Share

6. Arsa Marah

Amelia duduk di kamar Sashi sambil memangku Aron. Pikirannya sama sekali tidak fokus saat ini. Permintaan sang suami telah menyakiti hatinya. Bagaimana bisa seorang suami meminta istri sahnya untuk bersabar dan meminta kehadiran wanita lain dalam rumah tangganya.

 

"Mama ... ih, ga dengar pasti yang Sashi omongin barusan." Sashi kini merajuk karena kesal dengan sikap tidak peduli Amelia.

 

"Eh? Apa, Nak? Maaf, Mama malah bengong. Kamu bicara apa?" tanya Amelia sambil mengubah mimik wajahnya agar tampak tidak sedih.

 

"Mama! Aku sama Arusha sepakat kalo nanti week end kita jalan-jalan berempat aja. Papa pasti sibuk kerja. Sayang kalo ga mengerjakan tugas. Takutnya nilaiku sama Aru nanti kurang," kata Sashi mengulang ucapannya tadi.

 

"Baiklah. Emang mau kemana kita?" tanya Amelia dengan lembut agar sang anak tidak tersinggung.

 

"Tadi sih, Arusha bilang ke Taman Warna aja, Ma. Yang ga terlalu mahal dan bisa bawa makanan dari rumah. Nanti bawa bekal dan tikar kecil aja, Ma. Naik angkutan umum juga ga apa," kata Sashi yang penuh dengan semangat.

 

"Baiklah. Mama setuju. Besok Mama siapkan dulu. Kamu juga catat apa saya yang harus dibawa." Amelia tersenyum penuh kasih sayang pada sang putri yang kini tampak bahagia.

 

Hanya sederhana kebahagian keluarga ini. Tidak perlu liburan keluar kota atau bahkan ke luar negeri, tidak sama sekali. Mereka hanya memerlukan kebersamaan kedua orang tuanya saja. Sayang, mereka kini pincang, Arsa telah merusak segalanya.

 

Diam-diam Arsa mendengar obrolan anak dan istrinya. Ia tentu sangat terkejut saat anak perempuannya seolah tidak membutuhkan kehadirannya. Hanya perasaannya atau memang benar adanya seperti itu? Siapa yang salah jika sudah seperti itu?

 

"Papa? Ngapain di depan kamar Sashi? 'Kan bisa langsung masuk," kata Arusha yang hendak masuk ke kamar saudara kembarnya itu.

 

"Ini juga mau masuk. Kakak mau kerjakan PR, ya? Sini biar Papa bantu," kata Arsa sengaja menawarkan bantuan pada putranya itu.

 

"Oh ... enggak, Pa. Aku mau tanya jawab aja sama Sashi. Biar besok lancar saat mengerjakan ulangannya," jawab Arusha yang memang merasa tidak memerlukan bantuan sang papa.

 

Arsa akhirnya ikut masuk ke dalam kamar Sashi. Suasana mendadak canggung antara suami dan istri itu. Dulu, mereka akan bercanda tawa, tetapi tidak untuk hari ini. Amelia telah kehilangan rasa dalam hatinya.

 

Arsa beberapa kali tampak mencuri pandang pada sang istri. Wanita itu masih tampak cantik. Hanya saja, Amelia memang jarang punya waktu untuk merias wajahnya. Lain halnya dengan Prita yang selalu tampak segar setiap kali bertemu dengannya.

 

"Mama, pengen pipis," kata Aron yang sudah mulai lepas dari diapers. 

 

"Biar aku saja yang antar Aron. Kamu duduklah," Arsa berusaha membantu Amelia saat ini.

 

"Ga, mau. Mau sama Mama," Aron menepis kasar tangan sang papa.

 

Arsa sangat terkejut dengan reaksi anak bungsunya itu. Ia menatap Amelia dengan tatapan bertanya. Dari dekat, tampak jelas terlihat bekas lima jari pada wajah Amelia. Arsa yakin itu bukan karena jatuh seperti ucapan sang istri.

 

"Ayo, nanti ngompol di kamar Kak Sashi," kata Amelia sambil beranjak berdiri dan menggandeng tangan sang anak.

 

Arsa mengekori sang istri hingga kamar mandi yang letaknya tidak jauh dari kamar milik Sashi. Arsa menunggu Aron hingga selesai buang air kecil. Suara kucuran air dalam wc menandakan sang anak sudah selesai buang air kecil. Arsa masih menunggu dengan sabar.

 

"Ma ... kenapa nenek tadi menampal Mama?" Pertanyaan Aron membuat Arsa terkejut.

 

"Hmm ... bukan ditampar, Nak. Mama, tadi terhuyung. Mungkin karena Mama sangat lelah," jawab Amelia yang sengaja menutupi kesalahan mertua.

 

"Mama jangan bohong lagi. Nenek selalu jahat sama Mama juga Kakak. Aku pelnah lihat kalo nenek talik lambut Kak Alu," Aron kali ini mengadukan apa yang pernah dilihatnya.

 

Amelia samgat terkejut saat melihat ada Arsa duduk tak jauh dari kamar mandi. Ibu tiga anak itu sengaja menyibukkan dirinya saat ini dengan mencoba menggendong Aron. Amelia memang sengaja menghindar dari sang suami. Ia tidak mau membahas perihal sikap kasar ibunda dari Arsa--Ratna.

 

"Apa benar yang aku dengar barusan?" tanya Arsa sambil menatap ke arah pipi Amelia yang masih ada bekas lima jari tangan.

 

"Apa?" Amelia balik bertanya dan mencolek Aron agar tidak bicara apapun saat kedua orang tuanya sedang berbicara.

 

"Kamu ditampar Mama. Apa masalah kalian sampai Mama menamparmu?" tanya Arsa yang memang sering mendengar tentang sikap ketus Amelia dari sang mama.

 

Amelia menghela napas sambil menahan rasa sakit dalam hatinya. Untuk apa bercerita pada sosok laki-laki yang sangat dicintainya itu? Jika pun bercerita, ia tidak akan mendapatkan pembelaan. Justru Arsa akan menyalahkannya tanpa mau mendengar ucapannya.

 

"Jawab aku, Mel!" Arsa membentak sang istri karena wanita itu hanya diam saja. 

 

"A-apa yang harus aku jawab?" tanya Amelia dengan gagap karena mendengar bentakan dari sang suami di depan anak bungsunya.

 

"Kamu ga bisu 'kan? Mama aku ga akan pernah marah jika kamu ga mancing-mancing emosi beliau! Mama orang yang paling sabar. Mustahil beliau ringan tangan kalo kamu ga caro masalah!" Arsa tampak kesetanan saat ini karena terkejut mendengar ucapan sang putra.

 

Arsa akan selalu membela wanita yang telah melahirkannya. Amelia bisa apa ketika tidak ada kesempatan untuk menjelaskan permasalahan mereka. Hanya salah paham biasa dan bukan masalah yang besar. Ratna-lah yang terbiasa membesar-besarkan masalah.

 

Suara menggelegar Arsa membuat kedua anak kembarnya keluar dari kamar. Mereka takut jika sang mama akan disakiti oleh papa mereka. Arusha mendekati kedua orang tuanya. Ia mengatakan sesuatu dan membuat Arsa diam seketika.

 

"Mama ga salah. Tadi, saat kami pulang sekolah mendadak Nenek marah besar. Hanya karena sopir taksi online mengantar kami berempat. Sopir taksi itu membawakan tas milikku dan Sashi. Nenek juga selalu kasar pada Mama walaupun tidak ada masalah." Arusha menggandeng tangan sang mama dan mengajaknya pergi dari hadapan sang papa.

 

Arsa terkejut bukan main mendengar ucapan sang anak. Arusha anak yang jujur. Keberhasilan Amelia mendidik ketiga anaknya adalah sebuag kejujuran. Amelia mengusap air matanya yang mengalir dengan lancang. Arsa merasa bersalah saat ini.

 

Benarkah seperti itu? Arsa tidak paham lagi dengan apa yang menimpa keluarganya. Mustahil jika Arusha berdusta. Astaga! Siapa yang salah di sini? Mengapa mendadak hati Arsa merasa sangat sakit.

 

Arsa segera menyusul sang istri di kamar Aron yang sedang rewel. Jelas anak bungsunya ketakutan saat melihat sang papa marah tadi. Arsa benar-benar tidak bisa mengontrol emosinya. Tampak di depan sana Amelia sedang membujuk Aron agar diam.

 

"Ma ... maafkan aku. Maafkan aku yang tidak mendengar penjelasanmu. Aku ...." Dering ponsel milil Arsa membuat ucapan ayah tiga anak itu terhenti karena harus mengangkat panggilan itu.

 

Tanpa melihat siapa yang menghubunginya Arsa langsung saja mengangkat telepon itu. Suara dari penelepon masih terdengar dengan jelas oleh Amelia. Ibu tiga anak itu tahu siapa yang menghubungi sang suami. Jika sudah demikian, Arsa pasti akan keluar rumah malam ini dan membuat alasan ada tugas mendadak dari kantor. 

Bonamija(Mondi)

Mari baca naskah ini, yuk simpan di perpustakaan, ya. Terima kasih

| 1

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status