Setelah tiba di rumah, Hawa berjalan santai memasuki rumahnya berniat untuk mandi, membersihkan tubuhnya yang terasa lengket. Mungkin saja beban hatinya akan hilang bersama air yang mengalir. Beberapa menit bergulat dengan perasaannya sendiri di dalam kamar mandi Hawa meraih kimono yang bergantung di dinding, membalut tubuhnya yang terekspos lalu keluar dari sana.
Sebelum mengenakan pakaian Hawa merebahkan dirinya di atas kasur. Ia mengadah ke atas menatap langit-langit kamarnya yang di hiasi lampu kristal. Air mata menetes membasahi kasurnya, kenapa hatinya begitu sakit padahal setiap orang merasa bahagia di hari pernikahannya. Kenapa hidupnya sekacau ini? Helsi sangat membencinya bahkan menganggapnya pembawa sial.
Sakit hati meluluhlantahkan perasaannya. Menyakitkan sekali berada di posisi gadis itu, Ia mengganti posisi tidurnya memiringkan tubuhnya, meringkuk bagai anak kecil yang ketakutan di sela tangisnya. Hawa sungguh mencintai Adam tapi Helsi tak pernah setuju mereka bersama padahal Helsi Bibinya sendiri. Pernikahan yang di laksanakan hari ini sungguh rumit, Hawa tidak tahu apa yang harus ia lakukan di masa depan. Ia berharap mertuanya berubah dan mau membuka hatinya.
Hawa akan berusaha mengambil hati mertuanya agar pernikahan mereka baik-baik saja dan Helsi takkan membencinya lagi. Matanya mulai mengantuk, tiba-tiba suara dering ponselnya berbunyi di atas nakas. Hawa buru-buru mengangkat panggilan dari pemanggil melalui ponsel itu.
"Halo, sayang. Kau sudah ada di rumah?" suara Adam tampak khawatir.
"Yah, aku sudah di rumah. Apa Mama sudah sadar?" tanya Hawa masih khawatir.
"Iya, sayang. Mama sudah sadar. Aku akan pulang ke rumah nanti malam dan tidak akan melewatkan malam pertama kita."
"Tidak, Adam. Aku akan kesana melihat kondisi Mama. Kita tunda saja malam pertama kita biar aku yang menjaga Mama hari ini." Hawa tidak ingin menjadi menantu durhaka yang lebih memilih kepentingan dirinya sendiri.
"Sayang, dengarkan aku. Mama masih shock karena pernikahan kita dan kau tahu benar bagaimana sikap Mama padamu selama ini. Aku tidak mau kondisinya semakin memburuk dan aku juga tidak mau kau terus-terusan di hina. Jadi, aku mohon dengarkan aku sekali ini saja. Lagian Papa sudah menjaganya disana. Tunggu aku di rumah!" nasehat Adam begitu panjang pada istrinya walau bagaimanapun ia tidak suka istrinya di hina sekalipun oleh ibunya.
"Baiklah, aku akan menurutimu. Cepatlah pulang aku kesepian disini Adam. Aku sudah sangat siap sekarang. Apa kau tak merindukan istrimu ini?" rajuk Hawa memberi pancingan pada suaminya kalau istrinya sudah lama menunggu.
"Wah, wah. Apa kau sedang menggodaku sekarang? Sejak kapan kau belajar menjadi wanita penggoda seperti ini. Persiapkan dirimu! Aku akan menerkammu habis-habisan malam ini sampai kau meminta ampun." pikiran kotor suaminya menggebu-gebu bersiap di lepaskan.
"Dasar mesum! Aku memancing sedikit saja kau sudah di penuhi pikiran yang liar." tawa Hawa terdengar renyah menertawai tingkah Adam yang lucu.
"Tertawalah sesuka hatimu aku akan membalasmu nanti malam di atas ranjang hingga kau menjerit," tukas Adam menakuti istrinya.
"AWAS KAU ADAM!" teriak Hawa. Ia berhenti tertawa saat mendengar Adam yang sebentar lagi pasti akan membuktikan perkataannya.
"Mau bagaimana lagi, sayang. Aku sudah tidak sabar lagi."
"Sudah dulu, yah. Aku punya banyak pekerjaan disini. Sampai ketemu nanti malam." Hawa buru-buru menutup telpon sebelum ia mendengar hal yang lebih gila lagi keluar dari mulut suaminya.
"Ta-tapi---"
Wanita itu ingin sekali marah pada suaminya tapi mau bagaimana lagi Adam selalu membuat marahnya hilang karena tingkahnya. Bertahun-tahun saling kenal membuat Hawa tahu benar bagaimana sifat suaminya. Termasuk memilih cat rumah ini mereka harus berdebat terlebih dahulu sampai akhirnya Adam mengalah, ia tidak ingin melihat Hawa menangis.
Rumah yang mereka tempati sekarang dari hasil kerja keras Adam sebagai seorang pemegang perusahaan ternama di Jakarta. Antana Group adalah nama perusahaan yang di wariskan oleh Papanya, Adam terkenal cerdas dan tampan di kalangan pengusaha muda yang di incar kaum wanita. Adam terkenal dingin di kalangan orang asing yang tidak terlalu mengenalnya tapi bagi orang yang mengenal baik Adam, ia pasti tahu lelaki itu sangat ramah dan bersahaja.
Adam lelaki sempurna di mata semua orang termasuk Hawa. Kisah cinta mereka bermula saat melihat Hawa pertama kali di toko bunga miliknya. Memang benar mereka keluarga tapi mereka tidak saling kenal karena sejak kecil Adam tinggal di luar negeri bersama orang tuanya dan keluarga Adam baru kembali 7 tahun lalu.
FLASHBACK ON
Awal mereka bertemu saat Helsi dan anaknya singgah di toko bunga Hawa untuk membeli bunga. Helsi sangat marah melihat Hawa, ia tidak akan mungkin lupa raut wajah keponakannya itu saking marahnya ia memecahkan banyak pot bunga disana.
PRANG!!!
"Ternyata toko bunga ini milikmu anak pembawa sial," jerit Helsi menghamburkan pot bunga yang tertata rapi di rak.
"Apa yang kau lakukan pada bunga-bungaku?" Hawa menangis sambil mendengar penjelasan Helsi siapa dia yang sebenarnya.
Hawa yang baru tahu kalau memiliki seorang Bibi, hatinya sangat hancur melihat kebencian di mata saudara kembar ibunya. Hawa menangis sambil membereskan pot bunga yang berserakan di lantai, Adam terpukau melihat kesabaran gadis itu, ada daya tarik tersendiri menggetarkan hati Adam. Ia jatuh cinta pada pandangan pertama, seolah Hawa adalah magnet baginya yang menjadi candu. Tak ada seorang wanita manapun membuat Adam jatuh hati seperti yang ia rasakan pada Hawa.
Helsi pergi ke mobil meninggalkan toko bunga itu dan tinggallah Adam disana masih terus saja menatap Hawa yang membereskan pot yang berserakan di lantai. Lamunannya buyar saat mendengar suara kesakitan.
"Auuhh!" jerit Hawa seketika pot bunga itu merobek kulit di jari telunjuknya. Terasa perih tapi lebih perih dengan hatinya yang di injak-injak oleh Bibinya sendiri.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Adam meraih jemari itu dan menghisapnya supaya darahnya berhenti mengalir.
"Hey! Itu jorok." Hawa heran dengan tingkah laku pria di depannya. Ia langsung menarik jarinya dari mulut Adam.
"Tidak! Darahmu sangat manis, semanis dirimu tulang rusukku," goda Adam.
"Aku pikir kau orang gila yang masuk di toko bungaku. Berani sekali mengakuiku sebagai tulang rusukmu." Hawa begitu jengkel pada pria asing itu.
"Kau memang tulang rusukku! Aku Adam dan kau Hawa." Candanya lagi menatap ekspresi aneh Hawa. Ia tidak menyangka namanya bisa di kenali.
"Bagaimana kau tahu namaku?"
"Tentu saja aku tahu. Lihatlah! Nama tokomu itu HAWA FLOWERS, Kan?" tangannya menunjuk papan nama toko bunganya. Hawa mengernyitkan dahi baru kali ini menemukan pria yang aneh. Beberapa menit kemudian suara klakson berbunyi nyaring sebagai tanda dari Helsi untuk memanggil Adam pergi.
"Dasar kau ini! Pulanglah, Mamamu sudah memanggilmu."
"Baiklah, aku pergi dulu. Adam dan Hawa pasti akan bertemu kembali karena mereka di ciptakan untuk bersatu." Adam tersenyum sambil melambaikan tangannya tidak ingin berpisah.
"Terserah kau saja!" acuh Hawa.
Sejak hari itu Adam sering datang ke toko Hawa dan lama kelamaan akhirnya Hawa luluh dan membalas cinta Adam.
Acara resepsi sudah selesai sang mempelai sudah lebih dulu pergi meninggalkan acara menuju kamar hotel termahal di tempat resepsinya. Helsi sejak tadi tak bisa menahan kekesalannya karena harus di tinggalkan dengan segudang pekerjaan yang belum selesai. Wedding organizer yang di sewanya lambat membereskan semuanya dan Helsi yang bertanggung jawab untuk itu."Sial! Di sini aku harus jadi pembantu sementara wanita itu enak-enak tiduran di kasur." Helsi tidak berhenti menggerutu menatap suaminya yang tengah berbicara dengan Raditya membahas bisnis yang tengah mereka jalankan."Nak, Radit bisa bantu Tante angkat ini ke sana?" panggil Helsi lembut pada pria itu. Raditya yang mendengar perintah itu buru-buru ke sana memindahkan kardus yang tidak terpakai, sesuai ke inginan wanita paruh baya itu. Kebencian Helsi memang tidak menurun pada Raditya karena ia pikir anak itu tidak ada sangkut pautnya dengan kematian orang tuanya.Raditya juga sangat menyayangi Helsi karena sud
"Ma ... Pernikahanku dan Hawa tidak terasa sudah sebulan. Besok aku mengadakan resepsi pernikahanku di hotel bintang 5 di pusat kota dengan para kolega perusahaanku. Aku harus melakukan ini demi nama baik perusahaan. Aku tidak mau orang lain berpikir bahwa aku memiliki wanita simpanan. Mama dan Papa harus datang jika masih menyayangiku. Dukungan kalian sangat penting untukku," pria itu memberanikan diri datang ke rumah orang tuanya untuk memberitahu resepsi pernikahan mereka yang tertutup hanya para kolega perusahaan di undang membersihkan nama baik mereka.Helsi mendengar penuturan itu memaki dalam hati untuk keputusan Adam yang terburu-buru. Perih di hatinya belum sembuh setelah pernikahan Adam dan sekarang mereka mengadakan resepsi menunjukkan pada dunia bahwa mereka sudah menikah. Kali ini Adam membuat keputusan secara sepihak melebarkan luka yang sudah teriris dengan pernikahannya dulu dan sekarang menimbulkan luka baru lagi.Wanita paruh baya itu begitu muak deng
Di kantor Adam terus saja memasang wajah murung saat menjalani meeting pun dia tak bersemangat. Pikirannya selalu tertuju pada Hawa yang masih marah padanya, di ruang kantornya Adam tidak fokus sama sekali, kepalanya di taruh di atas meja kerjanya sambil berpikir bagaimana cara membujuk istrinya.Ketukan pintu dari luar tidak Adam gubris, tapi orang itu nyosor saja masuk tanpa menunggu persetujuan dari Adam. Setiba di dalam orang itu nyaris berteriak melihat bos besarnya tampak berantakan padahal selama ini Adam selalu menomor satukan penampilannya."Mungkin ada orang gila yang salah masuk di ruangan ini menyamar sebagai bosku," teriak Dale yang sedang menatapnya sesaat lalu Adam mengacuhkan Dale yang tersenyum mengejek.Sahabatnya itu memangmirip orang gila, bagaimana tidak dasi yang ia lepas tergeletak di lantai, jas kebesaran perusahaan di jadikan bantalan di atas meja, baju kemeja di gelung setinggi lengan dan tiga kancing atas di lepas hingga menampil
Selepas Leon pergi Adam menatap istrinya yang terlihat lemas. Hawa memang sakit dan Adam yang di penuhi rasa cemburu hanya mementingkan dirinya sendiri mencurigai istrinya, otaknya harusnya bisa mempercayai Hawa apalagi wanita itu sudah bersamanya bertahun-tahun. Jika memang Hawa ingin selingkuh pasti sudah di lakukannya dari dulu.Adam tidak mempedulikan rasa sakit di wajahnya, ia langsung menggendong Hawa membawa wanita itu ke kamarnya. Hawa tidak berkata apapun hanya membuang mukanya tak ingin melihat suaminya.Lagi-lagi Hawa harus menyembunyikan rasa sakitnya, jika ingin bertahan dalam pernikahannya dia harus mengalah. Hawa tidak pernah meragukan sedikitpun cinta Adam padanya, tapi untuk kali ini ia sangat ketakutan melihat sikapnya yang posesif. Saat tiba di kamar Adam meletakkan Hawa di atas ranjang kemudian menyelimuti istrinya sampai ke dada, ia berlutut di lantai mensejajarkan posisinya dengan ranjang. Tangan Adam perlahan menyentuh kepala istrinya memasang wa
Leon menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 3 subuh, pria itu masih berada di apartment Hawa yang sedang sakit. Ia begitu jengkel dengan Adam yang tak kunjung pulang, istrinya demam dan Adam susah untuk di hubungi. Pria itu berulang kali mengutuk tidak percaya kenapa Hawa memilih suami seperti Adam yang tidak bertanggung jawab. Apa ia tidak ingat Hawa menunggunya di toko bunga sampai kehujanan? Matanya tak merasa mengantuk sedikitpun, ia hanya mau menunggu Adam dan memberinya pelajaran.Jika Adam tidak mampu menjaga Hawa dengan baik, Leon siap dengan sepenuh hatinya menerima Hawa. Ia tak peduli bagaimana status Hawa menjadi seorang single parent, hatinya akan selalu menjadi milik wanita itu. Leon yang tiduran di sofa ruang tamu melipat kedua tangannya ke dada, ia memejamkan mata erat-erat, berpikir keras apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Baju basah yang Leon kenakan sudah kering di badan, tampilannya sudah sangat berantakan.Pagi-pagi buta Adam pulang ke
Leon mengemudi pelan saat baru saja pulang dari rumah sakit. Tubuhnya benar-benar lelah akibat mengambil pekerjaan yang terlalu banyak padahal dia pemilik rumah sakit. Dia bisa saja angkat-angkat kaki di rumah sambil menunggu uang transferan rumah sakitnya tapi Leon tidak mau seperti itu. Leon memilih profesi dokter karena itu cita-citanya, sejak kecil dia memiliki mimpi untuk membantu orang yang sakit agar sembuh.Entah kenapa pikiran Leon terlintas pada kejadian tadi di rumah sakit. Saat ia tidak sengaja mendengar percakapan Hawa dan mertuanya di kamar itu, pria itu merasa prihatin atas hidup Hawa. Ya, siapapun merasa sakit hati jika di benci mertua sendiri. Ia muak ingin marah dan memaki Adam yang tidak bisa membela istrinya, walau bagaimanapun Hawa punya hati yang harus di jaga.Jika Adam tidak mendapatkan restu seharusnya ia berusaha tegas pada ibunya bahwa ia benar-benar mencintai Hawa. Bahkan jika ia berada di posisi itu, Leon akan mengancam minggat dari rumah d