"Jika bukan lagi keluargaku bisa kupercaya maka siapa lagi?"Aulia*******Aulia menatap ibunya dari luar pintu merasakan sesak dalam hati. Ia memegang dadanya sesak saat ibunya tertawa lepas dengan arumi ingin sekali rasanya masuk ke dalam meminta maaf atas semua pilihannya. Selama ini sudah berusahan memberikan terbaik untuk Marwah namun sekejap mata kepercayaan itu hilang hanya satu kesalahan. Ia lalu berbalik meninggalkan kamar tak ingin marwah mengetahui kalau saja sedang berada di luar memantaunya."Mah, kau selalu mengajarkanku untuk hal-hal baik padaku tapi kau lupa caranya mengajarkan mempercayai keputusan anak-mu. Kau melupakan itu mah, sampai keputusan yang kuambil secara tiba-tiba membuat hatimu sakit sedalam ini. Bahkan rumah yang kuanggap rumah tempat paling nyaman ternyata adalah luka yang kubuat karena hilangnya kepercayaan itu. Mah kau berhasil mendidik kami tapi bisakah kali ini percayakan semua pada keputusan ini. Kalau bukan lagi mamah yang bisa menyakinkanku lalu
"Sebanarnya kamu menyukaiku atau tidak? Di satu sisi kau begitu baik dan perhatian tapi di sisi lain kau suka mengabaikanku."Aulia*****Alex tersemyum saat Aulia terdiam dan menatapnya lembut bahkan marahnya mulai reda. Ia mengambil tangannya lalu meremasnya kecil. "Aku tahu kamu sedang kesal dengan alasanku, tapi percayalah aku melakukam ini demi kebaikan kita." Aulia kembali lagi menepis tangannya menjauh. "Kebaikan apa! Lihatlah cara ibumu menuduh keluargaku tadi," ungakpanya semakin tak terima perlakuan wanita itu"Kalau begitu biarkan aku meminta maaf mewakili ibuku." Aulia membuang wajahnya tak terima kenapa harus Alex yang meminta maaf semua tidak akan ada artinya dan tidak memberikan pengaruh sama sekali."Aku tidak mau menerima permintaan maafmu mewakili ibumu. Apa gunanya jika sang pelaku terus melakukan penghinaan pada keluargaku. Selain itu kamu belum untung penjelasan ke aku.""Bagaimana bisa aku menjelaskan padamu kalau kamu saja masih marah seperti ini." "Yasud
"Aku tidak butuh pengakuan atas hubungan palsu ini."Aulia*****"Sumpah candaanmu gak lucu lex," ucap Ridwan menggelengkan kepala tidak percaya sama sekali. Meskipun ekspresi Alex sangat serius tapi tidak akan mudah percaya secepat itu selain itu jari manisnya masih kosong belum tersematkan cincin di sana. "Aku serius!" Alex berusaha menyakinkan teman-temannya."Sudahlah jangan buat moodku hancur dengan candaan recehmu." Ridwam menimpali lalu meminum kopi masih belum percaya. Kalau pun itu terjadi kenapa tidak mengundang mereka berdua lalu siapa perempuan yang itu. Tak ada berita yang meliput tentang pernikahannya tidak seperti pernikahan kakaknya dulu yang tersebar secara cepat di media. Itu karena orang pengaruh ke dua orang tuanya. Siapa yang tidak mengenal corp sejahtera salah satu perusahaan besar di indonesia dan juga ibunya yang merupakan desainer terkenal. "Gak usah menampilkan ekspresi seperti itu karena kami sama sekali tidak akan percaya loh," tegur Ridwan lagi kesal
"Aku memang mengingkan pernikahan dan ingin menjadi istri yang baik untuk ku dengan penuh keharmonisan tapi kisah indah sudah berakhir dalam angan-anganku saja"Aulia****"Dari mana kamu tahu tentang itu?" tanya alex menatap aulia yang diam saja. "Berita itu sudah menyebar di kampus. Bahkan anak-anak masih saja heboh mempertayakan siapa perempuan itu." Alex lalu mengambil hpnya yang berdering sejak tadi, mengeryitkan kening menatap nomor baru yang menghubunginya. Ia mengangkat telpon itu tak lupa meloadspekernya karena masih harus memeriksa data perusahaan dari ayahnya. "Hal—""Kak alex berita itu bohongkan? Kakak masih sendiri kan?" Alex terdiam mendengar seorang wanita menelponnya menangis sesengukan.Aulia menghembuskan napas panjang, baru saja beberapa hari menikah bahkan dirinya belum disentuh sama sekali tapi kali ini mendengar regekan seorang perempua dari ponsel. "Apa pentingnya kalian ingin tahu urusan pribadiku?" sanggah alex lagi. Matanya melirik Aulia yang menegang
"Tidak usah Ayah!" Tolak Aulia juga merasa tidak enak dengan tawaran dari Andika. Selain itu juga sudah tersinggung dengan ucapan Laila.Alex memandang Aulia cukup lama meminta penjelas dari sorot mata. "Aulia hanya ingin menjadi ibu rumah tangga yah." Aulia menggelengkan kepalanya kesal bukan itu yang diinginkan sekalipun bekerja dirinya tak mau dibawah naungan orang tua Alex, meskipun sikap Andika beda jauh dari perempuan yang dibencinya tapi tetap saja canggung dan malu. Aulia hanya ingin berdiri di kakinya sendiri. Tak melibatkan keluarga Alex lagi dengan urusannya, semakin jauh durinya masuk ke keluarga itu semakin sakit hatinya akan menumpuk dan akan susah untuk keluar. "Oh begitu menjadi ibu rumah tangga yang baik juga pekerjaan mulia, tapi suatu saat kalau kamu ingin bekerja bisa menghubungi ayah. Apalagi setelah kamu lulus sayang ijasahmu, nagnggur saja, Nak." Aulia hanya mengangguk saja sebagai jawaban agar tidak menyinggung hatinya lalu tak ingin mengecewakan Andik
"Ibu adalah rumah bagi anak-anaknya tapi rumah tertutup untukku" Aulia****Alex sudah mencari Aulia di sekitar kampus bahkan beberapa kali keluar masuk kelasnya dan bertanya ke teman-temannya apakah melihat namun mereka semua bingung tidak menemukan sosok dicarinya seharian ini, bahkan kedua sahabatnya juga tidak dikampus. Sudah beberapa kali juga menghubungi ponselnya namun tidak aktif. Ia mengusap rambut beberapa kali stress. Kali ini tidak akan memaafkan mamah dan Lalila kalau istrinya kenapa-napa. "Bro, kenapa sih menanyakan Aulia sejak tadi mana udah kayak orang stress banget! Apa yang sudah kamu lakukan padanya?" Ahmad bertanya penasaran meskipun tidak suka. "Bukan urusan kalian berdua!" ungkap Alex serkas matanya terus ke arah gerbang memperhatikan maha siswa yang lewat."Aulia itu perempuan baik-baik yang ku kenal. Ia takkan mau menghabiskan waktu yang tak penting dengan sembarang orang bahkan hanya ada 3 orang yang selalu ditemaninya. Gak sembarang orang bisa masuk ke k
"Ketika salah satu keluarga terlalu ikut campur dengan rumah tangga kita maka kita tidak akan tenang"Aulia****"Kenapa kau mencariku," Aulia menyinpan obat merah itu dan tersenyum ke adiknya. Ia mengusap kepalanya dengan lembut. "Aku khawatir dengan kondisimu. Maaf—""Jangan bahas itu di depan adikku, itu urusan kita" potong Aulia cepat. Ia tak ingin Rumi mengetahui apa yang dialaminya tidak mau membuatnya cemas menambah bebannya lagi. "Rumi, dengarkan kakak apapun yabg sudah bunda lakukan jangan pernah membecinya ya dek, ia takut kita salah langkah. Sekarang aku sudah berkeluarga harapan Bunda tinggal kamu saja. Lain kali diam saja jangan melawan bisa saja lebih parah dari ini. Selain itu pikirannya sedang kacau memikirkan sembuh juga kecewa dengan keputusan yang kuambil," nasehat Aulia padanya. "Tapi kak, Bunda sudah keterlaluan kali ini." "Tidak! Bunda melakukan itu karena masih marah dan kecewa. Biarkan saja sampai tenang. Jangan buat Budan stress akan menghambat kesembuha
"Aku sudah lelah dengan semua, bukan menyerah tapi hanya mengikuti alur hidup"Aulia****Tok!Tok!Tok!Aulia menautkan keningnya mendengar ketukan dari luar siapa datang tengah malam begini sudah menunjukkan pukul 2 malam. Ia bergegas mengintip ke jendela kamarnya menemukan seorang laki-laki tengah berdiri kedinginan karena hujan yang lebat. Ia memfokuskan pandangan meperhatikan postur tubuhnya. Ia menutup mulutnya tak menyangka yang datang adalah Alex. Ia segera keluar kamar membukakan pintu. "Ngapain datang ke sini?" Alex menghentikan langkahnya di depan pintu mendapatkan pertayaan tak enak itu. "Istriku di sini sendirian, jadi aku datang menemaninya. Kalau terjadi apa-apa aku juga yang repot nanti diteter banyak pertayaan dari ayah dan ibumu." Aulia memutar bola mata malas lalu bersedekap dada, jawaban yang dilontarkan Alex selalu saja asal bicara apa yang dikeluarkanya selalu tak berbobot. Ia beranjak mengambil baju ganti untuk suaminya."Ganti, habis itu bersihkan lantai yang