Hari yang di tunggu-tunggu pun tiba. Libur akhir pekan yang akan di habiskan Harris dan Asha bertemu dengan seseorang yang membuat hubungan kedunya merenggang beberapa hari terakhir.
Harris memacu mobil sedan putihnya masuk jalan tol yang memberi petunjuk arah Kota Bandung. Asha memicingkan mata, dia bahkan mengucek matanya beberapa kali agar ia yakin bahwa Harris tengah membawanya ke Kota Bandung. "Mas Harris kita akan ke Bandung?" tanya Asha di iringi anggukan Harris dengan cepat. "Kok Mas Harris gak bilang kita akan ke Bandung?" tanya Asha lagi. "Kan kamu gak tanya!" jawab Harris datar. Asha hanya bisa mendengus kasar dengan jawaban Harris.
Asha lupa jika Harris memang bukan orang yang rajin dalam hal bicara.
"Kalau saja aku tahu akan ke Bandung, aku bisa bekal baju ganti. Mas Harris juga gak ada baju ganti kan?" tambah Asha. Harris menggelengkan kepala mengamini pertanyaan Asha. Asha berdecak. "Kenapa kasih kabar aja
Asha masih linglung setelah bertemu dengan ibu sambung Harris. Asha hanya mengenal Harris tiga bulan saja sebelum akhirnya mereka memutuskan untuk menikah. Hal itulah yang membuat Asha tak tahu banyak tentang latar belakang suaminya itu. Selain itu, Harris memang sudah pendiam dari dulu. Asha memandangi Harris yang tengah sibuk berkendara membelah jalanan Kota Bandung yang cukup padat. Sebenarnya Asha sedang menunggu Harris untuk bercerita lebih lanjut tentang pertemuan singkat mereka dengan Mariana atau pun cerita sambungan dari status Mariana. Tetapi kemudian Asha ingat jika Harris itu seperti gitar yang hanya akan berbunyi jika di petik. "Mas Harris gak pernah cerita sama aku, kalau Mas Harris punya ibu sambung kayak Mbak Mariana." ujar Asha mengelus lengan kiri Harris yang bebas di sisinya. "Kan kamu gak tanya!" jawab Harris datar. Baru saja membuka topik, Asha sudah di paksa untuk tidak mendelik, "Kan Mas Harr
Harris menghentikan langkahnya tepat di sebuah toko baju yang cukup terkenal dengan kualitas barangnya yang bagus."Mas Harris mau beli baju?" tanya Asha saat Harris meliarkan pandangannya di toko tersebut. "Kamu gak mau beli baju?" tanya Harris retorik.Asha terkekeh. "Kalau Mas Harris maksa aku juga mau." "Saya gak maksa kok. saya cuman tanya." kata Harris meralat."Mas Harris emang kayak kertas ya, lempeng banget!" sindir Asha gemas. Harris mengulum senyum melihat ekspresi Asha."Kamu bisa pilihkan untuk saya juga." ujar Harris saat tangan Asha sudah sibuk bekerja di tumpukan baju bertanda diskon."Jangan lupa beli dalaman juga." pesan Harris lirih di telinga Asha. Asha pun mengangguk pelan.Asha sudah tentu paham ukuran pakaian yang biasa di pakai Harris.Harris kembali meliarkan pandangannya lalu berujar, "Saya mau ke toilet. Nanti s
Harris sudah keluar dari kamar mandi berbalut jubah mandi dan handuk kecil yang menggantung di lehernya. Kedua benda itu sudah tersedia di kamar hotel secara cuma-cuma. Berewok tipis yang biasa menghiasi permukaan wajah hingga ke lehernya kini sudah bersih tak bersisa. Harris memang rutin mencukurnya setiap sebulan sekali. Di saat yang sama Asha terduduk di tepi ranjang menatap Harris lekat meski jarak mereka tidak dekat. Tangan Asha bersidekap di dada dengan kaki yang di silang sebelah. Asha tengah dongkol sebenarnya, saat topik-topik serius yang di bahas Asha lebih sering buntu dari perhatian Harris. Topik yang sengaja di angkat Asha seperti menguap begitu saja. Dan malam itu jelas bukan yang pertama Harris abai. "Mas Harris mau sampai kapan berdiri di sana?" tanya Asha membuyarkan suasana hening di antara keduanya. "Aku mau mandi." tambah Asha di iringi gerakan Harris menyingkir dari ambang pintu kamar mandi. "K
Asha dan Harris terlentang menatap langit-langit dengan tubuh polos yang basah dengan keringat dimana-mana. Tangan kanan Asha meraih selimut dan meletakannya sembarang di atas tubuhnya.Sementara Harris mulai turun dari tempat tidur meraih pintu lemari es mini di samping lemari besar dekat pintu keluar. Harris mengambil satu kaleng kopi dingin siap minum dan satu kaleng teh beraroma melati. Harris kembali berjalan menuju tempat tidur dimana Asha masih betah merebah. "Makasih ya Mas." ujar Asha saat Harris meletakan satu kaleng teh kaleng itu di atas nakas di samping Asha. Harris tak membalas ucapan 'terima kasih' dari Asha. Rupanya nyawa Harris sudah kembali kehidupan nyata. Membawa Harris kembali ke mode datar yang menyebalkan.Harris sempat memakai celana dalamnya sebelum dia duduk di kursi sofa menikmati sekaleng kopi dingin di tangannya. Suasana panas yang sempat menguasai ruangan itu mulai memudar menjadi sepi beberapa saat. Harri
Akhir pekan sudah selesai. Kini waktunya Asha dan Harris kembali pada rutinitas mereka sebagai suami dan istri di Ibu Kota Jakarta. Kembali pada rutinitas pagi yang padat namun teratur dan terjadwal setiap harinya. "Aku lagi gak mood buat masak Mas. Jadi pagi ini aku siapin roti panggang saja, nanti tinggal oles selai." ujar Asha mengulurkan satu piring yang di isi lima buah roti panggang yang warnanya sudah kecoklatan. Tampak begitu renyah saat di gigit. Tak lupa, secangkir kopi hitam tanpa gula yang masih begitu panas. Harris sudah duduk mantap di depan meja makan, tangannya meraih beberapa toples yang berisi macam-macam selai. Harris mengoleskan selai kacang di atas dua buah roti panggangnya dan melahapnya. Lalu Harris mengoleskan dua buah roti panggangya dengan selai coklat pun melahapnya dengan cepat. Roti panggang terakhirnya, hanya Harris oles dengan unsalted butter. Harris memang tak pernah ada masalah dengan makanan. Dia selalu melahap semua makanan y
Kedua tangan Asha menggenggam botol air mineral saat ia menarik napas panjang dan dalam. Asha menutup matanya untuk membuka memori di otaknya saat Jasmine memintanya untuk menceritakan kisah cintanya dengan seorang polisi bernama Harris, yang berujung di meja kantor urusan agama.***'Srrrat'"Ah jambret, tolong! Tas saya di jambret, tolong!" teriak Asha panik. Saat tas hitam di tangannya di jambret seseorang berjaket hitam dengan wajah yang di balut masker warna senada. Asha berteriak menangis seketika. Dia terduduk lemas di trotoar jalan yang ramai dengan orang berlalu lalang. Kepala Asha mendadak pening, membayangkan tas hitam miliknya tidak kembali. Bagaimana tidak, seluruh isi tas hitam itu adalah dokumen-dokumen penting pun kartu-kartu penting yang tentu saja akan menyulitkannya jika harus di buat ulang.Beberapa orang memang berusaha mengejar jambret yang larinya begitu cepat
Harris turun dari mobilnya, membuka pintu gerbang besi dari halaman sebuah rumah bergaya minimalis. Rumah itu tak terlalu besar jika di bandingkan dengan rumah sultan yang kaya raya. Namun cukup nyaman dengan teras kecil yang menyatu dengan taman minimalis.Asha melangkah pelan, sesaat setelah turun dari mobil sedan putih milik Harris.Akhirnya Asha memang memilih untuk tinggal sementara dengan Harris, dari pada memaksakan diri pulang ke Bogor malam itu juga. Entah kenapa, Asha begitu percaya pada Harris. Mungkin karena jarang sekali orang jahat yang berprofesi sebagai seorang polisi.***'Ceklek'Harris membuka pintu rumahnya yang sepi seperti kuburan. Ternyata hanya Harris yang menghuni rumah dengan tiga kamar tidur itu. "Di atas ada dua kamar tidur, Mbak bisa istirahat di sana." ujar Harris setelah menutup dan mengunci pintu.Asha m
Malam terakhir Asha menginap di rumah Harris, membuatnya semakin gelisah tak tentu arah. Rasa kagum Asha pada sosok Harris seperti terpupuk subur menumbuhkan benih cinta. Meskipun Asha di buat penasaran akan Harris yang begitu tertutup dan dingin. Asha hanya ingin memastikan jika dia sedang jatuh hati pada pria yang benar. Asha bukan perempuan gila yang akan menghancurkan perempuan lainnya, jika memang Harris bukan seorang lajang.Seingat Asha, dia hanya mendapati dua photo berukuran besar di dinding ruang tengah. Photo itu adalah gambar seorang wanita paruh baya dengan senyum terpaksa. Rambutnya hitam, tebal dan ikal terurai sebatas bahu.Di sisi lainnya Asha menemukan photo seorang nenek dengan kerudung yang menutup puncak kepalanya, meski beberapa helai rambut putihnya melesak keluar. Nenek itu tersenyum lebar, menampilkan barisan gigi putih nan rapi di usia senja. Persis seperti gigi palsu buatan dokter ternama.