Share

Menjadi sahabat

Rin berlari meninggalkan Rai sendiri di sana. Dia tidak menyangka pria yang baru saja dia kenal berani sekali mencium bibirnya. Apa harga dirinya serendah itu hanya untuk memiliki sebuah ponsel?

Rin berlari ke area taman yang lumayan dekat dengan toko ponsel tadi. Dia duduk di sana sendiri dan menundukkan kepalanya di atas lutut sambil menangisi nasibnya yang malang ini. Kenapa semua orang selalu merendahkannya? Apa aku memang terlihat seperti tidak punya harga diri? Begitu pikirnya. 

Walaupun hanya bibir tapi bukan tidak mungkin Rai akan meminta kehormatannya jika dia terus menerima bantuannya itu. Bukankah selalu ada timbal balik di setiap kebaikan yang tersembunyi?

Apa dia ikhlas membelikan aku ponsel itu? Atau hanya ingin menukarnya dengan tubuhku? Rin terus berkicau di dalam hatinya. Kalau begitu mungkin lebih baik aku menjaga jarak dengannya.

'Aku takut kalau nanti pada akhirnya aku dan Rai khilaf dan dia meninggalkan aku. Aku tidak ingin itu sampai terjadi.' batin Rin.

"Kamu sedih?"

Terdengar seperti suara Ken..

Tapi tidak mungkin itu Ken, pasti aku sedang halusinasi, pikirnya. Rin tidak menyadari bahwa memang ada Ken yang sedang berada di hadapannya.

Lalu Ken mengusap rambut Rin membuat Rin mendongakkan kepalanya.

"Ken,, kamu ada di sini?" Tanpa sadar Rin langsung memeluk Ken. Karena terlalu sedih jadi Rin tidak menyadari sikapnya itu, walaupun memeluk Ken harus dengan berjinjit tapi dia tidak peduli. Lalu Ken membalas pelukannya mengelus rambut hitam panjangnya yang berkilau.

Rin merasakan kehangatan saat memeluk Ken. Rin memendamkan kepalanya di dada bidang Ken. Saat Ken mengusap rambutnya ada perasaan nyaman di hati Rin.

"Kamu kenapa? Mengapa menangis seperti ini? Adakah yang menghinamu lagi?"

Suara Ken terdengar lebih lembut dari biasanya. Rin yang baru menyadari memeluk Ken melepaskan pelukannya.

"Maaf Ken aku tidak sengaja." Sambil mengusap air mata yang berjatuhan di pipinya.

"Kenapa kamu ada di sini?" Tanya Rin dengan suara parau yang akhirnya duduk di kursi taman itu da Ken mengikutinya untuk duduk di samping Rin.

"Aku tak sengaja melihatmu di sini saat aku pulang mengisi bensin mobil. Aku melihatmu sendirian di taman ini makanya aku menghampirimu. Lalu kenapa kau menangis seperti itu? Bukankah kamu pergi dengan pria tadi?"

Ken berbicara panjang lebar begitu membuat Rin terperangah tak percaya. Itu adalah hal yang pertama kali nya Rin dengar dari mulut Ken ternyata bisa berbicara sepanjang itu. Wow, harus mendapatkan rekor dunia nih.

"Aku, tadi aku.." Rasanya tidak elok bila harus menceritakan ini kepada Ken, biarlah aku memendam perlakuan buruknya ini sendiri.

"Kenapa?" Tanya Ken penasaran.

"Oh tidak, tidak apa-apa Ken."

"Rin, kalau kamu ada masalah, aku siap mendengarkannya."

"Tidak ada Ken, serius."

"Apa kamu punya ponsel Rin? Sejak kita berteman rasanya aku tidak punya nomor ponselmu."

"Memang aku tidak punya ponsel, baru nyadar ya?"

"Oya? Aku baru tau, nih pakai ponselku yang sudah jelek." Ken memberikan ponsel yang di genggam olehnya.

"Ken, tapi ini masih bagus loh. Terus kamu pakai ponsel yang mana?"

"Aku sudah beli yang baru, nih lihat ponselku." Ken memperlihatkan ponselnya kepada Rin.

"Tapi aku tidak punya kartu nya." Jawab Rin.

"Tak usah khawatir di situ sudah ada semuanya. Pakai saja punyaku, di situ juga sudah ada nomorku. Mulai sekarang kita adalah sahabat. Oke.!"

"Tapi Ken, aku tidak enak kamu memberikan aku ponsel yang masih bagus. Ini seperti masih baru." Rin melihat ponselnya dengan teliti. Masih mulus sekali ponselnya tapi tadi dia juga melihat ponsel Ken yang hampir sama hanya beda warna, Rin putih dan Ken hitam.

"Ayo pulang sudah sore." Rin berjalan di belakang mengikuti Ken yang ada di depannya sambil memegang ponsel itu.

Ken yang berada di depan Rin tersenyum simpul mengingat tadi saat Rin memeluknya. Terasa nyaman dan hangat, inikah yang di namakan kasih sayang tulus?

Sejak kecil Ken bahkan tidak pernah mendapatkan pelukan kasih sayang dari siapapun. Ibu dan ayahnya selalu sibuk dengan bisnis mereka. Tidak memperdulikan Ken kecil yang butuh perhatian dan kasih sayang tulus seorang ibu bukan hanya sekedar materi.

***

Flashback

Ken yang hendak pulang ke rumahnya putar balik ke arah kampus dan mengikuti mobil yang di tumpangi Rin. Pikirannya kacau melihat Rin bersama pria itu.

Diam-diam dia mengikuti Rin menuju toko ponsel. Dia melihat Rin dan pria itu melihat-lihat ponsel. Oh, jadi Rin mau di belikan ponsel olehnya, batin Ken.

Tak lama kemudian Ken melihat pria itu mencium bibir Rin, ingin sekali dia menghampiri dan memukul wajah pria itu. Lancang sekali dia mencium bibir Rin begitu. Tapi dia urungkan ketika Rin mulai berlari sambil menangis dan meninggalkan pria itu di sana sendiri.

Ken langsung mengikuti Rin yang terlihat pergi ke taman. Lalu Ken kembali ke toko ponsel itu, dia membeli ponsel yang sama dengan ponsel yang di beli Rai. Lalu Ken membuka kotak dus nya dan memasangkan kartu di ponsel tersebut. Dengan begitu Rin tidak akan curiga bahwa dia yang membelikan ponsel baru untuknya.

Ken langsung pergi ke taman, cukup lama Ken memperhatikan Rin di balik pohon taman itu, lalu pergi untuk melihat keadaan Rin.

***

Di mobil Rai.  

"Bodoh, Bodoh, Bodoh kamu Rai. Kenapa aku tidak bisa menahan nafsuku? Bagaimana kalau Rin tidak mau lagi berteman denganku? Pasti aku tidak akan bisa mengambil hatinya dan menjadikan Rin pacarku."

Rai terus menyalahkan diri sendiri. Di lihatnya ponsel baru yang tadi akan di berikan nya kepada Rin. Rai frustasi harus bagaimana.

"Besok aku harus menemui Rin dan meminta maaf. Apapun yang Rin katakan aku akan terus berjuang untuk mendapatkan cintanya."

Rai bertekad bahwa dia akan terus mengejar cintanya Rin tak peduli apapun. Rai hanya ingin selalu berada di sisi Rin dan membahagiakannya.

Rai melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi saking kesalnya. Karena ulahnya tadi membuat kesempatan untuk mendekati Rin semakin jauh. Apalagi mendapatkan kepercayaanya akan sangat sulit pastinya.

Mulai sekarang Rai akan selalu berhati-hati dalam memperlakukan Rin.

"Dia pasti mengira kalau aku sudah merendahkannya makanya dia menangis dan berlari meninggalkan aku sendiri di toko itu." Gerutu Rai di mobil.

Padahal Rai tidak bermaksud seperti itu hanya saja memang salahnya dia terlalu terbawa perasaan jadi tidak bisa mengontrolnya. 

Sepertinya Rai harus berjuang lebih keras mengingat akan ada Ken yang menjadi saingan beratnya dalam memenangkan hati Rin.

******

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status