Share

Bab 2. Hancur

"Ugh!"

Silau cahaya dan suara kendaraan membuat Delia terbangun. Ia melirik sekitar dan menemukan dirinya di kursi besi. "Ya Tuhan, jadi semalam aku tidur di sini?"

Semalam, ia berbohong pada Andrew dan mengatakan bahwa Rafael memperlakukannya dengan baik. Tak mungkin bukan ia mengatakan bahwa terusir dari kamar pengantinnya sendiri, kan? Bisa-bisa, keluarga besarnya akan ribut.

Delia menghela nafas berat. Diputuskannya kembali ke hotel.

Ia akan mengambil beberapa barang lalu pulang ke rumah orang tuanya.

Toh, tidak ada gunanya bagi Delia untuk tetap di sana. Lebih baik, perempuan itu bekerja.

Namun, ketika Delia tiba di pintu kamar bernomor 107 itu, ia justru terdiam.

Berulang kali, dia menarik nafas–menguatkan diri sebelum membuka pintu dengan sangat pelan.

"Kau dari mana saja?" sinis Rafael dengan wajah mengantuk. Pria itu bahkan masih bertelanjang dada.

Delia tertegun. Tanpa sadar, matanya memperhatikan kondisi kamar hotel yang sangatlah berantakan. Terdapat banyak botol minum di area ruang tamu. Lalu, Gladis–kekasih suaminya itu–tampak tidur dengan nyenyak yang seharusnya ditempati Delia.

“Hei!” bentak suaminya mendadak, “apa kau sekarang benar-benar tuli, ya?”

"Aku dari lobi hotel," ucap Delia.

“Lalu?”

Diabaikannya pertanyaan Rafael dan justru mengepak barang-barangnya di kamar itu.

“Hei!” bentak suaminya itu. Rafael bahkan mencekal tangan Delia.

“Maaf, Raf. Tapi, aku ingin pulang.”

"Pulang? Memang, siapa yang menyuruhmu pergi dari sini?" Cengkeraman Rafael semakin kuat, hingga membuat Delia meringis perih.

"Lepaskan, Raf! Aku harus pergi ke kantor hari ini," ucap perempuan itu.

Wajah Rafael mengeras, ia semakin murka mendengar jawaban Delia. "Oh, kau ingin ke sana dan menceritakan perlakuanku kepada sepupumu?"

"Dasar manja!" Rafael mendorong Delia pelan.

Namun, karena tak ada tenaga, perempuan itu justru terjatuh.

Hampir saja, tangannya jatuh mengenai botol kaca yang berserakan di sana.

Delia menahan pedih di hati.

"Bahkan, aku tidak berpikir seperti itu, Raf," ucap Delia membela diri.

"Halah! Memangnya aku percaya dengan mulutmu itu! Kau itu licik!"

Delia tak menjawab, kepalanya tiba-tiba terasa pening.

Namun, ia meredamnya dengan menutup mata sekejap.

Sayangnya, sakit di kepalanya itu semakin terasa menyerangnya.

Rafael lagi-lagi tak menyadari itu. Pria itu justru semakin kejam memperlakukan Delia. "Aku tidak mau tahu, kau harus membersihkan tempat ini, hingga bersih!" geramnya.

“Bukankah ada cleaning service, Raf?” tanya Delia susah payah sembari menahan diri agar tidak ambruk.

Rafael tampak melipat tangannya di dada lalu melihat Delia sinis. "Aku mau kau yang merapikannya.”

“Delia, ini kan yang kau mau? Melayaniku sebagai istri,” lanjutnya, “tapi, tenang saja. Aku tidak akan membiarkanmu bahagia setelah kau merenggut nyawa Renata. Bersiaplah di neraka yang kubuat."

Rafael lalu kembali ke ranjang yang saat ini masih ditiduri Gladis—meninggalkan Delia yang susah payah berdiri.

Perempuan itu seketika sadar bahwa perutnya kosong sejak semalam.

Tertatih, ia mencari apapun di kamar hotel yang bisa ia makan.

Seingatnya, semalam ia membawa brownies pandan dari acara pesta.

‘Semoga masih ada,’ harap Delia dalam hati.

Untungnya, ada satu slice kue yang tersisa. Ia pun menarik kedua ujung sudut bibirnya dan memakan kue itu untuk mengganjal perutnya.

Belum genap 24 jam Delia menjadi istri Rafael, tetapi pria itu terus menyiksanya. Entah bagaimana neraka yang pria itu janjikan?

"Buatkan aku sarapan!"

Suara arogan wanita membuat Delia mendongak.

‘Kekasih Rafael’ itu tampak menatapnya tak suka.

"Tanganmu masih lengkap, buatlah sendiri," sahut Delia–kembali menikmati brownies pandannya, “atau … kau bisa pesan ke bawah. Kau punya uang, kan?

Wanita yang menggunakan baju transparan dan sangat minim itu tampak kesal. "Kau berani padaku!" teriaknya.

"Huh?" Delia mengangkat sebelah alisnya bingung dengan pernyataan wanita tersebut, “memangnya, kau siapa sampai membuatku takut?"

Jika Rafael yang menyuruhnya, mungkin Delia akan menuruti. Pria itu adalah suaminya.

Tapi, siapa perempuan ini?

"Dasar wanita pembunuh!" maki Gladis mendadak.

Reflek Delia menggebrak meja. "Tutup mulutmu!"

"Kenapa? Kau memang pembunuh! Semua orang membencimu karena kau seorang pembunuh!"

Tangan Delia bergetar.

Hampir saja tubuhnya oleng kalau ia tidak sigap berpegangan pada sisi meja.

Dadanya berdegup kencang, bayangan orang-orang yang menghakiminya berkeliaran di kepala wanita itu.

"Ada apa, Sayang?"

Delia mendengar Rafael datang, tapi ia tidak peduli.

Kepalanya semakin terasa pening bahkan kini pandangannya mengabur.

"Lihatlah istrimu itu! Berani-beraninya, dia membentakku!" ucap Gladis dengan mencebikkan bibir kesal, “padahal, aku hanya minta tolong untuk dibuatkan sarapan olehnya. Kau tahu aku punya maag, kan?”

"Delia!" Suara Rafael tak kalah tinggi dari suara kekasihnya tadi. “Apa susahnya sih menuruti permintaan Gladis? Apa kau tak pernah berubah?”

“Tapi, Raf–”

Rafael tidak mempedulikannya. Ia justru melihat sekeliling dan menemukan tempat itu masih kotor. "Cepat bereskan kamar ini dan lakukan apa yang diinginkan Gladis!"

Setelah itu, dia meninggalkan Delia dengan menggandeng Gladis.

"Dia hanya beruntung tidak dipenjara," ucap Gladis kencang supaya Delia masih bisa mendengarnya.

"Ya, kamu benar," sindir Rafael, “jika bukan karena keluarganya yang kaya itu, dia pasti sudah membusuk bersama para penjahat di sana.”

Tangan Delia gemetar.

Ia meneteskan air mata setelah punggung dua orang itu berjalan menjauhinya.

Dengan sempoyongan, Delia mencari sesuatu alat yang bisa menyelamatkan keadaannya, hingga akhirnya ia melihat sebuah pisau buah yang berada di dalam keranjang buah.

Segera, Delia mengambilnya dan buru-buru menggoreskan ke tangannya.

Seketika darah mengalir cukup banyak dan Delia merasa tenang.

Sudah lama kebiasaannya ini tidak kambuh. Namun, kembali lagi semenjak bertemu Rafael.

Mungkin, ayah dan ibunya mengira hidup Delia jauh lebih baik bersama Rafael.

Nyatanya, hidup bersama Rafael jauh merusak mental Delia.

"Andai kalian tau siapa yang kembali membuatku ingin menyakiti diri, apa kalian tetap memaksa aku untuk menikah dengannya?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status