Rain kembali kekamar kosnya dengan hati yang sangat kacau, Una yang melihatnya begitu sedih menghapiri
"Kenapa Rain"
"Una, ternyata Abe itu laki-laki bajingan" Rain kemudian menagis sesegukan
"Kau ini bicara apa?"
"Dia tadi mengajakku menikah kontrak dengannya"
"Apaaa....mungkin dia bercanda"
"Mana mungkin dia bercanda, dia bilang dia hanya akan menikahiku beberapa tahun saja" Tangis Rain semakin menjadi-jadi
"Ah kenapa kau tak tanyakan maksudnya dulu, jangan langsung marah begini"
"Sudah... sudah jelas dia bajingan. Kalau dia laki-laki baik mana mungkin dia mengajakku nikah kontrak begini"
"Ya sudah, tinggalkan saja dia"
"Aku tak menyangka dia seperti itu"
"Rain, tenang lah. Sudah jangan kau ingat lagi"
Rain kemudian menangis sejadi-jadinya dan Una hanya bisa terdiam melihatnya.
Una kemudian meninggalkan Rain yang mulai mengantuk. Dia tak berani banyak bicara akan apa yang terjadi pada sahabatnya itu.
============
Di Batu
Setelah mengantarkan Rain pulang, Abe merasa sangat bersalah akan apa yang dia perbuat pada wanita lugu itu. Sesampai dirumah dia hanya terdiam saat anak-anaknya menghampiri.
"Papi mana teman papi tadi, kok dia tidak pamit?" tanya Gia sambil memasang wajah sedih
"Dia harus segera pulang, takut kemalaman dijalan"
"Tapi lain kali dia main lagi sama Gia kan"
"Iya sayang, nanti papi ajak teman papi main-main denganmu ya"
Abe kemudian duduk disofa ruang tamu sambil menggendong Gia yang terus memeluk papinya yang nampak kelelahan itu
krrrriiiing ..... ponsel Abe berbunyi, nampak Rain menelponnya
"Halo Rain ada apa?"
"Abe, ini Una..."
"Hah Una, ada apa?"
"Rain pingsan, tadi ibunya menelponnya memberitahukannya kalau ayah Rain meninggal"
"Rain mana?"
"Ini dia belum siuman, aku tak tau harus minta tolong siapa, kau bisa kan kemari dan antarkan dia pulang"
"Baik,,,, baik tunggu sebentar aku kesana" Abe langsung menurunkan Gia dari pangkuannya
"Supiir..." Teriak Abe memanggil Pak Yanto supirnya
"Iya pak"
"Antar aku, Aku lelah tak sanggup nyetir"
"Baik pak"
Pak Yanto pun kemudian mengantar Abe dengan mobilnya menuju kosan Rain, sesampai disana dia segera masuk.
"Rain..." Ujar Abe
"Ayaahhhh" Tangis Rain semakin menjadi saat melihat Abe
"Biar ku antar pulang, tak apa ya"
Dengan tubuh yang masih lemah, Rain menguatkan tubuhnya untuk berdiri. Dia kemudian membawa tas kuliahnya dan mengemasi beberapa barang.
"Ayo ku antar" Abe menghampiri sambil menuntun Rain yang masih nampak sangat kebingungan.
Rain menurut saja dengannya, kemudian melangkah menuju mobil. Mereka berdua duduk dijok belakan mobil. Abe kemudian berusaha memeluk Rain.
"Tak usah, aku cukup kuat untuk melalui ini semua"
"Maaf kan aku"
"Jangan kau anggap kita ada apa-apa lagi"
"Iya, aku akan mengantarkan mu. Pak ayo kita jalan"
"Baik" Jawab Pak Yanto sambil mulai menyetir
Mata Rain nampak sembab, dia tak menyangka ayahnya akan secepat itu meninggalkannya.
"Kau mau minum?" Abe menyodorkan air mineral
"Terima kasih" Rain kemudian meminum air mineral itu seteguk
"Ayahmu sudah dirumah"
"Iya, tadi ibu bilang ayah sudah dirumah"
"Ayahmu sakit sudah lama ya?" Abe mencoba mencairkan situasi
"Ayahku jatuh dikamar mandi, kemudian tak sadarkan diri dan meninggal dirumah"
"Sabar ya, aku tau kau sangat sedih"
Rain yang tak sanggup menahan kepalanya yang sangat pusing kemudian menyenderkan kepalanya pada bahu Abe, melihat kepala wanita lugu itu terkulai Abe pun kemudian mencoba memeluk lagi Rain.
"Ayaaah..." Tangis Rain pecah dan dia kembali tak sadarkan diri.
Abe berusaha membaringkannya dipangkuan kemudian mengambil minyak angin yang ada dikotak obat dekat pintu mobil. Setelah beberapa saat Rain terbangun dengan tubuh sangat lemas.
"Sudah kau berbaring dulu saja, kau pasti masih sangat kaget akan kepergian ayahmu"
Rain menurut saja sampai mobil tiba dirumahnya.
Setiba dirumah nampak bendera kuning sudah terpasang, para tamupun mulai berdatangan.
"Rain.." Panggil Ibu dengan mata yang sembab
"Ibu, mana ayah"
"Masuk nak, kuatkan hatimu"
Nampak ayah Rain terbujur kaku diruang tengah dengan tubuh yang sudah terkafani, Rain hanya memandang sambil terduduk lemas.
"Nak" Sapa ibu pada Abe
"Saya mengantarkan Rain pulang ibu, tadi dia pingsan
"Terima kasih mau mengantar Rain pulang"
"Iya bu"
Setelah beberapa lama, seorang tetangga membisiki Ibu Rain
"Bu, tradisi disini kan kalau ayah Rain meninggal dan Rain sudah ada calon baiknya mereka menikah sebelum Ayah Rain dikebumikan"
"Apa iya teman putriku mau menikah sekarang?"
"Coba diberi penjelasan saja, bukan kah lebih baik mereka menikah secepatnya"
"Waduh aku tanyakan dulu ya, mereka memang sudah cukup dekat"
"Nah apa lagi mereka sudah cukup dekat, apa kata tetangga nanti kalau mereka tak juga menikah. Ya aku kan cuma memberi saran"
Ibu Rain kemudian menarik tangan Abe menuju kamar, dan mulai memberi pengertian kepada Abe
"Nak, begini ya. Ini kalau Nak Abe bersedia saja. Ibu tidak memaksa"
Abe nampak kebingungan melihat ekspresi Ibu Rain
"Ada apa bu?"
"Tradisi disini kan, kalau ada Ayah yang meninggal, baiknya putrinya dinikahkan sebelum ayah itu dikebumikan"
"Lalu maksud ibu?"
"Iya, apa nak Abe bersedia menikahi Rain sebelum Ayahnya dikebumikan. Ini ibu tidak maksa lya. Ini cuma tradisi"
Abe kembali ke rencana awalnya, tentu dia mau saja asal Rain bersedia. "Iya kalau begitu tradisi disini saya bersedia saja, masalahnya Rain bagaimana"
"Coba ibu tanyakan, ngak enak juga dengan tetangga kan kalian sudah beberapa kali kemari"
Ibu kemudian menarik Rain kekamar tempat tadi, kemudian menceritakan hal yang sama kepada Rain.
"Ibu,,, apa harus secepat ini" Ujar Rain sambil menangis
"Nak, Abe sudah mau, tinggal kau yang putuskan"
Rain kemudian menatap Abe yang nampak bingung
"Nak, ngak enak juga sama tetangga kalau kau punya pacar tapi tak menikah saat jasad ayahmu masih ada"
Rain kemudian menangis sejadi-jadinya kemudian mengangguk dengan berat
"Terima kasih kau mau memutuskan pernikahan ini, Ibu akan bicara kepada pak mudin agar kalian bisa menikah malam ini juga"
Ibu kemudian meninggalkan Rain dan Abe berdua dikamar. Mereka hanya saling menunduk tanpa berkata satu katapun. Dalam hati Rain dia tak tau apa jadinya jika ibunya kemudian tau rencana awal yang sudah disampaikan Abe padanya. Sedangkan di dalam hati Abe dia tak menyangka niatnya itu akan berjalan semenyedihkan ini.
====
Setelah semuanya disiapkan Abe pun mengucapkan Ijab Kabul didepan jasad ayah Rain dengan mas kawin uang seadanya didompet. Pernikahannya kali ini sangat berbeda dengan pernikahan pertamanya dengan mendiang istrinya. Sangat sederhanya dan terkesan seadanya.
Rainpun tak dirias seperti umumnya pengantin wanita, hanya mengenakan pakaian seadanya dan selendang polos milik ibunya.
"Alhamdulillah sah..., Kini beban ayahmu sudah berkurang" Ujar mudin selepas Abe mengucapkan Ijab
"Terima kasih pak mudin, maaf kalau mendadak sekali acaranya"
"Tak apa bu, yang penting niatnya ya, karena sudah malam saya pamit pulang ya. Selamat menempuh hidup baru ya Rain"
Rain hanya membalas ucapan pak mudin dengan senyum bingung.
==
Akankah Rain dan Abe hidup bahagia. Ikuti kelanjutannya dan jangan lupa review ya
Seminggu setelah meninggalnya ayah Rain, Merekapun kembali kerumah Abe di Malang. Rumah yang ini berada dibelakang mall dimana pertama kali bertemu. Rumah berlantai dua yang sangat mewah dengan cat putih dengan pilar yang membuat rumah ini terlihat sangat megah. Setibanya dirumah Abe mempersilahkan Rain masuk."Masuklah, kau tinggal disini sekarng, nanti ku bantu mengambil barang-barang dikosanmu""Bukannya dulu kau bilang ini rumah temanmu?""Saat itu aku hanya pura-pura saja""Pura-pura?" Ujar Rain dengan wajah datar"Ayo masuk"Rain nampak begitu takjub dengan dekorasi rumah itu, sangat berkelas tak seperti rumahnya yang dindingnya saja tak di aci."Kau tidur dikamar utama di lantai dua ya, aku sudah meminta asisten rumah tangga untuk membereskannya"Hati Rain masih tak menentu, entah dia harus senang atau sedih menjalani pernikahan pura-pura ini, dia kemudian menuju kamarnya dengan
Rain kemudian menuju dapur dan menenangkan diri disana, Yani yang tau betul suasana hatinya mencoba menuangkan air putih dalam gelas mewah yang ada dirak piring."Ini nyonya, minumlah""Terima kasih ibu""Tuan memang seperti itu semenjak mendiang istri tuan meninggal""Dia kenapa?""Dulu tuan tidak begitu, tapi sepertinya tuan jadi sangat cemburu jika ada yang dekat dengan anak-anaknya""Tapi dulu dia tidak begitu ibu, yang ku kenal Abe sangat manis""Entahlah, dia sangat takut ada perempuan lain yang bisa dekat dengan anak-anaknya, seakan tuan tak ingin posisi ibu kandung anak-anaknya terganti oleh siapapun""Ow begitu, bisa jadi sih. Tadi dia sangat marah saat aku berusaha dekat dengan Gia""Ya begitulah tuan" Yani kemudian menarik nafas panjang"Tak apa ibu, semua akan segera berakhir, aku akan membuatnya bersedia menerimaku sebagai ibu anak-anaknya kini""Apa nyonya yakin?""Kita lihat saja" Jawa
Sore itu Isa juga bercerita sedikit tentang Lidya, mendiang Istri Abe. Baginya Wanita itu adalah cinta pertama bagi kakaknya, tak ada yang dapat membuat Abe buta akan cinta selain Lidya. Namun sayang, selama pernikahan mereka Istri Abe ini terbilang sangat ringkih, mudah sakit.Pernah suatu ketika hanya karena kehujanan Lidya bisa sampai mimisan dan yang paling parah karena selimut lupa dicuci, tubuhnya bentol-bentol berhari-hari."Tapi ya begitulah, hidup ini adil Rain. Saat Lidya sangat lemah Abe lah yang menutupi semua kekurangan istrinya itu" Cerita Isa pada Rain."Aku rasa Abe memang pria yang baik, hanya saja dia masih enggan untuk melupakan mendiang istrinya itu""Karenanya kau harus sabar ya""Semoga, aku tak tau apa yang akan terjadi besok" Tutup Rain dengan wajah sedih.Isa yang melihat wajah sedih Rain tau betul bahwa gadis muda itu tak benar-benar berani menghadapi Abe yang tampaknya galak namun sebenarnya sangat pengertian. Saat
Setelah makan malam Gia nampak tak enak badan, dia kemudian meminta pengasuhnya mengantarkannya kekamar tidur."Ibu Yuyun aku pusing" Ujar Gia saat berjalan menuju kamar"Ibu pijat ya nak" Kata Yuyun sambil membaringkan Gia ketempat tidur dan mulai memijat punggung gadis kecil itu"uoooooookkk" Gia muntah banyak sekali"Gia...." Teriak Yuyun yang membuat Abe menghampiri"Gia kenapa?" Abe menghampiri putrinya"Pusing papi...pusing""Papi panggil Dokter ya"Gia mulai menangis, Lia pun menghampiri adiknya dengan wajah sangat cemas."Halo dokter, putriku sakit. Tolong segera kemari" Telepon Abe pada dokter pribadinyaTak lama kemudian dokter datang dan memeriksa Gia."Putriku kenapa dokter?" Abe penasaran"Ini masalah psikologi pak, sebaiknya jangan bertengkar didepan putri bapak""Ah iya, tadi sore ada pertengkaran memang""Anak seusian Gia memang sangat sensitif, bapak harus benar-benar m
Setelah kejadian kemarin yang cukup menegangkan, hari ini terasa lebih menyenangkan. Abe bangun tidur dengan senyum yang mengembang begitu pun anak-anak. Setelah menyelesaikan sarapan bersama dengan roti bakar dan susu murni mereka telah siap memulai hari ini dengan setumpuk aktifitas masing-masing.Tak lama setelah siap, anak-anakpun naik mobil dan diantar supir menuju sekolah. Sedangkan Abe memilih berangkat kekantor dengan menyetir sendiri mobilnya."Aku berangkat ya" Pamit Abe pada Rain."Iya, hati-hati dijalan ya""Jangan lupa makan siang, aku pulang agak telat"Merasa jenuh terus berada didalam rumah, Rain mulai berjalan-jalan diteras belakang rumah. Nampak banyak sekali tanaman yang kurang terawat, dia kemudian mulai membersihkan beberapa tanaman. Tak berapa lama kemudian ponselnya berbunyi, Rain bergegas menjawab panggilan telepon itu."Halo...""Rain, ini Abe""Ada apa?""Kertas kerjaku ketinggalan dimeja kerjak
Hari menjelang siang, Abe pun pamit kepada rekan-rekan kerjanya. Dia kemudian mengajak Rain menuju salah satu mall yang tak jauh dari kantornya sembari makan siang. Rain nampak sangat bersemangat berjalan disamping Suaminya itu."Mumpung Abe ngak galak" PikirnyaSetelah menuruni lift, Abe mulai melajukan mobilnya. Rain duduk disampingnya sambil mengingat-ingat jalan yang mereka lalui.Setiba di mall, Abe kemudian memarkirkan mobil tak jauh dari pintu masuk mall."Ayo turun""Asiiik""Seneng banget kayaknya""Iya lah, ah besok aku mau kekantormu lagi biar pulangnya ke mall lagi""Ih ya ngak tiap hari juga lah" Jawab Abe sambil melotot.Mereka pun memasuki mall, Rain melihat-lihat snack yang dipajang begitu menggiurkan sepanjang jalan masuk. Abe hanya mengikuti langkahnya dari belakang."Kamu mau makan apa?" Tanya Abe"Apa ya? aku belum pernah kesini""Nasi atau pizza" Abe memberikan pilihan"Na
Pagi ini semua bangun lebih pagi, Rain kemudian membantu asisten rumah tangga untk menyiapkan sarapan seluruh anggota keluarga.Roti bakar, selai coklat dan susu murni tertata rapi dimeja beberapa saat sebelum anak-anak turun untuk sarapan. Abe yang nampak sudah siap dengan pakaian kerjanya, mengecek kembali semua keperluan kerjanya hari ini dengan lebih santai.Setelah semua siap, sarapan pagipun segera dimulai"Hari ini mami Rain pulang ke Malang ya""Yaaa... Gia ditinggalin" Gia nampak kecewa"Nanti sabtu mami balik lagi kok sayang" Rain mencoba menjelaskan"Jangan lama-lama mami, Gia kangen mami" Jawab gadis kecil itu lagiRain hanya tersenyum dan melanjutkan sarapannya. Anak-anak yang lain tampak tak terpengaruh dengan pengumuman dari Abe dan hanya melanjutkan sarapan mereka.Setelah selesai sarapan mereka pun pergi dengan mobil masing-masing, Rain pun menuju mobil yang sudah disiapkan sopir."Aku berangkat ya" Pami
Setelah Una pulang, Rainpun mengirimkan pesan WA kepada Abe, dia berharap suaminya itu mau mengijinkan ibunya tingga bersamanya walau beberapa hari bagus lagi jika boleh berlama-lama dari pada rumah itu sepi."Abe, kau sibuk?" Pesan Rain pada Abe memulai pembicaraan.Membaca pesan Rain, Abe kemudian menelepon istrinya itu"Ada apa? aku malas ngetik""Abe aku sudah di Malang, Urusan kos sudah beres""Uang sewa kos bulan ini sudah kau bayarkan?""Iya sudah beres pokoknya""Ok terus ada apa?""Abe, bolehkan ibuku tinggal dirumah ini dengan ku?""Tentu saja, lakukan yang kau suka" Jawab Abe lagi"Boleh lama?""Tak apa, itu kan rumahmu sekarang. Lagi pula kan yang kau ajak ibumu. Jadi tak usah lah kau ijin dulu padaku""Aku takut kau marah""Hmmmmm.... semenakutkan itukah aku?""Iya... lupa kalau kau marah seremnya seperti apa?""Ahhh biasa aja, lagi pula kapan aku marah?""Ya