Share

Patah Hati

Sudah sepekan berlalu sejak lamaran di restoran waktu itu. Beberapa kali sudah Adrian mencoba meyakinkan Natasha akan permintaannya, bahkan laki-laki itu rela merendah padanya. Tapi Natasha tetap tak bergeming. Bahkan, semua kontak yang terhubung dengan Adrian diblokir oleh gadis itu. Membuat pria itu tak lagi berharap banyak.

Pagi ini Adrian memutuskan untuk libur kerja sehari, ia menelpon David asistennya agar membatalkan semua jadwal hari ini. Ia beralasan pada David kalau hari ini dirinya sedang tidak enak badan. Setelah memasak mi instant berkuah dengan beberapa potongan cabai dan dua telur, sesuatu yang sangat jarang dilakukan seorang Adrian.

Ia membawa mangkuknya menuju ruang tengah dan duduk di karpet berwarna merah maroon. Menyalakan televisi dan mengganti saluran secara asal, menontonnya sambil menikmati semangkuk mi yang barusan dibuatnya. Ia berharap mi kuah pedas ini bisa mengembalikan mood nya yang sedikit memburuk.

Sebuah saluran televisi menayangkan berita selebritis. Salah satunya tentang seorang model papan atas yang tertangkap kamera sedang menghabiskan waktu liburan dengan seorang aktor terkenal. Sang aktor merupakan bintang di negeri ini karena berhasil meraih beberapa penghargaan, bahkan dinobatkan sebagai aktor terbaik tahun ini.

Sedang si model tak lain adalah Natasha Albertina. Rahang Adrian mengeras, dadanya naik turun menahan emosi. Rupanya, selain memblokir akun sosial medianya gadis itu juga sudah memalingkan hatinya. Adrian mematikan televisi, kemudian membawa mangkok yang isinya tinggal separuh ke dapur.

Ia kemudian menuju kamar mengganti baju, dan memasukkan beberapa lembar pakaiannya ke dalam sebuah ransel. Ia benar-benar perlu menjernihkan pikirannya. Diraihnya kunci mobil yang tergeletak di meja, menelpon David memberitahunya jika ia memperpanjang liburnya sepekan ke depan. Ia juga tidak menjelaskan lebih banyak ke asistennya itu.

Mobil melaju meninggalkan apartemennya, menuju ke luar kota. Ke tempat dimana Adrian menghabiskan waktu saat pikirannya benar-benar kalut.

Suasana dataran tinggi yang sejuk dengan deretan pohon alpukat menyambut kedatangan Adrian di wilayah kebun teh Wonosari. Kebun teh ini merupakan salah satu bagian yang dikelola oleh perusahaan Hadinata. Selain mengolah daun teh, di sini merupakan sentra penghasil buah alpukat. Perkebunan ini berada di lereng Gunung Arjuno.

Selain mengolah perkebunan teh dan alpukat, perusahaan Hadinata juga mengolah tempat ini menjadi area wisata dengan pemandian air panas. Banyak spot foto dibangun untuk memikat para pengunjung. Beberapa fasilitas penginapan juga dibangun di kawasan ini.

Mobil yang dikendarai Adrian melaju di antara jalanan berliku di bawah rimbun pepohonan. Sesekali ban mobil berdecit jika mendapati tanjakan yang cukup tinggi. Mobil berhenti di salah satu villa milik keluarga Hadinata. Seorang lelaki dengan sweater berwarna hijau lumut menyambut kedatangan Adrian.

"Selamat siang, Den. Selamat datang kembali." Sambut pria itu sambil membungkukkan badan memberi hormat, namanya Pak Yanto. Empat orang pelayan berdiri di dekat pintu menyambut kedatangan tuannya, salah satu yang berbadan gemuk -- namanya Marina-- merupakan yang tertua dan kepala pelayan di sini.

"Selamat datang, Den Adrian. Apa perlu saya siapkan makan siang?" Sambut Marina sambil membungkukkan badannya.

"Aku ingin istirahat sebentar." Jawab Adrian sambil menyerahkan ransel yang dibawanya kepada wanita tadi.

"Silahkan, Den. Kamar sudah kami siapkan." Marina berkata penuh penghormatan.

"Buatkan aku coklat panas dan bawa ke atas." Adrian berkata lalu melangkah menaiki tangga menuju kamarnya di lantai atas. Ia memasuki kamar yang biasa dipakainya saat menginap disini, berjalan menuju balkon dan memandangi hamparan kebun teh di bawahnya.

Ia selalu merasa damai jika berkunjung ke sini, tempat kedua saat ingin melepaskan beban pikiran setelah rooftop apartemennya. Beberapa kali ia menghabiskan waktu disini. Pertama, saat ia kehilangan ayahnya dalam peristiwa kecelakaan pesawat. Membuatnya kehilangan sosok yang biasa menjadi pegangannya.

Abraham, ayah Adrian begitu menyayangi putranya. Selain karena ia anak tunggal, juga karena perjuangan mereka untuk mendapatkan seorang putra. Merline, sang ibu beberapa kali mengalami keguguran sebelum mengandung Adrian. Kondisi rahimnya yang lemah membuat janinnya tidak bisa bertahan.

Saat mengandung Adrian, sang ibu harus rutin mengkonsumsi obat penguat kandungan. Juga harus istirahat total selama beberapa Minggu agar janinnya bisa bertahan. Beruntungnya Adrian lahir dengan selamat, dan sang ibu juga dalam kondisi sehat setelah melahirkan.

Yang kedua saat sang ibu memutuskan untuk menikah lagi. Tiga tahun setelah meninggalnya sang ayah, ibunya bertemu lagi dengan Paman Willy, teman ibunya semasa kuliah dulu. Mereka pernah menjalin hubungan selama masa kuliah. Namun, karena suatu alasan mereka harus berpisah.

Mereka bertemu lagi dalam acara dies natalis kampus mereka. Rupanya, Paman Willy pindah ke Kanada bersama orang tuanya. Saat pertemuan itu keduanya menyadari jika benih-benih cinta yang mereka miliki dulu masih ada. Ditambah hubungan Merline dan mertuanya juga tidak berjalan dengan baik.

Ibunya sempat mengajak Adrian untuk mengikutinya ke Kanada, namun disaat yang bersamaan kondisi kesehatan sang kakek tidak dalam kondisi yang baik. Akhirnya dengan terpaksa Adrian tinggal bersama kakeknya. Ibunya masih sering menghubungi Adrian lewat sambungan telepon, terkadang mereka juga melakukan panggilan video.

Paman Willy juga bersikap baik dengan Adrian, beberapa kali ia menawarkan pada pemuda itu untuk berlibur ke Kanada. Tapi karena Adrian masih merasa sedikit canggung ia hanya menjawab dengan kata "kapan-kapan".

"Maaf Den, ini coklat panasnya." Suara seorang perempuan yang ternyata Bibi Marina membuyarkan lamunan Adrian. Pria itu menerima gelas yang diulurkan kepala pelayan tadi.

"Maaf Den, saya ingin memberitahukan satu hal," ucap kepala pelayan itu kemudian.

"Ya, ada apa?" balas Adrian sambil menatap kepala pelayan tadi. Siku kirinya bertumpu pada tembok balkon sedang tangan kanannya memegang cangkir berisi coklat panas tadi dan meminumnya perlahan sambil sesekali ditiup.

"Saya sudah mengajukan pensiun dan sudah disetujui Tuan Hadinata. Bulan ini adalah terakhir kali saya bekerja disini," ucap Marina memberitahu Adrian.

"Lalu?" tanya Adrian setelah meneguk lagi minumannya.

"Besok akan ada yang menggantikan saya, dan saya akan mulai mengajarinya," jawab wanita bertubuh tambun itu.

"Kenapa secepat ini, Bi?" tanya Adrian.

"Anak Bibi yang di desa ingin bibi istirahat, Den. Dua bulan yang lalu dia baru pulang dari Malaysia. Dan sekarang dia berencana membuka usaha sendiri." Bibi Marina menjelaskan alasan pengunduran dirinya.

Wanita ini sudah melayani keluarga Kakek Hadinata sejak usia sembilan belas tahun. Dia tipe pekerja keras dan teliti. Tak ada satu pekerjaanpun yang lolos dari penglihatannya. Meski begitu wanita ini tipe yang penyabar dan keibuan.

Wanita ini memiliki empat anak, dua lelaki dan dua perempuan. Anak pertama dan keduanya sudah menikah dan masing-masing mempunyai seorang anak. Anak ketiga perempuan masih single dan sudah enam tahun menjadi TKW di Singapura, baru pulang dua bulan yang lalu. Dialah yang meminta Bibi Marina berhenti bekerja. Sedang putra bungsunya masih duduk di kelas dua belas SMK.

"Terserah Bibi saja. Sebelumnya terima kasih karena Bibi sudah setia melayani keluarga Hadinata selama ini," ucap Adrian dengan tulus

"Sama-sama Den Adrian. Saya juga berterima kasih karena selama saya bekerja Aden dan keluarga memperlakukan saya dengan baik." Bibi Marina berkata diiringi isakan kecil. Ia merasa sedih harus meninggalkan keluarga ini.

Adrian meletakkan cangkir yang dibawanya di meja samping kirinya. Ia mendekati perempuan tua itu dan tanpa canggung memeluknya, seperti pelukan seorang anak yang menenangkan ibunya.

"Terima kasih, Bi."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status