Share

Gak Tahan Lagi (21+)

Asha yang tak siap dengan ‘serangan' Harris mulai kewalahan mengimbanginya. Napasnya sudah berat. Asha butuh melepaskan bibirnya sejenak agar bebas mengeluarkan karbon dioksida dari oksigen yang dihirup hidungnya. Siklus pernapasan ini sudah kacau sejak tadi.

Harris menangkup wajah Asha dengan telapak tangannya, sengaja ia lakukan agar dahi keduanya tetap menempel. Mereka tengah menetralkan degup jantung yang berkejaran dan suhu tubuh yang tiba-tiba meninggi. Tubuh keduanya masih berdiri saling menempel di depan pintu yang bahkan belum sempat ditutup. Mata mereka saling beradu meski tak ada sedikitpun kata mengudara. Sampai lagi-lagi Asha yang memulainya. “Mas kita makan dulu ya, abis makan mandi dulu. Nanti kan bisa lanjut setelah mandi.” pinta Asha seraya mengelus-elus dada bidang Harris dengan telapak tangannya.

“Alurnya bisa diubah aja?” tanya Harris menggantung. Bibir Harris sesekali mencari kesempatan untuk menciumi pundak Asha yang sedikit terbuka.

Asha mengerutkan dahi, tak mengerti.

“Main dulu, lalu makan abis itu baru mandi. Bisa?” lanjut Harris yang menangkap ketidak pahaman Asha.

Asha menatap wajah Harris yang sudah merah dengan gairah. Asha malah terkekeh renyah kemudian dan berucap, “Hanya makan lalu mandi, paling hanya setengah jam Mas. Tahan setengah jam aja masa gak bisa Mas?” Asha sengaja mempermainkan emosi suaminya. Bahkan saat sesekali Harris hendak menempelkan bibirnya kembali, Asha memilih menarik wajahnya ke belakang. Hingga membuat posisi mereka berdiri normal berhadapan dengan jarak satu langkah.

“Saya sudah tahan sejak pagi, sudah gak tahan lagi.” lirih Harris meringis tepat di daun telinga Asha. Tawa Asha lolos kemudian. Asha merasa menang saat ia sangat dibutuhkan pun diinginkan Harris. Rasanya ia ingin berdiri congkak dengan membusungkan dada dan berkata, “Aku ini segalanya buat kamu! Kamu gak akan bisa tanpa aku!” namun kalimat itu hanya ia katakan pada dirinya sendiri di dalam hati yang tengah ditumbuhi bunga-bunga wangi.

“Aku lapar Mas...” Asha mengelus-ngelus perutnya dengan tatapan memelas.

Harris mendengus pelan. “Saya cuci tangan dulu.” ujar Harris meninggalkan Asha di belakang. Ekspresi Harris yang semula begitu tajam sudah kembali lurus. Membuat Asha kembali bertanya-tanya pada udara yang kini leluasa ia hirup.

***

Harris sudah duduk mantap menghadap meja makan kayu bergaya minimalis. Matanya mengabasen makanan yang tersaji di atas meja makan, ada sop daging, tempe goreng dan emping melinjo. Lengkap juga dengan kecap manis dan jeruk nipis di atas piring berukuran kecil. Sesekali matanya terpejam saat indera penciumannya mengidu aroma yang menggugah selera. Kali ini meski wajahnya datar, Asha sudah paham dengan gerak minim Harris yang kelaparan.

“Mas Harris makan yang banyak ya.” pinta Asha sibuk menata piring suaminya dengan nasi dan lauk pauknya.

Asha masih belum juga menyantap makan malamnya. Ia terlalu sibuk memerhatikan Harris yang makan dengan lahap. Perasan bahagia akan prestasi juara kelas saat sekolah dulu kalah dengan perasaan bahagia saat berhasil masak makanan enak untuk suaminya. Begitu kata Asha. Entah hanya dia yang berlebihan atau memang setiap istri di dunia ini merasakan hal yang sama?

Kepala Harris yang tengah menunduk membuat bola mata Harris mendelik ke atas untuk melirik Asha. “Katanya tadi sudah lapar.” ujar Harris yang sadar piring Asha masih utuh.

Asha gelagapan. “Eh, iya Mas. Aku sampe lupa sama makananku sendiri lihat Mas Harris lahap banget. Makasih ya Mas Harris gak pernah protes sama masakan aku.” ucapnya manja.

Harris melanjutkan makannya. “Masakan kamu enak.” meski pujian Harris terlihat seperti ungkapan tetap saja Asha kelojotan.

Asha memang payah jika sudah berhadapan dengan Harris. Ia mudah sekali meleleh dengan hal-hal kecil. Asha tak bisa jual mahal pada suaminya.

Kekhusukan saat makan terganggu saat tiba-tiba ponsel Harris berdering menampilkan nama ‘Mariana’ lengkap dengan photo seorang wanita cantik berambut pirang salon. Asha saja mengakui kecantikan wanita asing itu meski hanya lewat photo. Mata Asha membulat, bola matanya seperti meloncat dari tempatnya. Tiba-tiba dadanya sesak di iringi suhu tubuh yang seketika panas membakar. Bunga-bunga yang sedari tadi tumbuh di hatinya mengering layu menuju kering. Tanpa sadar tangannya meremas sendok makan saat ia melihat photo wanita asing itu di layar ponsel Harris. Ini pertama kalinya Asha terbakar cemburu meski tak lekas ditumpahkan. Asha masih cukup waras untuk tidak cemburu buta tanpa bukti dan alasan. Lagipula seingat Asha, Harris tak pernah bertingkah macam-macam atau mencurigakan.

Di saat yang sama, Harris kelabakan menutup layar ponselnya sesaat setelah panggilan itu datang. Tanpa menoleh ke arah Asha sedikitpun. Harris seperti ingin terlihat tak mencurigakan. Sialnya Harris gagal! Dan Asha sudah terlanjur melihat gelagat aneh di malam itu meski memilih menyimpannya dalam hati. Asha ingin berpura-pura saja menjadi buta. Berlagak tak melihat apa-apa.

“Mas Harris mandi dulu ya, aku mau beresin ini dulu.” Asha hanya memberi kode dengan gerakan mata yang menunjuk ke kacauan di meja makan setelah perut mereka terisi.

Harris mengangguk pelan, meninggalkan meja makan menuju kamar tidurnya untuk segera membersihkan diri selepas bekerja seharian dengan peluh yang membasahi seperempat kemeja bajunya.

Pekerjaan Asha malam itu membereskan meja makan, mencuci beberapa piring kotor di dapur. Tentu saja tak banyak sebab hanya dua orang penghuni rumah tersebut.

***

Asha beranjak dari dapur, menaiki anak tangga menuju kamar tidurnya di lantai dua. Di saat bersamaan Asha menarik napas panjang agar ia bisa lebih tenang dan menghilangkan pikiran-pikiran negatif yang mungkin akan merusak suasana hangat malam itu. Dan ia tak mau itu terjadi.

Di kamar.

Asha tengah mencari-cari baju tidur yang pas untuk malam itu. Lebih tepatnya ia sedang memilih lingerie, bukan baju tidur biasa. Meskipun koleksi lingerie nya hanya lima buah tapi ia tetap memilih untuk menggunakan model yang sama yang biasa ia gunakan. Bukan karena tak muat, lebih karena Asha masih terlalu malu dengan model lainnya yang sangat terbuka. Malam itu Asha mantap memilih lingerie dengan model tanktop berwarna marun lengkap dengan model bawahan celana yang pendek sekali. Persis seperti celana dalam yang kebesaran. Setidaknya itu adalah model yang paling tertutup dari model lainnya.

Lagi, ponsel milik Harris berdering menampilkan nama yang sama seperti beberapa menit yang lalu di meja makan tadi. Dan kali ini wanita asing itu mengirim pesan WA beruntun yang bisa di lihat Asha tanpa perlu menyentuh layar yang tengah menyala.

Mariana

‘Mas Harris besok kita ketemu di tempat biasa ya, sayang.’

Asha geram. Hatinya kini sedang berusaha mencari celah udara agar tetap tenang. Andai air dingin bisa meredakan hatinya yang tengah terbakar tentu ia sudah menegak satu galon penuh. Dadanya sudah sesak akibat satu kalimat yang dilemparkan wanita lain pada suaminya. Ia mondar-mandir seraya mengulang-ngulang kegiatan respirasi agar ia masih waras untuk tak menghancurkan malam peleburannya dengan Harris.

Asha berhenti bergerak saat ia merasakan ada tangan kekar berurat yang memeluknya erat, lama sekali. Sesekali Asha dijatuhi tetesan air yang jatuh dari atas rambutnya yang masih basah. “Mau coba gaya baru?” goda Harris yang terabaikan Asha. Asha bimbang, ia merasa sedang terombang-ambing di tengah lautan yang tak tahu arah.

Berdiri bulu romanya merespon sentuhan tubuh bagian atas milik Harris yang polos beradu dengan permukaan kulitnya yang halus, tapi ia juga butuh penjelasan dari kata ‘sayang’ yang di sematkan wanita lain pada suaminya. Asha memejamkan matanya lalu berbalik, mengarahkan badannya berhadapan dengan badan Harris yang masih menciptakan wangi shampo mentol yang menyegarkan. Asha mengambil napas dalam dan panjang, memaksa egonya untuk diam, agar jasmaninya bisa fokus menikmati pria yang menjulang di depannya.

Harris mulai menundukan kepalanya, mempererat dekapannya hingga tubuh mereka mendekat, dekat sekali. Asha meraih tengkuk Harris agar ia mudah meraih bibir penuh Harris dan mengecupnya lembut. Tak butuh waktu lama agar kecupan itu berubah jadi lumatan dan hisapan yang melenakan. Asha tak tahu sejak kapan ia mulai mahir melakukannya.

Harris sudah terlebih dahulu melesakan lidahnya dan mencecap setiap rasa yang ada di sana. Asha merasakan lidah Harris menaut lidahnya saat sedikit saja mulutnya terbuka. Sesekali Harris mengigit lembut bibir tipis Asha yang sudah bengkak memerah. Hawa panas pun menguar kuat ke setiap sudut ruangan yang semestinya dingin oleh mesin pendingin ruangan yang menyala. Keduanya tengah berdiri di ambang pintu surga dunia.

Tangan Harris kini sibuk menari-nari di setiap jengkal tubuh Asha. Membuainya di setiap titik-titik penting yang akan memantikan gelora semakin menggila. Desahan tak karuan sudah sejak lama keluar dari bibir Asha yang begitu terlena dengan suaminya yang lihai dalam ‘bekerja’.

Asha mendongakan lehernya. Memberi akses penuh pada Harris yang tengah mencumbunya bak singa kelaparan. Beberapa tanda merah di ceruk leher dan pundak Asha mulai menggelap saat ditinggalkan mulut Harris yang sudah turun harmonis ke bagian dada atasnya. Kulit mulus payudara Asha tak luput dari ‘serangan’ Harris. Puncaknya sudah mencuat, seperti menantang Harris untuk bermain lebih di sana. Dan Harris tertantang untuk itu. Mulutnya bergantian memanjakan payudara Asha. "Kamu suka Sha?" Harris menyeringai. Tubuh Asha yang tak bisa diam membuat Harris semakin bergairah. Harris bahkan tak merasa sakit saat rambutnya ditarik jemari Asha. "Ehm...." balas Asha mengangguk di iringi suara desahan. Sedangkan tangan Harris sudah sejak tadi di balik celana Asha. Entah sedang apa?

Asha tentu tak ingin bersusah payah menahan desahan dan erangan. Berkali-kali tubuhnya bergelinjang menahan nikmatnya sentuhan Harris di bagian-bagian paling sensitif di tubuhnya.

Hanya dengan beberapa detik kemudian Asha sudah menanggalkan ‘seragam malamnya’, dan hanya butuh setengah detik untuk Asha menarik ujung handuk yang membelit pinggang Harris.

Asha segera naik ke tempat tidur, terlentang lalu menarik selimut sembarang agar menutupi tubuhnya yang polos tanpa sehelai benangpun. Sementara Harris sibuk mencari kondom di laci nakas. Benda pusaka yang selalu melindunginya saat ‘bermain-main’ dengan Asha.

Tiba-tiba ponsel Harris kembali berdering menampilkan pop-up pesan singkat via aplikasi yang segera disambar Asha dengan tatapan nanar menyedihkan.

Mariana

'Mas Harris jam segini udah tidur?'

Harris seketika membatu di tempat saat Asha menarik tangannya dan meletakan ponsel yang masih menyala menampilkan isi pesan wanita asing itu. Ponsel itu di letakan tepat di atas kondom yang baru saja Harris dapatkan.

***

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status