Pagi ini seperti biasa Rin sudah berdiri di depan halte bus yang akan dia tumpangi untuk sampai ke kampus. Lama dia menunggu dan terus melirik jam tangannya persatu detik sekali. Dia sudah kesal karena terlalu lama berdiri. Dia pun duduk di bangku halte yang tersedia dan menyandarkan kepalanya ke tiang penyangga halte sambil melamun.
Tin.. Tin..
Suara klakson mobil membuyarkan lamunan nya. Dia tercekat melihat mobil di depannya dengan suara klakson yang mengejutkan.
"Rin, ayo masuk, aku antar ke kampus kita satu arah."
"Tidak usah aku naik bus aja."
Rai pun keluar dari mobil dan menarik Rin agar mau naik ke mobilnya. Karena hari semakin siang terpaksa Rin ikut dengannya. Di dalam mobil Rai meminta nomor ponsel Rin.
"Apa aku boleh meminta nomor ponselmu Rin?"
"Oh, maaf Rai tapi aku tidak punya ponsel."
"Apa? Kamu tidak punya ponsel?"
Rai terkejut dengan pengakuan Rin. Bagaimana mungkin zaman sekarang tidak punya ponsel? Satu fakta lagi yang dia dapatkan dari seorang Rin yang cantik.
"Baiklah, hari ini setelah pulang kita beli ponsel untukmu ya. Aku tunggu di depan kampus nanti siang."
"Ta, tapi.. Aku tidak punya uang untuk membelinya."
"Kamu tak usah khawatir. Aku yang akan membelikannya untukmu."
"Tidak usah. Kamu terlalu baik padaku, aku tidak bisa membalas jasa mu Rai."
"Anggap saja ini sebagai hadiah pertemanan kita ya. Kamu mau kan berteman denganku?"
Nampaknya Rin sedang berpikir sejenak, takut jika Rai akan sama seperti teman-teman lainnya yang kaya raya dan bersikap seenaknya. Tapi Rai terus meyakinkannya sampai Rin pun menyetujui tawaran Rai.
Di kampus semua mata tertuju kepada Rin. Bagaimana mungkin Rin bisa turun dari mobil mewah bersama pria tampan itu? Apa itu pacarnya? Terka mereka yang suka membully Rin.
Tapi Rin tidak peduli dengan tatapan mereka. Dia pun turun dan mengucapkan terima kasih pada Rai. Dia pun masuk setelah melihat Rai berlalu.
"Hei Rin, apa kamu sudah menjadi kekasih gelap pria tampan dan kaya tadi?" Tanya Vita dengan sinis.
"Kamu jangan menuduhku dan menyebarkan fitnah, dia hanya temanku." Jawab Rin kesal.
"Mana mungkin kau bisa berteman dengan pria kaya seperti itu, kamu mengarang ya?" Ucapnya lagi, membuat Rin semakin kesal.
"Sudahlah, aku malas berbicara denganmu." Rin pun hendak pergi dari situ tapi Vita menarik pergelangan tangannya.
"Lepas, aku tidak mau mencari masalah denganmu."
"Jawab jujur atau aku akan membully mu lagi." Ancam Vita dengan terus menatapku tajam.
"Vita, lepaskan Rin atau kamu yang akan dapat masalah denganku." Suara dinginnya terdengar dan muncul lah seseorang di belakang mereka datang dan melepaskan genggaman tangan Vita kepada Rin.
Vita pun langsung melepaskan genggaman tangannya, dan menjadi gugup saat wajah Ken berada sangat dekat dengannya. "Kamu mau cari masalah denganku Vi?" Hembusan nafasnya sangat terasa di wajah Vita.
"Tidak Ken, Mana berani aku begitu, aku pergi dulu." Dia pun berlari untuk masuk kelas. Daripada dapat masalah dengan Ken mending dia kabur.
"Kamu tidak apa-apa Rin." Tanya Ken sambil melihat pergelangan tangan Rin yang sedikit memerah.
"Iya aku tidak apa-apa, terima kasih banyak Ken."
"Iya." Jawab Ken singkat dan Rin sudah biasa dengan jawaban singkat Ken itu.
Mereka pun berjalan menuju kelas dan suasana menjadi sedikit canggung. Rin yang terus melirik ke arah Ken melihat Ken dengan seksama, dan jika di lihat terus menerus ternyata tampan juga Ken.
Ken yang dari tadi di pandangi oleh Rin menjadi salah tingkah. Dan wajahnya itu menjadi lucu sekali sampai Rin tertawa terbahak-bahak.
"Apa ada yang lucu sampai kamu tertawa terbahak-bahak?".
"Wajahmu lucu, kamu salah tingkah ya aku tatap begitu? Hayo ngaku..?" Goda Rin sambil memasang mode konyol di wajahnya. Ken tidak tahan ingin tertawa melihat wajah Rin yang konyol, dia pun hanya tersenyum menahan tawanya.
"Sudah masuk jangan konyol begitu. Kamu terlihat sangat jelek dengan wajah seperti itu."
"Iya tuan Ken pelindungku.."
"Kau itu terlalu berlebihan."
"Apa mau aku panggil sayang tuan Ken yang tampan sejagat raya?" Goda Rin lagi.
Ken terkejut Rin mau panggil dia sayang, walaupun bercanda tapi Ken tidak menyangka bahwa Rin akan berkata sepeti itu. Jantung Ken berdegup kencang melihat tatapan mata Rin yang lembut itu.
Ken mengalihkan pandangannya karena saat ini hatinya tidak bisa di kondisikan. Rin yang melihat itu langsung tersenyum dan menyentuh pipi Ken. Walaupun dia harus berjinjit karena tubuh Ken yang tinggi tapi dia tidak peduli lalu berkata, "Terima kasih untuk semuanya Ken."
Rin segera duduk di bangkunya dan melihat Ken masih terpaku di tempat tadi. Rin memanggil Ken untuk masuk dan duduk di sampingnya.
***
Mata pelajaran kuliah selesai Rin langsung keluar kampus di temani Ken yang katanya ingin mengantar Rin pulang tapi Rin menolak karena ada janji dengan Rai. Akhirnya Ken hanya bisa mengantar Rin sampai depan kampus.
Di sana sudah ada Rai yang menunggu Rin, dia terkejut Rin datang dengan seorang pria tampan yang tingginya sama dengannya. Tapi dia melihat tatapan pria itu dingin, seperti tidak ada perasaan kepada Rin.
"Rai, apa kau sudah lama menunggu.?"
"Tidak, baru saja aku sampai. Siapa yang di sampingmu Rin?"
"Dia temanku. Ken, ini temanku Rai."
Mereka pun bersalaman, Rin yang berada di tengah-tengah pria tampan, kaya dan tinggi itu menjadi kikuk kala tatapan mereka menjadi tajam satu sama lain. Rin akhirnya melerai tangan itu.
"Ken, aku pergi sekarang ya. Terima kasih atas bantuannya tadi."
Ken bergeming dan terus menatap pria yang bernama Rai itu.
Ken pun kembali ke parkiran dan menaiki mobilnya dengan rasa kesal di hatinya. "Kenapa aku harus kesal, siapa aku? Tapi kenapa aku merasa cemburu melihat Rin bersama pria lain?".
Ken yang pusing memikirkan itu memilih untuk segera pulang ke rumahnya agar hatinya bisa tenang kembali.
***
"Apa dia benar temanmu Rin.?" Pertanyaan Rai yang membuat Rin tersentak. Karena dari tadi Rin hanya melamun sepanjang jalan.
"Iya dia temanku yang selalu menolong saat aku di bully oleh teman-teman, dia yang selalu membelaku."
Rai hanya terdiam mendengar penjelasannya. Jadi selama ini Rin selalu di bully di kampusnya kasihan sekali dia, batin Rai.
"Kamu mau pilih ponsel yang mana?"
"Yang paling murah aja Rai."
Rai memanggil pelayan toko dan berkata, "Mba, saya mau ponsel keluaran terbaru dan yang paling mahal."
Rin terkejut, "Rai, aku kan bilang yang paling murah kenapa kamu bilang yang paling mahal? Darimana aku mendapatkan uang untuk menggantinya."
"Aku tidak mau memberikanmu sesuatu yang murah Rin. Aku yang membelikannya untukmu, jangan menolak ya."
"Tapi.."
Belum sempat Rin melanjutkan ucapannya sebuah kecupan mendarat di bibir mungilnya. Rin terkejut dan menangis lalu berlari pergi dari tempat itu.
Rai yang tak menyangka dirinya akan mencium Rin merasa bersalah, dia membayar ponsel itu dan segera berlari menyusul Rin. Tapi Rin sudah tidak ada di sana. Dia mencari Rin dimana-mana tapi tidak menemukannya. Dia pun naik mobilnya dan menyesali apa yang sudah di perbuat nya kepada Rin.
Maafkan aku Rin, sesalnya.
******
Rin berlari meninggalkan Rai sendiri di sana. Dia tidak menyangka pria yang baru saja dia kenal berani sekali mencium bibirnya. Apa harga dirinya serendah itu hanya untuk memiliki sebuah ponsel? Rin berlari ke area taman yang lumayan dekat dengan toko ponsel tadi. Dia duduk di sana sendiri dan menundukkan kepalanya di atas lutut sambil menangisi nasibnya yang malang ini. Kenapa semua orang selalu merendahkannya? Apa aku memang terlihat seperti tidak punya harga diri? Begitu pikirnya. Walaupun hanya bibir tapi bukan tidak mungkin Rai akan meminta kehormatannya jika dia terus menerima bantuannya itu. Bukankah selalu ada timbal balik di setiap kebaikan yang tersembunyi? Apa dia ikhlas membelikan aku ponsel itu? Atau hanya ingin menukarnya dengan tubuhku? Rin terus berkicau di dalam hatinya. Kalau begitu mungkin lebih baik aku menjaga jarak dengannya. 'Aku takut kalau nanti pada akhirnya aku dan Rai khilaf dan dia meninggalkan aku. Aku tidak ingin i
Malam ini Rai tidak bisa memejamkan matanya. Dia terus kepikiran Rin yang sedang marah kepadanya. Hatinya resah melihat bagaimana tatapan Rin yang kecewa kepadanya. Ingin sekali malam ini cepat berganti, agar esok dia bisa melihat Rin lagi. Di tempat lain Ken juga tidak bisa tidur membayangkan saat dia di peluk langsung oleh Rin. Bibirnya tidak berhenti menebarkan senyuman, matanya berbinar-binar bahagia. Baru kali ini dia merasa sangat bahagia sampai-sampai ayah dan ibunya terheran-heran melihat sikap Ken yang tiba-tiba menjadi hangat saat pulang tadi. Sedangkan Rin, dia tidak bisa memejamkan mata memikirkan Rai dan Ken. Rai dengan sikap lembutnya tapi kurang ajar, sedangkan Ken dengan sikap dinginnya yang selalu melindungi Rin dari siapa pun. Jujur Rin lebih nyaman berada di samping Ken, walaupun dingin tapi dia tidak kurang ajar. Tapi sepertinya Ken tidak mempunyai perasaan kepadanya. Berbeda dengan Rai yang secara terang-terangan menyukainya. Rin
Saat mereka sedang curhat sesama perempuan, Ken datang ke kamar Kania mengejutkan mereka. "Heii.. kalian sedang apa?" Ucap Ken yang membuat mereka berdua terkejut. "Ken.... Bisa tidak kamu ketuk pintu dulu saat masuk kamarku?" Bentak Kania. "Maaf Kania, aku lupa." Jawab Ken sambil tersenyum manis, membuat Rin merasakan getaran berbeda di hatinya. 'Uhh, kenapa aku jadi berdebar-debar gini melihat senyum manis Ken?' batin Rin. Rin hanya menundukkan kepalanya, dia tidak menatap Ken lebih lama lagi karena saat ini hatinya sedang tidak karuan. "Rin, kita ke taman yuk.." Ajak Ken. "Aku ikut,, kalian jangan berduaan.. Nanti yang ketiganya SETAN." Ucap Kania sambil melihat ke arah Ken. "Ya kamu setan nya Kania." Ledek Ken. "Sialan kamu Ken!!" Kania memukul lengan Ken. "Ya sudah kita ke taman bersama-sama." Ucap Rin melerai mereka berdua. Mereka pun pergi ke taman dan mengobrol di sana. Kania memperhatika
Entah mengapa malam itu hati Rai sangat gelisah. Rai sudah tak tahan lagi ingin menyatakan cintanya kepada Rin. Tapi dia bingung bagaimana caranya meyakinkan Rin yang sudah terlanjur kecewa kepadanya. Lagi pula Rai tidak bisa menghubunginya karena ponselnya saja belum di berikan. Malam itu juga Rai pergi ke rumah Rin. Rai pergi dengan tergesa-gesa, dia bahkan tidak melihat jika di rumahnya ada Kania yang menunggunya untuk mengajak Rai berkencan. Ya walaupun Kania sudah di tolak mentah-mentah tapi dia tidak menyerah. "Rai.. Kamu mau kemana? Aku mau mengajakmu jalan." Ucap Kania. "Maaf Kania, aku ada urusan penting. Aku harus segera pergi." Jawab Rai dengan tergesa-gesa. "Aku mau ikut boleh?" Tanya Kania. "Jangan, kamu pulang saja. Aku antar ya." Rai sangat terganggu dengan kehadiran Kania. "Baiklah kalau begitu." Rai mengantar Kania pulang ke apartemen Kimi karena Rai hanya tau Kania tinggal di apartemen bersama
"Ken, kamu ada dimana?" Pesan Rin. "Di rumah Rin, ada apa?" Ken. "Bisa kita bertemu sekarang?" Rin. "Oke, dimana?" Ken. "Di taman kemarin ya, aku berangkat sekarang." Rin. "Oke." Ken. Rin bersiap-siap untuk pergi ke taman pagi ini. Karena hari ini libur Rin pergi dengan hati tenang. Dia ingin tau seperti apa reaksi Ken ketika ia tau bahwa Rai ingin menjadi kekasihnya. Rin pergi naik bus yang biasa melewati taman itu. Dia sudah menunggu di kursi taman. Sejak menerima pesan Rin, Ken langsung meluncur ke TKP tanpa banyak drama. Ken tidak suka bertele-tele dia lebih suka to the poin masalah apapun. Ken mengendarai motor kali ini. Dia ingin merasakan berboncengan dengan Rin. Sesampainya di taman dia melihat gadis yang di cintainya sudah duduk di kursi taman dan dia menghampiri Rin. "Sudah lama Rin?" Tanya ken. "Lumayan. Sini, ada yang harus aku bicarakan denganmu." "Keliatannya serius, ada apa
Keesokan harinya Rai menemui Rin di kampusnya. Dia ingin menanyakan jawabannya apakah dia diterima atau tidak. Rin yang sedang menunggu Ken untuk pulang bareng di kejutkan dengan kedatangan seseorang di belakangnya. Rin mengira itu Ken, ternyata bukan. "Ehem." "Ken." Rin menoleh ke belakang ternyata itu Rai. Wajah Rai yang semula tersenyum berubah menjadi masam. "Rai,, maaf aku kira kamu itu Ken karena tadi aku sedang menunggunya untuk pulang bersama." "Iya tidak apa-apa. Biar aku saja yang mengantarmu." "Tapi.." "Aku ingin membawamu ke suatu tempat yang indah hanya kita berdua." "Baiklah, aku telepon dulu Ken." Rin menelponnya. Setelah itu dia langsung pergi bersama Rai. Rai membawanya pergi ke suatu tempat yang belum pernah dia datangi. Rai membawanya ke Hitsujiyama Park, dia membawanya untuk melihat Bunga Shibazakura. Tanpa di sadari Ken yang bersamaan keluar melihat mereka dan mengikuti mobil
Kania masuk ke kamarnya setelah berdebat dengan Kimi. Entah apa yang ada di pikirannya Kimi, dia tidak tau dan rencana apa yang akan Kakaknya buat pun dia tidak tau menau. Kania melihat ibunya Ken baru pulang dari kantor dan menghampirinya. Dia berkata bahwa Ken sepertinya sedang ada masalah. Ibunya langsung pergi ke kamar Ken, terlihat Ken sedang melamun menghadap ke jendela kamar. "Ken, apa kamu ada masalah? Mengapa wajahmu menjadi sendu begini?" "Aku sudah kehilangannya Bu, dia sudah menerima cinta pria lain." Ucapnya dengan nada dingin dan datar tanpa ekspresi apapun. Ibunya memandang Ken cukup lama tapi Ken masih saja melihat ke arah jendela kamar. Ibunya menatap ke jendela yang sama lalu berkata, "Jangan bersedih Nak. Walaupun dia bukan milikmu tapi kamu masih bisa menjadi sahabatnya. Suatu saat nanti kamu yang akan mengenalnya lebih baik di bandingkan dengan pasangannya saat ini."
Mentari bersinar cerah pagi ini, bunga-bunga yang bermekaran terlihat sangat indah ketika angin sejuk menggoyangkan bunga-bunga cantik dan menebarkan aroma wangi yang khas. Pria tampan dan dingin itu sedang termenung sendirian di taman rumahnya. Berdiri menghadap sinar mentari di ufuk timur. Di temani secangkir teh hangat dan kue kesukaannya. Datanglah wanita cantik yang selalu mengejutkannya. "Hei Ken." Tangan Kania dari belakang menyentuh pundak Ken hingga membuatnya terkejut. "Kamu sedang apa?" "Kamu selalu mengejutkanku Kania, ada apa?" Ken menghadapkan tubuhnya ke depan Kania. "Kamu itu, memang harus ada perlu dulu untuk mengobrol denganmu? Tapi memang begitu sih kenyataannya.. Hehe." "Ada apa?" Tanyanya datar. Kania menanyakan tentang Rai yang sudah menjalin cinta dengan Rin. "Kau mengenal Rai?" Mengerutkan keningnya karena terkejut. "Ya pasti dong aku mengenalnya. Rai itu pria yang aku ceritakan kepadamu, yang me