Share

6. manyesal

Menyesal

****

Aulia keluar dari kamar mandi penampilan lebih fress berjalan mencari hairy drayer, ia merasakan ditatap terus oleh Alex, tapi berpura-pura cuek saja. Aulia mengeringkan rambutnya di depan cermin sesekali mencuri pandangan ke Alex yang menatapnya intens. Ia meneguk ludahnya sendiri merinding akan tatapan itu seakan ingin menerkam.

"Cepatlah, ada hal yang ingin ku sampaikan," imbuh Alex karena terlihat santai mengeringkan rambut.

Aulia terdiam beberapa saat apakah Alex akan meminta haknya sebagai suami. Tangannya berkeringat ketakutan.

"Apa? Bisa kan diucapkan saja sambil aku mengeringkan rambutku." . 

"Tidak! Ini sangat penting kita perlu bicara serius. Lagipula kalau kamu syok lalu alat itu melukaimu bagaimana? Ayahku dan ibumu mengira kalau aku melakukan KDRT," tolak Alex masih sabar menunggu Aulia menjelaskannya dengan lembut.

Aulia menganggukkan kepala, kali ini sikap laki-laki itu berubah drastis lebih lembut dari yang dikiranya dan bahkan lebih hangat. Ia meletakkan pengering rambut itu lalu mendekat. 

"Apa yang kau bicarakan?" balasnya memalas duduk disampingnya. 

Alex meletakkan dokumen di depannya tak lupa pulpen tersebut. 

"Kamu baca aja perjanjiannya."

Aulia mengeryitkan kening mengira perjanjiannya hanya memberikan Alex anak saja tapi masih berlajut.  Ia membaca secara detail isi dokumen itu mendesah berat.

"Lalu bagaimana jika aku tidak bisa melahirkan anak laki-laki?" 

Alex menaikkan alisnya mengangguk. "Maka kamu harus membayar semua uang yang ku keluarkan untuk kalian." 

Menyesal, Aulia sangat menyesali menyetujui menikah dengan laki-laki itu, tentu saja dirinya

 akan dirugikan di sini. Ia telah merelakan masa mudanya untuk menikah. Andainya saja tahu kalau yang diinginkan Alex adalah seorang putra tentu saja tidak akan mau. Namun, apalah dayanya nasi sudah menjadi bubur. 

"Terserah saja. Kalaupun itu kau anggap utang, yang kuinginkan saat ini hanya kesembuhan Bundaku. Setelah  Bundaku sehat kau sudah tidak usah memberikan kami uang, aku bisa saja hamil tapi aku tidak bisa menentukan jenis kelaminnya kelak."

Alex menatap Aulia mengangguk saja. "Kalau anak pertama kita perempuan maka kita bisa coba lagi."

"Tidak! Saat itu kita akan pisah. Aku juga memiliki masa depan tak ingin terperangkap dengan pernikahan gila ini!" dengusnya lagi, tak terima."

"Baiklah! Kalau itu maumu, tapi saat itu siapkanlah uang itu!" 

Aulia tanpa banyak protes lagi pun mendatangi perjanjian itu meskipun hatinya kesal geram mengetahui fakta dirinya akan dirugikan sebanyak mungkin, walaupun melahirkan laki-laki harus merelakan buah hatinya dan pergi dari kehidupan Alex, lalu  kalau saja anaknya perempuan ia harus menanggung kembali semua utang selama biaya yang dikeluarkan.  Kali ini sudah pasrah, demi ibunya rela melakukan apapun.

"Satu lagi, jangan sampai Mamah tahu tentang perjanjian ini, kamu akan diusir dari rumah ini segera dengan membayar semuanya, selain itu aku juga tak'kan bisa membantumu saat itu."

Aulia tak menyangka laki-laki itu seegois ini, bukannya dia yang memulai segalanya namun seakan ingin lari dari tanggung jawab.

 ***

Aulia hanya diam menatap makanan di atas meja, napsu makannya seketika hilang. Beberapa kali perkataan Laila menusuk ke hatinya. Ingin sekali meninggalkan rumah itu.

"Ada apa? Kau tak makan? Ataukah bingung mau makan yang mana dulu karena baru melihat makanan seenak ini. Wajar sih karena orang miskin kayak kalian mana bisa membeli makanan seperti ini."

Aulia beranjak dari duduknya tak ingin tinggal lagi harga dirinya sudah cukup diinjak-injak. Ia melangkah ke kamar berpapasan dengan Alex. Ia menahannya. 

"Ada apa? Kenapa tak makan bukannya setelah ini kita harus ke rumah sakit." 

Ia menggelengkan kepalanya. "Aku sudah kenyang Kak!"

"Aku sudah kenyang hujatan dari keluargamu!" ucap  Aulia dalam hati. 

Tatapan Alex mengarah ke ibu dan kakaknya itu, tanpa banyak cerita sudah tahu apa yang terjadi. 

"Baiklah kita makan di luar saja!"

"Alex," panggil Aurel, menghentikan mereka. 

Ia tidak menghiraukan panggilan itu dan meninggalkan mereka. Aurel mengepalkan tangannya semakin membenci Aulia semenjak datang ke keluarga ini anaknya itu mulai banyak berubah, sedangkan Lalia tersenyum kecil, hadirnya Aulia menguntungkan untuknya kali ini adiknya mulai membangkang. 

"Kau tak perlu melakukan ini padaku. Ibumu  bisa marah padamu." 

Alex menghentikan mobil di depan warung terdekat. "Biarkan saja. Aku juga tidak peduli."

Laki-laki itu turun dari mobil tak ingin membahas  lebih jauh lagi. Ia hanya menginginkan Aulia diperlakukan sebaik mungkin di rumahnya. Bagaimana pun dia adalah istrinya dan tak ada yang boleh menyakiti dan memperlakukannya kurang baik karena dia bagian dari keluarga itu.

Tatapan mata Aulia menyapu warung sederhana dipilih Alex, laki-laki memiliki bisnis kafe, terlahir dari kalaangan atas itu makan di warung amperan seperti ini. 

"Tenang saja dijamin warung ini hegenis, aku sering mampir ke sini kok." 

"Bukan itu, aku tau kalau warungnya bersih. Sejak awal masuk aja sudah mampu menjelaskan kalau warung ini hegenis. Lalu kau mengatakan sudah sering datang ke sini. Kenapa bukan ke restoran sajan"  tanya Aulia penasaran

"Memang apa salahnya aku datang ke sini.  Tidak ada larangan juga orang seperyi kami dilarang makan di sini."

Aulia memutar matanya malas, memang sih tidak larangan untuk mereka masuk makan, tapi beberapa orang akan memilih untuk menghabiskan banyak uang demi makan di restoran yang katanya lebih higenis.  Ia merutuki dirinya salah bertanya. 

"Sejak kecil nenek mengajakku makan di sini. Saat aku umur 7 tahun ibu dan ayah sibuk bekerja aku hanya tinggal dengan kakakku tapi Laila tidak menyukaiku  selalu meninggalkanku pergi ke rumah neneknya sedangkan aku hanya tinggal sendirian bersama pembantu. Hingga akhirnya karena aku tidak mau makan ibu mamah datang mengambilku untuk dirawat dan tinggal bersamanya, saat aku tidak napsu mereka akan selalu membawaku ke sini," tuturnya tersenyum kecil.

"Wah, berarti warung ini sudah lama banget." 

Alex mengangguk. "Sekarang warungnya juga sudah cukup besar, walaupun pemilik lamanya sudah meninggal tapi , sekarang diwarisi oleh anaknya. Namun, cita rasanya tetap sama." 

Pesanan Alex datang dua porsi mangkok tak lupa rendang dan juga masi, sayur sop dan ayam bakar. 

"Kebanyakan, kita tidak akan bisa habisin. Aku bungkus buat  ibu dan rumi boleh?" 

"Tidak perlu. Aku sudah memesan untuk untuk dibungkus."

Aulia menatap makanan itu sangat sayang kalau dibuang nantinya. Ia tahu bagaimana susahnya mencari uang jadi sebisa mungkin kalau makan akan dihabisi.

Mereka berdua selesai makan, Alex menahan tawa melihat porsi makan Aulia berusaha menghabiskan makanan itu. Sampai mengeluh perutnya hampir meletus rasanya untung saja Aulia memakai dress kebesaran.

"Lain kali kalau Kau ingin pesan makanan jangan banyak gini. Aku gak bisa liat makanan dibuang karena tau rasanya lelah mencari sesuap nasi." 

 ****

Rumi sejak pagi membujuk Marwah untuk makan namun Bundanya itu menolak apalagi tidak meminum obat sama sekali.  Ia takut kalau kondisinya semakin memburuk. Rumi bahkan segan untuk melaporkan hal itu ke Aulia karena tak ingin mengganggunya, masih capek mereka butuh istirahat.

"Telpon Kakakmu aja Rumi, kalau bunda tidak mau makan," faris sudah berulang kali mengatakan itu namun Arumi terus saja menolak.

"Jangan kak, Kak Aulia pasti masih  capek. Apalagi semalam udah gak tidur jaga Bunda. Paginya sudah siap-siap untuk pernikahannya."

"Kamu belum tidur sama sekali?" 

Aulia hanya diam  menebak sikap laki-laki sulit diterka.

"Aku aja yang jaga bunda malam ini kamu tidur saja, sekaligus mau ngerjain tugas."  Aulia hanya mengangguk saja.

"Bun, makan dulu yuk, aku juga bawakan makan dari luar mungkin saja Bunda bosan dengan makanan rumah sakit." 

Aulia berusaha membujuk Marwah, namun tak ada jawaban dari Bundanya. Kecewanya terhadap anak perempuannya itu masih dalam anak yang selalu dibanggakan telah tiada.

"Rumi berjanjilah pada Bunda kamu akan sukses dulu baru menikah. Jangan menikah mudah nak kamu harus menjadi wanita karir agar orang lain tidak memandangmu hina!"  tutur Marwah ke Arumi tapi matanya tak bisa bohong terus memandang ke putri sulungnya itu. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status