Share

4.Tawaran Gila

Author: Penrasi
last update Last Updated: 2023-07-30 13:24:36

"Bagaimana apakah dia berhasil mendapatkan pekerjaan?" tanya Alex dari telpon itu

"Belum Tuan, sejauh ini masih belum ada yang menerimanya."

Senyum kecil tersinggung diatas bibir Alex mendapatkan kabar itu. "Baguslah pastikan dia berada di jalan buntu!"

Ia menutup telpon itu, menatap ke arah jendala kaca kamarnya mengusap dagunya. Alex mengirim mata-mata untuk mengikuti Aulia hari ini melaporkan kegiatannya. Namun, terkejut tentang Aulia sedang mencari pekerjaan di beberapa kafe atau perusahaan namun sepertinya belum ada yang menerimanya. Apalagi riwayat terakhir kerjanya yang dipecat. Tentu saja banyak pertimbangan dari pihak kafe dan perusahaan. Ia semakin tertarik perempuan itu tak pernah menyerah. Egonya terlalu tinggi untuk menerima bantuan orang lain termasuk darinya, meskipun melakukan itu bukan secara gratis, ia akan menegosiasikan kesepakatan.

"Den nyonya memanggil untuk makan." Alex menoleh ke Art memanggilnya untuk makan.

"Bi, Aira, apakah Kak Laila ada dibawah?" tanyanya.

"Iya, semalam mereka datang. Mungkin akan pulang siang nanti."

Alex mendengus gusar, rasanya enggan untuk turun ikut makan sejak dulu tak pernah akur dengan Kakaknya. Mereka bahkan sering saling menjatuhkan nama baik demi memperebutkan harta warisan orang tuanya. Namun Ayahnya belum membocorkan sama sekali siapa pemegang harta warisan itu.

Laila sendiri tidak menyukai Alex karena dasarnya mereka bukanlah saudara serahim. Ayahnya pernah selingkuh dengan salah satu karyawan kantor yaitu asistenya sendiri. Namun setelah Alex lahir ibunya meninggal dan dibesarkan oleh Ayahnya dan Dinda. Laila sering berusaha menjatuhkannya imagenya di mata keluarganya ingin melihatnya hancur karena tidak sudi harta ibu dan Ayahnya jatuh ke Alex. Perasaan bencinya semakin kuat karena kedua orang taunya terus saja membanggakan Alex atas prestasi yang belum pernah diraihnya.

Senyum manis terpatri di bibirnya seketika hilang berubah menjadi garis datar sudut bibirnya selain itu matanya menajam.

"Bagaiamana Laila, apakah kamu sudah hamil?"

Pertanyaan secara tiba-tiba itu membuat suasana menjadi tegang, setiap kali perempuan itu datang terus diteter apakah sudah hamil

Laila menggelengkan kepalanya. "Belum Ayah, laila masih memikirkan karir dulu."

Laila adalah seorang pengacara muda, ia menikah dua tahun lalu. Namun masih belum kepikiran untuk memiliki anak lebih mengutamakan karirnya. Ia masih belum mau melepaskan karirnya karena sudah bernegosiasi dengan suaminya ketika punya Anak nanti Laila harus resign kerja.

"Ayah sudah tidak sabar lagi menimang cucu. Umur ayah jelas tidak mudah lagi."

Laila merasa hanya membalas ucapan itu dengan senyuman kecil di wajahnya.

"Tunggu saja yah." jawabnya lagi.

"Sampai kapan kami harus menunggu. Sekarang, biar ayah perjelas siapapun yang memiliki ayah cucu laki-laki pertama maka ialah penerus perusahaan ayah."

Aulia tersenyum menanggapinya dengan percaya diri harta itu akan jatuh ketangannya karena saat ini Alex belum menikah dan juga masih santai juga adiknya masih muda dan sibuk mempermainkan perempuan.

Setelah makan selesai Alex meninggalkan ruang makan itu akan bergegas ke kampusnya. Matanya sibuk menyusuri area kampus mencari sosok Aulia. Laporan terakhir didapatkan kalau gadis itu kembali ke kampus. Namun, nihil tidak menemukan sama sekali.

"Dia di mana?"

***

Aulia terus merenung di dalam perpustakaan memikirkan bagaimana bisa mendapatkan uang dengan cepat. Hari ini kemo sudah dilaksanakan artinya keadaan semakin mendesaknya. Ia mendesah gusar ingin sekali menangis lagi tapi tidak mungkin menumpahkan semuanya di sini. Ia bahkan masih memikirkan bagaimana kesalahan fatal apa yang dilakukan sampai bosnya memecatnya hanya karena kesalahan kecil yang diperbuat tanpa sengaja sedangkan banyak karyawan melakukan kesalahan lebih fatal darinya itupun hanya membuat satu kali saja

Ia lalu menundukkan kepala sangat lelah, tanpa disadarinya butiran bening itu keluar sendiri dari kelopak matanya tak sanggup lagi menahan sesak di hatinya Saat ini mental dan fisiknya sangat lelah.

"Gimana sudah dapat gak jawabannya nomor 3 Aulia?"

Faris menegur Aulia, laki-lai itu sejak tadi sibuk mensearching jawaban di g****e.

Segara mungkin Aulia menghapus air matanya memakai kembali kacamata mendongak dengan senyum dipaksakan.

"Belum, kalau kamu bagaimana?" Faris menatap Aulia curiga tidak biasanya lesuh, gadis itu selalu ceria namun semangatnya perlahan sirna ketika mendengar ibunya mengidap penyakit kanker. ia selalu menyukai pelajaran manajemen keuangan bahkan dengan semangat memecahkan transaksi soal.

"Kamu habis nangis? Bahkan kali ini tidak bersemangat sama sekali."

"Tidak kok, aku hanya kecapean. Semalam begadang menjaga ibu, setelah itu lanjut kerja lagi," alibinya lagi. Ia belum menceritakan sudah tidak bekerja lagi sengaja merahasiakan karena takut Faris akan menceritakan ke adiknya dan adiknya mengadu ke marwah.

"Aku ke toilet dulu. Kalau Widya cari aku tanya aja duluan berangkat," pesannya lalu beranjak keluar perpustakaan.

Aulia membasuh wajahnya di depan cermin, di sana ia memperhatikan penampilannya betapa kacau dirinya saat ini bahkan berantakan. Ia mengambil bedak dalam tasnya dan lipbalm. Lalu mengikat rambutnya asal, ia sengaja membiarkan beberapa helai terurai di depan wajahnya. Setelah merasa cukup lebih rapi dan baik pun memutuskan kembali ke perpustakaan.

"Aku punya tawaran yang dapat membantumu!"

Aulia menoleh ke samping, Alex bersandar di dinding toilet bersedekap dada seraya menatapnya..

"Sudah kubilang aku tidak butuh bantuanmu!" ungkapnya lagi, ia kemabali mengayunkan kakinya. Namun, tangannya tiba-tiba saja ditarik ke dalam kelas sepi.

Alex mengunci pintu itu. "Dengarkan dulu tawaranku kali ini! Atau kamu mau melihat kondisi ibumu semakin buruk! Kamu pikir saja sekarang mencari pekerjaan itu susah! Walaupun ada yang menerimamu mana mau memberikan gaji di muka sebelum sebulan. Sedangkan, ibumu membutuhkan kemo 2 kali seminggu selain itu kamu masih harus menanggung biaya perawatannya!"

Aulia terdiam sejenak, benar apa yang dikatakan oleh Alex. "Tawaranmu apa?!"

Alex tersenyum kecil, mendapatakan respon itu. "Menikah denganku, berikan aku anak dan semua biaya hidup kalian aku tanggung. Setelah kamu melahirkan anak untukku, kita bisa cerai."

Plak!

"Kau pikir aku wanita apa?! Sesusah apapun keuangan keluargaku tidak akan melakukan itu!"

Cerca aulia menampara di pipi Alex, tentu saja ia tidak mau melakukan hal itu harga dirinya seakan diinjak. Ia bukanlah perempuan yang mau menjual dirinya, walaupun laki-laki itu tidak menyatakan secara langsung namun sudah jelas menganggapnya seperti itu.

"Whohoho, jangan terlalu cepat menolak Aulia. Aku beri waktu 3 hari berpikir. Pikirkan baik-baik gadis manis!"

Alex menyentuh pipinya, Aulia secepat kilat menepis tangan kekar itu. Selain itu, alex mengedipkan matanya sebelum pergi berhasil membuat Aulia geram.

"Sial! Aku dianggap gadis apa!" tuturnya menunduk."Apakah menjadi perempuan tanpa memiliki apa-apa semenyakitkan ini," lirihnya lagi.

****

Aulia dan Aldi masih betah di kampus, mereka sampai lupa waktu terlalu serius mengerjakan makalah mereka, jam sudah menunjukkan pukul delapan malam keduanya enggan untuk pulang sebelum selesai. Faris melirik Aulia sibuk mengedit tugasnya, ia curiga dengan sepupunya sebab hari ini sangat beda lebih banyak diam dari biasanya dan tidak buru-buru pulang ingin bekerja apalagi saat ini Bundanya sedang sakit.

"Sekarang sudah pukul delapan loh, kamu tidak masuk bekerja?" tanya Faris memicingkan mata.

"Anggap saja aku sedang libur," jawab Aulia masih pura-pura serius.

Faris mengangguk mengerti lalu berucap kembali. "Oh, begitu. Tadi Rumi menelpon katanya kemo Bunda berjalan lancar. Dokter menyarankan minggu depan melakukan kemo lagi kalu kondisinya membaik."

Kedua sudut bibir Aulia tersenyum bahagia dengan kabar itu, namun juga sedih di mana akan mendapatkan uang sebanyak itu. Ia lalu teringat tawaran Alex apakah menerima saja namun kembali menggelengkan kepalanya.

"Faris, kamu tau kak Alex kan? Orangnya seperti apa sih?" tuturnya sangat hati-hati.

"Kenapa tiba-tiba bahas dia? Kamu suka."

"Ngak lah, mana mungkin aku suka sama dia. Kamu tau sendiri aku bagaimana kan! Aku gak segampang itu memberikan hatiku apalagi trauma masa kecil!"

"Baguslah, kalau pun kamu tertarik dengan laki-laki aku saranin jangan kak Alex. Kamu akan menderita kedua kalinya. Kak Alex itu orangnya palyboy bahkan perempuan cantik di kampus kita semua sudah dipacari, parahnya lagi banyak yang mengatakan kalau Dia sering ke club malam."

Aulia tersenyum getir apakah masa lalunya akan terulang lagi. Pantas saja Alex dengan mudah mengatakan tawaran itu seakan tak ada beban sama sekali nyatanya laki-laki itu lebih bejat yang dia kira. Ia termenung kenapa jalan hidupnya serumit ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pernikahan yang Tak diinginkan   Penyebab Trauma

    Dua belas tahun lalu seorang gadis kecil menangis dipojok kamar menyaksikan berdebatan antara ke dua orang tuanya, di mana sang ibu sedang hamil dan sbentar lagi akan melahirkan. Ia ketakutakn meringkuk memegang lututnya ketakutan memyaksikan pertengkaran yang sedang terjadi di depan matanya. Umurnya yang menginjak 7 tahun itu harus meliat bagaimana ibunya di pukul dan ditampar hingga dibentak oleh Ayahnya. “Dasar kau istri tidak berguna! Harusnya saat aku pulang kerja kau menyambutku dengan baik, tapi apa kau malah bertanya tentang perempuan yang jalan denganku. Bahkan memasak pun kau tak kerjakan!”“Harusnya kau sadar! Kau sudah tidak menjalankan tugasmu sebagai sorang suami, bahkan memberikan uang untuk membeli beras saja kau tak berikan! Beberapa temanku yang suaminya kerja denganmu sudah belanja bulanan. Sedangkn kau sendiri tidak memberikan sepersen pun padaku! Selain itu aku hanya bertanya baik-baik tentang wanita itu, mas. Tapi reaksimu berlebihan.”Plak! Satu tampara

  • Pernikahan yang Tak diinginkan   menolak

    Alex menatap kdua perempuan itu bergantian sejak kapan merka bisa akrab seperti itu, aulia pun tak pernah cerita tentang Maudy. Ia tidak menyangka semua usahanya untuk membuat keduanya tidak saling mengenal dan tidak berkomunikasi gagal mereka bahkan sangat terlihat akrab dan terlihat dekat. Bahkan maudy terlihat pemilih dalam berteman dengan mudahnya akrab seakan mereka sudah saling mengenal lama.“Kalian sudah lama mengenal?” tanya alex pelan agar tidak menimbulka kecurigaan.0Maudy merangkul pundak Aulia senang. “Gak lama amat sih baru seminggu aja, itupun ketemunya waktu yang kurang berkesan ‘kan Aulia.”Aulia memaksakan senyumnya mendegar itu, memang benar. Ia menarik dirinya menjauh dari maudy risih diperhatikan seintens itu.“Wish asik ni, kalau begini, bisa tuh gabung dengan kami juga dong, kesempatan aku buat dekat dengan Aulia jalannya makin mulus aja,” seru Ahmad. Merasa memiliki kesempatan berdekatan dengan aulia.Tatapan melotot dilayangkan oleh Alex tak setuju tak i

  • Pernikahan yang Tak diinginkan   Hampir ketahuan

    “Aulia,” panggil Maudy berulang kali karena perempuan itu diam melamun setelah menanyakan sudah lama atau kerja di sana.“Hah? Ya, ada apa kak?” “Aku bertanya loh kok malah begong sih, lagi mikirin apa?”“Ah, itu kakak motor aku sore ini bisa langsung diambil gak sih, soalnya penting bangat.” Kilahnya mencoba mengalihkan topik tak ingin terlalu jauh membahas tentang kejadian beberapa hari lalu saat mereka bertemu diapartemen tanpa sengaja dan harus berbohong.“Oh itu, aku akan mengabarinya kalau sudah dikampus. Palingan juga gak lama kalau hanya bannya bocor.”“Aku boleh minta nomornya kak? Kalau ke kesana sore ini gak akan susah lagi." Pinta aulia berusaha agar tidak terus menyusahkan Maudy ada rasa tak enak dalam dirinya terus merpotkan perempuan itu, selain itu dirinya juga tidak terbiasa menjadi pribadi yang indepent semuanya dilakukan sendiri.“Gak usah nanti aku yang hubungi dan kita ke sana barengan.” Aulia menggelengkan kepalannya menolak bantuan itu. “Aku aja yang ke san

  • Pernikahan yang Tak diinginkan   Andai saja semuanya tidak seperti ini

    Menghela napas panjang menatap kepergian Aurel kembali menertralkan detak jantungnya yang kembas kempis berdetak cepat karena menahan emosi tak ada maskud untuk menyinggung ibunya tapi apa yang dilakukannya sudah keterlaluan. Netranya memerhatikan Aulia sibuk membersihkan tumpahan teh itu, ia meraih tangannya menatap luka yang kena air panas tersebut.“Harusnya kamu obati dulu lakamu, kalau terus dibiarkan akan semkin parah.”Aulia menarik tangannya menjauh lalu melanjutkan membersihkan meja tersebut. Alex tak tahan karena Aulia mengabaikan luka tersebut menyetaknya menuju kamar menyururhnya untuk duduk. “Kalau ada luka seperti ini harusnya langsung kamu obati jangan dibiarkan begitu saja, gak baik.”Aulia diam menunduk saja tidak memberikan respon apapun. Sejak kepergian mertuanya itu terus saja bungkam membuat Alex mengeryitkan kening saat pulang pantai dia baik-baik saja.“Ada apa sejak tadi kok kamu diam saja sih?” tanya alex merasa ada yang aneh dengan perempuan itu.Tida

  • Pernikahan yang Tak diinginkan   senyuman manis Aulia

    Aulia menyipratkan air alut ke arah Alex dengan tawa bahagia seakan masalah antara meraka sudah tiada lagi dengan segaja, senyum dibibirnya pun ikut tersinggung. Beberapa kali Alex terpesona dengan senyumnya yang manis, bahkan dibuat terpana dengan lesung pipi yang dimilikinya. “Kak Alex kok melamun aja sih” tegur Amlia mendorong laki-laki itu mendekat ke arah aulia.Alex terus memerhatikan Aulia menatap penuh kagum dan sorot mata lembut ke arahnya, ia terus dibuat terpoesona senyuman masnis peremuan itu, senyuman yang jarang sekali diliat menyadari ternyata perempuan itu selain memiliki gigi yang rapi juga memiliki lesung pipi di bawah bibirnya dengan bentuk titik. Bibrinya pun ikut terangkat menyaksikan senyum manis itu berharap akan selalu terbit. Perempuan itu sangat bahagia saat bermain dipantai karena seja kecil orang tuanya selalu membawanya ke pantai. Alex berharap bisa terus melihat senyuman indah itu.“Cantik,” puji Alex lalu menyiramnya dengan air laut. Perempuan itu m

  • Pernikahan yang Tak diinginkan   Hampir ketahuan

    Aku merindukan masa kecilku tertawa tanpa beban, semakin deawasa dunia menujukkan kekejamannya, saat aku mencoba untuk mencari makna atas apa yang terjadi semakin hatiku dibuat risau semua begitu abu-abu tak mengerti sama sekali”Arumi*****mingu pagi Arumi, marwah, dan alex memutuskan untuk berlibur jalan-jalan ke salah satu tempat wisata di Makassar yaitu pantai akkarena mereka memutuskan untuk pergi lebih awal karena jarak antara apartemen mereka cukup jauh memakan cukup lama, walupun pantai akkarena sangat terkenal dengan pemandangan matahari terbenamnya tapi ingin menikmati keindahan pantai berpasir hitam tersebut sejak kecil Arumi dan Aulia sangat menyukai pantai dan juga langit mereka akan menghbisakan waktu seharian bermain di diata spasir seraya menikmati pemandan dan jajanan di sana.“is, kok mereka lama bangat sih,” gumam arumi menggerutu berdiri di depan mobil Alex cukup lama. “Andaikan saja aku tau kalau akan menunggu lama begini lebih baik aku minta kunci mobil

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status