Share

Oh, Leon!

"Kak Leon?"

"Ya, Leon telah menolongmu," jawab Radit menatap adiknya yang melototkan matanya pada Leon.

Leon tersenyum menebarkan aura manis pada kedua lesung pipi miliknya. Kulitnya yang putih, rambut keemasannya di potong rapi ke belakang, serta bola mata ke abu-abuan menunjukkan kalau lelaki itu blasteran Indonesia. Tinggi badannya kira-kira 180 cm membuat Hawa sedikit mendongak menatapnya.

Leon adalah sahabat Radit semasa SMP tapi 7 tahun lalu ia pindah ke Los Angeles di tempat kelahiran Ayahnya. Ada hal yang membuat Leon hari itu harus pindah, ia sudah lama menyukai Hawa dan setelah tahu kalau Hawa sangat mencintai Adam. Dia akhirnya memutuskan untuk meninggalkan Indonesia. Leon masih ingat bagaimana Hawa menangis karena harus berpisah dengannya. Mereka dulu selalu bersama dan tanpa sepengetahuan Hawa, Leon sudah lama menyukainya tapi sangat takut untuk mengungkapkan perasaannya pada gadis itu.

Hingga khirnya Hawa memutuskan untuk pacaran dengan Adam. Keputusan itu menyakiti hati Leon hingga ia harus mengalah demi kebahagian orang yang di cintainya.

"Kak Leon! Aku rindu kakak. Dasar jahat! Kakak hilang tanpa kabar selama ini. Apa kakak sudah sukses disana sampai lupa mengabariku." cerocos Hawa melepaskan pelukannya pada Radit lalu menghampiri Leon memasang wajah cemberut.

"Mana mungkin aku melupakan gadis rewel sepertimu. Maklumlah, di sana aku di penuhi gadis-gadis cantik yang agresif dan kerjaan menumpuk yang Papa berikan padaku. Maafkan aku Hawa," seru Leon memegang kedua telinganya berusaha meminta maaf lalu bergantian menatap mata hazel Hawa yang tidak berubah, paras cantiknya yang imut kian cantik apalagi di poles make up tipis.

"Baiklah, aku memaafkanmu Kak. Lain kali jangan ulangi kesalahan itu lagi." Hawa tersenyum hingga menghipnotis Leon untuk tetap membungkam mulutnya menjawab sahutan itu. Leon selalu kalah dalam perasaannya padahal ia sebisa mungkin mengunci hatinya agar tidak sakit lagi.

Mata Leon memperhatikan Hawa yang memakai gaun pengantin datang ke rumah sakit. Hatinya sulit menerima kalau Hawa sudah menikah tapi ia begitu heran kenapa di hari pernikahannya Hawa malah berada di rumah sakit. Leon pemilik rumah sakit Jaya Wijaya sekarang, tidak lain tempat yang Hawa kunjungi ini. Ia baru tiba kemarin di Indonesia dan menghubungi Radit untuk datang dan Radit menyetujuinya kebetulan ingin menjenguk mertua Hawa tapi Radit tidak menceritakan apapun.

Radit sebenarnya malas datang ke rumah sakit tapi ia mengkhawatirkan adiknya yang terang-terangan tidak di sukai oleh Ibu mertuanya. Saat tiba di rumah sakit Radit lebih dulu menemui Leon dan berencana menemui adiknya tapi takdir berkata lain mereka tidak sengaja bertemu di lift saat adiknya meminta tolong.

"Kau sudah menikah, Hawa?" tanya Leon penasaran saat melihat pakaian pengantin yang Hawa kenakan.

"Iya, kak. Aku menikah hari ini."

"Terus kenapa kamu di rumah sakit? Dan dimana suamimu?" Leon semakin kepo dengan hidup Hawa. Radit tak menceritakan apapun padanya mengenai kejadian hari ini.

"Dia ... di ruang VIP menjaga Mamanya yang jatuh pingsan di tempat ijab qobul kami," ujar Hawa pelupuk matanya sudah di penuhi air mata yang ingin di tumpahkan di depan pria ini. Ia menghela nafas menahan kesakitannya saat tadi di hina di depan orang lain oleh Helsi.

"Aku pikir kau ada masalah. Ayo, kita duduk di sana dulu!" ajak Leon di sebuah kursi besi panjang tidak jauh dari mereka. Leon mengerti hatinya yang mungkin di rundung masalah besar.

"Lain kali saja kak. Aku akan pulang sekarang, nanti Adam marah kalau tahu aku belum sampai di rumah. Aku pergi dulu." tanpa menunggu jawaban dari Leon, gadis itu sudah berlari memasuki lift lagi dan memastikan gaunnya tidak tersangkut disana. Pintu lift tertutup mengundang tanya besar Leon. Kenapa Hawa memilih pergi dan tak mau menceritakan masalahnya?

Di dalam lift Hawa tidak berhenti menangis meratapi nasibnya. Dia sungguh pengecut takut menceritakan masalahnya pada Leon, terlalu banyak yang Hawa pikirkan. Ia tidak mau Leon mengasihaninya karena menikah diam-diam tanpa persetujuan Ibu Adam hingga membuat Helsi drop dan pingsan.

Hawa berjalan cepat keluar dari rumah sakit ingin menghindari semua mata yang menatapnya aneh karena gaun pengantin ia kenakan. Ia buru-buru memasuki mobil yang menjemputnya. Hawa sengaja membuka kaca mobil membiarkan angin bertiup kencang menerbangkan rambut indahnya. Matanya mulai sayup dan terbawa di alam mimpi yang indah.

****

"Ceritakan padaku Radit kenapa Hawa lari ketakutan seperti itu? Apa Hawa bahagia selama ini? Kau tahu benar apa alasanku meninggalkan Indonesia 7 tahun lalu. Aku hanya ingin melihat Hawa bahagia dengan Adam." sorot mata Leon berubah tajam pada sahabatnya. Ia tidak terima Hawa tersiksa karena pilihannya sekarang.

"Sebenarnya Adam dan Hawa terpaksa menikah diam-diam tadi karena mereka tidak pernah mendapatkan restu dari Tante Helsi. Ia sangat membenci adikku karena kematian saudara perempuannya yang tidak lain Mamaku dan Hawa," jelas Radit menceritakan seluk beluk permasalahan adiknya.

"Jadi kalian sepupu dengan Adam?" mata Leon melotot tidak percaya dengan apa yang ia dengar hari ini.

"Ya, kami sepupu. Tante Helsi dan Mama adalah saudara kembar. Kenapa adikku dan anak Tante Melisa di beri nama yang berpasangan karena mereka sudah berjanji saat di dalam kandungan untuk menjodohkan mereka dan di berilah nama Adam dan Hawa. Hubunganku dan Tante Helsi baik-baik saja tapi tidak dengan Hawa, setiap kali melihat Hawa, emosi Tante Helsi meledak ia teringat kecelakaan tragis yang merenggut nyawa Mamaku saat ingin melahirkan Hawa. Tante Helsi menyalahkan Hawa atas kematian saudaranya, sejak hari itu tak ada lagi hubungan yang akur di keluarga kami." Radit menceritakan segalanya.

Mungkin saja dengan bercerita luka hati Radit bisa terobati, ia tidak tahu harus memilih siapa. Radit sudah menganggap Helsi seperti ibunya, wajah mereka yang mirip mengingatkannya pada perempuan melahirkannya membuat Radit tidak mampu menyakiti hatinya.

Ia mempercayakan Hawa pada Adam karena Radit tahu Adam adalah pria yang tepat untuk menjaga adiknya. Mungkin saja Helsi berubah pikiran saat menjadikan Hawa menantunya sesuai perjanjian perjodohan mereka dulu. Radit harap Hawa bisa kuat dengan pilihannya menikahi Adam, apapun yang terjadi adiknya bisa menjadi orang yang paling kuat.

"Jika pada akhirnya mereka memilih untuk berpisah nanti. Aku bersumpah padamu Radit, aku bisa membahagiakan Hawa. Adikmu pasti akan selalu terluka jika sikap Ibunya Adam tidak berubah. Apa kau ingin adikmu menderita?" kedua tangan Leon mengguncang keras lengan Radit, membuka pikirannya agar tidak diam saja kalau sampai adiknya di siksa.

"Itu urusan keluarga mereka Leon. Aku tidak ingin ikut campur, Hawa memilih menikahi Adam berarti dia harus siap menerima konsikuensinya." Radit membuang muka pura-pura acuh dengan hidup adiknya kelak.

"Jangan menutup matamu Raditya! Dia adikmu, kau harus melindunginya jika suatu saat nanti dia dalam masalah." suara Leon meninggi. Sungguh tidak adil rasanya harus berdebat lagi dengan sahabat di hadapannya ini.

Mau bagaimana lagi semuanya sudah terlanjur terjadi, Hawa memilih pendamping hidupnya dengan siapa ia ingin bersama. Leon sungguh pria yang payah, andai saja dulu ia mampu mengutarakan perasaannya mungkin saja Hawa akan memilihnya sampai hari ini.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status