Share

part 5 omel

Author: Asnafa
last update Last Updated: 2024-10-22 17:45:47

Di kamar mandi Aldi menatap pantulan wajahnya pada cermin, kotoran di matanya sudah hilang dan hanya meninggalkan tetes demi tetes air yang jatuh dari ujung dagunya.

"Akh sial, aku diremehkan," batin Aldi sambil memegang kening, merasa buruk.

"Tapi... Gadis itu bernama Ana kan, aku seperti pernah mendengarnya, dimana ya...?"

Kening pria 31 tahunan itu berkerut, telinganya seolah pernah mendengar nama familiar itu. "Kalau dia keponakan ibuku berarti dia sepupu ku. Tapi, kapan aku pernah bertemu dengannya?"

Pada dasarnya sejak 31 tahun lalu sampai saat ini keluarga Aldi telah mendapat perlakuan yang berbeda. Itulah yang menyebabkan Aldi sama sekali tak pernah dipertemukan dengan keluarga dari pihak sang ibu.

Semakin dipikir lagi, ingatannya malah membawa Aldi pada detik-detik kelam, terutama saat dia menyatakan cinta pada seorang gadis desa yang dia suka.

Plak!

"Pikiranku ayolah, padahal aku sudah berusaha melupakan kejadian itu." Aldi mendaratkan tamparan di keningnya.

"Ah sudahlah, nanti pasti ingat sendiri." Tangannya yang besar lantas mengambil handuk lalu dikaitkan di atas tengkuk.

"Yang penting, dia tidak boleh jadi penguasa dirumah ini."

...

Sementara ditempat lain, Ana sedang menata pakaian didalam lemari. Kamar yang cukup luas membuatnya sempat melamun sejenak.

"Kasurnya saja bahkan muat untuk tiga orang," batin Ana lalu merebahkan diri usai lelah membereskan perlengkapan dalam lemari.

Langit-langit ditatap, bayangan tentang masa depan tiba-tiba sekilas melintas, membuat gadis itu lagi-lagi harus berpikir.

"Setelah ini, aku harus memperlakukannya bagaimana ya?" Ana berfikir sambil membuat gambar abstrak di atas angin.

"Kalau ku anggap seperti kakakku, sepertinya akan menjadi masalah deh," Ana termenung bingung, mengingat sikapnya yang spontan tanpa pernah berpikir terlebih dahulu, terutama pada sang kakak yang selalu menjadi objek sikap diluar nalarnya.

Dalam situasi tersebut tiba-tiba...

BAK!

"Ana, kita harus bicara!" Suara Aldi meledak di awang pintu usai didobrak dengan sangat keras.

"Sial, jantungku hampir saja copot," batin Ana sambil mengelus dada dengan cepat.

Kedua bola matanya yang jernih lantas tertuju pada pria di awang pintu. Melihat perawakan itu, Ana membatin. "Dia masih sama seperti dulu, hanya saja versi lebih tua saja."

Begitu mengingat itu, Ana langsung mengutuk diri, melepas ingatan kelam yang tiba-tiba hinggap dipikirannya. Kisah kelam tentang pernyataan cinta, dengan seutas tangkai mawar di depan pagar pada sepupu tampannya.

"Dulu pernah ada kejadian itu ya, memalukan saja," pekik Ana sambil memutar bola mata.

Aldi yang masih menunggu, lalu melangkahkan kakinya mendekati penghuni baru di rumah ini. Kedua tangannya sengaja dimasukan dalam saku untuk memperlihatkan aura penguasa utama yang mengintimidasi.

"Kenapa kau harus tinggal disini?" Aldi melayangkan pertanyaan dengan ekspresi tak menyenangkan.

"Aku mau kuliah, karena jarak yang dekat, jadi numpang tinggal disini," jawab Ana.

"Kenapa kau tidak ngekost saja, banyak kost-kostan disekitar sini."

"Mahal, jadi mending pilih yang gratis."

Mendengar itu, Aldi tampak curiga, dia menyipitkan mata lalu membungkukkan badan dan mendekatkan wajahnya pada sepupu yang masih duduk di atas ranjang. "Tidak ada maksud lain kan? Seperti kau di suruh...."

"Enggak ada! Kakak jangan berpikir aneh-aneh deh," potong Ana cepat sambil mendorong Aldi menjauh.

"Aku belum beres-beres, lebih baik Kakak pergi saja sekarang." Secepat mungkin Ana meraih koper kosong lalu menggerakkan tangan seolah terlihat sibuk. Menyembunyikan ingatan tentang pernyataan cinta sepihak dulu.

"Tck, membereskan koper kosong saja, sesibuk itu," ucap Aldi meremehkan.

Bibir yang jauh berbeda dengan gerak pikiran, lantas mengucapkan kata-kata spontan dengan dibalut sulutan.

"Ini juga pekerjaan, Kakak yang tidak suka beres-beres mana tahu kerapihan."

"Kau mengataiku?"

Aldi segera mendekati sepupunya yang masih menyibukkan diri dengan angin.

"Ingat, disini tak ada yang bisa mengataiku, merendahkan ku, meremehkanku sembarangan, jadi kau yang masih bocah ini, setidaknya harus tau diri paham?"

"Kakak yang duluan, kenapa aku yang disalahkan."

"Ya memang kau yang salah, kedatanganmu kesini juga salah tahu."

Mendengar jawaban itu, Ana menghela nafas dengan sangat berat, bola matanya memutar seolah tak ingin memperpanjang percekcokan.

Pelan tapi pasti, Ana mulai menghadap pria jangkung itu, menempelkan kedua telapak tangannya di depan dada lalu membungkuk hormat seperti memohon ampunan pada sang Baginda raja.

"Mohon ampuni saya yang mulia, namun saat ini saya sedang tidak menerima tamu, jadi silahkan pergi, pintunya ada di belakang anda, jika anda masih kesulitan menemukannya, dengan senang hati saya akan mengantar anda," ucap Ana dengan nada penuh hormat.

Aldi menyipitkan matanya "kau sedang meledekku lagi?"

Sungguh lelah harus bercekcok ditengah hari yang melelahkan, gadis itu menarik nafas lalu mengeluarkannya secara perlahan "huh terserah Kakak saja deh, aku capek."

"Ana..."

Belum sempat menyelesaikan kalimat, Nias datang dengan selimut yang dilipat rapi di tangannya.

"Eh Aldi, kenapa kau disini?" Nias mendekat dengan pandangan curiga.

"Itu, aku sedang bertanya saja ma."

"Enggak Tante, Kak Aldi bohong, Kakak menyuruhku untuk tidak tinggal dirumah ini, lalu menyuruhku angkat kaki," adu Ana.

Mendengar itu, Nias menatap tajam putra satu-satunya.

"Aldi! Jangan menakutinya! sudah mama bilang berapa kali pun kenapa kau selalu saja tidak mendengar perkataan mama."

"Mana ada aku tidak mendengar perkataan mama, hanya saja..." Aldi mengusap tengkuknya yang tak gatal.

"Hanya apa?"

"Aku seperti familiar mendengar nama dia, tapi aku tidak bisa mengingatnya."

"Kau lupa? Kau kan pernah bertemu dengan Ana saat mama mengantarmu untuk kuliah di Jogja waktu itu, kau kan pernah menceritakan ada anak kecil yang mengatakan suka padamu, itu kan..."

mendengar itu mata Ana seketika membulat "TANTE!" potong Ana cepat dengan wajah cemas.

"Ana." lanjut Nias sembari melihat ke arah Ana.

"Biar Ana ambil selimutnya, pasti Tante berat membawanya terus seperti itu." Secepat mungkin Ana mengambil selimut dari tangan Nias untuk mengalihkan pembicaraan. Sementara Aldi terdiam mengingat kejadian kala itu.

Terlihat, Aldi sesekali mengusap bawah hidungnya sembari menatap Ana dengan lekat. "Bocah berkuncir dua waktu itu... adalah kau?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pernikahan Rahasia Dengan Sepupu Tampan   part 20 Rayyan

    "Kak? Kak Aldi lihat kak Alif tadi?" tanya laki-laki itu kembali, saat Aldi terhenti dengan jawabannya. Dan disaat itu pula pria yang diduga adik Alif itu tak sengaja bertemu mata dengan gadis yang dirasa diketahuinya. "Eh Ana, kau disini juga," sapa Rayyan terheran melihat kehadiran teman barunya yang dia temui kemarin saat masa orientasi di universitas yang sama. "Umm, apa kalian sedang berkencan?" "ENGGAK!" Jawab Ana spontan dengan suara keras. Kedua pria itu tampak diam, terkejut dengan jawaban Ana "umm itu... Dia saudaraku," lanjut Ana malu-malu sembari meremas sepuluh jarinya. "Oh kalau begitu bolehkah aku ikut bergabung sebentar? Aku gak bertemu orang yang bisa ku ajak bicara dari tadi, kakakku benar-benar membuatku kelelahan setengah mati," kata Rayyan terlihat begitu lelah. "Boleh boleh, sini," dengan cepat Ana mendekatkan salah satu kursi kosong untuk sang teman. Sikap Ana yang malu-malu itu membuat Aldi melipat kedua tangannya di depan dada. "Dih, bisa malu-malu jug

  • Pernikahan Rahasia Dengan Sepupu Tampan   part 19 crush

    Pertanyaan mendadak itu lantas membuat Ana mematung. Dia tatap pelan-pelan wajah Aldi dengan pandangan yang sulit diartikan. "Itu emm...," Ana menyimpan sendok dengan bola mata yang sesekali menghindari tatapan intens dari sang sepupu. "Kau punya pacar ya?" tebak Aldi. "Enggak kok, itu cuma...," "Cuma apa?" Ana lantas melirik pelan pelan mata Aldi yang tampak menusuk dengan getar nada suara yang menunjukan dia tidak bisa menerima jawaban menggantung lagi. "Kakak gak perlu tahu, ini rahasiaku." Telinga yang sudah siap mendengarkan itu kembali dibuat kecewa saat Ana membalas demikian. "Tck rahasia lagi," pekik Aldi sembari membuang muka, namun sialnya Ana seolah tak peduli dan tetap melanjutkan memakan eskrim. Tidak bisa dielakkan, Aldi sepertinya mengenal jaket pria di ponsel gadis itu, rasanya seperti jaket Aldi yang dulu, namun jika memang benar itu adalah dirinya, tak ada kemungkinan gadis itu bisa memotret Aldi secara diam-diam, bahkan jika itu terjadi 10 tahun yang lalu,

  • Pernikahan Rahasia Dengan Sepupu Tampan   part 18 eskrim

    Mendengar bisikan tak mengenakan itu lantas membuat Aldi seketika terbakar emosi. Tangannya spontan mencubit pinggang Alif sekencang mungkin. "Aaaa!" Alif segera mengusap pinggangnya yang terasa sakit sekaligus panas akibat cubitan tanpa perasaan hadiah dari sang teman. "Lain kali, hati-hati kalau bicara, ku dengar kau mengoceh tak jelas lagi, giliran mulutmu yang ku habisi," bisik Aldi namun masih dapat terdengar oleh sang sepupu dari depan sana. "Iya deh, sensitif amat, kau seperti tidak tahu kelakuanku saja," balas Alif dengan tetap mengusap bekas cubitan yang masih terasa panas. Tanpa membalas, Aldi melayangkan tatapan tajam pada sang teman, pria itu hanya diam sembari melipat kedua tangannya, namun karena diamnya itu, Alif semakin tak ingin bertingkah lagi, seolah ada ancaman keras yang terus dikatakan oleh kedua sorot bola mata pria berkepala tiga tersebut. "Hehe, dia benar-benar marah, aku harus segera kabur sekarang," batin Alif takut. "Aduh, aku lupa beli sabun, kalau b

  • Pernikahan Rahasia Dengan Sepupu Tampan   part 17 cek cok

    Dalam sekejap, raut Ben mengerucut, dia tatap wajah Ana lekat-lekat seolah ada rahasia yang sengaja gadis itu sembunyikan darinya. "Tak biasanya kau menjawab cepat begitu, ada yang disembunyikan ya?" tanya Ben dengan mata menyipit curiga. "Haha, mana ada aku berbohong, itu mustahil." Gadis itu tiba-tiba tertawa paksa sembari memukul Ben beberapa kali. "Beneran gak perlu ditunggu nih?" Ben memastikan lagi. "Tentu saja, jangan khawatirkan aku, kau pergi saja duluan, cepat pergi gih," usir Ana dengan bumbu canda. "Yasudah, aku duluan ya, dan kalau tantemu tidak datang, telepon saja aku." Ben memasang helm lalu memutar kunci berniat pergi. "Iya, nanti kalau tanteku tidak datang aku pasti menghubungimu," ucap Ana meyakinkan. "Baiklah aku duluan ya." "Ya, hati-hati." Pada akhirnya Ben pergi tanpa penumpang lagi, ada rasa penasaran yang tak bisa dia sembunyikan, namun apalah daya Ana sepertinya tak mau orang lain tahu tentang rahasianya. Sementara itu dibelahan tempat lain

  • Pernikahan Rahasia Dengan Sepupu Tampan   part 16 tawaran pekerjaan

    Keesokan hari, setelah mengantar Ana pergi menuju kampus. Di ruang kamar pribadi, Aldi tengah mencoret coret tablet, membuat ukiran gambar kartun unik nan lucu disana. "Huh, akhirnya selesai." Begitu hasil desain yang dirancang menggunakan ilusi gambar hidup, Aldi lalu menyalakan laptopnya kembali untuk mengirimkan hasil pada sang klien. Sambil menunggu balasan, tiba-tiba ponselnya berbunyi menandakan sebuah pesan baru saja masuk. Dibukanya pesan tersebut dan terlihat salah satu temannya mengirim pesan berisi tawaran pekerjaan. 'Aldi, aku punya tawaran pekerjaan nih, lagi sibuk ga?' tulis Alif, teman satu pekerjaannya. 'Ga, pekerjaan apa?' balas Aldi sembari sesekali memainkan kursor pada laptopnya. 'Ada kenalan ku, dia butuh bantuan untuk membuat video penjelasan tentang anatomi tubuh manusia untuk pembelajaran. Kau kan pernah belajar yang seperti itu, jadi kau pasti lebih faham, aku sedang sibuk mengerjakan projek lain.' 'Baiklah, tapi tenggat waktu selesainya kapan?' 'Sep

  • Pernikahan Rahasia Dengan Sepupu Tampan   part 15 setan?

    Dalam dekapan yang menakutkan, Ana terus melantunkan ayat kursi dalam hati, tangannya bahkan telah berubah begitu dingin saking ketakutannya dia saat ini. Sementara itu Aldi masih menelaah. Apa itu perasaan jernih? Dia sama sekali tidak merasakan perasaan itu sama sekali. "Perasaan jernih apa, wanita itu pasti berbohong," batin Aldi. Sebelum sadar sepenuhnya akan tindakan gegabah tersebut, Aldi perlahan meraih tangan sang sepupu, dan di saat itu pula dia baru sadar akan sesuatu. Brugh... Ana didorong secara spontan dan langsung tersungkur ke lantai. "Ugh," rintih gadis itu. Aldi yang hendak meraih sang sepupu yang mungkin kesakitan akibat ulahnya tiba-tiba terhenti dan langsung memegang kening akibat denyutan yang tiba-tiba datang. "Ugh... Kepalaku ini kenapa lagi?" Terlihat di depan sana Ana terjatuh ke lantai. Dan di sana Aldi samar-samar dapat melihat, dibalik kacamata khasnya, genangan air mata menggenang hampir terjatuh dari ujung pelupuk. "Akh Ana maaf, kau tidak apa-a

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status