Pertemuan terkait projek pertama sebelum acara televisi itu dimulai ternyata hanya dihadiri oleh Rachel hari itu. Gideon absen dengan alasan yang Rachel tidak ketahui, perempuan itu tidak berpikir terlalu panjang karena ia bisa menanyakannya nanti atau mungkin Hera lebih tahu tentang itu mengingat manajernya selalu tahu dengan gosip-gosip selebritas."Semenjak menandatangi kontrak kenapa jarang menghubungiku, apa kau sudah melupakanku?" Rachel mengalihkan perhatiannya pada pria berkaca mata yang duduk di meja kerjanya, tak lain dan tak bukan adalah direktur agensinya."menghindariku termasuk resumemu untuk bersiap-siap dalam acara realitas itu?” tanyanya lagi."Tidak ada yang perlu aku ucapkan mengingat Hera pasti memberitahumu semuanya pak tua, lagipula bukannya kau sempat mengancam akan menendangku dari agensi kalau aku tidak mengikuti acara ini,” sinis Rachel yang mengundang tawa sang direktur."Ayolah, Chel. Kau tahu kalau kau satu-satunya yang bisa aku harapkan."Ya, Rachel tahu
"Seperti terjadi banyak hal yang mengganggumu, ayolah Chel ... aku sudah mengenalmu untuk waktu yang lama, kenapa kau tidak menceritakan semuanya padaku?"Rachel terdiam, perempuan itu memilih menggigit sedotan plastik minumannya tanpa menjawab. "Aku tidak khawatir padanya aku hanya penasaran.""Kenapa tak kau tanyakan langsung saja? Untuk apa saling bertukar nomor ponsel kalau tidak digunakan?" tanya Hera lagi yang dibalas Rachel dengan helaan napas."Kau tidak ingin terdengar khawatir olehnya? Oh ayolah Chel, sampai kapan kau akan memberi makan egomu," keluh manajernya itu sembari menyandarkan punggungnya di kursi sementara Rachel masih sibuk dengan pikirannya sendiri."Lagipula kenapa aku harus memakai effort dalam hubungan ini? Semuanya hanya pura-pura, bagaimana pun juga apa yang terjadi pada Gideon bukan urusanku," tukas Rachel."Hubungan bisnis bukan berarti kau tidak bisa berteman dengannya," ucap Hera yang mengundang perhatian perempuan bersurai cokelat yang duduk di seberan
Pekan terakhir bulan Mei, Rachel berkunjung ke rumah kakak sepupu sekaligus seniornya di agensi. Ia biasanya datang karena perempuan itu memintanya untuk menjaga anak-anaknya. Rachel tentu saja dengan suka rela bersedia, lagipula ia tak punya jadwal.Rachel mendongak dari salinan majalah yang sedang dibolak-baliknya dan berkedip pada wanita yang lebih tua yang baru aja duduk dihadapannya."Kenapa kau menatapku seperti itu? Ada masalah apa?"Siska mencondongkan tubuh ke depan dan menatap mata Rachel seperti cermin yang mematut seluruh tubuhnya. “Tidak ada apa-apa Chel, aku hanya merindukan adik cantikku ini.” Perempuan itu berpaling dari Rachel sebentar, sebelum diam-diam memakai anting-antingnya. “Oh ya, bukankah Gideon mengadakan acara karpet merah hari ini? Seharusnya kau pergi bersamanya.”"Kau tahu darimana soal itu?"“Aku melihatnya di televisi beberapa waktu lalu,” jawab Siska singkat, perempuan itu adalah seniornya di agensi.“Ngomong-ngomong, Ane berpikir dia sangat tampan, s
Begitu anak-anak pergi, Rachel mengalihkan perhatiannya kembali pada Gideon, tatapannya menusuk. "Mengapa kau di sini?" tanya perempuan itu, sebelum berjalan mendekat ke arah lelaki yang lebih muda untuk memberi isyarat pada jenis pakaian yang dikenakan Gideon saat itu."Dan ada apa dengan pakaianmu? Kuno."“Tidak ada gunanya pergi dan berdandan modis kalau kau tidak ada di sana,” tukas Gideon acuh sambil mengangkat bahu.“Tapi kau bisa berbicara dengan stylist designer dan penata artis bodoh,” tegur Rachel ketus. “Kau tahu, membangun koneksi, rantai sosial dan semua hal yang bisa membuatmu memiliki teman baru. Perusahaan telah berhasil meyakinkan seseorang untuk memotret kita untuk majalah, tetapi kau juga harus melakukan beberapa hal sendiri.”"Baiklah, baiklah aku mengerti," keluh Gideon pelan, “Aku benar-benar seorang amatir di matamu? Sudahlah. Tapi aku di sini juga untuk membangun koneksi, jadi tidak apa-apa bukan jika aku tinggal di sini? Aku ingin mengenalmu lebih baik, apalag
"Bagaimana menurutmu?"Aktris muda itu memperhatikan bingkai Gideon, dan dia diam-diam mengagumi perawakan bak model pria dari itu. Dengan proporsi dan tinggi badannya, dia bisa melihat mengapa semua orang di agensi berpikir ada potensi dalam dirinya. Tidak perlu banyak usaha bagi Gideon untuk menarik perhatian orang. Yang dia butuhkan hanyalah dorongan ke arah yang benar.“ya kau terlihat cukup baik,” Rachel akhirnya berkata, menolak untuk mengakui bahwa Gideon terlihat jauh lebih baik daripada itu. “lalu bagaimana denganmu?” lelaki itu bertanya ketika dia bertemu dengan mata perempuan yang lebih tua di cermin."Bisa kau menjelaskan tentangmu?" Rachel sedikit mengernyit, “itu hal yang biasa. Orang selalu terlihat lebih baik ketika mereka percaya diri. Apapun yang dipakai. Apa pun jenis pakaian yang kukenakan padamu, jika kau tidak memakainya dengan benar, kau tidak akan terlihat bagus memakainya.”“Oh …” Gideon melihat dirinya di cermin lalu menatap tatapan Rachel sekali lagi. "Sejuj
"Mereka melakukan banyak pemotretan yang sedikit kontroversial. Aku tidak ingin kau melakukan hal seperti itu, jadi hindari mereka.”Gideon tertawa sembari menaikkan alis jahil. "Kenapa? Apakah kau ingin takut kalau aku memotret tubuh hasil gymku dan semua orang melihat?"Rachel memutar bola matanya jengah sebelum memukul kepala Gideon kesal. "Berisik, berhentilah narsis."“Meskipun kau sangat posesif, aku tetap mencintaimu kok Chel,” ucap Gideon lebay sembari menatap lurus Rachel. Dia mengangkat tangan yang terakhir menggenggam album dan meletakkannya di atas tangan Rachel, meremasnya pelan. "Tidak peduli apa kata orang-orang, aku akan tetap bersamamu."Rachel menarik tangannya dari genggaman Gideon dan memukul lelaki itu lagi. “Tidak bisakah kau serius? Aku sekarang sedang mencoba memastikan agar kariermu tidak gagal! Ini bukan waktunya bercanda!""Santai sedikit, kau sudah seperti ibuku saja.""Aku bukan ibumu."“Iya sih, ya sudah maaf,” kata Gideon sembari kembali membolak-balik a
Setelah acara fashion week selesai Rachel segera keluar dari lokasi dan segera menarik Hera ke belakang, di mana petugas keamanan sudah menunggu mereka. Kedua perempuan itu dikawal oleh beberapa penjaga, namun tentu saja tidak bebas dari jeritan nyaring penggemar dan jepretan foto. Tentu saja, pikir Rachel. Perempuan itu akan membuka twitter besok dan melihat berapa banyak foto bagus yang masuk dan bisa ia simpan—hei jika kau tidak mencintai dirimu sendiri, siapa yang akan melakukannya? Omong-omong ia dan Hera sudah berada di tempat yang bebas wartawan sekarang.Perempuan itu dipandu melewati bagian belakang venue, melewati sejumlah pekerja yang sedang membersihkan tempat setelah acara selesai untuk event mendatang, mereka menuju ke deretan ruang ganti. Di luar ruang ganti tersebut, Gideon berdiri dengan pandangan yang berfokus pada ponsel. Dia mengenakan pakaian yang trendi; jeans longgar dan atasan tanpa lengan. Dia terlihat tampan, meskipun Rachel benci untuk mengakui hal itu, lela
Rachel terbangun oleh suara mesin pemotong rumput yang keras dan menjengkelkan tanpa henti. Dia mengerang ketika dia berguling, lututnya membentur meja dan perempuan itu baru ingat kalau dia menghabiskan malam di sofa. Rachel menendang selimut yang awalnya menyelimuti tubuhnya ke lantai. Dia dalam suasana hati yang buruk sekarang, harinya sudah hancur, kenapa tukang kebunnya melakukan kebisingan sepagi ini?Perempuan itu kembali ke ruang televisi setelah mengambil semangkuk yogurt dari dapur, menyalakan televisi sebelum menyamankan diri. "Apa yang harus kutonton ...."Oh ... pas sekali acara gosip selebritas sedang tayang. Sudah lama ia tak menggubris tayangan semacam itu, tentu saja bukannya ia tak memikirkannya sama sekali, bagaimana pun juga ia hanya manusia biasa. Rachel sudah terlalu khatam menyaksikan orang-orang di agensinya stres karena dirinya, atau lebih tepatnya, citranya, dan rasanya seperti sesuatu yang dia tonton di layar.Rachel tak sepenuhnya tak peduli dengan citrany