Share

BAB 4 - DITINGGALKAN

Author: Memey Yin
last update Last Updated: 2021-08-15 15:12:59

Bulan dan Alfan turun dari lantai dua. Mereka akan langsung pergi ke rumah pribadi milik Alfan. 

Kedua orang tuanya sudah menunggu di ruang tamu. Beberapa koper besar sudah dimasukkan ke dalam mobil lebih dulu.

Bulan memeluk Mami Tari dan Papi Jacob secara bergantian. 

“Jaga dirimu baik-baik, Nak.” Mami Tari mengelus rambut panjangnya.

“Mami juga. Jaga kesehatan dan berhentilah bekerja terus menerus.” 

“Iya,” jawab Mami Tari dengan senyum yang dipaksakan.

“Aku akan sangat merindukan kalian.” Bulan berbicara dengan mata yang berkaca-kaca.

Papi Jacob memeluk Alfan. “Titip putriku, Nak. Cintai dan sayangi dia seperti kami mencintainya.” 

Tapi kalian lebih mencintai pekerjaan dibandingkan aku anak kalian, batin Bulan.

“Baik. Saya akan berusaha membahagiakan Bulan.” 

Bahkan untuk pertama kalinya kamu sudah menggoreskan luka, batin Bulan.

“Jadilah wanita shalihah yang selalu menurut apa kata suami. Kamu bukan lagi bebas melakukan apa pun semaumu. Kamu harus meminta izin pada suamimu. Kamu paham, Bulan?” Nasihat Mami Tari padanya.

“Iya, Mam.” 

Kedua orang tua itu akhirnya melepas kepergiannya dengan sedikit drama mengharukan. 

Akhirnya mobil yang dikendarai Alfan meninggalkan rumah tempatnya dibesarkan. Diikuti mobil lain yang membawa beberapa koper besar keperluan Bulan. Tentu saja mobil sport ini tidak akan bisa memuat koper-koper berukuran besar tersebut.

Jalanan padat merayap. Bulan memilih menyadarkan kepalanya dan memejamkan mata. 

“Ada apa Bulan?” tanya Alfan memecah keheningan.

“Tidak apa-apa, Mas. Aku cuma sedikit mengantuk.” 

“Pusing?” tanya Alfan lagi.

“Tidak, Mas.”

Permata Greenland.

Mobil yang dikendarai Alfan sudah berhenti di sebuah rumah mewah yang tidak terlalu besar dengan dua lantai. 

“Bulan, bangun. Kita sudah sampai.” Alfan menyentuh bahu Bulan dengan pelan agar tak mengagetkan wanita itu.

“Bulan,” panggilnya sekali lagi.

Perlahan Bulan membuka mata dan menatap sekitar. 

“Kita sudah sampai,” ucap Alfan yang mengerti akan kebingungan Bulan.

“Maaf aku ketiduran,” ujar Bulan dengan suara serak.

Alfan mengangguk.

Kemudian keduanya turun dari mobil. Bulan melihat dua orang lelaki mengeluarkan koper-koper dari dalam mobil. Setelah selesai Alfan memberikan beberapa lembar kepada mereka dan langsung pamit pergi. 

Alfan mengajak Bulan masuk ke dalam rumah. 

“Ayo aku antar ke kamar.” 

Bulan mengangguk dan mengikuti langkah Alfan yang telah melangkah lebih dulu. 

“Rumah ini punya lampu otomatis. Saat sensor menunjukkan bahwa ada orang di sekitar maka lampu akan tetap menyala,” jelas Alfan. 

Bulan mengagumi desain rumah ini. 

Keduanya sampai di lantai dua. Ada beberapa kamar di lantai dua yaitu kamar tamu dan kamar utama. Sedangkan di lantai dasar hanya kamar khusus pekerja rumah. 

Ceklek! 

Pintu terbuka dan seketika lampu menyala. 

“Kamu istirahat saja dulu. Biar besok bibi yang membantumu menyimpan keperluanmu.” 

Bulan mengangguk. 

Setelah mencuci muka, ia langsung naik ke atas ranjang. Ia tak lagi melihat Alfan di dalam kamar.

Pikiran yang masih kacau ditambah dengan tubuh yang lelah membuat tak butuh waktu lama bagi Bulan akhirnya terlelap di bawah selimut. 

***

“Ada apa Ra? Kenapa belum tidur, ini sudah larut malam.” 

“Aku tidak bisa tidur, Mas. Kepikiran kamu. Kayaknya aku merasa ada sesuatu yang terjadi sama kamu.” 

“Itu cuma pikiranmu saja. Tidur Ra, ini sudah larut malam.” 

“Aku kangen, Mas.” 

“Lusa aku datang. Oh ya bagaimana perkembangan ibu?” 

“Masih sama, Mas.” 

“Sudah tidak apa-apa, ibu pasti sembuh. Kamu yang sabar dan jangan lupa berdoa.” 

“Terima kasih Mas. Aku mencintaimu.” 

“Aku lebih mencintaimu, Ra.” 

“Ya sudah aku mau tidur. Mas Alfan jaga kesehatan di sana ya.” 

“Iya. Good night, Sayang.” 

Alfan memutuskan panggilan setelah berbicara dengan Zahra, istrinya. Setelah itu ia memilih merebahkan tubuhnya di sofa dan memilih memejamkan mata.

Tanpa diketahui oleh Alfan bahwa Bulan mendengar dengan jelas obrolan tersebut.

Tiba-tiba hatinya didera rasa sakit dan kecewa yang mendalam. Itu manusiawi karena Alfan adalah suaminya.

Bulan membungkam mulutnya agar tak mengeluarkan suara.

Kenapa rasanya sesakit ini, batin Bulan dengan air mata yang sudah meleleh.

Diam-diam Bulan terisak dengan pelan dibalik selimut yang menutup tubuhnya. Ia tidak menyangka bahwa rasanya akan semenyedihkan ini. Mampukah ia berbagi suami dengan wanita yang lebih dulu menjadi istri dari suaminya?

Bulan yang semenjak subuh tidak melihat keberadaan Alfan, bergegas mencuci muka dan sikat gigi. Setelah itu ia turun ke bawah mencari keberadaan suaminya.

“Pagi, Bi.” Bulan menyapa bibi asisten rumah tangga. 

“Pagi, Non.” 

“Masak apa, Bi? Ada yang bisa aku bantu?” tawar Bulan. 

“Tidak Non, jangan. Non duduk saja.” Bibi menolak dengan halus.

“Nanti Marni yang akan bantu Non di lantai atas. Marni lagi pergi ke pasar, sebentar lagi pasti sudah pulang.”

Bulan mengangguk.

“Di sini ada tiga asisten rumah tangga termasuk bibi. Bibi cuma masak dan bertugas di dapur. Lainnya dipegang Marni sama Yuli,” jelas wanita paruh baya itu.

Bulan kembali mengangguk. Semalam mereka memang tak sempat bertemu.

“Mas Alfan ke mana, Bi?” 

“Den Alfan kalau pagi begini lagi olahraga, Non. Biasanya keliling kompleks,” jawab Bibi.

Setelah meneguk segelas air dingin, Bulan memilih pergi kembali ke kamarnya. 

Ceklek! 

“Lho sudah bangun,” ucap Alfan yang baru saja masuk ke kamar dan melihat Bulan duduk di sofa dengan televisi yang menyala.

Kaos yang dipakai terlihat basah hingga mencetak jelas bentuk tubuhnya yang tegap. 

Bulan menoleh. “Dari mana, Mas?” 

“Lari keliling kompleks,” sahutnya. 

Bulan mengangguk. 

“Aku mandi dulu ya.” Bergegas masuk ke kamar mandi tanpa menunggu sahutan dari Bulan. 

Setelah itu Bulan bangun dan berjalan menuju lemari untuk menyiapkan pakaian suaminya.

Celana kain selutut dengan kaos polos menjadi pilihan. Bulan menyiapkan pakaian tersebut di atas ranjang dan kembali duduk di sofa. 

Ceklek! 

Pintu kamar mandi terbuka, Alfan keluar dengan handuk yang hanya melilit tubuh bagian bawahnya.

Matanya melihat pakaian yang ada di atas ranjang. Kemudian tersenyum tipis dan mengambilnya. 

Alfan kembali masuk ke kamar mandi untuk mengganti pakaiannya. 

“Terima kasih, Bulan.” 

Bulan tersenyum dan mengangguk. Andai saja ia tidak mengetahui fakta bahwa lelaki ini telah memiliki istri lain, mungkin Bulan akan sangat bahagia. Tapi lagi dan lagi kenyataan itu kembali menamparnya akan sebuah status bahwa ia hanyalah istri di atas kertas.

Dan mencoba bersikap baik-baik saja itu ternyata tidak semudah bayangan. Butuh tenaga ekstra untuk menutupi segalanya.

Tok! Tok! Tok! 

“Non Bulan, Den Alfan, sarapan sudah siap.”

“Iya, Mbak.” Alfan balas berteriak.

Alfan berpaling menatap Bulan.

“Itu Mbak Marni.”

Bulan mengangguk.

“Mau sarapan sekarang?” tanya Alfan.

“Iya,” sahut Bulan. 

Keduanya akhirnya berjalan bersama menuju meja makan. Tidak banyak obrolan yang bisa dilakukan sepasang pengantin baru tersebut. Mereka berdua sepertinya masih canggung walaupun keduanya mencoba bersikap biasa saja.

Bulan mengambilkan makanan untuk Alfan. Ia melayani suaminya dengan baik walaupun di sudut hatinya masih ada luka menganga. 

“Selamat makan,” ucap Alfan dengan senyum tipis yang sangat manis. 

Ponsel milik Alfan bergetar menandakan ada sebuah pesan masuk. Bulan pura-pura tidak peduli, namun sekilas matanya melirik ke arah Alfan yang menatap ponselnya dengan raut tegang. 

“Bulan,” panggil Alfan lirih.

“Ada apa, Mas? Kenapa Mas Alfan tegang?” tanya balik Bulan.

Alfan langsung bangkit dari kursi. “Aku harus ke Bandung. Ibu mertuaku mendadak kritis.” 

Deg! 

Bulan mematung. 

Alfan langsung bergegas menuju kamarnya tanpa mempedulikan Bulan yang diam saja. 

Tak lama Alfan turun dengan pakaian yang sudah rapi. Kemeja panjang yang dilipat sampai sebatas siku membuatnya terlihat semakin tampan.

“Aku pergi dulu, Bulan. Kamu hati-hati di rumah. Maaf harus meninggalkanmu,” ucap Alfan. 

“Hati-hati di jalan, Mas Alfan.” 

Suara Bulan lirih, Alfan jelas tak akan mendengarnya karena lelaki itu sudah menghilang dari hadapannya.

Tanpa terasa buliran bening itu membasahi pipinya. 

Mulai sekarang kamu memang harus terbiasa, Bulan. Karena suamimu bukan hanya milikmu, batinnya.

Bulan tak lagi melanjutkan sarapan. Napsu makannya menguap begitu saja ketika melihat kecemasan yang tergambar di wajah Alfan.

Sampai siang hari Bulan masih mengurung diri di dalam kamar. Beberapa kali Mbak Marni dan Mbak Yuli datang untuk menawarkan makan siang namun ditolaknya begitu saja. 

Tak lama ponselnya berdering kembali, tanda pesan masuk dari Mama Silvi yang menawarkan paket liburan kepadanya. 

Bulan tersenyum miris dan mencibir dirinya sendiri. 

Kamu adalah pengantin baru yang paling menyedihkan, Bulan. Baru beberapa jam menikah, suamimu mengatakan kejujuran yang menyakitkan, dan kini kau harus ditinggalkan begitu saja, batinnya mengasihani diri sendiri.

To Be Continue ….

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Yen San
sedih kak....
goodnovel comment avatar
Jamiah Kampil
sepi itu menyakitkan
goodnovel comment avatar
Raja Wali Jaya Bf
lanjutkan bro
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pernikahan Rahasia Suamiku   BAB 140 - IDENTITAS TERBONGKAR

    Dewi menggenggam erat pintu kamar mandi, tubuhnya benar-benar tak terkendali. Wajahnya memerah, keringat bercucuran, napasnya terengah. Bayangan Alfan seolah mengepung dari segala sisi.“Kenapa bisa begini?!” desisnya panik. Ia tak menyangka obat itu justru berbalik melawan dirinya.Ketukan keras di pintu membuat jantungnya hampir meloncat.“Dewi, kamu ngapain di dalam?” suara Nena terdengar tegas.“Aku … aku cuma haus, Mbak,” sahut Dewi dengan suara gemetar, berusaha menormalkan nada suaranya.Tapi Nena tak langsung percaya. “Haus kok lama banget di kamar mandi? Buka pintunya.”Panik menyeruak. Dewi buru-buru membasuh wajahnya dengan air dingin, lalu membuka pintu sedikit. “Maaf, Mbak. Aku tadi sekalian cuci muka. Panas sekali rasanya.”Nena mengamati wajahnya yang basah, pipinya merah padam. “Kamu sakit?” tanyanya curiga.“Tidak … hanya kecapekan.” Dewi tersenyum kaku, berusaha menutup pintu lagi.Namun, tatapan tajam Nena menelisik hingga ke hatinya. “Kalau memang sakit, jangan dip

  • Pernikahan Rahasia Suamiku   BAB 139 - SENJATA MAKAN TUAN

    “Mas, kamu baik-baik saja, kan?” Ayesha yang sejak pagi gelisah, menghubungi suaminya.“Ada apa?” tanya Alfan dengan nada heran.“Tidak apa-apa, hanya saja perasaanku tidak enak.”“Cepatlah pulang. Sepertinya kamu sangat merindukanku,” godanya sambil terkekeh.“Aku serius, Mas!” desis Ayesha.“Semuanya baik-baik saja, Sayang. Cepatlah pulang. Aku merindukanmu.”Ayesha singkirkan perasaan itu dari dalam dirinya. Namun, ketukan pintu di kamarnya membuat wanita itu berpaling.Di depan pintu, kliennya berdiri dengan senyum lebar. Seolah bisa menebak apa yang terjadi, Ayesha langsung menggeleng tegas.“Kali ini tidak ada tawar menawar lagi, Nona. Sudah cukup saya memaklumi permintaanmu.”“Hanya kali ini saja, Nyonya. Saya mohon.”“Saya tidak bisa.”“Saya akan membayar waktu Anda selama di sini.”Ayesha lemparkan senyum lebar, garis halus di sekitar matanya terlihat samar. “Ini bukan tentang nominal, Nona. Ini soal rasa profesional. Kesepakatan Anda sudah terlalu melenceng jauh. Demi bertah

  • Pernikahan Rahasia Suamiku   BAB 138 - SEMAKIN BERANI

    Ayesha menghubungi Sarah, sahabatnya yang bekerja sebagai jurnalis investigasi. Sarah terkenal memiliki akses ke berbagai sumber informasi. “Sarah, aku butuh bantuanmu,” kata Ayesha saat mereka bertemu di sebuah kafe kecil di pusat kota. “Apa ini soal butikmu?” tanya Sarah sambil menyeruput cappuccino. “Bukan. Ini soal asisten rumah tanggaku, Dewi, dan juga pasangan aneh yang menemui Alfan beberapa waktu lalu.” Sarah mengangkat alis. “Apa yang mereka lakukan?” Ayesha menceritakan semuanya, mulai dari percakapan mencurigakan Dewi hingga tawaran absurd pasangan itu. Sarah mendengarkan dengan serius, lalu mengangguk. “Kurasa, ada gila-gilanya mereka melamar suamimu,” kekeh Sarah. “Aku penasaran seburuk apa wajah wanita itu sampai menggilai suami orang.” “Katanya sih masih muda.” “Umur bukan jaminan. Asal banyak hartanya.” “Sepertinya mereka juga bukan orang sembarangan. Buktinya mereka menawarkan jaminan atas bisnis Alfan di sini.” Sarah mengangguk. “Baiklah, aku akan menyelidi

  • Pernikahan Rahasia Suamiku   Bab 137 - FIRASAT

    Melani memutar otak, mencoba mencari celah lain. “Bagaimana kalau kita cari tahu tentang istrinya? Siapa tahu kita bisa menemukan sesuatu yang bisa dijadikan senjata.” Pria itu mengangguk setuju. “Hubungi detektif pribadi kita. Minta dia menyelidiki semua tentang wanita itu dan keluarganya. Kalau ada rahasia yang bisa kita gunakan, kita tidak perlu memaksa pria itu secara langsung.” Melani mengeluarkan ponselnya, segera menghubungi seseorang. Sementara itu, putri mereka yang masih terobsesi dengan Alfan duduk di kamar, menatap foto pria itu di ponselnya dengan tatapan penuh hasrat. “Suatu hari nanti, kamu pasti akan menjadi milikku,” gumamnya pelan. “Aku tidak peduli berapa banyak rintangan yang harus aku hadapi. Bahkan jika itu berarti menghancurkan pernikahanmu.” ♡♡♡ Ayesha memandangi laporan bulanan butiknya dengan rasa puas. Angka penjualan meningkat tajam, bahkan beberapa klien baru mulai menunjukkan ketertarikan untuk bekerja sama dengannya. Namun, pikirannya kembali me

  • Pernikahan Rahasia Suamiku   Bab 136 - Bukan ART biasa

    “Ternyata suamiku ini memiliki banyak pengagum. Bahkan ada yang melamar meski sudah tahu jika sudah memilki istri. Apakah aku harus bersyukur atau justru takut, ya. Bagaimana menurutmu, Mas?” sindir Ayesha.“Aku benar-benar tidak mengenal mereka. Tiba-tiba datang dan melamar begitu saja.” Meski sama-sama bergelut dalam dunia bisnis, sepertinya Alfan tak begitu mengenal pasangan suami istri tersebut. Mungkin karena ia baru melebarkan sayapnya di kota ini atau bagaimana, yang pasti wajah mereka tak terlalu populer hingga Alfan dengan mudah mengenalinya.“Mereka bahkan menawarimu sebuah perusahaan dan akan memastikan seluruh bisnismu akan maju. Tawaran yang menggiurkan. Apa wanita itu cantik?” kata Ayesha. Ia mendengus jengkel meski kedua orang tamu tidak tahu diri itu sudah meninggalkan ruangan.“Putri mereka yang mana saja aku pun juga tidak tahu. Benar-benar aneh,” bantah Alfan.“Jika putrinya menyukaimu sejak pandangan pertama artinya pernah ada interaksi di antara kalian, Mas. Kamu

  • Pernikahan Rahasia Suamiku   BAB 135 - DILAMAR

    Setelah beberapa minggu berlalu, akhirnya berita tentangnya dan sang suami mereda dan tergantikan oleh berita panas lainnya.Butiknya telah kembali buka. Bahkan kini lebih banyak pengunjung yang datang dari kalangan pejabat dan beberapa istri-istri pengusaha.Tentu saja mereka bukan hanya datang karena sekadar tertarik dengan rancangan pakaiannya. Namun, beberapa dari mereka ada yang mencoba menjalin pertemanan.Entah itu benar-benar tulus atau menginginkan hal lain.Beberapa kali juga ia mendapatkan undangan untuk masuk ke dalam group sosialita.Ayesha hanya menanggapinya dengan senyum tipis seperti biasa.Setelah ujian selalu ada kebahagiaan. Tidak akan ada kehidupan yang akan berjalan lurus dan mulus. Selalu ada rintangan dan halangan.Begitulah kehidupan.Ayesha yang baru saja mengambil air dari dapur, tidak sengaja mendengar suara Dewi yang sedang berbicara dengan seseorang melalui ponsel. Ia menajamkan pendengaran untuk mengetahui isi obrolan tersebut. Namun, saat berjalan mende

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status