Share

Kemarahan Jihan

Dia... dia istri keduaku.”

“Apa?!

Jihan tercengang mendengar penuturan dari mulut Danu. Seketika tubuh Jihan serasa lemas, ia mundur sedikit demi sedikit dengan terus bergumam jika yang Danu katakan hanyalah sebuah kebohongan.

“Kau bohong kan, Mas? Coba katakan apa yang tidak kau bilang itu kebohongan! Katakan Mas!” Suara Jihan sudah meninggi bahkan air matanya sudah mulai luruh begitu derasnya.

Danu terdiam, dia memang salah oleh sebab itu dia hanya diam dan tak berani untuk menatap wajah Jihan. Kepalanya tertunduk dengan telinga yang mendengar maki-makian dari Jihan.

“Mas, kenapa kamu diam saja? Katakanlah semua itu bohong!” seru Jihan.

Jihan mendekati Danu, lalu kembali menanyakan dengan pertanyaan sama seperti tadi. Tepat di depan wajah Danu, Jihan kembali bertanya dengan air mata yang semakin deras.

“Lihat aku, Mas! Tolong lihat aku!” Jihan mendorong bahu Danu hingga bahunya sedikit berubah posisinya.

Danu menarik napas dalam lalu membuangnya secara perlahan. Danu mengumpulkan keberanian untuk menatap Jihan. Bukan tanpa alasan Danu nekat menikah lagi, Danu merasa hidup bersama Jihan itu terkekang. Apa yang dilakukan Danu di mata Jihan selalu salah.

Perfeksionis itulah hidup Jihan, masalah sedikit selalu berakhir dengan pertikaian besar. Danu lelah sedangkan dirinya menginginkan istri yang mendukung karirnya, memberikan support bukan diatur agar sesuai dengan keinginan Jihan.

“Baiklah, jadi, kamu ingin tahu yang sebenarnya? Apa kamu siap mendengar kenyataan? Kenyataan jika aku menikah lagi.”

Plak...

Satu tamparan keras mendarat di pipi Danu. Danu langsung memegangi pipinya yang terkena tamparan Jihan.

Hati Jihan terasa sesak, saat mendengar kenyataan yang sangat menyakitkan ini. Bak menelan pil yang rasanya begitu pahit yang tersumbat di kerongkongan.

Hancur sudah hati Jihan. Ia mulai kehilangan kepercayaan dirinya. Jihan merasa apa yang sudah ia bangun dan ia lakukan roboh seketika hanya dalam hitungan detik saja. Bangunan kepercayaan, bangunan cinta dan kasih serta bangunan yang lainnya kini tak ada artinya lagi.

Sepertinya pengkhianat Danu membuat Jihan hancur sehancur-hancurnya.

“Mas, kamu tega sama aku! Jadi, selama ini yang kau bilang dinas keluar kota hanya modus saja? Hanya tipuan yang kau ciptakan untuk mengelabuiku. Begitu, Mas!” sentak Jihan dengan marah.

Danu menutup mata seraya membuang napas kasar. “ Maaf,” lirih Danu.

“Maaf, kau bilang maaf, Mas. Kau berkhianat! Apa kurangnya aku, Mas? Apa dia lebih cantik dariku? Apa dia lebih baik dariku? Apa kelebihan dia, Mas! Padahal aku sudah berusaha untuk terlihat sempurna di matamu. Aku melakukan ini itu hanya untuk kamu, supaya kamu enggak berpaling. Tapi, ini apa? Aku merasa apa yang sudah aku lakukan hanya sia-sia saja. Percuma aku berusaha untuk melakukan semua dengan perfect percuma!” rancau Jihan hilang kendali.

“Dengarkan aku baik-baik Jihan!” Danu sudah tak bisa lagi menahan emosinya. Ia tak ingin disalahkan dengan apa yang sudah ia perbuat.

“Apa, Mas? Mau apa lagi yang ingin kau jelaskan!”

“Tanya baik-baik hatimu, dan coba cari di mana letak kesalahan kamu hingga aku memutuskan untuk menikah lagi.”

“Ini enggak adil untukku, Mas. Enggak adil. Aku benci kamu, BENCI!”

Jihan membalikkan tubuhnya lalu berlari dan masuk kamar ia mengunci dirinya sendiri. Danu berulang kali memanggil Jihan, ingin menyelesaikan dan menjelaskan semuanya, tapi, sepertinya tidak dihiraukan oleh Jihan. Jihan sudah terlalu marah pada Danu. Netranya memang belum melihat sendiri Danu bersama seorang wanita. Tapi, jika pengakuan langsung dari mulut Danu sudah pasti itu benar adanya.

Jihan menangis sejadi-jadinya. Ia meluapkan semua kemarahannya, meluap kan semua kekesalan yang menjagal dalam hatinya. Jihan ingat betul bagaimana ia bisa sampai ada di titik ini, ia mengubah penampilan dari tomboi jadi feminin, bahkan untuk menyamai kedudukannya dengan Danu yang notabene orang berada. Ia rela kerja keras agar bisa kuliah dan hasilnya seperti saat ini. Ia menjadi sarjana ekonomi dengan lulusan terbaik, dan bisa bekerja di perusahaan terbesar di Jakarta.

“Apa masih kurang yang selama ini aku lakukan? Rasanya aku muak dengan semua ini, jadi, untuk apa aku menjadi diri aku yang sekarang? Semua sudah tak ada artinya lagi.”

Jihan terpuruk, hidup yang selalu menjunjung perfeksionis, kini serasa di hempaskan lalu remuk berkeping-keping. Sudah tak ada harapan untuk diperbaiki lagi.

“Baiklah, Mas. Jika ini yang kau inginkan aku terima. Tapi, maaf, mulai sekarang tidak akan ada lagi Jihan yang dulu. Jihan yang dulu sudah mati!”

Sepertinya, Jihan tidak akan menaruh kepercayaan pada Danu dan tidak untuk siapa pun. Satu pengkhianat membuat dia merasa gagal. Gagal menjadi istri yang baik, sebab, jika memang ia berhasil menjadi istri yang baik maka Danu tidak akan pernah berpaling darinya.

***

Danu saat ini tengah berada di ruang tamu. Duduk seraya menjambak rambutnya dengan kedua tangan. Ia terlihat frustasi, ia tidak menyangka jika Jihan harus secepat ini mengetahui dirinya menikah lagi. Memang, pernikahan Danu yang kedua sudah berlangsung selama tiga tahun. Dan ia memiliki satu putri yang terlahir dari rahim Firna—istri kedua Danu.

Pepatah mengatakan, tidak ada asap jika tidak ada api. Begitu pun pernikahan Danu dan Firna tidak mungkin terjadi jika tak ada penyebabnya. Alasan terbesar Danu menikah lagi hanya satu, ingin terbebas dari aturan-aturan yang dibuat Jihan.

Namun, perbuatan Danu itu salah. Meski dalam hubungan rumah tangga yang namanya perbedaan pendapat, aturan-aturan memang wajar. Menikah bukan hanya ingin dimengerti saja oleh pasangan, melainkan kita pun harus mampu mengerti partner kita, suami maupun istri.

Menyatukan dua kepala yang berbeda, menyatukan sifat yang berbeda dan perbedaan-perbedaan lainnya. Jika pun Danu tidak menyukai sifat Jihan bicaralah, karena itu kuncinya saling terbuka.

Danu mengalihkan perhatiannya pada kamar dirinya dan Jihan. Dia bingung dengan langkah apa yang harus ia lakukan. Akhirnya dengan pertimbangan, Danu beranjak dan berniat untuk meminta maaf dan menyelesaikan semua dengan kepala dingin, bukan dengan emosi.

Tok...tok...

“Jihan, Sayang, buka pintunya. Mas, mau bicara sama kamu!” Danu mengetuk pintu kamar dan berharap Jihan membuka pintunya.

Tak ada sahutan, yang ada indra pendengaran Danu hanya mendengar suara tangisan serta benda-benda yang berjatuhan. Danu mendesah pelan, ia tahu apa yang sedang terjadi di dalam sana.

“Jihan, tolong, buka pintunya. Mas, mau bicara!” ucap kembali Danu dan hasilnya tetap sama.

“Baiklah jika kau tak mau membuka pintu, cukup dengarkan perkataanku ini.”

Danu memutuskan untuk bicara dari balik pintu kamar. Ingin menceritakan semua yang selama ini Danu sembunyikan.

“Dengar Jihan, mungkin aku salah. Salah karena sudah menikah tanpa meminta izin padamu. Tapi, aku seperti ini karena ulah kamu sendiri. Kamu yang selalu mengatur hidupku, bahkan jika ada sedikit kesalahan kau menjadi marah. Bukan seperti itu yang aku ingin kan, aku....” perkataan Danu terpotong tatkala pintu kamar terdengar dibuka.

Plak..

Satu tamparan untuk kedua kalinya mendarat di pipi kanan Danu.

Dengan berderai air mata Jihan menatap benci pada Danu.

“Jadi, maksudnya kamu aku yang salah? Semuanya gara-gara aku?” tanyanya pada Danu.

“Oke, aku memang salah. Salah sudah bersikap seperti ini. Asal kamu tahu, aku melakukan ini karena aku takut kamu berpaling dariku. Aku pikir dengan segala sesuatu terlihat sempurna bisa membuat kamu memuja diriku, sehingga Mas tidak akan berpikir akan berpaling dariku.”

Sejurus kemudian Jihan malah tertawa sumbang, lalu menyeka air matanya dengan kasar.

“Sekarang, mulai detik ini tidak akan ada lagi Jihan yang dulu. Jihan yang dulu sudah MATI, MATI?” teriak Jihan dengan menekankan kata mati.

Jihan lalu membanting pintu dengan keras, ia kembali masuk ke kamar dan mengunci diri.

Danu bergeming melihat kemarahan di wajah Jihan.

“Maafkan aku.”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
gampang bingit selingkuh emang doyan dan nagsu selangkangan ,cerai lebih cepat jihan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status