Share

Kesedihan mendalam

Seharian Hawa tidak begitu bersemangat bahkan makanpun hanya sepotong roti yang bisa di masukkan ke mulutnya. Kata-kata Naina terus menggema di pikirannya, ia terlalu takut untuk melihat bagaimana pernikahan mereka hancur jika tak segera di perbaiki. Sahabatnya benar, ia tidak boleh menganggap semuanya masalah kecil. Pernikahan tanpa restu ibunya bisa saja kandas jika tak segera di kokohkan.

Hawa hanya bisa menatap murung bunga-bunga yang sudah ia rangkai dalam buket. Biasanya hatinya akan membaik menatap keindahan bunga lily putih kesukaannya tapi tidak hari ini. Ia patah semangat, Hawa menengok jam dinding yang sudah menunjukkan sedikit lagi pukul 5 sore. Adam pasti akan menjemputnya sebentar lagi, Hawa merapikan rambutnya yang sudah berantakan di tiup angin.

Ia bergegas menyelesaikan pekerjaannya karena tidak ingin Adam menunggunya terlalu lama sedangkan Naina entah di mana keberadaan gadis itu, mungkin saja ia sedang sibuk di taman merapikan bunga-bunga yang mulai layu. Naina begitu bersemangat menggunting bunga yang layu karena ia tidak mau melihat bunga yang seharusnya di buang.

Telepon Hawa berdering dan ia kegirangan mengira Adam yang menelponnya. Hawa mengangkatnya tanpa memperhatikan siapa nama di balik penelpon itu.

"Halo, Adam! Aku sudah selesai, kau bisa menjemputku sekarang," seru Hawa kegirangan.

"Aku bukan Adam. Aku Helsi." wanita paruh baya itu bicara ketus di seberang.

"Maafkan aku, Ma, aku kira Adam yang menelponku." Detak jantung Hawa berpacu lebih cepat mendengar suara ibu mertuanya itu. Ia sungguh takut mendengar makian Helsi lagi. Hawa mulai bertanya-tanya ada apa Helsi menelponnya.

"Dasar bodoh! Apa kau kekurangan oksigen sehingga tidak melihat nama di balik nomor ponselmu? Dengarkan aku baik-baik karena kau sudah terlalu jauh masuk ke dalam hidup Adam, aku akan membuatmu menderita. Lihat saja nanti! Kamu pikir Adam akan memihakmu? Berkali-kali aku memperingatimu, seharusnya kau mendengarkan nasehatku untuk meninggalkan Adam tapi apa yang kalian lakukan malah menikah tanpa persetujuanku. Aku berjanji padamu kau pasti akan meninggalkan Adam, wanita sepertimu tidak cocok hidup bersama anakku," jawab Helsi berapi-api. Amarahnya benar-benar di puncak kepalanya, ia mematikan sambungan telpon tanpa menunggu jawaban Hawa seolah peringatan itu perintah untuk Hawa bersiaga.

Helsi adalah wanita keras kepala dan penuh ambisi yang hidupnya harus terarah. Ia memiliki kepribadian tegas, kenapa suami dan anaknya bisa sesukses ini. Itu karena dorongan semangat Helsi yang tidak ingin keluarganya cepat menyerah. Ia memulai usahanya dari nol dan dia bertekad harus mempertahankan apa yang sudah menjadi miliknya. Seandainya saja kejadian buruk itu menimpanya mungkin saja Helsi akan sangat menyayangi menantunya karena Adam dan Hawa sudah di jodohkan di dalam kandungan.

Peringatan Helsi melalui telepon mengguncang hati Hawa dan membutnya terluka. Dia berlari memasuki kamar tempat istirahatnya di toko lalu menutup pintu menimbulkan suara keras. Hawa menangis sejadi-jadinya di balik pintu, kakinya terasa lumpuh. Dia perlahan duduk sambil menekuk lututnya, memasukkan wajah di antaranya. Isak tangisnya terdengar pilu meluapkam segala kesedihan. Entah kenapa Hawa menjadi wanita selemah ini yang hanya bisa terus menangis meratapi nasibnya.

Jika ia boleh meminta kembali ke masa lalu dia ingin mati saja dalam kecelakaan itu daripada harus menanggung kebencian dari saudara ibunya yang tidak lain mertuanya sendiri. Apa begitu sakit hati kehilangan saudaranya dan melampiaskan kebencian pada dirinya sendiri? Hawa terluka dengan kebencian itu.

Setelah lama menangis di balik pintu Hawa kemudian merebahkan dirinya di atas sofa. Tubuhnya benar-benar lelah mendapatkan tekanan bathin yang bertubi-tubi. Matanya mulai mengantuk, ia ingin tidur sesaat menghilangkan beban pikiran yang menumpuk di otaknya. Rasa kantuk itu mulai menguasainya dan membuatnya tidur di penuhi mimpi yang indah.

***

Naina sudah merapikan seluruh bunga-bunga itu, ia melihat arloji tangannya bahwa sebentar lagi malam akan tiba. Ia bergegas membersihkan dirinya dari kotoran yang menempel karena bergelut dengan taman. Setelah semuanya selesai Naina ingin pergi tapi ia menghentikan langkahnya saat melihat tas Hawa masih bertengger di meja kasir. Itu tandanya wanita itu masih ada di sini, Naina menegcek ke kamar memastikan apa sahabatnya itu ada di dalam.

Dan benar saja Naina melihat Hawa tertidur nyenyak di sofa. Ia seringkali melihat Hawa tertidur di sana, dia pikir Hawa sudah pulang sejak tadi tapi malah tidur di sini. Naina tahu Adam terlambat menjemputnya hari ini. Ia ingin membangunkan Hawa meminta ijin pulang lebih dulu namun ia mengurungkan niatnya karena Hawa terlelap dalam tidurnya.

Naina hanya menulis di kertas kalau dia sudah pulang lalu menempelkan di pintu agar Hawa mudah membacanya. Setelah menempelkan di pintu, Naina langsung pergi. Entah kenapa di dalam hatinya merasa bersalah meninggalkan wanita itu sendirian tapi mau bagaimana lagi Naina juga punya urusan yang harus ia selesaikan. Salahkan saja Adam yang tidak tepat waktu menjemput istrinya.

Beberapa jam kemudian, Hawa akhirnya terbangun dari tidurnya, ia mengerjapkan matanya karena ia masih tertidur di toko bunga miliknya. Hawa bertanya-tanya dalam hati pukul berapa sekarang? Ia menengok jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 10 malam. Hawa tidak percaya Adam masih belum menjemputnya padahal ini sudah mulai larut malam. Ia mencari ponsel miliknya dan men-calling Adam, ponsel pria itu berdering Hawa menunggu dia mengangkatnya.

Satu panggilan tidak di jawab oleh Adam, ia menghubunginya berkali-kali hingga 20 panggilan tapi tetap saja pria itu tidak mengangkat telponnya. Dan ia juga sudah mengirimkan pesan singkat dan belum di balas oleh pria itu. Hawa kesal pada suaminya, dia menggerutu dan melempar ponsel itu di lantai menimbulkan suara nyaring. Di luar toko juga terdengar hujan lebat mengguyur di sertai petir menyambar. Hawa benar-benar takut sekarang.

Ia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Hawa ingin pulang mana mungkin dia bermalam di sini sendirian, ia ingin sekali menghubungi Radit tapi Hawa malu tidak ingin membuat kakaknya kerepotan dan ia pasti harus menjawab setiap pertanyaan Radit yang menganggap Adam melalaikan istrinya.

Air mata Hawa tumpah seiring dengan hujan deras yang mengguyur tubuhnya. Pikirannya kalut, ia hanya ingin pulang sekarang walaupun hujan deras mengguyur tiada henti. Hawa termenung ia bergegas mengambil tasnya lalu mengunci pintu tokonya, dia terluka hari ini hatinya sangat sakit karena Adam.

Perlahan Hawa berjalan keluar merasakan hujan yang mulai membasahinya, ia akan menunggu Adam di sini sampai pria itu menjemputnya. Dia tidak peduli akan sakit karena hatinya sudah terlanjur terluka atas kekecewaannya pada Adam. Hawa berdiam diri menatap kosong jalanan yang sepi satu jam berdiri menunggu membuat kakinya keram dan penglihatannya mulai buram. Hawa memang wanita bodoh tidak tahu apa yang benar dan salah.

Di jalanan seorang pria tidak sengaja lewat dan melihat wanita kehujanan di depan tokonya.

"Hawa apa yang kau lakukan?" teriak pria itu tidak di dengarkan olehnya. Lima detik kemudian wanita itu jatuh pingsan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status