Share

4.Tawaran Gila

"Bagaimana apakah dia berhasil mendapatkan pekerjaan?" tanya Alex dari telpon itu

"Belum Tuan, sejauh ini masih belum ada yang menerimanya."

Senyum kecil tersinggung diatas bibir Alex mendapatkan kabar itu. "Baguslah pastikan dia berada di jalan buntu!"

Ia menutup telpon itu, menatap ke arah jendala kaca kamarnya mengusap dagunya. Alex mengirim mata-mata untuk mengikuti Aulia hari ini melaporkan kegiatannya. Namun, terkejut tentang Aulia sedang mencari pekerjaan di beberapa kafe atau perusahaan namun sepertinya belum ada yang menerimanya. Apalagi riwayat terakhir kerjanya yang dipecat. Tentu saja banyak pertimbangan dari pihak kafe dan perusahaan. Ia semakin tertarik perempuan itu tak pernah menyerah. Egonya terlalu tinggi untuk menerima bantuan orang lain termasuk darinya, meskipun melakukan itu bukan secara gratis, ia akan menegosiasikan kesepakatan.

"Den nyonya memanggil untuk makan." Alex menoleh ke Art memanggilnya untuk makan.

"Bi, Aira, apakah Kak Laila ada dibawah?" tanyanya.

"Iya, semalam mereka datang. Mungkin akan pulang siang nanti."

Alex mendengus gusar, rasanya enggan untuk turun ikut makan sejak dulu tak pernah akur dengan Kakaknya. Mereka bahkan sering saling menjatuhkan nama baik demi memperebutkan harta warisan orang tuanya. Namun Ayahnya belum membocorkan sama sekali siapa pemegang harta warisan itu.

Laila sendiri tidak menyukai Alex karena dasarnya mereka bukanlah saudara serahim. Ayahnya pernah selingkuh dengan salah satu karyawan kantor yaitu asistenya sendiri. Namun setelah Alex lahir ibunya meninggal dan dibesarkan oleh Ayahnya dan Dinda. Laila sering berusaha menjatuhkannya imagenya di mata keluarganya ingin melihatnya hancur karena tidak sudi harta ibu dan Ayahnya jatuh ke Alex. Perasaan bencinya semakin kuat karena kedua orang taunya terus saja membanggakan Alex atas prestasi yang belum pernah diraihnya.

Senyum manis terpatri di bibirnya seketika hilang berubah menjadi garis datar sudut bibirnya selain itu matanya menajam.

"Bagaiamana Laila, apakah kamu sudah hamil?"

Pertanyaan secara tiba-tiba itu membuat suasana menjadi tegang, setiap kali perempuan itu datang terus diteter apakah sudah hamil

Laila menggelengkan kepalanya. "Belum Ayah, laila masih memikirkan karir dulu."

Laila adalah seorang pengacara muda, ia menikah dua tahun lalu. Namun masih belum kepikiran untuk memiliki anak lebih mengutamakan karirnya. Ia masih belum mau melepaskan karirnya karena sudah bernegosiasi dengan suaminya ketika punya Anak nanti Laila harus resign kerja.

"Ayah sudah tidak sabar lagi menimang cucu. Umur ayah jelas tidak mudah lagi."

Laila merasa hanya membalas ucapan itu dengan senyuman kecil di wajahnya.

"Tunggu saja yah." jawabnya lagi.

"Sampai kapan kami harus menunggu. Sekarang, biar ayah perjelas siapapun yang memiliki ayah cucu laki-laki pertama maka ialah penerus perusahaan ayah."

Aulia tersenyum menanggapinya dengan percaya diri harta itu akan jatuh ketangannya karena saat ini Alex belum menikah dan juga masih santai juga adiknya masih muda dan sibuk mempermainkan perempuan.

Setelah makan selesai Alex meninggalkan ruang makan itu akan bergegas ke kampusnya. Matanya sibuk menyusuri area kampus mencari sosok Aulia. Laporan terakhir didapatkan kalau gadis itu kembali ke kampus. Namun, nihil tidak menemukan sama sekali.

"Dia di mana?"

***

Aulia terus merenung di dalam perpustakaan memikirkan bagaimana bisa mendapatkan uang dengan cepat. Hari ini kemo sudah dilaksanakan artinya keadaan semakin mendesaknya. Ia mendesah gusar ingin sekali menangis lagi tapi tidak mungkin menumpahkan semuanya di sini. Ia bahkan masih memikirkan bagaimana kesalahan fatal apa yang dilakukan sampai bosnya memecatnya hanya karena kesalahan kecil yang diperbuat tanpa sengaja sedangkan banyak karyawan melakukan kesalahan lebih fatal darinya itupun hanya membuat satu kali saja

Ia lalu menundukkan kepala sangat lelah, tanpa disadarinya butiran bening itu keluar sendiri dari kelopak matanya tak sanggup lagi menahan sesak di hatinya Saat ini mental dan fisiknya sangat lelah.

"Gimana sudah dapat gak jawabannya nomor 3 Aulia?"

Faris menegur Aulia, laki-lai itu sejak tadi sibuk mensearching jawaban di g****e.

Segara mungkin Aulia menghapus air matanya memakai kembali kacamata mendongak dengan senyum dipaksakan.

"Belum, kalau kamu bagaimana?" Faris menatap Aulia curiga tidak biasanya lesuh, gadis itu selalu ceria namun semangatnya perlahan sirna ketika mendengar ibunya mengidap penyakit kanker. ia selalu menyukai pelajaran manajemen keuangan bahkan dengan semangat memecahkan transaksi soal.

"Kamu habis nangis? Bahkan kali ini tidak bersemangat sama sekali."

"Tidak kok, aku hanya kecapean. Semalam begadang menjaga ibu, setelah itu lanjut kerja lagi," alibinya lagi. Ia belum menceritakan sudah tidak bekerja lagi sengaja merahasiakan karena takut Faris akan menceritakan ke adiknya dan adiknya mengadu ke marwah.

"Aku ke toilet dulu. Kalau Widya cari aku tanya aja duluan berangkat," pesannya lalu beranjak keluar perpustakaan.

Aulia membasuh wajahnya di depan cermin, di sana ia memperhatikan penampilannya betapa kacau dirinya saat ini bahkan berantakan. Ia mengambil bedak dalam tasnya dan lipbalm. Lalu mengikat rambutnya asal, ia sengaja membiarkan beberapa helai terurai di depan wajahnya. Setelah merasa cukup lebih rapi dan baik pun memutuskan kembali ke perpustakaan.

"Aku punya tawaran yang dapat membantumu!"

Aulia menoleh ke samping, Alex bersandar di dinding toilet bersedekap dada seraya menatapnya..

"Sudah kubilang aku tidak butuh bantuanmu!" ungkapnya lagi, ia kemabali mengayunkan kakinya. Namun, tangannya tiba-tiba saja ditarik ke dalam kelas sepi.

Alex mengunci pintu itu. "Dengarkan dulu tawaranku kali ini! Atau kamu mau melihat kondisi ibumu semakin buruk! Kamu pikir saja sekarang mencari pekerjaan itu susah! Walaupun ada yang menerimamu mana mau memberikan gaji di muka sebelum sebulan. Sedangkan, ibumu membutuhkan kemo 2 kali seminggu selain itu kamu masih harus menanggung biaya perawatannya!"

Aulia terdiam sejenak, benar apa yang dikatakan oleh Alex. "Tawaranmu apa?!"

Alex tersenyum kecil, mendapatakan respon itu. "Menikah denganku, berikan aku anak dan semua biaya hidup kalian aku tanggung. Setelah kamu melahirkan anak untukku, kita bisa cerai."

Plak!

"Kau pikir aku wanita apa?! Sesusah apapun keuangan keluargaku tidak akan melakukan itu!"

Cerca aulia menampara di pipi Alex, tentu saja ia tidak mau melakukan hal itu harga dirinya seakan diinjak. Ia bukanlah perempuan yang mau menjual dirinya, walaupun laki-laki itu tidak menyatakan secara langsung namun sudah jelas menganggapnya seperti itu.

"Whohoho, jangan terlalu cepat menolak Aulia. Aku beri waktu 3 hari berpikir. Pikirkan baik-baik gadis manis!"

Alex menyentuh pipinya, Aulia secepat kilat menepis tangan kekar itu. Selain itu, alex mengedipkan matanya sebelum pergi berhasil membuat Aulia geram.

"Sial! Aku dianggap gadis apa!" tuturnya menunduk."Apakah menjadi perempuan tanpa memiliki apa-apa semenyakitkan ini," lirihnya lagi.

****

Aulia dan Aldi masih betah di kampus, mereka sampai lupa waktu terlalu serius mengerjakan makalah mereka, jam sudah menunjukkan pukul delapan malam keduanya enggan untuk pulang sebelum selesai. Faris melirik Aulia sibuk mengedit tugasnya, ia curiga dengan sepupunya sebab hari ini sangat beda lebih banyak diam dari biasanya dan tidak buru-buru pulang ingin bekerja apalagi saat ini Bundanya sedang sakit.

"Sekarang sudah pukul delapan loh, kamu tidak masuk bekerja?" tanya Faris memicingkan mata.

"Anggap saja aku sedang libur," jawab Aulia masih pura-pura serius.

Faris mengangguk mengerti lalu berucap kembali. "Oh, begitu. Tadi Rumi menelpon katanya kemo Bunda berjalan lancar. Dokter menyarankan minggu depan melakukan kemo lagi kalu kondisinya membaik."

Kedua sudut bibir Aulia tersenyum bahagia dengan kabar itu, namun juga sedih di mana akan mendapatkan uang sebanyak itu. Ia lalu teringat tawaran Alex apakah menerima saja namun kembali menggelengkan kepalanya.

"Faris, kamu tau kak Alex kan? Orangnya seperti apa sih?" tuturnya sangat hati-hati.

"Kenapa tiba-tiba bahas dia? Kamu suka."

"Ngak lah, mana mungkin aku suka sama dia. Kamu tau sendiri aku bagaimana kan! Aku gak segampang itu memberikan hatiku apalagi trauma masa kecil!"

"Baguslah, kalau pun kamu tertarik dengan laki-laki aku saranin jangan kak Alex. Kamu akan menderita kedua kalinya. Kak Alex itu orangnya palyboy bahkan perempuan cantik di kampus kita semua sudah dipacari, parahnya lagi banyak yang mengatakan kalau Dia sering ke club malam."

Aulia tersenyum getir apakah masa lalunya akan terulang lagi. Pantas saja Alex dengan mudah mengatakan tawaran itu seakan tak ada beban sama sekali nyatanya laki-laki itu lebih bejat yang dia kira. Ia termenung kenapa jalan hidupnya serumit ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status