"Kak, uang semester Rumi bagaimana? Guru sudah menanyakannya."Aulia mematung di depan pintu, baru masuk ke ruangan di mana ibunya dirawat sudah menanyakan spp sekolahnya. Ia mendesah pelan lalu tersenyum kecil."Kapan pembayaran terakhirnya?" "Lusa kak," jawab Arumi bahagia mengira kalau kakaknya akan membayar ."Oh begitu. Nanti biarkan kakak yang datang membayarnya, kamu fokus sekolah saja." Arumi mengangguk paham memeluk Aulia, gadis itu sangat bersyukur memiliki Kakak sepertinya. "Terima kasih banyak sudah menjadi kakak terbaik untukku. Arumi berjanji akan menjadi orang suksess kelak." Aulia mengangguk saja mengiyakan. Tersenyum kembali kecil mengusap kepala Arumi, hatinya tersentuh mendengar kalimat itu. "Kamu harus sukses dek, kalau kita tidak punya apa-apa akan dipandang rendah!" pesan Aulia meluapkan kekesalannya tentang perjanjian itu.Aulia terdiam menatap dua sosok yang membuatnya kuat sampai saat ini senyum kecil itu menghiasi garis bibirnya meski hanya sekejap. Gar
Menyesal****Aulia keluar dari kamar mandi penampilan lebih fress berjalan mencari hairy drayer, ia merasakan ditatap terus oleh Alex, tapi berpura-pura cuek saja. Aulia mengeringkan rambutnya di depan cermin sesekali mencuri pandangan ke Alex yang menatapnya intens. Ia meneguk ludahnya sendiri merinding akan tatapan itu seakan ingin menerkam."Cepatlah, ada hal yang ingin ku sampaikan," imbuh Alex karena terlihat santai mengeringkan rambut.Aulia terdiam beberapa saat apakah Alex akan meminta haknya sebagai suami. Tangannya berkeringat ketakutan."Apa? Bisa kan diucapkan saja sambil aku mengeringkan rambutku." . "Tidak! Ini sangat penting kita perlu bicara serius. Lagipula kalau kamu syok lalu alat itu melukaimu bagaimana? Ayahku dan ibumu mengira kalau aku melakukan KDRT," tolak Alex masih sabar menunggu Aulia menjelaskannya dengan lembut.Aulia menganggukkan kepala, kali ini sikap laki-laki itu berubah drastis lebih lembut dari yang dikiranya dan bahkan lebih hangat. Ia meletakka
Aulia meletakkan makanan diatas meja seraya menghapus air matanya mencoba bersabar menguatkan hati. Ia meremas kantong plastik itu. Hatinya teriris mendengar perkataan begitu menyakitkan dari perempuan yang sangat dicintainya. "Rumi, kamu berjanji sama Bunda nak!" Aulia masih mematung mendengarnya. Sekuat tenaga agar terlihat baik-baik saja. Ia lalu berusaha menuangkan makanan itu ke mangkuk. Ia menghembuskan napas panjang. "Arumi!" tegasnya mendesak perempuan itu. Arumi menatap kakaknya mengerti yang dimaksud bundanya adalah Aulia, Bundanya sedang menyinggungnya karena memilih menikah saat umurnya masih sangat mudah. Masa depannya masih panjang yang ditakutkan oleh ibunya Aulia memutuskan untuk berhenti kuliah dan melepaskan semua mimpi-mimpinya."Rumi berjanji Bu—bunda," ungakapnya terbata-bata. Saat Aulia berbalik Faris menatapnya lurus mengisyaratkan apakah dirinya baik-baik saja. Aulia mengangguk sebagai jawaban sebagai bentuk kalau dirinya baik-baik saja. Aulia mendekati ba
"Jika bukan lagi keluargaku bisa kupercaya maka siapa lagi?"Aulia*******Aulia menatap ibunya dari luar pintu merasakan sesak dalam hati. Ia memegang dadanya sesak saat ibunya tertawa lepas dengan arumi ingin sekali rasanya masuk ke dalam meminta maaf atas semua pilihannya. Selama ini sudah berusahan memberikan terbaik untuk Marwah namun sekejap mata kepercayaan itu hilang hanya satu kesalahan. Ia lalu berbalik meninggalkan kamar tak ingin marwah mengetahui kalau saja sedang berada di luar memantaunya."Mah, kau selalu mengajarkanku untuk hal-hal baik padaku tapi kau lupa caranya mengajarkan mempercayai keputusan anak-mu. Kau melupakan itu mah, sampai keputusan yang kuambil secara tiba-tiba membuat hatimu sakit sedalam ini. Bahkan rumah yang kuanggap rumah tempat paling nyaman ternyata adalah luka yang kubuat karena hilangnya kepercayaan itu. Mah kau berhasil mendidik kami tapi bisakah kali ini percayakan semua pada keputusan ini. Kalau bukan lagi mamah yang bisa menyakinkanku lalu
"Sebanarnya kamu menyukaiku atau tidak? Di satu sisi kau begitu baik dan perhatian tapi di sisi lain kau suka mengabaikanku."Aulia*****Alex tersemyum saat Aulia terdiam dan menatapnya lembut bahkan marahnya mulai reda. Ia mengambil tangannya lalu meremasnya kecil. "Aku tahu kamu sedang kesal dengan alasanku, tapi percayalah aku melakukam ini demi kebaikan kita." Aulia kembali lagi menepis tangannya menjauh. "Kebaikan apa! Lihatlah cara ibumu menuduh keluargaku tadi," ungakpanya semakin tak terima perlakuan wanita itu"Kalau begitu biarkan aku meminta maaf mewakili ibuku." Aulia membuang wajahnya tak terima kenapa harus Alex yang meminta maaf semua tidak akan ada artinya dan tidak memberikan pengaruh sama sekali."Aku tidak mau menerima permintaan maafmu mewakili ibumu. Apa gunanya jika sang pelaku terus melakukan penghinaan pada keluargaku. Selain itu kamu belum untung penjelasan ke aku.""Bagaimana bisa aku menjelaskan padamu kalau kamu saja masih marah seperti ini." "Yasud
"Aku tidak butuh pengakuan atas hubungan palsu ini."Aulia*****"Sumpah candaanmu gak lucu lex," ucap Ridwan menggelengkan kepala tidak percaya sama sekali. Meskipun ekspresi Alex sangat serius tapi tidak akan mudah percaya secepat itu selain itu jari manisnya masih kosong belum tersematkan cincin di sana. "Aku serius!" Alex berusaha menyakinkan teman-temannya."Sudahlah jangan buat moodku hancur dengan candaan recehmu." Ridwam menimpali lalu meminum kopi masih belum percaya. Kalau pun itu terjadi kenapa tidak mengundang mereka berdua lalu siapa perempuan yang itu. Tak ada berita yang meliput tentang pernikahannya tidak seperti pernikahan kakaknya dulu yang tersebar secara cepat di media. Itu karena orang pengaruh ke dua orang tuanya. Siapa yang tidak mengenal corp sejahtera salah satu perusahaan besar di indonesia dan juga ibunya yang merupakan desainer terkenal. "Gak usah menampilkan ekspresi seperti itu karena kami sama sekali tidak akan percaya loh," tegur Ridwan lagi kesal
"Aku memang mengingkan pernikahan dan ingin menjadi istri yang baik untuk ku dengan penuh keharmonisan tapi kisah indah sudah berakhir dalam angan-anganku saja"Aulia****"Dari mana kamu tahu tentang itu?" tanya alex menatap aulia yang diam saja. "Berita itu sudah menyebar di kampus. Bahkan anak-anak masih saja heboh mempertayakan siapa perempuan itu." Alex lalu mengambil hpnya yang berdering sejak tadi, mengeryitkan kening menatap nomor baru yang menghubunginya. Ia mengangkat telpon itu tak lupa meloadspekernya karena masih harus memeriksa data perusahaan dari ayahnya. "Hal—""Kak alex berita itu bohongkan? Kakak masih sendiri kan?" Alex terdiam mendengar seorang wanita menelponnya menangis sesengukan.Aulia menghembuskan napas panjang, baru saja beberapa hari menikah bahkan dirinya belum disentuh sama sekali tapi kali ini mendengar regekan seorang perempua dari ponsel. "Apa pentingnya kalian ingin tahu urusan pribadiku?" sanggah alex lagi. Matanya melirik Aulia yang menegang
"Tidak usah Ayah!" Tolak Aulia juga merasa tidak enak dengan tawaran dari Andika. Selain itu juga sudah tersinggung dengan ucapan Laila.Alex memandang Aulia cukup lama meminta penjelas dari sorot mata. "Aulia hanya ingin menjadi ibu rumah tangga yah." Aulia menggelengkan kepalanya kesal bukan itu yang diinginkan sekalipun bekerja dirinya tak mau dibawah naungan orang tua Alex, meskipun sikap Andika beda jauh dari perempuan yang dibencinya tapi tetap saja canggung dan malu. Aulia hanya ingin berdiri di kakinya sendiri. Tak melibatkan keluarga Alex lagi dengan urusannya, semakin jauh durinya masuk ke keluarga itu semakin sakit hatinya akan menumpuk dan akan susah untuk keluar. "Oh begitu menjadi ibu rumah tangga yang baik juga pekerjaan mulia, tapi suatu saat kalau kamu ingin bekerja bisa menghubungi ayah. Apalagi setelah kamu lulus sayang ijasahmu, nagnggur saja, Nak." Aulia hanya mengangguk saja sebagai jawaban agar tidak menyinggung hatinya lalu tak ingin mengecewakan Andik