Beranda / Romansa / Pernikahan di Balik Skandal / 1. Pembicaraan Empat Mata

Share

Pernikahan di Balik Skandal
Pernikahan di Balik Skandal
Penulis: Josie Milos

1. Pembicaraan Empat Mata

Penulis: Josie Milos
last update Terakhir Diperbarui: 2021-11-28 18:55:03

Eve menyesap sedikit tehnya. Dia mencoba mengacuhkan 4 pasang mata yang tengah memandangnya seakan menunggu sesuatu. Rasanya memang tidak nyaman, tetapi dia juga tidak mungkin kabur dari tempatnya kini duduk.

Eve belum menghitung 2 pasang mata lainnya yang tidak sedang memandangnya sekarang. Sepasang mata bengkak yang menunduk dan sepasang mata yang menengok ke arah lain sambil melipat tangannya di dada. Eve mengenal mereka semua.

“Kita harus bicara 4 mata,” kata Erick. Dia terbiasa mengajak Eve bicara empat mata sebelum memutuskan sesuatu yang besar. Masalah ini sudah mereka bahas sebelumnya, kemarin malam, tetapi Erick ingin memastikan apakah anaknya itu masih belum berubah pikiran.

“Ini tidak akan makan waktu lama, Aksa,” kata Erick pada seorang pria yang seumuran dengannya. Pria itu mengangguk pada Erick lalu membalas anggukan kepala Eve yang penuh hormat padanya.

“Pergilah. Kami akan menunggu di sini.” Aksa kembali memundurkan punggungnya untuk bersandar pada kursinya. Tangannya menggenggam tangan Diana, istrinya, untuk membuat dirinya sendiri tenang.

“Iya, Pa.” Eve mengangguk lalu bangkit berdiri mengikuti Erick yang berjalan di depannya menuju ke ruang kerja Erick.

Ruang kerja Erick sebenarnya bisa dibilang ruang kerja Eve juga karena Eve memang yang banyak mengerjakan urusan perusahaan di ruangan itu. Ruang kerja Erick yang sangat luas itu dipenuhi dengan buku dan berbagai perabotan dari kayu jati asli.

Eve duduk dengan tenang di sofa ruang kerja Erick. Matanya menatap lurus ke depan seakan sudah mengerti apa yang akan dikatakan ayahnya. Gaun merah muda yang dipakainya membuat Eve terlihat seperti gadis remaja.

“Apa yang Papa mau aku lakukan?”

“Ikuti rencana semula. Perubahan hanya pada adanya perjanjian pra-nikah.”

“Iya, Pa.”

Eve memang setuju dengan ayahnya, seperti biasanya. Bisa dibilang cara berpikir mereka mirip, menghadapi masalah dengan memikirkan efek jangka panjang. Efek jangka panjang ini yang sering terlupakan.

Erick memandang putrinya yang mengangguk dengan wajah datar itu. Eve memang jarang menunjukkan ekspresi apapun, terutama di hadapannya, dan jarang protes dengan keputusan yang dibuatnya. Anak itu seakan mengerti posisinya di dalam keluarga Daveno. Tanggung jawabnya yang besar membuatnya harus membereskan kekacauan yang dibuat oleh adik-adiknya.

“Dua tahun, cukup?”

“Papa rasa cukup.”

“Hak asuh di tangan siapa?”

“Kita, Daveno. Aku tidak mau kerja kerasmu sia-sia.”

“Mereka akan menolak.”

“Mungkin pada awalnya. Mereka toh punya cucu dari Darrren jadi ini bukan cucu pertama mereka. Tetapi mereka perlu mempertimbangkan masalah lain, daripada mereka kehilangan cucu. Jalani ini mungkin jalan terbaik yang bisa mereka tempuh menghadapi Aze yang terus-terusan mau menggugurkan kandungannya. Lagipula anak mereka itu juga tidak kalah bersalahnya!”

“Anak ini akan menggunakan nama keluarga mereka, Wongso.”

“Papa tidak keberatan dengan itu. Kita memiliki hubungan yang dekat dengan mereka.”

“Jadi perjanjian harus dibuat sejelas-jelasnya supaya tidak ada perpecahan dengan mereka.”

“Papa tidak mau nenekmu marah besar, Eve.”

Keluarga Wongso dan Daveno bisa dibilang memiliki ikatan persahabatan yang cukup lama dimulai dari ibu Erick dengan ayah Aksa. Hubungan ini berlanjut ke bisnis dan menurun pada anak-anak mereka. Akhirnya keinginan generasi pertama untuk mengeratkan hubungan pertemanan mereka ke dalam sebuah ikatan keluarga dengan perkawinan bisa terwujud, cucu-cucu mereka akan menikah. Meskipun langkah menuju ke pernikahan itu tidak sepenuhnya sesuai dengan rencana semula.

“Aku urus perjanjian pranikah, Papa yang negosiasi dengan mereka. Boleh?” tanya Eve. Meskipun dikatakan dengan nada bertanya, Erick bisa mendengar nada perintah di sana, tetapi dia tidak peduli, Eve memang benar.

“Tentu,” sahut Erick. Urusan keluarga memang seharusnya antar orang tua. Eve sudah cukup tangguh untuk menerima semua keputusan yang tentu tidak terasa adil ini.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
awal yang bagus.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
goodnovel comment avatar
Irwin rogate
ceritanya bag7s
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Pernikahan di Balik Skandal   183. Anak Bermata Amber (END)

    “Kamu sudah mendapat 4 bulan cutimu, Eve. Kapan mau mulai kerja sungguhan?” tanya Erick. Sejak kehamilan Eve menginjak 8 bulan sampai Raven berusia 3 bulan, Eve mengerjakan semuanya dari rumah, kadang datang untuk rapat-rapat atau urusan penting lainnya, mungkin hanya 2-3 kali dalam seminggu. Tetapi Erick harus mengakui semua berjalan lancar di tangan Eve, seperti biasanya, tanpa cela. “Papa harus mulai memberikan Rana tanggung jawab yang lebih besar.” Adik lelaki Eve sudah datang dari Amerika Serikat 6 bulan yang lalu dan Eve mengajarinya dengan telaten. Rana juga bukannya tidak berpengalaman karena dia juga bekerja di sebuah perusahaan rekanan Angkasa Wongso di New York sembari menyelesaikan kuliah S2-nya. Eve hanya memperkenalkan aturan dan cara kerja mereka di Asterix Grup karena Asterix lebih besar dan lebih luas. “Aku akan berikan, tetapi jabatanmu tetap sama, tidak bisa diisi orang lain. Makanya lahirkan anak lagi supaya keluarga kita akan makin besar.

  • Pernikahan di Balik Skandal   182. Menyerah Menyalahkan Diri

    Angin semilir di taman samping membuat Eve membetulkan roknya yang sedikit berkibar. Pinggiran rok itu dia selipkan di bawah pahanya yang sedang berada di atas kursi taman dari batu yang berbentuk kursi. Beberapa daun tampak berjatuhan, membuat rumputnya yang kehijauan berbercak kekuningan. Bunga-bunga di saat-saat seperti ini juga tumbuh bermekaran meskipun kebanyakan di antaranya selalu ada yang mekar tanpa mengenal waktu sepanjang tahun. Semalam hujan jadi tanah masih terlihat sedikit basah pagi ini dengan cuaca yang cukup hangat. Eve lebih suka cuaca lebih dingin dari ini karena dia juga malas kulitnya yang terlalu putih itu terasa seperti tersengat berada di bawah terik sinar matahari. Namun demi untuk menjemur Raven, dia rela membiarkan kulitnya terkena sinar matahari pukul 8 pagi yang katanya menyehatkan. Tanaman di taman ini semakin banyak dari hari ke hari. Maria terus saja menambahkan tanaman-tanaman hias dan berbagai macam bunga setiap kali d

  • Pernikahan di Balik Skandal   181. Kamu Seorang Wongso

    Eve membuka kotak berpita seukuran kotak gaun di hadapannya itu saat pesta usai 30 menit yang lalu. Semua tamu sudah pulang meninggalkan tuan rumah dalam kelelahan dan kebahagiaan. Kotak berwarna perak itu adalah kado pemberian Dexter sebagai ucapan terima kasihnya sudah menemani hidupnya dalam 2 tahun ini. Itu waktu yang singkat, tetapi mengingat mereka memiliki sejarah percintaan yang cukup panjang, rasanya ini juga hadiahnya atas masuknya Eve kembali dalam relung hatinya dan kesediaan wanita itu kembali ke dalam hidupnya. Dexter sebenarnya sedang memperhatikan Eve yang memegang dan membuka kotak itu dengan perlahan seakan waktu berjalan dengan sangat lambat. Tetapi memang dia harus bersabar seperti Eve bersabar menghadapi dirinya dulu. Eve mengeluarkan kertas yang berada dalam balutan plastik yang membungkusnya, menjaga rapuhnya kertas itu. “Kamu seorang Wongso, Love.” Kertas yang mengubah nama Eve dengan tambahan nama Wongso di belakangnya sudah a

  • Pernikahan di Balik Skandal   180. Langit dan Mentari

    4 Maret 2020 Eve sedang duduk di meja riasnya. Lelah, itu yang dirasakannya. Senang, itu perasaannya. Seorang wanita muda berdiri di belakang Eve dan tersenyum. “Kamu cantik, Eve.” “Terima kasih. Perut ini makin berat dan aku makin sering lelah, Aze.” Kandungan Eve sudah menginjak usia 5 bulan. Aze mengangguk. Dia juga ingat betapa besar perutnya saat itu, hampir2 tahun lalu. Eve yang jarang mengeluh juga akhirnya meloloskan keluhan juga, tidak salah, menjadi wanita hamil itu tidak mudah. Seingat Aze, hanya Eve yang selalu ada bersamanya, meredakan semua keluhannya, melakukan semua keinginannya, tentu dengan syarat-syarat, Eve memang selalu licik begitu. “Pesta memang merepotkan untuk wanita hamil,”sahut Aze. “Lebih enak berkeliling mall?” tanya Eve sambil tersenyum. Aze tertawa lirih dan mengangguk. Mereka akan segera menghadiri pesta perayaan perkawinan Dexter dan Eve yang kedua. Eve keberatan sebenarnya, perutnya yang makin

  • Pernikahan di Balik Skandal   179. Skandal (3) - Tidak Boleh Disia-siakan

    Sudah sejak awal Aksa merasa bersalah menyembunyikan semua fakta tentang Rosalind dan Reveline dari wanita yang dianggap sebagai ibunya sendiri. Evita tidak memiliki hubungan darah dengan Aksa tetapi mereka sudah sangat dekat. Pelan-pelan Aksa menceritakan masalah Rosalind sampai kehadiran Reveline pada Evita setelah kematian Rosalind. Selama ini Rosalind yang melarang melibatkan Keluarga Daveno dalam hal apa pun untuk melindungi keluarga itu. Aksa sangat mengerti bagaimana sifat Evita, wanita tua yang keras namun penyayang dan cukup bijaksana menilai semua hal. Evita tidak menyalahkan siapa pun. Dia hanya menyesali jalan hidup anaknya dan wanita yang dicintainya berakhir seperti sekarang. Namun yang paling besar adalah penyesalannya terhadap Reveline yang tidak bisa menjadi seorang Daveno. Evita dan Albert datang mengunjungi Reveline setiap bulan, tidak ada seorang Daveno yang bisa disia-siakan, termasuk Reveline. Semua orang lupa memperhitungk

  • Pernikahan di Balik Skandal   178. Skandal (2) - Reveline Andrea Wongso

    Dexter, anak kedua Diana, yang kala itu berumur hampir 4 tahun yang paling gembira dengan kabar itu. Dia paling suka menemani Rosalind ke mana pun sambil mengelus perut buncit bibinya itu. Selain menyukai calon anak Rosalind, Dexter juga sangat menyukai mata coklat keemasan Rosalind. “Cantik. Mata Tante Ros cantik,” kata Dexter dengan polosnya. Rosalind akan terkekeh mendengarnya. Di dalam keluarga Aksa memang tidak ada yang bermata coklat keemasan seperti Rosalind jadi wajar Dexter begitu terpikat. “Ini namanya warna amber, Ex. Nanti anak ini juga mempunyai mata seperti Tante,” sahut Rosalind geli. Warna mata Rosalind didapatnya dari sang ibu yang berasal dari Italia. Mata Erick dan mata Rosalind yang coklat pasti akan menurun pada anaknya. Rosalind sangat menyayangi Dexter sampai memberikan nama panggilan kesayangan padanya dan rajin mendengarkan ocehan bocah berumur 4 tahun itu. “Berarti anak Tante nanti pasti cantik,” celoteh Dexter lagi. “Bisa ju

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status