Beranda / Rumah Tangga / Pernikahan Suami di Rumah Mertua / Terpaksa Masuk Dalam Sandiwara

Share

Terpaksa Masuk Dalam Sandiwara

Penulis: Winda Siscaa
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-01 10:26:36

 “Iii-ya ... silahkan dicari. Saya akan coba untuk mencarinya juga!” Kemala tergagap untuk menjawab Mirna, sama halnya dengan Yana yang menjadi salah tingkah.

 “Di mana ya, Kak? Seingatku aku simpan di saku celana, ternyata tidak ada. Tadi aku pun cukup lama mencari di teras depan, barangkali terjatuh.” Pernyataan Mirna seakan membuat manik mata Kemala ingin keluar, bahkan jantungnya berpacu dengan cepat.

 Kemala seakan diserang rudal oleh Mirna. Wanita itu masih sibuk berpikir, apakah Mirna sudah lama berada di teras rumahnya? Apa saja yang dia dengar? Akh ... semua gara-gara Yana yang seenaknya saja mengeluarkan kalimat itu. Namun Kemala pun ingin tahu apa motif dibalik pernikahan Herdian dengan Mirna hingga meninggalkannya tanpa kabar.

 “Ibu juga akan coba bantu, ya ...,” ujar Yana demi menyembunyikan rasa canggungnya.

 Beberapa menit mereka bertiga mencari keberadaan kunci mobil milik Mirna. Tiba-tiba Mirna mengeluarkan sesuatu dari saku outernya, lalu berkata, “Kak ... ternyata ada di saku kardiganku.” Mirna memasang wajah polosnya, “Kukira jatuh padahal seingatku ... tadi aku simpan di saku celana bukan saku kardigan.”

 Apakah wanita itu sengaja membuat shock Kemala dan Yana? Entahlah, Kemala pun tak berpikir lebih jauh, dia tidak peduli apakah rencana Yana dan Herdian akan berhasil atau tidak. Tetapi dia justru mencemaskan  hubungannya dengan Mayang akan rusak hanya karena sandiwara Yana dan Herdian. Sedangkan dirinya tidak tahu menahu soal rencana busuk mereka.

 “Kalau begitu saya pamit pulang dulu, Kak Kemala.” Mirna sambil melirik ke arah Yana, “Ibu yakin gak akan ikut dengan Mirna?”

 “Sepertinya tidak, Nak. Kamu juga buru-buru bukan,” tolak Yana secara halus.

 “Oke, selamat siang!”

 Huft ... perasaan Kemala sedikit agak lega setelah Mirna keluar dari rumahnya. Namun, tidak sampai disitu. Ternyata hal lain yang lebih mengejutkan pun datang. Kemala melihat seorang pria yang baru turun dari mobil sport berbicara dengan Mirna yang baru akan masuk ke dalam mobilnya. Pria itu tak lain putra Yana, suami Kemala. Siapa lagi kalau bukan Herdian.

 “Mas, kamu juga datang ke sini?” tanya Mirna terkejut, “Bukannya kamu bilang sedang ada meeting saat aku minta kamu mengantarku.”

 “Iya. Ini juga baru selesai meeting lalu ke sini.”

 “Jangan-jangan kamu mau jemput ibu di sini? Tadi sudah aku ajak agar pulang bersamaku ternyata beliau menolak. Katanya masih belum selesai memesan kue dari Kak Kemala.” 

 Herdian agak terkejut saat Mirna bilang di dalam rumah Kemala juga ada Yana. Padahal sama sekali Herdian tidak tahu soal rencana kunjungan ibunya ke rumah istri pertamanya. Dia sendiri datang ke rumah itu karena ingin meminta maaf pada Kemala. Namun tak disangka dia bertemu Mirna dan juga Yana di sana. Alhasil dirinya pun bersandiwara pada Mirna.

 “Iya, tadi ibu memang memintaku menjemputnya. Aku bilang aku akan selesaikan meeting dulu,” dustanya.

 Mirna tampak sedikit berpikir. Tapi sepertinya dia juga malas untuk bertanya lebih jauh, maka dirinya pun tak lagi mempermasalahkan alasan apapun yang keluar dari mulut suaminya. Selain itu dia sedang terburu-buru untuk mengantar kue ke kantor Mayang.

 Sementara menunggu Mirna meninggalkan rumah Kemala, Herdian sedang memikirkan alasan yang pas untuk Yana. Tentu ibunya pasti marah jika sampai mengetahui bahwa kedatangannya ke rumah Kemala untuk meminta maaf. Sejujurnya Herdian melakukan semua ini hanya karena suruhan Yana. Jauh di lubuk hatinya dia masih mencintai Kemala.

 Herdian berpikir, Yana telah melakukan banyak hal untuknya. Ia juga tak ingin dicap sebagai anak durhaka. Sebab itulah dirinya selalu menuruti apapun perkataan Yana.

 Pria berpakaian rapi itu melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah Kemala. “Selamat pagi!”

 “Lho ... kamu ada di sini juga?” Yana beranjak dari tempat duduknya.

 “Iya, tadi aku juga bertemu Mirna di depan. Aku ingin menjemput ibu,” akunya.

 Yana mengernyitkan dahinya. Kemudian dia bertanya pada putranya, “Kamu tahu ibu ada di sini dari siapa?”

 “Dari Bik Narsih, tadi abis meeting aku ke rumah. Ternyata ibu gak di rumah lalu aku tanya Bik Narsih.” Herdian berharap ibunya menerima alasan yang ia berikan.

 Dalam diamnya, Yana pun berpikir keras, “Apa tadi aku bilang sama Bik Narsih kalau aku akan ke sini?”

 “Jadi, Kemala kamu ....” Herdian ragu untuk menyapanya, “Semoga usahamu semakin berkembang, Kemala.”

 Yana menarik tangan putranya agar keluar dari rumah Kemala, “Ayo ... Ibu ada arisan lima belas menit lagi. Nanti ibu terlambat, bisa-bisa diomeli sama teman-teman ibu.”

 Kemala tak dapat berkata apa-apa, dia hanya menatap suaminya dengan tatapan biasa saja. Sedikitpun tak terdengar suara yang keluar dari mulutnya. Ia sama sekali tak menunjukkan perasaan marahnya kepada Herdian.

 Sedangkan kaki Herdian seolah berat untuk digerakkan keluar rumah Kemala. Sehingga Yana dengan agak keras mendorong tubuh putranya agar pergi dari rumah itu. Namun tatapan Herdian tetap tertuju pada wajah ayu Kemala. Ia sama sekali tak berkedip.

 “Herdian! Cepat, ibu terlambat!” desak Yana.

 “Baik, Bu.” Pria itu baru tersadar saat Yana menarik lengannya sekali lagi.

 Mobil sport berwarna hitam itu pun pergi meninggalkan rumah Kemala. Wanita itu segera masuk dan menutup pintu rumahnya lalu menghambur ke dalam kamar. Ia membanting tubuhnya di atas kasur, sesak yang menumpuk sejak tadi dia tahan agar tak seorang pun melihat dirinya yang rapuh.

 Dirinya sama sekali tidak menduga bahwa dunia sesempit ini. Ternyata Mirna, putri Bu Mayang yang selalu baik kepadanya, sekarang wanita itu menjadi madunya. Kemala tahu betul ada penyesalan yang terlukis pada sorot mata suaminya. Hal itu bukanlah kali pertama bagi Kemala. Herdian kerap menuruti semua perintah ibunya.

 Meskipun pada akhirnya pria itu menyesalinya. Namun tetap saja, semua sudah terjadi. Dan keadaan seperti itu sungguh membuat Kemala lelah. Seharusnya Herdian sebagai suami bisa lebih tegas. Ini bukan lagi perihal bakti seorang anak pada ibunya. Tetapi tentang sikap seorang suami dalam menghadapi berbagai situasi dalam rumah tangganya.

 Cling! Bunyi notifikasi pesan terdengar dari ponsel Kemala. Seseorang sedang mengirimkan pesan padanya. Ia meraih ponselnya di atas nakas.

 [“Mbak, apakah Mbak Kemala sudah memulai membuat kue pesanan saya?”]

 [“Maaf sekali, sepertinya pesanan kuenya saya tunda besok. Tiba-tiba acaranya dimundurkan.”]

 Kemala bersyukur sekali mendapat pemberitahuan tersebut. Sebab sekarang suasana hatinya sedang kacau. Ia tidak lagi punya semangat untuk meneruskan pekerjaannya. Kemala menggerakkan jemarinya pada layar ponsel untuk membalas pesan dari pelanggannya.

 [“Baik, tidak apa. Besok pastinya diambil jam berapa?”]

 Setelah mendapat balasan pesan dari pelanggannya, Kemala memutuskan untuk pergi ke rumah ayahnya. Ia segera meraih sling bag miliknya. Kemudian mengunci semua jendela. Dalam kegundahannya, dia melangkah perlahan menyusuri jalan perumahan. Banyak yang ia pikirkan. Mengenai kalimatnya tentang kemandulan Mirna, sebenarnya dia sama sekali tidak tahu. Kemala hanya berniat menggertak Yana.

 “Kalau saja Mirna bukan putri Bu Mayang, aku tidak akan ikut dalam sandiwara mereka,” gumamnya.

 Wanita itu berjalan dengan langkah gontai. Ia juga tertarik untuk memikirkan Mirna. Apakah benar Mirna tidak mendengar percakapannya dengan Yana?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pernikahan Suami di Rumah Mertua    Semua Berakhir Sudah

    Mayang terdiam, ia hanya membatin, ‘Siapa laki-laki ini, berani sekali bertanya tentang pembatalan pernikahan’. Ia mengernyitkan dahi, ingin memaki tapi masih memikirkan Kemala. Ia tentu akan malu sekaligus kecewa jika Mayang membuat keributan di acara pernikahannya. Dua bulan kemudian Mayang tampak sangat sibuk, beberapa hari belakangan, ia harus datang ke kantor polisi memenuhi panggilan sebagai saksi. Awalnya ia tidak mengerti mengapa dirinya harus berurusan dengan petugas penegak hukum. Setelah panggilan pertamanya, ia baru menyadari bahwa selama ini putrinya diam-diam menyiapkan sendiri drama penangkapan Herdian dengan berbagai bukti yang ia kumpulkan. “Jadi, selama ini dia menugaskan kamu untuk melakukan skenario yang telah ia susun sendiri?” tanya Mayang. Mereka keluar dari kantor polisi menuju ke tempat parkir. Sopirnya masih bermuka datar, tanpa mengatakan apapun, hanya mengangguk pelan. Mayang tak perlu penjelasan lagi, meski penasaran bagaimana Mirna dapat melakukan

  • Pernikahan Suami di Rumah Mertua    Mayang Merasa Bersalah

    “Tidak bisa begini!” Herdian berteriak, “KEMALA! Jawab AKU!” Kedua matanya memerah. Kemala masih memilih bungkam, ia sama sekali tidak terpengaruh dengan gertakan Herdian. Sementara sibuk mengatur emosi putranya, Yana membuang muka dari Kemala. Kemala melangkah ke luar, ia membisikkan sesuatu pada Yana. Namun seseorang menarik lengannya dengan sangat kasar sebelum ia mencapai pintu. Tangan yang sejak tadi terasa gatal mendarat keras di pipi mulus Kemala. Air mata Kemala seketika meluap tanpa ia sadari. “Saya bisa melaporkanmu atas tindak kekerasan dan penganiayaan terhadap putri saya.” Mayang memasang badan di depan Kemala. “Penjelasan apa lagi yang kamu butuhkan, Mas?” Kemala memegang pipinya yang terasa perih. “Perceraian itu tidak sah tanpa persetujuan suamimu!” serang Yana. “Saya pikir, anda tidak berhak ikut campur tentang urusan kami. Lagi pula–anda yang paling menginginkan perceraian kami sejak dulu. Lalu, mengapa sekarang justru tidak senang saat keinginan anda terwujud

  • Pernikahan Suami di Rumah Mertua    Cara Tepat Mengusir Pengkhianat

    Seluruh ruangan kehilangan suasana hening, tangisan mereka pecah memenuhi bangsal nomor 237. Petugas medis pun telah melepas alat bantu kesehatan yang sebelumnya melekat di tubuh Mirna. Kemala menenangkan hati Mayang yang sedang hancur. Raga yang telah ditinggalkan ruh milik Mirna pun di bawa ke ruang jenazah. Selanjutnya, mereka membawa tubuh tak bernyawa itu ke rumah kediaman Mayang dengan iring-iringan beberapa mobil pelayat yang ingin mengantarkan Mirna ke peristirahatan terakhirnya. Kemala sudah tak dapat mengeluarkan kristal beningnya lagi, mata sembabnya menjadi saksi kesedihan yang juga ia rasakan. Di tempat lain, Bramantyo dan Ponirah sangat gelisah. Sebab Kemala belum kembali padahal mereka akan menggelar pernikahan 14 jam dari sekarang. Terakhir kali ia mengabarkan kalau Mayang akan mengutus sopirnya untuk mengantar pulang pagi tadi. Namun, ia belum juga dapat dihubungi hingga saat ini. “Coba telepon lagi, Nak!” suruh Ponirah, ia tampak cemas. Bram menuruti perintah Po

  • Pernikahan Suami di Rumah Mertua    Duka Menjelang Pernikahan

    “Kamu hanya harus sembuh!” seru Kemala, “Maka, aku tidak perlu menjadi Kakak yang buruk.” Kemala mengusap kepala Mirna.Rasa bersalah yang memenuhi hati Mirna semakin sesak, ia tidak dapat mengerti apa yang ada dalam isi kepala Kemala. Mengapa wanita itu masih bersikap baik padanya? Kira-kira terbuat dari apa hatinya, mati rasa ataukah sudah kebal?Butiran bening mengalir tanpa dapat dihentikan dari kedua netranya, Mirna tidak sanggup membayangkan betapa sulitnya menjadi Kemala. Dia menjalankan perannya tanpa amarah meski sebuah belati berkali-kali menusuknya dalam keadaan sadar. Ia harus menahan perasaan yang sangat luar biasa setiap melihat kebahagiaan Mirna dan Herdian. Tanpa berpikir untuk membalas dendam, ia justru bersikap baik alih-alih memusuhi Mirna.Pagi itu, Kemala telah membersihkan diri sebelum ia pamit untuk menghirup udara segar di sekitar Rumah Sakit, tidak untuk memanjakan pandangannya, ia hanya bu

  • Pernikahan Suami di Rumah Mertua    Antara Dosa dan Penyesalan

    Keheningan mulai menyusup di antara waktu yang sedang bergulir menuju pergantian hari. Suara derap langkah kaki-kaki yang berat menyisakan kekhawatiran di benak Kemala. Semakin dirinya mendekat ke arah ruang perawatan Mirna, semakin ia merasakan degup kencang yang menghujam dadanya.Sesekali ia mengedarkan pandangan ketika terdengar suara brankar yang berpacu dengan bunyi alas kaki beberapa orang. Jantungnya seakan-akan ingin meloncat, mendengar sayup-sayup suara tangisan dari arah yang lain. Terkadang ia mengintip wajah Mayang yang menyembunyikan kecemasan di balik senyuman.“Mirna pasti sembuh, saya yakin dia kuat.” Kemala meraih tangan Mayang yaang berayun seirama dengan langkah kakinya.Ia tersenyum kecut, lalu berkata, “Kuharap ia melewati masa kritisnya setelah bertemu denganmu.”Pintu kamar bernomor 237 terbuka, Mayang mendorongnya perlahan. Mereka masuk ke dalam ruangan sambil berjinjit agar Mi

  • Pernikahan Suami di Rumah Mertua    Dua Hari Sebelum Pernikahan

    “Terima kasih,” ucap Bramantyo. “Aku tidak tahu, apa jadinya tanpa kamu di sisiku.” Bram menatap sendu ke arah wanita di hadapannya. “Tidak perlu berterima kasih, semua yang terjadi dalam hidupmu hampir pasti mengambil bagian di dalam hidupku.” Senyumnya kembali mengembang, semakin meyakinkan Bram tentang ketulusan yang dimiliki Kemala. Mereka kembali memeriksa beberapa hal mengenai persiapan pernikahan yang akan digelar 2 hari mendatang. Bram merasa hidupnya lebih ringan, jalannya semakin mulus tanpa ada yang mengganjal lagi. Kemala memang benar, dendam dan luka saling berhubungan. Luka tidak akan pernah bisa sembuh ketika kita masih memelihara dendam, membiarkannya bertindak sesuka hati, mengambil alih sebagian besar ruangan di dalam hati kita. Setiap kali mendengarkan kalimat bijak yang keluar dari mulut Kemala, keserakahannya atas rasa marah seketika menciut, lalu kehilangan keberanian yang sebelumnya merebut kendali atas pemikirannya. Mereka memang dua manusia berbeda latar b

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status