Share

Bab 3. Hinaan

Author: Dian Alfina
last update Last Updated: 2023-08-03 18:32:59

Setelah berhasil menenangkan diri, Delia sibuk membereskan kekacauan yang dibuat oleh Rafael dan Gladis selama satu setengah jam.

Ia pun menghempaskan diri ke sofa sembari menyeka keringat yang turun di keningnya.

Delia cukup lega menyelesaikan apa yang diperintah Rafael. Ia juga sudah memasak sesuai perintah keduanya.

Namun, baru lima menit Delia merasakan damainya hidup, tiba-tiba Gladis bangun.

Wanita kejam itu berjalan dengan angkuh menuju kitchen set. Dan tak lama, Rafael ikut menyusulnya.

Delia memilih beranjak dari sofa kemudian berjalan ke kamar mandi.

"Huh makanan apa ini!"

Delia mendengar suara Gladis yang seolah mencemoohnya, tapi kali ini Delia tidak peduli. Ia sudah lelah dengan pasangan gila itu.

"Makanan sampah!" ujarnya lagi.

"Aku tidak mau makan masakan istrimu, bagaimana kalau kita makan di bawah saja?" rengeknya sambil mengayun-ayunkan tangan Rafael.

"Ya, aku juga tidak sudi menyentuh masakannya."

Delia tidak tuli. Namun, ia tidak bisa melakukan apa-apa, selain meredam semuanya sendiri.

Dibanding marah, perempuan itu memutuskan untuk segera mendinginkan kepalanya.

‘Segera mungkin, aku harus pergi dari tempat ini,’ tekadnya kuat.

****

Siangnya, ketika matahari tepat di atas kepala, Delia memutuskan untuk pulang. Tidak ada yang tau jika dirinya pergi, ia sengaja melakukannya secara diam-diam.

Dengan membawa beberapa baju yang ia pakai semalam, wanita itu masuk ke dalam sebuah mobil taxi yang baru ia pesan beberapa menit yang lalu.

Sedangkan Rafael dan Gladis masih ada di restauran hotel.

"Del...."

Suara dari seseorang itu membuat Delia mendongak, "Kamu pulang sendiri?" tanyanya sembari celingak-celinguk mencari keberadaan seseorang.

"Iya Delia pulang sendiri ma, Rafael ada urusan," jawabnya acuh, ia sudah menduga akan mendapat pertanyaan itu dari Mona-ibunya.

Wanita paruh bayah itu menaikkan sebelah alisnya, namun ia tidak terlalu ingin mencecar anaknya dengan banyak pertanyaan.

"Apa kamu bahagia menikah dengan Rafael?"

"Ya. Delia bahagia ma," bohongnya.

Mana mungkin ia menceritakan yang sebenarnya kepada Mona.

Jawaban dari sang anak membuat Mona tersenyum lebar, "Kan.... Apa mama bilang, kamu pasti bahagia bersama Rafael!"

Delia hanya mengangguk kemudian pamit untuk masuk ke dalam kamar.

"Bahagia?" lirihnya.

Ia merebahkan tubuhnya sambil menatap langit-langit kamarnya, mengingat wajah Mona yang begitu sumringat saat mendengar jawaban Delia.

"Sampai kapan aku akan berhohong seperti ini?"

Delia mulai sedikit mempertanyakan perasaannya terhadap Rafael.

Apakah masih sama seperti tujuh tahun yang lalu?

'Sesak rasanya ...' batinnya sembari menatap lurus ke depan.

Sedangkan di tempat lain Rafael menjadi geram ketika tidak menemukan keberadaan istrinya. Emosinya memuncak mengetahui Delia pergi.

"Sialan! Beraninya dia pergi!"

Mendengar kekasihnya mengamuk, Gladis ikut memastikan apa benar Delia pergi.

"Ya, dia tidak ada sayang,"

Masih menggunakan baju yang sama Rafael menyambar kunci mobilnya, ia hendak menyusul istrinya. Ia tidak mau Delia pergi tanpa sepengetauannya.

"Sayang, kamu akan pergi ke mana?" Wanita yang tidak terlalu tinggi itu menghadangnya.

Tetapi Rafael tidak peduli, ia harus segera menemukan Delia dan langsung membawanya pulang.

Mobil bmw keluaran terbaru melaju membelah jalanan ibukota. Tujuan utama Rafael menuju rumah mertuanya. Ia yakin istrinya berada di sana.

Setelah mobil berhenti di halaman rumah Delia, ia segera turun.

Pria itu merapikan bajunya sebentar sebelum melangkah masuk ke dalam.

Tok! Tok! Tok!

Tak lama pintu terbuka, sosok Mona menyambutnya.

"Oh kamu rupanya Raf, sini masuk-masuk," Wajah Mona seketika sumringah saat melihat menantunya datang.

"Terima kasih ma.,"

Di depan Mona, Rafael menunjukkan bahwa dirinya sangat mencintai Delia. Padahal itu hanya alibinya, agar kedua mertuanya percaya bahwa Delia akan sangat bahagia bersamanya.

"Kata Delia, kamu ada urusan Raf.,"

Rafael tersenyum tipis, "Sudah selesai ma. Makanya saya langsung ke sini, menjemput Delia."

"Ya namanya pengantin baru, maunya dekat-dekat terus," goda Mona.

Ia mengangguk meski dalam hatinya ia muak berbasa-basi mengenai Delia.

"Kamu mau makan apa Raf?"

"Ah sudah ma, tadi sebelum ke sini saya sudah sarapan," sahutnya. "Ma saya izin mau ke Delia dulu."

"Iya-iya, langsung aja kamu masuk ke dalam kamarnya Raf. Sejak datang dia ada di sana.,"

Rafael mengangguk lalu berlalu menuju kamar yang terletak di lantai dua.

Tanpa mengetuk Rafael langsung membuka pintu kamar Delia dengan kasar, "Kau berusaha kabur dariku hah?"

Delia tergagap ketika mendengar suara bariton yang ia kenal.

Buru-buru ia bangun, "Raf untuk apa kau ke sini?"

"Untuk apa?" sahutnya dengan nada dingin. "Kau pikir aku akan membiarkanmu bebas?" Ia menarik sudut bibirnya ke atas.

"Apa maksudmu?"

Rafael berjalan mendekat lalu menarik paksa Delia, "Secepatnya kita pulang!"

"Tunggu!" Dengan berani ia menyentak tangan Rafael. "Pulanglah jika kau ingin pulang, aku hendak mengemasi beberapa bajuku dulu!"

Mendengar jawaban Delia yang semakin berani membuat Rafael geram. Ia berjalan mendekat ke arah Delia dengan rahangnya yang mengeras dan tatapan tajam.

"Apa yang akan kau lakukan Raf?" lirihnya ketakutan.

Ia berusaha untuk mundur. Hingga tubuhnya menubruk tembok, detik itu juga Delia tidak lagi bisa berkutik.

Jarak mereka sangat dekat, bahkan Delia bisa merasakan deruan nafas milik pria tersebut.

"Ap-apa kau ingin membunuhku sekarang?" cicit Delia sembari menutup mata, ia tidak berani menatap wajah suaminya.

Rafael tersenyum tipis, "Tenang, aku masih ingin bermain-main denganmu."

Setelah itu ia menarik dagu Delia dengan jarinya, "Jangan sekali-kali kau membantahku!"

"Kau tidak akan bisa kabur dariku! Kau dengar!" gertaknya.

Delia mengangguk takut-takut, "Ya aku dengar."

Rafael langsung menyeretnya keluar.

Dan ketika pintu terbuka, terlihat Andrew berdiri tepat di depan kamar Delia sembari menatap dirinya juga Rafael dengan tatapan curiga.

Seketika wajah Delia pucat, ia benar-benar takut jika sepupunya itu mendengar bentakan Rafael, "Drew, apa kau sudah lama berdiri di sana?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pernikahan Tak Diharapkan   Bab 15. Kesempatan Kedua

    Delia belum sepenuhnya mencerna apa yang terjadi dalam hidupnya, terlebih dengan keadaannya sekarang. Ia kembali di waktu kala dirinya duduk di bangku sekolah.Atau semua kejadian memilukan itu hanyalah mimpi semata? Tapi kenapa ia merasa sangat lama dan nyata, jika benar itu mimpi. Dengan sedikit linglung, ia turun ke bawah. Seketika langkahnya terhenti ketika mendapati sang kakak, turut bergabung di meja makan bersama kedua orang tuanya. Pemandangan yang sangat Delia rindukan."Kakak di sini?" beonya, tanpa sadar air matanya menetes.Hal tersebut membuat ketiga orang yang tengah menunggunya untuk sarapan melongo. Mereka dibuat bingung dengan Delia.Buru-buru ia menghampiri Delina, -sang kakak kemudian memeluknya erat. "Maafin aku ya kak," ujarnya sambil tergugu.Delina cukup kaget dengan tingkah Delia, sontak ia menarik Delia untuk melepaskan pelukannya, "Dek lepasin dong. Aku lapar, kamu apa-apain sih?"Kejadian naas saat sang kakak terpental dari motor masih membekas di kepala D

  • Pernikahan Tak Diharapkan   Bab 14. Apa Ini?

    Delia terkapar di dalam kamar mandi yang penuh darah, setelah pagi tadi ia mendapat tamparan dan jambakan dari Rafael. Karena laki-laki itu tidak terima ketika Delia menceritakan bahwa dirinya telah dipermainkan oleh mendiang Renata. Delia menceritakan bahwa sebenarnya Renata tidak mencintai Rafael, diam-diam gadis itu menjalin hubungan di belakang Rafael dengan Tristan -seorang kapten basket di sekolahnya dulu.Terpaksa ia membuka rahasia yang selama ini Delia pendam, saat jam istirahat Delia hendak pergi ke uks dan tidak sengaja ia melihat Renata sedang berciuman dengan Tristan. Delia kaget hingga menjatuhkan buku dan bolpoinnya. Mendengar itu Renata dan Rafael menyudahi aktifitasnya, kemudian Renata mengajak Delia keluar area sekolah. Renata mengancam Delia bahkan hendak mendorong Delia ke tengah jalan raya, tapi karena Delia mundur alhasil Renata yang jatuh dan tertabrak mobil dari arah belakang hingga menyebabkan wanita itu tewas.Namun kejujuran yang Delia ucapkan tidak membuat

  • Pernikahan Tak Diharapkan   Bab 13. Nasib Buruk

    Delia tidak menjawab, ia lelah. Kepalanya juga kembali pusing. Dia menyesal karena terlambat mengetahui niat jahat Rafael. Nasi sudah menjadi bubur, mau tidak mau Delia harus menjalani nasib buruk yang entah dia sendiri tidak tau kapan akan berakhir. Delia juga bingung, menderita yang bagaimana yang pria itu mau agar puas. Delia tidak akan tinggal diam, ia tetap akan melawan Rafael. Setidaknya meskipun dirinya tertatih melawan semua gemuruh di kepalanya, ia masih memiliki rasa ingin menjadi Delia dengan pribadi yang menyenangkan. Dulu ia hanya salah menjatuhkan hatinya pada iblis berwujud manusia dan berakhir seperti ini. Tetapi penyesalan itu tetaplah pernyesalan, tidak akan mengubah apapun dalam hidup Delia. Dalam benaknya ia tetap bertekad bahwa besok dirinya akan tetap bekerja. Apapun resikonya Delia tidak peduli, ia tau apa yang akan dilakukannya itu pasti menimbulkan amarah Rafael yang memuncak. Tapi biarlah, itulah tujuan Delia. Jika seandainya pun Rafael akan membunuhn

  • Pernikahan Tak Diharapkan   Bab 12. Topeng

    "Aku baik-baik saja, keluarlah aku ingin tidur," usir Delia. "Sialan kau memang Del, percuma saja aku mengkhawatirkanmu! Jadi khawatirkan dirimu saja sendiri sana!" Delia menyahut hanya dengan gumaman. "Tidak ada harga dirinya CEO di sini," cerocos Andrew lalu mengikuti perintah Delia. Andrew tidak benar-benar marah Delia, begitulah cara interaksi antara keduanya. Sebenarnya Andrew merasa ada kejanggalan pada Delia, sejak kapan wanita itu betah berada di kantor? Ia paling senang jika pulang lebih awal, tapi sekarang? "Lama-lama kepalaku pecah memikirkan Delia," monolog Andrew seraya turun ke bawah. Andrew tidak pulang ia akan menunggu Delia di coffe shop bawah. *** Pukul sembilan tepat Delia turun dengan wajah yang jauh lebih segar, tidur selama empat jam tanpa gangguan membuat semua energinya kembali penuh. Ia siap berperang dengan pikiran-pikiran jahatnya yang sering menyuruhnya untuk bunuh diri. Drt... Drt... Ponsel Delia bergetar membuyarkan lamunannya, dengan seg

  • Pernikahan Tak Diharapkan   Bab 11. Curiga Andrew

    "Del, apa semua baik-baik saja?" Tanya Andrew tiba-tiba. "Pernikahanmu berjalan semestinya 'kan?" Terdengar dari suaranya, Andrew sangat cemas pada Delia. Delia mengangguk, ia menarik sudut bibirnya ke atas membentuk sebuah lengkungan, "Semua baik. Jangan khawatir." "Kalau semuanya baik, tidak mungkin kau memintaku menjemput. Apalagi kau terlihat sangat panik tadi," Astaga ternyata Andrew seintens itu mengawasinya. Ia harus lebih pintar menyembunyikan apa yang terjadi sebenarnya. Delia hanya tidak ingin keluarganya kepikiran mengenai hidupnya bersama Rafael, ya meski sebenarnya Delia sudah mulai ingin menyerah. Ia kembali mencoba fokus mengecek dokumen-dokumen yang harus Andrew tanda tangani. Sebisa mungkin ia harus seperti Delia yang di kenal Andrew sebelum menikah dengan Rafael. Hampir saja dia lupa menutupi tangannya yang banyak goresan baru di sana. Buru-buru Delia menarik lengan kemejanya yang sedikit tersingkap. Namun rupanya Andrew tidak mengawasi sampai ke sana, memb

  • Pernikahan Tak Diharapkan   Bab 10. Delia Yang Malang

    Pemandangan Delia yang selalu tampak saat berada di apartemen adalah melihat suaminya dan selingkuhannya bermesraan. Mereka tidak memiliki rasa malu melakukan hal menjijikan di depan Delia. Seperti sekarang ini, mereka sedang menonton film di ruang tengah sambil berpelukan, sesekali mereka berciuman sangat mesra di sana. Delia saja jijik melihatnya, ia terpaksa ada di sana sebab Rafael memintanya membuatkan makanan dan menyiapkan beberapa snack untuk mereka berdua. Delia menyadari bahwa di sana, dirinya tidak lebih dari seorang pembantu. Entah sampai kapan semuanya akan berakhir. "Aku harus menyelesaikan semuanya," kata Delia lirih. Ia muak harus mendengar apa yang seharusnya tidak ia dengar. Tak butuh waktu lama dapur kembali bersih, Delia bergegas pergi ke kamarnya. Ia sudah tidak sabar untuk tidur, karena besok Delia harus bangun pagi. Aktivitasnya masih sama seperti hari-hari kemarin, membersihkan seluruh seluk beluk apartemen dan setelah itu ia akan kembali pergi ke kantor.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status