tak mengijikannya.
"Mami mana?" Terdengar Gia mencarinya
Rain hanya terdiam tak tau harus bagaimana, dia takut sekali Abe marah lagi padanya
"Gia main sama Ibu aja ya, maminya lagi istirahat." Yani mencoba menjelaskan pada Gia
"Tadi mami main sama Gia, mami baik kok ngak suka marah-marah kayak papi"
"Sudah sayang ayo main keluar lagi"
Rain kemudian keluar dari kamar, Sambil menempekkan telunjuk kehidungnya dia kemudain menghampiri Gia
"Jangn ribut, nanti papi marah"
"Iya" Jawab Gia sambil mengangguk
"Main sama mami dikamar aja, tapi jangan teriak ya janji"
"Tuh kan Ibu Yani, Mami baik" Gia meyakinkan Yani
Kemudian Gia masuk kamar Rain dan meninggalkan Yani
"Tak apa Ibu, nanti aku jelaskan ke Abe"
"Tapi tadi tuan bilang....."
"Paling dia marah ke aku, ibu jangan khawatir"
Yani kemudian menggangguk dan meninggalkan Gia dan Rain didalam kamar.
Di dalam kamar Gia melompat-lompat dikasur, Rain hanya menonton sambil terus mengawasi Abe yang sedang sibuk dihalaman belakang rumah yang tampak dari jendela kamarnya.
"Mami kaki Gia pegel, pijat-pijat mi" Pinta Gia manja
"Sebentar ya, mami ambil minyak kayu putih dulu di tas"
Rain kemudian segera mengambil sebotol minyak kayu putih dan mulai memijat kaki Gia yang sedari tadi tak berhenti melompat. Gia nampak senang melihat Rain begitu telaten merawatnya.
Setelah beberapa dipijat Rain, mata gadis kecil itu pun mulai mengantuk dan tak perlu menunggu dia pun tertidur pulas.
"Gia mana?" Tanya Abe pada Yani
"Gia...."
Melihat wajah Yani yang kebingungan Abe langsung tau dimana putrinya berada, dengan langkah setengah berlari dia menuju kamar Rain dan benar saja putrinya sedang tertidur manja disamping Rain.
Abe lalu menarik tangan Rain dengan kasar keluar kamar. Rain hanya bisa terdiam melihat suaminya itu begitu kasar padanya. Setelah menutup pintu kamar kemarahan Abe pun semakin menjadi.
"Berani sekali kau membangkangku"
"Dia tadi mau main"
"Kau tak dengar aku tadi sudah melarangmu"
"Iya Abe tapi mana tega aku menolaknya"
"Kau mau aku marah ya"
Jantung Rain terasa berhenti melihat Abe begitu marah padanya, pria yang selama ini dipujanya ternyata sangat berbeda dengan apa yang dia kira selama ini, sambil menahan tangisnya dia kemudian memilih pergi meninggalkan Abe yang nampak semakin marah saja.
Setelah kejadian penuduhan terhadap Una, kini Rain semakin tau siapa Ibu Kara. Dia jadi lebih hati-hati pada asisten rumah tangganya itu. Tak banyak bicara dia kini pada Ibu Kara. Setiap wanita paruh baya itu mengajaknya berbicara dia kini memilih untuk banyak diam."Kenapa kau jadi seperti itu Rain?" Tanya ibunya"Kenapa bu?""Kau jadi tampak berbeda sekang.""Tidak ada yang terjadi, aku hanya berhati-hati pada asisten rumah tanggaku saja"====Hari ini Rain memberanikan diri untuk pergi kekampus, sudah banyak sekali ketertinggalannya distudinya ini. Setelah bersiap diapun kemudian berpamitan dengan Abe."Aku pegi kuliah dulu ya." Pamit Rain"Baiklah, hati-hati." Jawab Abe dingin.Rain membuka pintu dan pergi sambil melambaikan tangannya tanpa balasan dari suaminya.Saat sampai dikampur Rain sedikit heran, mengapa kampus tampak sepi berbeda dari hari-hari biasanya."Rain..." Seru seseorang dari belakang
Pagi ini udara di Malang sangat sejuk, embut turun dengan begitu indah membuat suasana menjadi sangat lembut. Rain bersiap untuk pergi kuliah karena minggu lalu tak datang satu haripun karena mengurusi suaminya dirumah sakit.Tak mau menghabiskan waktu, diapun segera turun untuk sarapan pagi. Ibu Kara nampak sudah menyiapkan sepotong roti dengan selai anggur kesukaannya beserta segelas susu yang selalu harus diminum anggota keluarga Abe setiap hari.Setelah Rain menyelesaikan sarapannya Unapun menghampiri."Hari ini kau akan berangkat kuliah juga?" Tanya Una"Iya aku sudah ketinggalan jauh sekali" Ujar Rain sambil menghela nafas panjang.Una kemudian membuka tas yang dibawanya, dia kemudian terkaget ketika melihat didalam tasnya itu ada sebuah benda yang tak dikenalnya."Hei itukan..." Teriak Rain kaget melihat sapu tangan Abe ada didalam tas sahabatnya itu."Rain aku tidak tau bagaimana benda ini ada disini" Ujar Una terkaget
Hari ini Keluarga Abe memilih pulang ke Malang untuk masa penyembuhan Abe, Mereka merasa jika tinggal di Surabaya, Abe ngak akan bisa istirahat secara total karena dia akan selalu menginggat akan pekerjaannya yang tak pernah berkurang.Mobil pun disiapkan untuk keberangkatan mereka semua ke Malang, tak lupa mereka membawa sedikit perbekalan untuk cemilan selama diperjalanan.Setelah semua siap merekapun berangkat. Perjalanan hari ini tanpa hambatan, cukup 2 jam saja mereka sudah tiba dirumah Malang."Selamat datang" Sambut Ibu Rain saat mereka membuka pintu"Ibu apa kabar?" Rain menyapa dengan penuh kerinduan"Alhamdulillah baik. Ibu dan Ibu Kara sudah memasak untuk kalian semua, ayo segera disantap. Kalian pasti kelaparan.""Terima kasih, yuk kita makan" dan merekapun bergegas menuju ruang makan.Obrolan ringanpun bersautan terdengar selama makan siang itu, ayam goreng buatan ibu laris disantap anak-anak sedang Abe lebih memilih maka
Sorepun menjelang, Gia yang terlelap akhirnya terbangun. Begitu bangun dia segera meminta duduk disamping papinya."Gia peluk papi ya, biar papi cepat sembuh" Gia kemudian memeluk Abe dengan manja"Gia kangen papi ya?" Abe nemerima pelukan putri kecilnya itu dengan sangat mesra"Iya papi jangan sakit, Gia sediiiiiiih kalau papi ngak peluk Gia""Papi ngak lama kok sakitnya, setelah sembuh papi janji ngak akan sakit lagi biar bisa peluk Gia terus ya""Iya papi, tapi papi ya kakak Gio sekarang ngak mau bobo bareng Gia lagi""Kenapa begitu?" Tanya Abe"Katanya Gia kalau nangis kenceng, bikin pusing"Melihat tingkah Gia, Rainpun tak kuasa menahan gemes."Gia, boleh mami cubit pipinya?" Pinta Rain sambil mencubit Gia"Mami gemes ya sama aku, ya kan aku anak papi yang paling gemesin"Saat Rain sedang berbincang dengan Gia tiba-tiba Isa masuk keruangan itu dengan wajah tak senang."Gia sedang apa disini? Ayo
Sakitnya Abe hingga dirawat dirumah sakit, membuat Rain tak dapat mengikuti praktikum yang sudah dia jadwalkan minggu lalu. Hal ini membuat pihak kampus menghubunginya via sambungan telepon.Kriiinggg... Ponsel Rain berbunyi kencang"Halo.." Rain menjawab singkat"Selamat pagi, benar ini Rain Purnamawati?" Tanya penelepon dengan sopan"Benar itu saya, maaf ini dengan siapa ya?""Ini dari kampus kak, kakak minggu ini ada jadwal praktikum tapi tidak kakak hadiri""Oh iya, maaf saya lupa. Suami saya sakit. Jadi bagaimana ya?""Masih bisa dijadwalkan ulang kak, tapi baru semester depan""Mmmm... ya sudah tak apa biar semester depan saya ulang, saya tidak bisa meninggalkan suami saya saat ini.""Tak apa kak, saya hanya menyampaikan saja""Terima kasih infonya ya"Rain kemudian menutup sambungan telepon tadi dengan wajah sedih."Kamu kenapa?" Tanya Abe yang masih terbaring lemah ditempat tidur"Tadi
"Raiiin..." Bisik Abe sambil meraih tangang istrinyaRain terbangun dan segera menghilangkan kantuknya"Ada apa?""Pasangkan pispot... aku mau buang air kecil""Pasang? Pispot itu yang mana?" Rain kebingungan"Biasanya ada dibawah tempat tidur"Rain membungkuk dan melihat sebuah benda berbahan stainless, setelah meraihnya Rain nampak kebingungan"Bagaimana memasangnya?""Aku mau pipis, buruan sedikit kenapa sih?" Abe mulai kesalRain yang kebingungan kemudian mencoba memasangkan pispot untuk Abe."Aku harus memegang....""Cepat kau mau aku mengotori kasur ku""Iya sabar"Rain hanya menutup matanya sambil menunggu suaminya itu selesai buang air kecil. Dia tak menyangka merawat orang sakit benar-benar butuh keberanian yang besar. Setelah Abe selesai, Rain kemudian nampak bingung melepas pispot tersebut."Apa yang kau lihat..." Abe nampak tak nyaman"Ah tidak.. baik... sebenta