Share

5. Menerima terpaksa pernikahan

"Kak, uang semester Rumi bagaimana? Guru sudah menanyakannya."

Aulia mematung di depan pintu, baru masuk ke ruangan di mana ibunya dirawat sudah menanyakan spp sekolahnya. Ia mendesah pelan lalu tersenyum kecil.

"Kapan pembayaran terakhirnya?"

"Lusa kak," jawab Arumi bahagia mengira kalau kakaknya akan membayar .

"Oh begitu. Nanti biarkan kakak yang datang membayarnya, kamu fokus sekolah saja."

Arumi mengangguk paham memeluk Aulia, gadis itu sangat bersyukur memiliki Kakak sepertinya.

"Terima kasih banyak sudah menjadi kakak terbaik untukku. Arumi berjanji akan menjadi orang suksess kelak."

Aulia mengangguk saja mengiyakan. Tersenyum kembali kecil mengusap kepala Arumi, hatinya tersentuh mendengar kalimat itu.

"Kamu harus sukses dek, kalau kita tidak punya apa-apa akan dipandang rendah!" pesan Aulia meluapkan kekesalannya tentang perjanjian itu.

Aulia terdiam menatap dua sosok yang membuatnya kuat sampai saat ini senyum kecil itu menghiasi garis bibirnya meski hanya sekejap. Garis bibirnya kembali datar mengingat tawaran Alex, ia harus merelakan dirinya terlibat pernikahan yang tak ingin dijalankan sama sekali. Keputusannya untuk tidak ingin menikah pun harus direlakan. Namun naas harus terjebak dengan laki-laki tak memiliki perasaan yang hanya menginginkan anak darinya

Air matanya menetes mengapa harus dirinya sedangkan di luar sana masih banyak perempuan yang suka rela melakukan itu. Andai saja keadaan yang tak mendesaknya maka tidak akan melakukan ini. Pernikahan yang sangat miris tanpa adanya cinta, hanya menjadi wadah penitipan anak dari rahimnya, bahkan harus rela keperawanannya di renggut oleh laki-laki yang tidak baik. Apakah boleh menyalahkan takdir yang begitu buruk, perempuan yang memiliki trauma masa kecil tentang broken home sekarang harus terjebak dengan pernikahan yang tak diinginkan sama sekali dalam hidupnya.

***

Aulia terus saja menatap ke dalam kelas Alex, ia sudah menunggu di depan kelas berpura-pura mengecas ponselnya untuk mengelabui temannya itu. Meskipun masih ragu dengan keputusannya tapi apapun akan dilakukan demi keluarganya.

Ia menghembuskan napas panjang, menatap alex berjalan keluar kelas. Ia meras jemarinya kali ini.

"Kita perlu bicara!"

Alex mengangguk mengayunkan kakinya kembali ke dalam kelas. Ia bersedekap menatap Aulia terus saja terdiam.

"Bukankah kamu ingin bicara tapi kenapa masih saja diam," ucapnya tak sabar mendengar keputusan Aulia.

Aulia membasahi bibir atasnya berulang kali karena kering dan juga keluh menyatakan setuju.

"Aku rasa kamu akan menolakku kembali." Alex berdiri dari duduknya meraih ranselnya.

"Aku setuju!" ucapnya cepat, reflek saja Aulia mengucapkan kalimat itu.

Garis bibir Alex melengkung sempurna tak menyangka perempuan itu akan berubah pikiran secepat itu.

"Oke, besok kita akan mengurus semuanya. Karena ibumu masih sakit maka resepsinya akan dilakukan setelah sembuh. Asistenku akan mengurus semuanya."

"Tidak bisa. Ini terlalu cepat bagaimana caranya memberitahu ibu," tolak Aulia lagi.

"Gampang saja bilang padanya kalau kiya akan menikah besok," tutur Allex santai seraya kotak cincin emas dalam tasnya.

Ia melemparkan kotak emas itu ke arah Aulia. "Anggap saja ini aku sedang melamarmu."

Aulia semakin dibuat kesal dengan keputusan Alex yang selalu dadakan dan semena-mena begini. Mengapa laki-laki itu selalu tergesa-gesa dalam pernikahan sebenarnya apa yang disembunyikan.

"Malam ini ART ku akan mengirimkan baju pengantin untukmu."

Aulia menatap kepergian Alex begitu saja setelah mengatakan hal itu, ia meringis dalam hati bagaimana menjelaskan ke Bunda dan temannya. Lalu alasan apa yang akan diucapkan saat mereka bertanya mengapa menerima lamaran laki-laki itu.

***

Di ruangan besar dan megah itu, Alex hanya diam saja mendengar keluhan keluarganya tentang keputusannya yang mendadak begini.

"Alex! Mamah tidak mengerti lagi dengan jalan pikiranmu. Bahkan kita belum memiliki persiapan sama sekali bagaimana dengan undangannya, bagaimana dengan resepsinya bahkan kami belum mengenal sama sekali calonmu!"

"Kalian bisa mengundangnya setelah resepsi mah."

"Heh, yang benar saja, ia ingin menikah besok bahkan kita belum melamarnya," tutur Laila meremehkan ikut memprovokasi keluarganya.

Alex tersenyum bangga. "Aku sudah melamarnya tadi."

Tatapan tajam dari samg mamah menyuruhnya diam sejak tadi terus menjawab. Anaknya itu kali ini benar nekat.

"Lalu bagaimana dengan gadis itu?" Andika selaku Ayahnya membuka suara setelah lama terdiam.

"Dia setuju yah, aku akan menyuruh bi Aira mengirimkan gaun pengantin malam ini ke rumah sakit."

Laila menepukkan tangan heboh, ke rumah sakit. Ada kejutan apa lagi dengan calon adik iparnya itu. Adiknya benar gila kali ini.

"Kenapa tidak langsung ke rumah saja Alex?"

"Gak bisa yah, mamahnya lagi sakit kanker dan juga sedang menjalani prosedur kemo. Jadi aku memutuskan saja untuk menjalani pernikahan kami seadanya saja di rumah sakit."

Laila menggelengkan kepalanya lagi, pertunjukan malam ini cukup membuatnya terhibur. Anak yang selalu menjadi kebanggan orang tuanya itu sudah membuktikan, mereka salah memberikan ekspektasi yang tinggi. Ia memutuskan meninggalkan ruangan itu tak berminat lagi tanpa dirinya ikut memprovokasi kedua orang tuanya sudah kecewa. Ia tersenyum penuh kemenangan.

****

Aulia menatap kosong ke arah penghulu dan keluarga Alex, tatapan tak suka dilayangkan untuknya, ia tahu hari-hari berikutnya tidak berjalan mulus lagi.

"SAH!" teriakan itu menggema di suluruh ruangan. Menyadarkannya dari lamunan.

Statusnya sekarang sudah berubah. Ia menyalami Alex, setelah itu saling menukar cincin. Aulia akan menyalami tangan Bundanya namun marwah membuang wajahnya. Hati Aulia terasa teriris dengan hal itu. Ia sudah mengecewakan Bundanya.

"Kakak gak akan ninggalin aku 'kan?" ucap Rumi menahan tangisan.

"Kak janji gak akan ninggalin kalian dan bunda. Aku akan sering ke sini menjaga kalian berdua."

Aulia menenangkan adiknya dengan memeluknya. Ia tak rela meninggalkan mereka berdua.

"Masih lama gak sih! Kaki aku tuh pegal berdiri mana bau obat-obatan lagi," dengus Lalia asal menunjukkan tidak suka dengan latar belakang keluarga adik iparnya.

"Pulang aja sana! Lagian kami tidak membutuhkanmu di sini!" serkas Alex membalas ucapannya.

Aulia menghembuskan napas panjang, baru saja menikah sudah mendengar pertikaian dari keluarga suaminya.

"Laila mamah ikut!"

"Mah, tunggu mereka dulu. Ini hari penting Alex."

Alex hanya diam saja menunggu tanggapan Aurel sejak awal ibunya tidak merestui hubungan mereka setelah mengetahui wanita dipilihnya berasal dari keluarga sederhana sangat beda dengan Kakak iparnya merupakan dosen.

"Mah, aku pamit dulu, aku akan balik lagi malam nanti."

Aulia akan menyalim tangan bundanya tapi secepat kilat Marwah menariknya cukup jauh lalu membelakanginya, Aulia mematung lalu mendesah pelan. Air matanya menetes hatinya hancur. Ia sudah mengecewakan orang yang paling disayangi.

"Maafkan Aulia Bun, tapi aku tidak punya pilihan lain, aku ikhlas dengan jalan hidupku ini asalkan bunda dan Rumi tidak lagi menderita masalah keuangan. Lagi pula aku hanya perlu memberikan Alex anak." tutur batin Aulia.

****

Aulia menatap rumah Alex yang besar, netranya menemukan beberapa ART sedang menyambutnya melemparkan senyum. Ia lalu membalas senyuman itu. Ia terus mengikuti langkah laki-laki dari belakang punggungnya sampai di dalam kamar berwarna coklat abu-abu tersebut.

"Mandi sana lalu istirahat. Malam nanti kamu masih akan ke rumah sakit kan."

Aulia mengangguk saja, melangkahkan kakinya ke tempat itu.

"Tunggu kamu masuk tanpa membawa alat ganti sama sekali! Jangan harap aku mau membawakan untukmu."

Aulia kembali memutar tumitnya seraya berkata. "Di mana baju gantiku."

Alex memutar bola matanya malas, "Mana ku tau. Kamu tidak membawa baju ganti dari rumah sakit. Jangan berharap aku menyediakan untukmu."

Aulia melototkan matanya, lupa membawa baju cadangan. Ia menggerutu kembali lupa kalau saja hidupnya tidaklah indah seperti buku fiksi yang selalu ia baca, bahkan sangat malang harus terjebak dengan orang-orang menyebalkan dan antagonis dalam keluarga ini.

"Mau ke mana?" Alex menaikkan alisnya bingung perempuan itu keluar kamar.

"Ambi baju!" jawab Aulia santai.

Alex lalu menyusulnya dan menariknya kembali ke dalam kamar.

"Bodoh! Aku hanya bercanda tadi. Bajumu ada di lemari itu. Kalau kamu ketemu mamah atau Laila apa kamu bisa menghadapinya. Selama kamu di sini jangan pernah mencari masalah dengan mereka!"

Aulia hanya mengangguk saja tanpa banyak protes lagi. "Sana pergi mandi!"

Alex terus memainkan ponselnya menunggunya Aulia keluar. Ada hal penting yang harus dibicarakan ia harus mengantisipasi agar tidak bocor ke keluarganya dengan kesepakatan mereka akan pisah setelah menikah dan juga harus memberikannya anak laki-laki agar bisa mengambil alih ahli waris.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status