# Bab 3
Keesokan harinya aku terbangun dari tidur panjang yang menyedihkan, ku mulai bercermin di depan meja rias ku, ku lihat pantulan diriku yang begitu sangat menyedihkan.
Namun aku bertekad untuk tetap bangkit dan tak mau untuk terus menerus terpuruk seperti sekarang ini.
Mulai hari ini aku akan menata hidupku kembali, dan aku berencana pada hari ini aku akan melaporkan kejadian malam tadi kepada ibuku, agar ia tahu bahwa anak kesayangannya itu telah melakukan hal hina dan di luar batasannya.
Ku mulai hari ini dengan membersihkan diri ku terlebih dahulu.
Setelah aku selesai mandi, aku langsung bergegas bersiap siap akan langsung berangkat ke rumah ibuku untuk mengadukan kejadian semalam antara Kartika dan suamiku mas Roni.
Setelah siap aku langsung saja keluar dari kamarku dan akan langsung pergi berangkat ke rumah ibuku.
Ceklek..
Pintu kamar pun mulai terbuka dan aku merasa lega karena mas Roni kini sudah tak ada lagi di depan pintu kamar.
Dan dengan tenangnya aku langsung melangkahkan kakiku untuk pergi ke rumah ibuku untuk tujuan awalku.
Namun saat aku akan keluar dari rumah ini melalui pintu depan dan melewati ruang tamu, alangkah kagetnya aku bahwa sofa dan meja ruang tamu ini sudah tak ada.
"Apakah semalem ada maling yang masuk ke dalam rumah ini ?" Gumamku dalam hati.
Dan aku pun langsung menelpon pak Tarno satpam komplek yang di tugaskan oleh pak RW bertugas di komplek perumahan ini.
Ku langsung menghubungi pak Tarno dan akhirnya panggilan suara pun terhubung.
"Hallo assalamualaikum pak Tarno." Ucapku mengawali pembicaraan via telpon ini dengan mengucap salam.
"Iya waalaikumussalam bu, ada yang bisa saya bantu." Ucap pak Tarno yang menjawab salam dariku.
"Pak saya Karina, apakah bapak tahu tentang pencuri yang berkeliaran semalam ?" Tanyaku kepada pak Tarno.
"Hah pencuri ? Seperti nya semalam aman aman saja bu, tak ada pencuri." Ucap pak Tarno.
"Mana ada aman pak, sofa dan meja saya hilang pak Tarno." Ucapku sedikit kesal karena pak Tarno ini satpam yang tak bisa di andalkan pikirku.
"Hilang ? Sofa dan meja ibu gak hilang kok bu, memangnya ibu gak tahu ?" Tanya pak Tarno yang telah berhasil membuatku kebingungan.
"Hah gak hilang ? Jelas jelas meja dan sofa saya gak ada pak, terus maksud bapak saya gak tau itu gak tau apa ?" Tanyaku menjawab perkataan pak Tarno tadi.
"Meja dan sofa bu Rani itu gak hilang, tapi kemarin di bawa oleh pak Roni, dan di naikkan ke mobil pick up dan bahkan saya pun membantu pak Roni buat angkut sofa dan mejanya bu, kata pak Roni sofa dan mejanya mau di revarasi ulang karena mau di ganti warna sarung sofanya katanya bu dan untuk warna meja nya mau di pernis lagi supaya lebih bagus katanya, memangnya pak Roni bilang sama bu Rani ?" Tanya pak Tarno sepertinya ia mulai kepo.
"Enggak pak, makanya saya tadi panik soalnya takutnya semalem ada maling yang ambil sofa dan meja saya, makasih ya pak udah kasih tau saya, sepertinya suami saya mau kasih suprise deh makanya ia gak bilang sama saya." Jawabku dengan tetap membuat nama suamiku baik di hadapan semua orang.
"Oh gitu ya bu, aduh saya jadi salah dong bu, jadi ngasih tau ibu, nanti jadi gak suprise lagi dong bu." Ucap pak Tarno yang merasa bersalah.
"Eh gak apa apa pak, saya yang harusnya bilang makasih karena bapak udah ngasih tau saya, sekali lagi makasih ya pak." Ucapku berterimakasih kepada pak Tarno.
"Iya sama sama bu."
"Ya sudah kalau begitu saya tutup dulu telponnya ya pak, assalamuaikum."
"Waalaikumussalam bu Rani."
Tutt..
Panggilan pun terputus.
Setelah melakukan panggilan telpon dengan satpam komplek yang bernama pak Tarno ini, aku menjadi tak habis pikir dengan perilaku suamiku ini, ia malah membawa barang barangku.
Padahal sofa dan meja di ruang tamu itu aku beli dengan jerih payahku sendiri, untuk membeli sofa dan meja itu aku bahkan mengikuti arisan di pabrik dan membayar uang arisan itu dengan gaji ku sendiri, tapi kenapa ia tega membawanya.
Aku membatin tak tahu bagaimana jalan pikiran suamiku itu.
Jujur aku memang masih sangat mencintainya, namun sikapnya yang tak pernah menafkahiku dan ia malah berselingkuh dengan adikku sendiri, rasa cintaku menjadi sedikit berkurang kepadanya.
Di satu sisi aku tak ingin berpisah dengan nya, dan di sisi lainnya sebenarnya aku sudah sangat capek dan muak dengan semua ini.
Aku tak habis pikir, kehidupan rumah tangga yang ku impikan selama ini ternyata penuh dengan cobaan dan lika liku permasalahan yang bertubi tubi.
Namun dari pada aku terus merenung seperti ini, aku langsung saja melangkahkan kaki ku untuk segera pergi menuju ke rumah ibuku untuk mengadukan semuanya tentang kejadian semalam, sambil aku akan membawa putriku Nadia untuk pulang karena semalam karena aku ingin memberi suprise dan rencana nya akan mengajak suamiku makan malam di luar, aku sengaja tak menjemput Nadia untuk pulang dulu ke rumah, hingga akhirnya gara gara kejadian semalam aku menjadi lupa untuk menjemput Nadia putri ku.
Aku langsung melangkahkan kaki ku dengan mantap keluar dari rumah ini.
Untuk ke rumah ibuku aku menaiki kendaraaraan umum, karena motor di rumah ini pun sepertinya telah di bawa oleh mas Roni karena di garasi motor tak ada ku lihat motor yang biasa di pakai oleh suamiku padahal untuk membeli motor itu bukan hanya uang mas Roni saja namun uang ku juga ikut andil ada untuk membeli motor tersebut.
Beberapa menit kemudian aku telah sampai di rumah ibuku.
Aku pun langsung saja mengetuk pintu rumah ibuku.
Tok.. tok.. tok...
"Assalamu'alaikum," ucapku mengucapkan salam dengan sedikit berteriak karena rumah ibuku ini tak ada bel pintunya.
"Waalikumussalam," dan tak lama kemudian terdengarlah sahutan jawaban salamku dari dalam.
Dan pintu pun akhirnya terbuka karena ternyata, ibuku sendirilah yang membukanya.
"Eh Ran, kamu kesini, ayo masuk !" Ajak ibuku.
"Iya mah," jawabku seraya aku mencium tangan ibuku dan langsung mengekor dari belakang, serta langsung masuk ke dalam rumah ibuku.
Namun betapa kagetnya aku setelah aku sampai di ruang keluarga, ku lihat ternyata Kartika ada di rumah ini dan sedang bermain bersama Nadia.
Aku yang mematung sekejap karena sedikit kaget tiba tiba putriku Nadia langsung menghampiriku dengan raut bahagianya.
"Mamah..." Teriaknya sambil ia berhambur memelukku.
"Eh anak mamah yang cantik, maaf ya sayang mamah kemarin gak jemput kamu," ucapku sambil ku mencoba untuk tersenyum di hadapan anakku.
"Iya nih, mamah kok gak jemput aku sih kemarin," ucapnya sambil cemberut ke arahku.
"Maafin mamah ya sayang, mamah kemarin pulang kerja capek banget, jadi ketiduran deh, maafin mamah ya sayang." Ucapku sambil ku elus pucuk kepala putri kesayanganku itu.
"Ya udah deh gak apa apa, tapi lain kali mamah jangan sampai lupa lagi ya jemput aku," Ucap Nadia.
"Iya sayang mamah janji, mamah gak akan lupa lagi jemput kamu," ucapku sambil mengacungkan jari kelingking ke arah Nadia dan ia pun menyambutnya dengan wajah yang sumbringah.
"Makasih ya mah," ucapnya sambil tersenyum ke padaku lalu mengeratkan pelukannya.
# Bab 4"Sayang, udah ya peluk pelukannya, sekarang mamah mau ngobrol dulu sama tante Tika, kamu main dulu aja ya sama bi Minah," ucapku dengan lembut kepada putriku Nadia."Iya mah," jawabnya langsung menurut."Bi, bi Minah..." Panggil ku berteriak memanggil nama bi Minah."Iya non ada apa ?" Tanya bi Minah di saat dia telah berada di hadapanku."Bibi tolong bawa Nadia main dulu ya, saya mau ngobrol dulu," ucapku kepada bi Minah."Baik non," jawabnya dengan cepat, dan ia pun telah paham dengan maksudku itu karena ia langsung saja bergegas membawa Nadia pergi bermain di luar."Ayo neng Nadia, kita main di depan teras yuk ?" Ajak bi Minah."Iya ayo bi, mah aku main dulu di teras depan ya mah," ucap putriku dengan wajah senangnya."Iya sayang, jangan main lari larian ya," ucapku masih mencoba bersikap ceria di hadapan anakku."Oke siap bu bos," sahut Nadia sambil ia melangkahkan kakinya di tuntun oleh bi Minah untuk segera ke depan teras rumah.Setelah bi Minah keluar rumah membawa Nadi
# Bab 5"Ya sudah, ayo mah temani aku, kita ke rumah mbak Rina sekarang, aku mau bertemu dengan mas Roni, agar dia tahu diri bahwa dia sudah tak berarti lagi di mata mas Roni," ucap Kartika yang langsung menggandeng tangan ibuku."Percuma saja jika kamu mencari mas Roni ke rumahku, ia tak akan ada," ucapku sambil tersenyum kecil ke arahnya."Hah tak ada ? Kamu kemanakan dia ?" Tanya Kartika, karena ternyata Kartika tak mengetahui kepergian mas Roni dari rumahku semalam."Aku tidak tahu, cari saja sendiri sampai ketemu, dan untuk mamah aku sangat kecewa ya mah karena mamah terlalu membela anak mamah yang manja ini, dan terimakasih sudah mau menjaga Nadia di saat aku bekerja dan mulai sekarang mamah tak perlu menjaga Nadia lagi, karena aku akan menyewa baby sister untuk menjaganya selagi aku bekerja, aku pamit pulang ma," ucapku dengan nada yang tegas, dan tanpa menunggu mereka berdua berbicara lagi aku pun langsung melangkahkan kaki ku ke arah teras luar untuk mengajak Nadia pergi bers
# Bab 6Tak menunggu waktu lama akhirnya aku sampai juga di tempat yang aku tuju, kini semua aset dan harta milikku telah aman semuanya dan kini aku tak perlu khawatir dengan apa yang ku punya, karena aku ingin kelak harta itu jatuhnya ke tangan anak ku bukan ke tangan orang orang munafik seperti mas Roni dan Kartika juga ibuku, bagiku semuanya sama saja mereka hanya baik ketika ada maunya saja, apalagi jika mereka tau di hari kemarin aku di angkat menjadi manager dan di fasilitasi mobil yang akan di kirimkan ke rumahku hari ini sebagai inventaris dari kantor untuk ku.Awalnya di hari kemarin aku ingin memberi tahu suamiku dan hari ini jika nanti mobilnya datang aku ingin mengajak mas Roni dan Nadia untuk berjalan jalan, namun rencanaku tak sesuai dengan harapanku karena sepulang kerja kemarin aku malah menyaksikan kejadian yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya."Rin kita mampir dulu yuk ke rumah mbahku ?" Ajak Riri membuyarkan lamunanku."Oh iya boleh Ri," sahutku dengan sedikit t
# Bab 7Aku semakin aneh dengan mbah Suminten, mengapa ia bisa berkata seperti itu, apakah ia seorang paranormal atau dukun sehingga ia bisa tahu segalanya."Emm.. baik mbah nanti sepulang dari sini saya langsung periksa," ucapku mengiyakan saja.Saat kami sedang mengobrol tiba tiba Riri muncul dari arah dapur dengan membawa teh manis hangat yang berada di atas nampan yang ia pegang."Nih Rin di minum dulu biar relaks," ucap Riri sambil tersenyum ke arahku."Iya Ri, makasih ya." Aku pun langsung menyeruput teh manis yang di bawakan Riri."Habis ini loe mau di anter kemana lagi Rin ?" Tanya Riri.Aku berpikir sejenak, namun aku merasa penasaran dengan apa yang di katakan oleh mbah Suminten barusan."Anter gue ke dokter kandungan ya Ri, habis itu kita langsung pulang aja," ucapku yang sepertinya membuat Riri sedikit terkejut karena saat ia sedang menyeruput teh manis nya ia langsung terbatuk."Uhukk... Hah ke dokter kandungan ? Mau ngapain ?" Tanya Riri spontan.Namun belum aku menjawab
# Bab 8Ternyata hasilnya garis 1."Huh.. akhirnya aku tak hamil," lirihku sembari bernafas lega."Rupanya apa yang di ucapkan mbah Suminten itu tak benar hingga aku bisa dengan secepatnya menggugat cerai lelaki berengsek tersebut," gumamku dalam hati.Aku pun langsung segera keluar dari kamar mandi dengan wajah yang mulai berseri.Dan aku pun langsung duduk kembali di tempat duduk ku tadi."Bagaimana mbak, apakah hasilnya sudah jelas ?" Tanya dokter muda tersebut."Sudah dok, dan hasilnya negatif," ucapku dengan penuh semangat sambil memberikan hasil testpeck tersebut.Ia pun lalu meraihnya dan melihatnya dengan seksama."Coba saya lihat dulu ya mbak.""Silahkan dok.""Saya rasa mbak memang positif hamil," ucap dokter tersebut secara tiba tiba hingga membuatku menjadi heran karena ku lihat memang garisnya hanya garis 1."Sini coba mbak perhatikan dengan seksama, ini terlihat seperti ada 2 garis namun yang satunya terlihat masih sangat samar, jadi untuk meyakinkan mbak sedang hamil at
# Bab 9Aku dan Riri pun langsung segera pulang dan tak lupa kami mampir terlebih dahulu ke toko boneka untuk membeli boneka beruang besar pesanan putriku Nadia.* * * *Tok tok tok"Assalamu'alikum."Setelah sampai di depan rumah dan setelah Riri langsung berlalu pulang kembali ke rumahnya aku pun langsung mengetuk pintu dan tak lupa mengucap salam."Waalaikumussalam," sahutan dari dalam rumah dengan serempak dan bersemangat.Dan tak lama kemudian pintu pun terbuka dan Nadia langsung menyambutku dengan penuh semangat."Yey mamah udah pulang dan bawa boneka yang aku mau," ucapnya dengan sangat bersemangat dan gembira"Iya sayang, yuk masuk," ajak ku kepada anakku yang tengah berlari dan kini berada di luar menyambut kedatanganku."Iya mah yuk," sahut putriku dengan cerianya.Namun saat aku akan menutup pintu rumah ini tiba tiba ku lihat seseorang dari arah sebrang jalan sana sedang memperhatikanku.Orang itu tak lain dan tak bukan adalah mas Roni, suami yang telah menghianatiku dan ju
# Bab 10Ku buka secarik kertas itu dan ternyata isinya.."Sayang, maafkan mas. Mas khilaf, sekarang mas sadar mas telah berlaku dzolim, mungkin memang sulit untuk memaafkan kesalahan besar yang telas mas lakukan, namun mas mohon tolong terima mas kembali, mas janji gak akan membuat mu kecewa lagi, bila kamu mau memaafkan mas dan kita kembali sama sama lagi maka mas tunggu kamu di taman komplek depan pukul 4 sore nanti." Tulisnya dalam secarik kertas tersebut.Sebenarnya sangat sulit untuk memaafkan suamiku yang telah menghianatiku itu, namun harus bagaimana lagi aku begitu bingung karena aku sedang mengandung."Apa kata orang nanti jika aku bercerai dan nanti aku melahirkan anak ini tanpa adanya seorang pendamping bisa bisa aku di tuduh yang tidak tidak oleh warga karena janin yang ada di dalam rahim ku ini masih sangat kecil dan orang orang belum mengetahui kehamilanku ini." Pikirku dalam hati karena aku harus benar benar matang memikirkan ini semua.Setelah aku berpikir sejenak dan
# Bab 11Tak menunggu waktu lama ku lihat mas Roni langung berjalan cepat sedikit berlari ke arahku."Ran," teriaknya dengan semangat sambil terus menghampiriku dengan langkah yang cepat.Namun anehnya setelah mas Roni masuk gerbang aku tak melihat mobil pick up masuk mengikuti mas Roni.Aku melihat ke sekeliling melihat mobil pick up yang mengangkut sofa ku namun tak ada ku lihat sama sekali.Setelah ia menghampiriku, sebelum ia berkata apapun aku langsung saja bertanya kepadanya."Mas sofaku mana ?" Tanyaku dengan pikiran yang sudah mulai negatif.Dia lalu mendekatiku dan berdiri di hadapanku."Emm.. anu i.. itu.." ucapnya dengan gugup."Anu itu apa ? Yang jelas dong ngomongnya ?" Ucapku yang tiba tiba ingin marah kepadanya.Sejak aku telat haid dan di nyatakan hamil aku menjadi lebih sensitif, mudah marah dan juga mudah menangis.Mendengar bicaraku yang langsung mendampratnya mas Roni tampak kaget karena mungkin di dalam pikirannya Karina yang dulu pendiam dan penyabar telah sirna