Share

Bab. 7 Terpaksa Menikah

Rain kembali kekamar kosnya dengan hati yang sangat kacau, Una yang melihatnya begitu sedih menghapiri

"Kenapa Rain"

"Una, ternyata Abe itu laki-laki bajingan" Rain kemudian menagis sesegukan

"Kau ini bicara apa?"

"Dia tadi mengajakku menikah kontrak dengannya"

"Apaaa....mungkin dia bercanda"

"Mana mungkin dia bercanda, dia bilang dia hanya akan menikahiku beberapa tahun saja" Tangis Rain semakin menjadi-jadi

"Ah kenapa kau tak tanyakan maksudnya dulu, jangan langsung marah begini"

"Sudah... sudah jelas dia bajingan. Kalau dia laki-laki baik mana mungkin dia mengajakku nikah kontrak begini"

"Ya sudah, tinggalkan saja dia"

"Aku tak menyangka dia seperti itu"

"Rain, tenang lah. Sudah jangan kau ingat lagi"

Rain kemudian menangis sejadi-jadinya dan Una hanya bisa terdiam melihatnya.

Una kemudian meninggalkan Rain yang mulai mengantuk. Dia tak berani banyak bicara akan apa yang terjadi pada sahabatnya itu.

============

Di Batu

Setelah mengantarkan Rain pulang, Abe merasa sangat bersalah akan apa yang dia perbuat pada wanita lugu itu. Sesampai dirumah dia hanya terdiam saat anak-anaknya menghampiri.

"Papi mana teman papi tadi, kok dia tidak pamit?" tanya Gia sambil memasang wajah sedih

"Dia harus segera pulang, takut kemalaman dijalan"

"Tapi lain kali dia main lagi sama Gia kan"

"Iya sayang, nanti papi ajak teman papi main-main denganmu ya"

Abe kemudian duduk disofa ruang tamu sambil menggendong Gia yang terus memeluk papinya yang nampak kelelahan itu

krrrriiiing ..... ponsel Abe berbunyi, nampak Rain menelponnya

"Halo Rain ada apa?"

"Abe, ini Una..."

"Hah Una, ada apa?"

"Rain pingsan, tadi ibunya menelponnya memberitahukannya kalau ayah Rain meninggal"

"Rain mana?"

"Ini dia belum siuman, aku tak tau harus minta tolong siapa, kau bisa kan kemari dan antarkan dia pulang"

"Baik,,,, baik tunggu sebentar aku kesana" Abe langsung menurunkan Gia dari pangkuannya

"Supiir..." Teriak Abe memanggil Pak Yanto supirnya

"Iya pak"

"Antar aku, Aku lelah tak sanggup nyetir"

"Baik pak"

Pak Yanto pun kemudian mengantar Abe dengan mobilnya menuju kosan Rain, sesampai disana dia segera masuk.

"Rain..." Ujar Abe

"Ayaahhhh" Tangis Rain semakin menjadi saat melihat Abe

"Biar ku antar pulang, tak apa ya"

Dengan tubuh yang masih lemah, Rain menguatkan tubuhnya untuk berdiri. Dia kemudian membawa tas kuliahnya dan mengemasi beberapa barang.

"Ayo ku antar" Abe menghampiri sambil menuntun Rain yang masih nampak sangat kebingungan.

Rain menurut saja dengannya, kemudian melangkah menuju mobil. Mereka berdua duduk dijok belakan mobil. Abe kemudian berusaha memeluk Rain.

"Tak usah, aku cukup kuat untuk melalui ini semua"

"Maaf kan aku"

"Jangan kau anggap kita ada apa-apa lagi"

"Iya, aku akan mengantarkan mu. Pak ayo kita jalan"

"Baik" Jawab Pak Yanto sambil mulai menyetir

Mata Rain nampak sembab, dia tak menyangka ayahnya akan secepat itu meninggalkannya.

"Kau mau minum?" Abe menyodorkan air mineral

"Terima kasih" Rain kemudian meminum air mineral itu seteguk

"Ayahmu sudah dirumah"

"Iya, tadi ibu bilang ayah sudah dirumah"

"Ayahmu sakit sudah lama ya?" Abe mencoba mencairkan situasi

"Ayahku jatuh dikamar mandi, kemudian tak sadarkan diri dan meninggal dirumah"

"Sabar ya, aku tau kau sangat sedih"

Rain yang tak sanggup menahan kepalanya yang sangat pusing kemudian menyenderkan kepalanya pada bahu Abe, melihat kepala wanita lugu itu terkulai Abe pun kemudian mencoba memeluk lagi Rain.

"Ayaaah..." Tangis Rain pecah dan dia kembali tak sadarkan diri.

Abe berusaha membaringkannya dipangkuan kemudian mengambil minyak angin yang ada dikotak obat dekat pintu mobil. Setelah beberapa saat Rain terbangun dengan tubuh sangat lemas.

"Sudah kau berbaring dulu saja, kau pasti masih sangat kaget akan kepergian ayahmu"

Rain menurut saja sampai mobil tiba dirumahnya.

Setiba dirumah nampak bendera kuning sudah terpasang, para tamupun mulai berdatangan.

"Rain.." Panggil Ibu dengan mata yang sembab

"Ibu, mana ayah"

"Masuk nak, kuatkan hatimu"

Nampak ayah Rain terbujur kaku diruang tengah dengan tubuh yang sudah terkafani, Rain hanya memandang sambil terduduk lemas.

"Nak" Sapa ibu pada Abe

"Saya mengantarkan Rain pulang ibu, tadi dia pingsan

"Terima kasih mau mengantar Rain pulang"

"Iya bu"

Setelah beberapa lama, seorang tetangga membisiki Ibu Rain

"Bu, tradisi disini kan kalau ayah Rain meninggal dan Rain sudah ada calon baiknya mereka menikah sebelum Ayah Rain dikebumikan"

"Apa iya teman putriku mau menikah sekarang?"

"Coba diberi penjelasan saja, bukan kah lebih baik mereka menikah secepatnya"

"Waduh aku tanyakan dulu ya, mereka memang sudah cukup dekat"

"Nah apa lagi mereka sudah cukup dekat, apa kata tetangga nanti kalau mereka tak juga menikah. Ya aku kan cuma memberi saran"

Ibu Rain kemudian menarik tangan Abe menuju kamar, dan mulai memberi pengertian kepada Abe

"Nak, begini ya. Ini kalau Nak Abe bersedia saja. Ibu tidak memaksa"

Abe nampak kebingungan melihat ekspresi Ibu Rain

"Ada apa bu?"

"Tradisi disini kan, kalau ada Ayah yang meninggal, baiknya putrinya dinikahkan sebelum ayah itu dikebumikan"

"Lalu maksud ibu?"

"Iya, apa nak Abe bersedia menikahi Rain sebelum Ayahnya dikebumikan. Ini ibu tidak maksa lya. Ini cuma tradisi"

Abe kembali ke rencana awalnya, tentu dia mau saja asal Rain bersedia. "Iya kalau begitu tradisi disini saya bersedia saja, masalahnya Rain bagaimana"

"Coba ibu tanyakan, ngak enak juga dengan tetangga kan kalian sudah beberapa kali kemari"

Ibu kemudian menarik Rain kekamar tempat tadi, kemudian menceritakan hal yang sama kepada Rain.

"Ibu,,, apa harus secepat ini" Ujar Rain sambil menangis

"Nak, Abe sudah mau, tinggal kau yang putuskan"

Rain kemudian menatap Abe yang nampak bingung

"Nak, ngak enak juga sama tetangga kalau kau punya pacar tapi tak menikah saat jasad ayahmu masih ada"

Rain kemudian menangis sejadi-jadinya kemudian mengangguk dengan berat

"Terima kasih kau mau memutuskan pernikahan ini, Ibu akan bicara kepada pak mudin agar kalian bisa menikah malam ini juga"

Ibu kemudian meninggalkan Rain dan Abe berdua dikamar. Mereka hanya saling menunduk tanpa berkata satu katapun. Dalam hati Rain dia tak tau apa jadinya jika ibunya kemudian tau rencana awal yang sudah disampaikan Abe padanya. Sedangkan di dalam hati Abe dia tak menyangka niatnya itu akan berjalan semenyedihkan ini.

====

Setelah semuanya disiapkan Abe pun mengucapkan Ijab Kabul didepan jasad ayah Rain dengan mas kawin uang seadanya didompet. Pernikahannya kali ini sangat berbeda dengan pernikahan pertamanya dengan mendiang istrinya. Sangat sederhanya dan terkesan seadanya.

Rainpun tak dirias seperti umumnya pengantin wanita, hanya mengenakan pakaian seadanya dan selendang polos milik ibunya.

"Alhamdulillah sah..., Kini beban ayahmu sudah berkurang" Ujar mudin selepas Abe mengucapkan Ijab

"Terima kasih pak mudin, maaf kalau mendadak sekali acaranya"

"Tak apa bu, yang penting niatnya ya, karena sudah malam saya pamit pulang ya. Selamat menempuh hidup baru ya Rain"

Rain hanya membalas ucapan pak mudin dengan senyum bingung.

==

Akankah Rain dan Abe hidup bahagia. Ikuti kelanjutannya dan jangan lupa review ya

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status