Share

Bab 63 - Rahasia Besar

Penulis: Wee Daevii
last update Terakhir Diperbarui: 2025-12-15 16:14:38

Kaca kafe itu bening, memantulkan cahaya pagi menuju siang yang lembut. Kiara berdiri di luar, satu tangan mengenggam tali dari pot kecil berisi kaktus yang baru saja ia beli. Di dalam, Arhan duduk di meja dekat jendela, secangkir kopi di depannya menguapkan kukus kecil di udara.

Tatapan mereka bertemu.

Tak ada sapaan.

Tak ada lambaian tangan.

Hanya senyum tipis yang terbit hampir bersamaan—senyum yang singkat, tertahan, seolah keduanya sama-sama sadar mengakui bahwa mereka sama-sama rindu.

Kaca itu menjadi batas yang kejam.

Cukup dekat untuk saling melihat, tapi terlalu jauh untuk disentuh. Lalu ponsel Kiara bergetar di tangannya.

Nama Aris muncul di layar.

Senyum itu langsung luruh.

“Kiara,” suara suaminya terdengar tergesa begitu panggilan tersambung. “Kamu bisa ke rumah sakit sekarang? Aku ada operasi mendadak dua puluh menit lagi. Dinda ada di sini, dan—aku minta tolong kamu untuk jagain dia.”

Dada Kiara mengencang. Ia menoleh sekali lagi ke arah Arhan. Pria itu masih menatapnya
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Perselingkuhan di Siang Hari   Bab 71 - Siapakah yang Sebenarnya Antagonis?

    Dewi terlelap—obat bius membuat kelopak matanya menutup rapat, wajahnya pucat dan rapuh, berbanding terbalik dengan amarah yang sebelumnya meledak-ledak.Arhan berdiri di luar ruang tindakan, tangannya gemetar tanpa ia sadari.Seorang dokter keluar, membuka masker perlahan.“Ada sepuluh jahitan,” katanya profesional. “Untung saja tidak terlalu dalam, jadi ligamennya aman.”Arhan mengangguk..“Terima kasih, Dok.”Dokter itu pergi, meninggalkan Arhan sendirian dengan pikirannya sendiri—pikiran yang terlalu bising untuk disebut tenang.Beberapa saat kemudian, Dewi sudah sadar, ia langsung diperbolehkan pulang. Arhan mendorong kursi roda Dewi keluar dari rumah sakit. Udara malam menyentuh kulit mereka, dingin dan lembap. Di depan pintu, Arhan berhenti, lalu mengunci roda kursi itu.“Aku akan tinggal di apartemen temanku yang kosong,” ucap Dewi pelan tapi penuh pendekatan dalam setiap nadanya. Arhan hanya diam, menatap lurus ke depan.“Kuberi kamu waktu satu minggu,” lanjut Dewi. “Akhiri

  • Perselingkuhan di Siang Hari   Bab 70 - Setelah Pengakuan Itu

    Aris terpaku mendengar pengakuan istrinya—terlalu tiba-tiba untuk dicerna. Ia hanya menatap Kiara lama, seolah mencari celah bahwa semua ini hanyalah salah dengar.Kiara tak berani membalas tatapannya. Ia mengaku dengan suara lantang, namun matanya terpejam rapat.“Maaf…” ucapnya lagi.Aris masih diam. Tatapannya kosong, tubuhnya kaku.“Aku benar-benar tak bisa mengendalikan diriku,” lanjut Kiara, suaranya bergetar.Aris mulai mondar-mandir, gelisah. Kedua tangannya mengusap tengkuk, napasnya berat. Senyum getir tersungging di bibirnya—dipaksakan.“Kamu bercanda?” katanya, berusaha terdengar tenang. “Semarah apa pun, ada hal yang boleh dan tidak boleh dikatakan. Jangan berkata seperti itu.”“Aku tidak bercanda,” jawab Kiara, suaranya pecah. “Aku sendiri merasa hampir gila.”Ia menarik napas dalam, terisak.“Aku benar-benar… mencintai pria lain.”Langkah Aris terhenti. Matanya berkaca-kaca. Amarah yang tadi menguasai perlahan luruh, digantikan kesedihan yang menghantam tanpa ampun.Tas

  • Perselingkuhan di Siang Hari   Bab 69 - Dua Rumah Tangga

    Pintu bus menutup dengan bunyi ritmis, perlahan membawa Arhan dan Kiara menjauh. Mereka duduk berdampingan, wajah sama-sama berseri, jemari saling mengait erat—seolah dunia memang sengaja menyempit agar hanya ada mereka berdua di dalamnya.Di luar, Dewi masih berdiri terpaku. Payung di tangannya terlepas begitu saja, jatuh membentur trotoar yang basah. Tatapannya kosong, mengikuti bus yang perlahan menjauh. Dengan gerakan datar dan nyaris tanpa tenaga, ia memungut payung itu kembali. Langkahnya tak tentu arah, sedikit limbung, membiarkan sisa hujan meresap ke bajunya. Payung itu digenggam dalam keadaan tertutup—bukan lagi sebagai pelindung, melainkan benda mati yang ikut menyerap dingin dan kecewa di dadanya.-Bus berhenti di tujuan. Arhan dan Kiara tiba di kebun teh saat hujan telah benar-benar reda. Udara terasa bersih, menyisakan aroma tanah basah yang menenangkan. Embun menggantung di daun-daun teh, berkilau saat matahari malu-malu menembus sela awan.Kiara memandang sekeliling d

  • Perselingkuhan di Siang Hari   Bab 68 - Hujan, Cinta dan Air Mata

    Di kafetaria rumah sakit, Aris duduk melamun. Tatapannya kosong, menembus meja di hadapannya. Ia bahkan tak menyadari ketika seseorang menarik kursi dan meletakkan segelas kopi di depan matanya.“Makasih,” ucap Aris akhirnya, setelah tersadar akan kehadiran rekannya.“Kamu bengong terus. Ada masalah?” tanya wanita itu santai.“Nggak,” jawab Aris cepat, sambil melambaikan tangan. “Nggak ada apa-apa, kok.”Rekannya hanya mengangguk, lalu menyesap ice americano-nya.Hening beberapa detik mengisi ruang di antara mereka. Hingga Aris, seperti tak tahan lagi dengan pikirannya sendiri, tiba-tiba bertanya,“Kalau seorang perempuan bicara lewat telepon diam-diam di malam hari ..., biasanya itu artinya apa, ya?”Wanita itu menurunkan gelasnya, lalu menjawab tanpa berpikir lama.“Ada dua kemungkinan. Lagi jatuh cinta, atau lagi ditagih rentenir.”Ekspresi Aris berubah seketika—aneh, sulit dijabarkan.Wanita itu menyipitkan mata. “Siapa yang begitu? Istrimu?”“Siapa bilang?” Aris langsung membant

  • Perselingkuhan di Siang Hari   Bab 67 - Kiara dan Aris

    Aris pulang dengan langkah berat. Kepalanya masih panas, dadanya sesak oleh campuran kemarahan dan frustrasi. Sepulang dari rumah Lestari, pikirannya terus memutar kata-kata mantan istrinya, tatapan polos Dinda, serta rahasia yang perlahan mulai memperlihatkan wajah aslinya. Yang membuatnya semakin geram, Kiara tak juga kembali. Ia mencoba bersabar, duduk di sofa dengan punggung menegang. Namun waktu berlalu tanpa tanda-tanda kehadiran istrinya. Akhirnya, Aris meraih ponsel dari saku dan menekan nomor Kiara berulang kali. Tak ada jawaban. Tetap tak tersambung. Dengan satu gerakan kasar, ia melempar ponsel itu ke sofa. “Sial,” gumamnya. Napasnya berat, tak beraturan. Lampu rumah sengaja ia biarkan mati. Ruang tamu tenggelam dalam gelap, seolah mencerminkan isi dadanya yang penuh tekanan. Aris duduk, menunggu dengan gelisah. Tak lama, pintu terbuka perlahan. Kiara masuk dengan langkah ringan. Wajahnya terlihat tenang, seolah malam belum berbuat apa-apa padanya. Aris langsung

  • Perselingkuhan di Siang Hari   Bab 66 - Hanya Satu Nama

    Rumah itu terasa terlalu sepi. Entah sejak kapan Kiara duduk di tepi ranjang. Lampu kamar dibiarkan mati, hanya cahaya dari luar jendela yang menyelinap masuk, membentuk bayangan tipis di lantai. Tasnya tergeletak begitu saja di atas kasur. Sepatu flatnya masih terpasang, satu miring, satu nyaris terlepas. Dadanya sesak, kepalanya penuh, dan hatinya remuk, seharusnya ia menangis. Namun, tubuhnya seperti mati rasa. Semuanya terasa berhenti di nurani yang kini terasa datar. Kiara menatap dinding dengan pandangan kosong, lalu bangkit perlahan. Ia tak mengganti pakaian, tak pula merapikan rambutnya yang sedikit kusut. Hanya ponsel yang ia ambil, lalu diselipkan ke saku. Langkah kakinya bergerak tanpa rencana, mengikuti dorongan yang tak ingin ia lawan. Dalam kepalanya yang kalut, hanya satu nama yang bertahan. Arhan. Tak ada yang lain. Ia keluar rumah dan berjalan cepat. Beberapa langkah kemudian, langkah itu berubah menjadi setengah lari. Gang sempit menuju toko buku dipenuhi lalu-

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status