Share

7. Bukan keinginan Aulia

Aulia meletakkan makanan diatas meja seraya menghapus air matanya mencoba bersabar menguatkan hati. Ia meremas kantong plastik itu. Hatinya teriris mendengar perkataan begitu menyakitkan dari perempuan yang sangat dicintainya.

"Rumi, kamu berjanji sama Bunda nak!"

Aulia masih mematung mendengarnya. Sekuat tenaga agar terlihat baik-baik saja. Ia lalu berusaha menuangkan makanan itu ke mangkuk. Ia menghembuskan napas panjang.

"Arumi!" tegasnya mendesak perempuan itu.

Arumi menatap kakaknya mengerti yang dimaksud bundanya adalah Aulia, Bundanya sedang menyinggungnya karena memilih menikah saat umurnya masih sangat mudah. Masa depannya masih panjang yang ditakutkan oleh ibunya Aulia memutuskan untuk berhenti kuliah dan melepaskan semua mimpi-mimpinya.

"Rumi berjanji Bu—bunda," ungakapnya terbata-bata.

Saat Aulia berbalik Faris menatapnya lurus mengisyaratkan apakah dirinya baik-baik saja. Aulia mengangguk sebagai jawaban sebagai bentuk kalau dirinya baik-baik saja.

Aulia mendekati bankar tersebut akan menyuapinya namun lagi-lagi perempuan berbalik memunggunginya sebagai bentuk penolakan.

"Mah," panggilnya dengan suara bergetar terbata-bata.

Alex memegang punggungnya lalu mengambil alih piring tersebut. Ia mengisyaratkan perempuan itu untuk duduk di sofa saja agar akan mengambil alih menyuapi Marwah.

"Maafkan aku sudah merenggut masa depan Marwah, tapi saya berjanji tidak akan menyuruhnya untuk menyelesaikan pendidikannya dan membebaskannya untuk meraih cita-citanya."

Ia masih enggan untuk berbalik tak percaya begitu saja dengan ucapannya. Hatinya sudah terlanjur kecewa.

"Kalian pulanglah. Biarkan saya istirahat dengan tenang dan jangan datang ke sini lagi."

Pertahanan Aulia runtuh saat itu juga, mendengar kata pengusiran dari ibunya. Dunianya kini telah hancur, tempat yang dianggapnya rumah sekarang pintunya sudah ditutup serapatnya. Ia keluar menyadarkan dirinya di dinding meringkuk menangis sejadi-jadinya.

Alex mendesah panjang memberikan piring itu ke Rumi lalu menyusul Aulia menyemangatinya. Sampai saat ini berpikir bahwa wanita itu sungguh amat kuat.

"Kita pulang saja. Biarkan ibumu tenang. Percuma juga terus di sini saat ibumu sedang marah itu akan mempengaruhi kondisinya juga. Kita coba datang lagi besok atau lusa saja."

Alex menyarankan untuk pulang tak ingin suasana di sana semakin panas, dalam keadaan seperti ini lebih baik kalau mereka saling menghindar saja dulu.

"T—tapi bu—"

"Kita lebih baik pulang aja dulu. Kalau kamu terus di sini yang ada kalian saling menyakiti. Bunda sakit hati karena menaruh kekecewaan atas keputusanmu dan kamu sendiri juga terluka karena perkataan Bundamu. Bunda akan marah kalau mihatmu karena luka dihatinya jalan satu-satunya kali ini adalah menghindar saja dulu."

Aulia pun nurut, membuntuti Alex dari belakang dengan wajah murung menunduk. Saat Alex berhenti aulia menabrak punggung pria itu.

"Jalannya di sampingku. Orang-orang terus menatapku aneh seakan aku adalah penjahat di sini."

Aulia mendongak menatap laki-laki tinggi di depannya yang berstatus suminya. Ia sedikit mengeryitkan kening dan melirik ke samping beberapa tatapan aneh dilayangkan padanya.

"Bukannya kau memang penjahat dihidupku, setelah kau masuk ke hidupku semuanya jadi seperti ini berantakan."

Alex tertawa kecil mendengarnya, ia tak marah sama sekali mendengarnya cukup legah mendengar gerutunya. Setidaknya Aulia tidak menyimpan semua beban dalam hatinya sendiri.

"Aku memang pembawa sial, tapi aku memberikan bantuan untuk hidupmu."

"Ini bukan bantuan, tapi lebih ke penipuan!" tukasnya lagi.

"Penipuan yang menguntungkan." Alex merangkul pundak istrinya medekapnya agar lebih dekat seraya berbisik. "Setidaknya aku tidak meninggalkanmu saat masa sulitmu. Bukan hanya sekadar kata penyemangat yang berkedok motivasi."

***

Aulia menatap ke basmen parkiran alex menghentikan mobilnya, ini bukan rumah tempat pulang kali ini, mengernyitkan kening menatap apartemen berwarna coklat hitam tersebut.

"Ini—"

"Malam ini kita nginap di apartemenku. Aku tidak ingin membuat suasan hatimu semakin hancur karena harus berhadapan dengan keluargaku."

Ia tak menyangka kalau laki-laki itu masih memikirkannya senyum tipis muncul di bibirnya ternyata apa yang dipikirkan Aulia tentangnya tidak seburuk itu. Ia mengambil selimut dan bantal di samping alex sedang berbaring, dirinya memutuskan untuk tidur di sofa.

"Dalam perjanjian tidak ada tertulis kita pisah ranjang!"

Aulia mematung mengedipkan matanya memutar kembali otaknya mengigat kembali perjanjian kontrak yang sudah disepakatinya. Ia mendengus memgembalikan selimut dan bantal itu.

"Bagaimana kamu bisa memberikanku anak kalau kita pisah ranjang, tidak masuk akalkan kalau anaknya tiba-tiba jadi."

Aulia mendengus mendengarnya, dengan terpaksa naik ke tempat tidur berbaring di samping laki-laki itu. Ia terus meremas erat ujung selimutnya cemas bagaimana jika malam ini Alex benar melakukan hal itu. Ia menghembuskan napas panjang lalu menarik selimut menutupi kepalanya mencoba tidur.

Ahhh!!

Teriaknya lalu secapat berdiri di depan tempat tidur saat satu tangan Alex melingkar di depan tangannya.

"Ada apa?" tanyanya kebingungan, alex pun ikut duduk karena panik.

"Jangan lakukan malam ini aku belum siap …"

Alex mengucek matanya belum mengerti masih mengantuk, bahkan kurang paham dengan kalimat oleh Aulia. Apakah mengigau sampai melantur, maksudnya kata belum siap.

Aulia memandang Alex dengan mata mengantuk tiba-tiba saja terdiam. Memerhatikan lagi kondisi laki-laki itu, mata memerah, sulit terbuka dengan rambut berantakan laki-laki itu ternyata sudah tidur.

"Kamu lagi mimpiin apa sih. Malam-malam gini teriak-teriak tidak jelas."

"Um, itu, itu …," Aulia mulai merasa malu dengan hal itu menggaruk kepalanya.

"Ini sudah jam berapa aku mau kerja tugas dulu."

Aulia menatap Alex turun dari tempat tidurnya masih gugup. Seincipun tatapannya tak beralih sama sekali dari badan suaminya itu tetap waspada.

Aulia menghembuskan napas panjang legah merutuki kebodohannya kali ini. Ia meneguk air putih menenangkan pikirannya. Lalu kembali naik ke tempat tidur.

"Ya, ampun malu banget untung aja Kak Alex tidak paham sama sekali. Kalau dia tahu bisa mampus aku diketawain, bisa-bisa dia berpikir aku sudah tidak sabaran," batin Aulia kembali menutup wajahnya selimut malu.

Ia mendengar suara pintu terbuka sudah tahu kalau Alex sudah keluar dari kamar mandi ia memejamkan matanya terpaksa namun setelah beberapa detik mendengar suara ketikan laptop membuatnya legah dan rileks memejamkan matanya.

****

Alex membuat kopi untuk dirinya menahan rasa lelah dan ngantuknya, tugasnya belum selesai namun sudah sangat mengantuk. Sekarang menunjukkan pukul 4 pagi, kembali melanjutkan tugasnya. Tidak berselang lama tugasnya selesai ia memutuskan untuk istirahat sejenak menikmati secangkir kopinya. Merasa baikan memutuskan untuk membasuh wajahnya lalu memasak.

Ia memeriksa di kulkasnya apa yang dimasak kali ini. Hanya ada telur, mie semua sayur-sayuran itu sudah layu. Ia membuangnya ke tempat sampah.

Kali ini akan memasak mie dan omelet saja. Setidaknya perut mereka ada yang mengganjal pagi ini untuk kembali kuliah. Semua masakan itu sudah tersaji di atas meja. Ia berjalan ke kamar menemukan Aulia masih lelap tidur. Ia menggelengkan kepalanya dibalik sikapnya yang tenang ternyata perempuan itu memiliki kebiasaan tidur ngeri. Bantal berakan di lantai, selimut di ujung tempat tidur dan juga badannya terlentang kedua kakinya terbuka lebar.

"Um, Aulia sudah pagi. Kamu ada kuliah hari ini?"

Aulia melap ilernya dan menggaruk pipi kanannya meraba-raba mencari selimut. Alex menyaksikan itu hanya tertawa kecil saja.

"Ini benaran biniku?" gumamnya masih tak menyangka.

Bajunya terangkat menampilkan perut putih rata. Alex semkin menggelengkan kepalanya memeperbaiki poisis bajunya, tanpa sadar perempuan itu mulai risih dalam tidurnya membuka matanya.

Alex terjungkal ke lantai akibat temdangan dialayangakan padanya.

"Kau beraninya menyetuhku saat sedang tidak sadar!" tunjuk Aulia ke Alex.

Alex mengusap pinggangnya seraya berucap. "Kamu pikir aku akan tertarik dengan badanmu yang rata itu! Aku hanya ingin memperbaiki bajumu yang terangkat kalau terus dibiarkan kamu bisa masuk angin karena Ac sangat dingin."

"Halah alasan kau mengatakan tak tertarik padaku tapi liatlah, kau mengingkan anak dariku!" serkas Aulia memutar bola matanya

Alex terdiam beberapa detik perkataan Aulia berhasil membumkamnya. "Kalau bukan karena harta warisan Ayah aku takkan mau menikah denganmu!"

Aulia terdiam, tak menyangka akan mendapatka ucapan menohok hatinya semenyedihkan itukah setiap takdirnya kalau saja bukan karena desakan keadaan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status