Usai kerja, Jihan tidak langsung pulang ke rumah. Dia membelokkan mobilnya ke arah salon langganannya. Terlihat cantik dipandang suami menjadi aktivitas wajib untuk Jihan.
Padahal, dirinya begitu sangat cantik bak bidadari. Dengan kulit putih dan tubuhnya yang ramping semampai. Namun, bagi Jihan semua itu tidaklah cukup.Sekitar satu jam memanjakan dirinya, Jihan pulang. Apalagi ada satu notif pesan dari Danu yang mengatakan dirinya sedang dalam perjalanan pulang. Secepatnya Jihan beranjak meninggalkan salon langganan dirinya.Sepanjang perjalanan tak hentinya ia bersenandung ria. Hatinya begitu bahagia, bagaikan angin segar yang berembus sangat sejuk menerpa tubuh.Di tengah perjalanan, Jihan mendapati satu panggilan masuk. Tapi, tidak sempat Jihan angkat telepon itu sudah mati. Beberapa detik kemudian, terdengar suara notip pesan masuk. Jihan memelankan laju mobilnya dan dengan perlahan Jihan membaca isi pesan tersebut.[Mbak, kata Mbak Mas Danu sedang ke luar Kota. Tapi Amel baru saja melihat Mas Danu habis keluar dari restoran. Tapi sama wanita. Apa rekan bisnisnya?]Isi pesan dari Dewi bawahannya di tempat ia bekerja. Mendadak Jihan langsung mengerem mobilnya, bahkan suara decitan ban yang saling beradu dengan jalanan beraspal terdengar begitu keras. Tanda mobil direm begitu mendadak.Jihan sedikit mengerutkan kening mencerna baik-baik, isi pesan dari Dewi. Jihan mencoba untuk tenang, ia menarik napas dalam-dalam lalu membuangnya lewat Mulut. Setelah merasa sedikit lega, Jihan mencoba untuk membalas pesan dari Amel.[Kamu salah lihat kali, Mas Danu masih di perjalanan, tadi dia kirim pesan ke Mbak.]Pesan terkirim ke nomor Dewi. Jihan masih penasaran hingga ia setia menunggu jawaban pesan dari Amel.Lima menit kemudian pesan baru masuk.[Masa Dewi salah lihat, Mbak. Enggak, kok. Itu beneran mirip suami Mbak. Dia pakai jas warna navy sedangkan wanita di sebelahnya pakai masker]Jihan bergeming, berusaha untuk tidak dulu mempercayai ucapan Dewi. Dia tidak melihatnya, apalagi beberapa menit lalu Danu menghubungi dirinya dan mengatakan masih berada di jalan.[Kau pasti salah lihat, Dew. Kamu percaya tidak jika di dunia ini kadang ada yang mempunyai kemiripan meski bukan kembar maupun saudara. Dan Mbak kira itu hanya orang yang mirip saja. Mirip suami Mbak.]Pesan dikirim ke nomor Dewi. Tidak ingin berlalu memikirkan hal tersebut. Jihan pun segera melajukan kembali mobilnya, ingin segera sampai dan menyambut kedatangan Danu.***Hari semakin gelap, matahari mulai bersembunyi di balik malam. Terang matahari kini berganti dengan terang cahaya bulan yang bersinar terang karena memasuki bulan purnama.Suasana malam yang indah, di sinari cahaya bulan. Tidak sebanding dengan perasaan Jihan malam ini. Sudah hampir dua jam dirinya menunggu Danu, tapi, orang yang ia tunggu sama sekali belum terlihat batang hidungnya.Berulang kali Jihan melihat ke arah jam, berganti melihat ke arah pintu masuk. Berharap satu pria yang tengah Jihan tunggu datang.Sesering apa pun Jihan melihat ke arah jam dan pintu, tetap tidak mengubah kenyataan jika Danu memang belum pulang.Jihan khawatir, harusnya Danu sudah sampai di rumah. Jika mengingat tadi sore Danu menghubungi dirinya. Ini sudah lima jam atau mungkin lebih tapi tak kunjung datang.Berulang kali Jihan mencoba untuk menghubungi nomor Danu tapi tidak aktif. Seketika ia teringat akan pesan dari Amel. Jika dirinya melihat Danu sedang bersama wanita lain.Baru saja Jihan ingin menghubungi Amel, ingin menanyakan di mana ia melihat sosok yang mirip Danu—suaminya. Niat itu Jihan urungkan, saat indra pendengarannya mendengar suara pintu di buka. Secepatnya netra Jihan mengarah ke pintu masuk.Wajah cemas Jihan berubah jadi wajah ceria. Ia tersenyum lebar lalu langsung menghamburkan tubuhnya ke tubuh Danu.“Mas, aku menunggumu. Kenapa kau lama sekali,” adu Jihan pada Danu. Jika dirinya lama menunggu kedatangan Danu.Masih dalam posisi berpelukan, Danu membalas pertanyaan Jihan yang mengeluh akan dirinya yang lama sampai.“Maaf, di jalan macet,” kilah Danu.‘Maaf, aku tidak jujur,’ batin Danu.Raut wajah Jihan kembali berubah, saat indra penciumannya mencium wangi yang sangat asing di hidungnya. Wangi parfum wanita. Jihan langsung saja mengurai pelukannya dan menatap tajam ke arah Danu.Danu yang merasa dapat tatapan aneh dari Jihan sedikit mengerutkan keningnya dan bertanya-tanya.“Kamu kenapa, Sayang?” tanya Danu saat dirinya mulai merasa ada yang aneh.Jihan tidak menjawab, ia kembali menajamkan indra penciumannya. Mendekatkan hidungnya ke arah jas milik Danu. Benar! Tidak salah lagi. Jika dirinya mencium aroma parfum wanita.Sekelebat pesan singkat yang dikirim Amel terputar di memorinya. Pesan yang mengatakan jika Dewi melihat Danu tengah bersama wanita. Jihan juga masih ingat, Amel mengatakan orang yang mirip Danu memakai jas warna navy.Tubuh Jihan langsung menjauh, menutup rapat mulutnya yang menganga karena tercengang.“Kamu kenapa, sayang. Kenapa kamu jadi aneh gini?” Danu dibuat tak mengerti oleh perubahan sikap Jihan yang tiba-tiba itu.Padahal baru saja, sepuluh menit lalu Jihan menyambut Danu. Sekarang? Malah terlihat menjauh dan ada ekspresi tak percaya.“Mas, kamu tega!” marah Jihan tiba-tiba dan membuat Danu semakin bingung dibuatnya.“Tega, kenapa, sih. Mas baru saja datang kenapa malah disambut seperti ini,” keluh Danu.“Jihan tanya sama, Mas. Mas habis dari mana?”“pertanyaanmu aneh, Sayang. Kau sudah tahu sendiri kan kalau aku baru pulang dari Bandung.”“Selama itukah Bandung-Jakarta? Aku bahkan harus menunggumu lima jam lebih, ingat Mas Lima jam.”“Aku capek dan kau malah seperti ini, maksudnya itu apa?”“Aku tanya sekali lagi dan aku harap kamu jujur. Kamu habis dari mana! Jawab yang jujur, Mas!” Suara Jihan meninggi, ia teramat kesal karena Danu tak kunjung menjawab pertanyaan.“Pelankan suaramu, Sayang. Anak-anak pasti sudah tidur dan suara memekik mu itu bisa membangunkan mereka.”“Aku tak peduli! Yang saat ini aku pedulikan jawaban jujur darimu!”“Aku harus jujur gimana lagi, Jihan. Aku memang baru pulang dan tidak kemana-mana, aku langsung pulang.”Tak terasa Jihan sudah meneteskan air mata. Sudah jelas di jas bajunya bau parfum wanita dan Danu masih saja mengelak.“Lepas jasmu, Mas!” titah Jihan seraya menyeka kasar air mata.“Lepas, Mas!” titah lagi Jihan, karena Danu tak kunjung melepas jasnya.Danu menggelengkan kepala, seray melepas jas yang melekat di tubuhnya. Setelah terlepas ia berikan pada Jihan.“Kamu kan bisa memintanya baik-baik jika aku harus melepas jas, enggak usah dengan nada marah seperti itu,” terang Danu seraya menasihati Jihan atas sikapnya itu.“Biasanya kamu enggak seperti ini, keluh Danu.“Coba kau cium jasmu, Mas!”“Untuk apa? Apa kau marah karena jasku bau?” tebak Danu yang biasanya memang selalu seperti itu. Jika seandainya ada sesuatu yang tidak sempurna di mata Jihan.Danu nurut, lalu ia mencium jasnya.‘Ya ampun! Ini wangi parfum Firna'“Wanita mana, Mas, yang sedang bersama kamu? Jadi apa yang dikatakan Amel itu benar? Jika kamu sudah pulang sejak tadi dan kau malah bertemu wanita lain?” sungut Jihan, ia sudah tak bisa lagi menahan rasa marahnya itu.Danu Diam, dia sendiri bingung harus mengatakan apa. Jujur akan menyakiti hati Jihan tidak jujur pun sama saja jika dirinya sudah menyakiti hati Jihan.“Jawab, Mas, siapa wanit yang bersamamu!” bentak Jihan dengan air mata yang luruh.“Dia... dia istri keduaku.”“Apa?!”Keesokan paginya, Mario begitu ingin bertemu dengan Jihan. Ia ingin membuat Jihan tidak untuk memikirkan kejadian tersebut. Apa lagi sekarang sudah dipastikan Danu tidak akan pernah bisa mengganggu Jihan. Danu sudah mendapatkan balasannya. Adam berhasil menjebloskan Danu ke penjara. Bukan di penjara di Ciamis atau di Jakarta. Tapi di Bogor, sengaja agar jaraknya benar-benar jauh. Ceklek.... Suara pintu terbuka... Mario melihat Jihan berdiri di dekat jendela, dengan tubuhnya ia senderkan pada sisi jendela. Melihat pemandangan seperti itu membuat Mario menghela napas panjang . Secara perlahan Mario pun masuk dan berdiri tepat di belakang tubuh Jihan. "Bagaimana keadaanmu sekarang? Aku harap jauh lebih baik." Ujar Mario. Mendengar suara seseorang, Jihan pun menoleh lalu kembali melihat ke arah jendela. "Tidak baik-baik saja," Jawab Jihan singkat. "Apa yang membuat kamu merasakan hal demikian? Padahal, sekarang sudah tidak ada lagi yang akan mengganggumu. Orang itu sudah dipenj
Firna begitu sedih melihat keadaan Jihan yang kacau. Ia turut merasakan apa yang Jihan rasakan. Tanpa terasa pula air matanya menetes. Sungguh membayangkan berada diposisi Jihan rasanya ia tak sanggup.Firna semakin tidak suka dengan Danu. Ia tidak menyangka ada sosok pria di dunia ini seperti Danu. "Mas Danu, kamu sudah keterlaluan! Kamu bertindak diluar batas kewajaran! Sebenarnya apa lagi mau kamu? Dulu kau membuang mbak Jihan dan sekarang apa coba yang kamu lakukan. Sungguh semakin ke sini kau tidak layak disebut manusia." Gumam Firna. Tak lama Raisya da Reno tiba-tiba datang. Padahal ia yakin kedua bocah ini sudah terlelap tidur. Cepat-cepat Firna mendorong pelan tubuh mereka untuk sedikit menjauh. Mereka tidak boleh tahu keadaan Umma-nya."Mama, Umma sudah pulang? Aku mau ketemu Umma," ujar Raisya pada Firna. Lalu disusul oleh Reno yang sama-sama merengek ingin bertemu Jihan."Besok, ya. Sekarang Umma harus istirahat. Dia kecapean. Kalian sayang kan sama Umma? Kalau iya, Mama
Orang yang Adam hubungi adalah polisi, ia meminta untuk berjaga-jaga apabila nantinya Danu memberontak. Sementara itu Mario dan Adam bersembunyi. Dua orang berpakaian koko terkejut saat melihat polisi datang. Namun Adam meminta mereka tenang. Bahkan meminta mereka untuk kembali pulang. Mario yang sudah tidak sabar segera berlari ke lantai atas. Ia membuka satu-satu ruangan yang ada di sana. Hingga tinggal satu ruangan yang belum ia lihat.Sebelumnya, Mario ingin memastikan apakah Jihan benar ada di kamar itu atau tidak.Mario menempelkan telinganya ke daun pintu dan ia benar-benar mendengar sesuatu yang membuat amarahnya semakin diubun-ubun. Ia melihat Jihan menangis sambil berancau agar dilepaskan. Tanpa berpikir lama Mario langsung membuka pintu kamar yang ternyata tidak terkunci itu.Brak..."Jihan!" Teriak Mario.Jihan dan Danu langsung menoleh. Mario berjalan cepat ke arah Danu yang ternyata tengah melecehkan Jihan. Ia tidak menerima Jihan diperlukan seperti itu.."kurang ajar
Mario dan Adam sudah berada di depan sebuah villa megah berlantai dua. Adam tahu siapa pemiliknya, sebab pemiliknya termasuk orang berpengaruh di sana. "Adam apa kau yakin di sini tempatnya?" Tanya Mario seraya menatap ke sekeliling rumah tersebut."Aku yakin." Ucap Adam.Kemudian terlihat sebuah mobil hitam melaju menuju villa. Buru-buru Mario dan Adam langsung bersembunyi. Mereka berdua bersembunyi di balik pohon besar yang ada di samping villa tersebut. Terlihat dua orang yang berpakaian seperti ustaz dan satunya berpakaian biasa yang tak lain adalah Danu. Mario semakin kuat dugaannya jika Jihan memang ada di sini di vila berlantai dua itu. "Kenapa perasaanku mendadak tidak enak seperti ini? Dam, ayo kita masuk saja, kita selamatkan kekasihku." tutur Mario pada Adam."Jangan gegabah, kita tidak tahu ada acara apa. sebaiknya kita cari tahu dulu. Sekarang ikut aku."Adam berjalan ke bagian belaang vila, berharap ada sesatu yang mereka ketahui. sementara itu Danu yang membawa dua
Firna melihat Mario berlari, padahal beberapa menit lalu Mario mengatakan jika dirinya ingin beristirahat. Lalu sekarang kenapa malah berlari dengan raut wajah seulas senyuman."Mario kamu mau ke mana? Bukankah kau bilang mau beristirahat? Lalu kenapa malah ke luar?" Tanya Firna pada Mario.Dengan tidak hentinya melukiskan senyuman, Mario menceritakan apa yang baru saja ia dapat. Firna mendengar dengan seksama hingga Firna pun ikut tersenyum senang. Berharap ini adalah jalan untuk menemukan keberadaan Jihan."Tapi, apa kamu yakin itu Jihan? Bukan Danu yang sengaja menjebakmu?" Terka Firna dan sukses membuat senyum di bibir Mario kembali sirna.Apa yang dikatakan Firna benar, kenapa dirinya tidak berpikir sampai sana? Bisa saja orang yang menghubungi Nayla adalah Danu. Tapi, jika dipikir ulang meskipun ini adalah jebakan Danu. Setidaknya ia akan tahu di mana keberadaan Nayla. Ya, itu benar. "Aku tidak peduli jika pun ini adalah jebakan Danu. Jika jebakan ini malah akan mempertemukan a
Satu hari Mario tidak pulang ke rumah Jihan, anak-anak ia titipkan pada Firna. Sungguh selama dua hari itu ia berusaha untuk mencari keberadaan Jihan. Meskipun hasilnya tidak ada.Sekitar pukul enam pagi, Mario tiba di rumah Jihan. Dengan lemah Mario mengucapkan salam, kedatangan Mario disambut oleh Raisya dan Reno. Mereka berdua langsung berlari ke arah Mario dengan pertanyaan seputar Umma-nya.Bukan hanya Mario yang merasa hidupnya hilang separuh. Tapi, Raisya dan Reno juga merasakan hal yang sama. "Om, Umma udah ketemu? Di mana sekarang? Raisya sama Reno udah kangen," cerocos Raisya si sulung.Raisya tahu, belum ada kabar tentang umma-nya. Ini terlihat jelas dari raut wajah Mario yang terlihat muram, tak ada sedikit pun senyum walau seulas.Mario kemudian tersenyum, sebisanya ia berusaha untuk tidak memperlihatkan wajah sedihnya. Jika seperti itu, maka siapa yang akan menguatkan anak-anak Jihan? Begitu pikir Mario.Mario mengusap kepala Raisya, kemudian kepala Reno. "Sepertinya Al