Share

4. Ibu Mertua Yang Kasar

Entah sejak kapan mama mertua Amelia berada di rumahnya itu. Amelia memejamkan matanya sejenak. Sebentar lagi pasti akan ada cecaran pertanyaan beruntun dati Ratna--ibu mertuanya. Amelia juga tidak menyadari jika Sulthan masih mengantarkannya hingga depan pintu rumahnya.

 

"Oh, jadi sekarang sudah berani bawa laki-laki lain saat Arsa sibuk kerja banting tulang buat kasih kamu makan?!" Ratna menunjuk ke arah Sultan yang saat ini berdiri tepat di belakang Amelia. "Kamu minta cerai dari Arsa karena kamu menuduhnya berselingkuh. Kenyataan yang Mama lihat justru sebaliknya, kamu-lah yang berselingkuh!" lanjutnya dengan geram.

 

"Maksud Mama bagaimana? Saya tidak paham?" tanya Amelia dengan wajah lelahnya siang ini.

 

"Dia siapa?" tanya Ratna sambil menunjuk ke arah Sultan dan membuat Amelia menoleh ke arah belakang tubuhnya.

 

Amelia terkejut karena sopir taksi itu ikut mengantarkannya hingga depan rumahnya. Ia sama sekali tidak menyadarinya. Sudah pasti Ratna akan salah paham. Parahnya, sosok ibu kandung Arsa itu akan mengadukan pada suami Amelia tentang hal yang bukan-bukan. 

 

"Beliau sopir taksi yang saya tumpangi, Ma. Saya pun baru bertemu dengan beliau hari ini," jawab Amelia yang jujur karena memang tidak ingat sama sekali siapa sosok yang saat ini sedang tersenyum pada Ratna.

 

"Sopir taksi? Kamu pikir saya akan percaya? Mana ada sopir taksi yang mengantarkan penumpangnya hingga depan pintu rumahnya. Kamu pikir saya bodoh?!" bentak Ratna dan membuat Aron terkejut dan menangis dengan kencang.

 

Aron sejak masuk ke dalam mobil taksi itu langsung memejamkan matanya. Hingga suara bentakan dari Ratna membuatnya terkejut dan rewel siang ini. Kedua anak kembar Amelia pun ketakutan dengan kedatangan nenek mereka. Dulu, mereka semua baik-baik saja tidak seperti saat ini.

 

"Nenek, kenapa suka sekali memarahi Mama kami? Salah Mama apa sebenarnya?" tanya Arusha sambil menahan tangisnya.

 

"Kamu mau tahu kesalahan Mama kamu? Dia itu tukang seling--" Ucapan Ratna dipotong oleh Sulthan dengan cepat.

 

"Maaf, sepertinya Anda salah paham. Saya di sini sebagai sopir taksi wajib melayani penumpang saya dengan baik. Saya tunjukkan kartu keanggotaan saya. Saya memang baru bekerja sebagai sopir taksi online jadi wajib bagi saya berbuat baik kepada penumpang saya." Sultan menunjukkan kartu tanda keanggotaan yang dibuatnya kemarin sore. "Jika Anda menuduh dan mencemarkan nama baik saya, maka saya akan melaporkan Anda pada pihak berwajib. Anda akan dikenai dua pasal dan hukuman paling lama enam tahun penjara," lanjutnya dengan penuh percaya diri.

 

Ratna sama sekali tidak takut dengan ancaman seorang sopir taksi. Bisa apa dia? Anggapan sombong yang selalu ada pada benak wanita berusia lima puluh dua tahun itu. Ia sangat gemar merendahkan seseorang dengan melihat penampilan orang itu.

 

"Kamu pikir saya takut? Anak saya polisi. Lihat tanda keanggotaan di depan pintu rumah ini. Meski hanya stiker, tapi pihak kepolisian yang membuatnya," jawab Ratna dengan angkuh seperti biasanya. 

 

Siltan hanya tersenyum, biasa saja dengan status anggota kepolisian. Tidak ada yanh istimewa di matanya. Sebab, bagi sosok kaya raya itu status seseorang tidaklah penting untuk saat ini. Pekerjaan hanyalah sebuah amanah dan tanggung jawab yang harus dipenuhi. 

 

"Baiklah, saya pamit kalo begitu. Maafkan saya Bu Amelia jika banyak kekurangan pada saat saya mengantarkan Anda tadi." Sultan tidak ingin memperpanjang perdebatan dengan sosok wanita paruh baya itu. Lagi pula itu masalah keluarga mereka. 

 

"Baik, Pak. Terima kasih atas bantuannya membawakan barang kedua anak saya," kata Amelia dengan sopan dan sambil tersenyum ramah.

 

Sultan membeku di tempatnya melihat senyum itu. Senyum penuh ketulusan dan membuat Amelia sangat cantik. Senyum itu sudah menjadi candu sejak beberapa tahun yang lalu saat dirinya masih menjadi mahasiswa. Senyum Amelia mampu mengalihkan dunia Sultan.

 

Sultan pun segera meninggalkan rumah Amelia. Kini hanya tinggal mereka semua yang masih berdiri di depan teras. Tatapan tidak suka Ratna masih sama seperti dulu. Amelia tidak paham mengapa secepat itu ibu mertuanya berubah sikap padanya.

 

Dulu, Ratna sangat baik pada Amelia. Terlebih istri Arsa itu memiliki kedua orang tua yang kaya raya. Ketika usaha kedua orang tua Amelia mulai goyang dan berakhir dengan kebangkrutan, sikap Ratna berubah seratus delapan puluh derajat. Sosok wanita paruh baya itu menjadi kasar dan tempramental pada Amelia.

 

Mendadak satu tamparan mendarat pada pipi mulus Amelia. Sontak sosok yang sedang menggendong Aron itu terhuyung dan tubuhnya menabrak tembok. Bersyukur keduanya tidak jatuh. Sultan tampak merekam semua yang terjadi dari dalam mobilnya.

 

"Mama ...!" Kedua anak kembar Amelia memekik dan berhambur mendekat ke arahnya karena terkejut dengan perlakuan kasar sang nenek.

 

"Nenek jahat!" Sashi kali ini membentak Ratna dengan suara keras. "Salah Mama apa? Kenapa Nenek selalu saja berbuat kasar pada Mama. Aku akan mengadu pada Papa nanti," lanjutnya mengancam Ratna yang kini mendekat dan hendak menjambak rambutnya.

 

Amelia segera bangun dan melindungi sang putri dari sikap kasar ibu mertuanya. Rasa sakit pada pipinya pun hanya bisa ditahannya. Ia tidak mau jika sang anak juga menjadi korban. Cukup dirinya saja yang selama ini merasakan betapa kasarnya Ratna pada anak menantunya.

 

"Jangan pernah sentuh anakku! Atau--" Amelia berdiri di depan Ratna dengan tatapan tidak suka dan penuh amarah.

 

"Atau apa? Kamu pikir aku takut dengan ancamanku. Kamu mengadu pada Arsya pun dia tidak akan percaya! Lebih baik kamu diam. Sudah miskin, sekarang tidak tahu diri pula!" Ratna membentak Amelia dengan kasar. "Ingat, ya, aku akan bilang pada Arsa jika kamu pulang diantar laki-laki  juga berfoya-foya naik taksi," lanjutnya setelahnya berjalan keluar dari teras rumah Amelia.

 

Sementara itu, Arsa harus menerima banyak pertanyaan dari penyidik terkait kasus yang menimpanya. Fajar--sang atasan tidak bisa mentolerir perselingkuhannya dengan Prita Yuliana. Mereka akan membuat citra kepolisian buruk di mata masyarakat. Fajar tidak habis pikir dengan apa yang dilakukan oleh Arsa saat ini.

 

Hingga saat ini Arsa masih tidak mengakui perselingkuhan itu. Ia tetap bersikukuh ada kesalahpahaman dengan apa yang dilihat atasannya itu. Fajar tidak mudah percaya dengan apa yang dilakukan oleh Arsa. Tidak mungkin tidak ada apa-apa ketika kepergok berdua di kamar hotel dengan wanita yang jelas bukan istri sahnya. 

 

Pukul empat sore Arsa diizinkan pulang ke rumah. Kepalanya sakit karena harus menghindar dari cecaran pertanyaan penyidik. Tidak main-main, semua pertanyaannya sangat menjebak. Salah sedikit bisa berakibat fatal saat ini. Arsa berada di dalam mobilnya dan bersiap hendak melajukan mobilnya menuju ke rumah. Mendadak ada panggilan masuk dari Prita.

 

"Halo."

 

Arsa sangat malas meladeni panggilan telepon dari wanita yang diam-diam menjadi simpanannya itu. Tubuhnya kini ingin istirahat. Mendadak Arsa mengingat Amelia. Saat sedang lelah karena pekerjaan, sang istri selalu bisa menghiburnya.

 

"Mas, gimana tadi sama penyidik?"

 

"Gimana? Ya, jawab pertanyaanlah. Kamu ini tanyanya aneh. Prit, kamu keluar aja dari kepolisian gimana? Kalo kita masih aktif bertugas maka penyidik akan dengan mudah mengetahui hubungan kita."

 

Prita membeku ditempatnya mendengar ucapan laki-laki yang dicintainya itu. Apa maksudnya memintanya keluar dari kepolisian? Sedangkan saat masuk dulu sangatlah sulit. Tidak semua orang berkesempatan menjadi seorang polisi wanita.

 

 

 

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status