Share

Bab 4

Author: Bagel
"Minta maaf."

Julian sama sekali mengabaikan wajahku yang berlumuran darah, tatapannya membara dengan kemarahan.

"Alana, aku bilang minta maaf pada Sabrina. Sekarang!"

Kuku-kukuku menancap dalam ke telapak tangan, dan darah menetes ke lantai.

"Aku tidak melakukan kesalahan apa pun. Kenapa aku harus minta maaf?"

"Kamulah yang seharusnya minta maaf!"

Kekecewaan terlihat jelas di mata Julian.

"Alana, sejak kapan kamu jadi seperti ini? Sungguh mengecewakan."

Sebelum aku sempat membantah, Bos Willi melangkah maju dan menarik Julian berdiri.

"Bawa Sabrina untuk mengobati lukanya. Aku yang akan menangani urusan di sini."

Julian pergi sambil menggendong Sabrina dalam pelukannya.

Ibuku mengikuti di belakang Bos Willi, dan memohon maaf dengan rendah hati.

Sebelum pergi, Julian menoleh padaku. Matanya penuh emosi yang sulit dijelaskan dan tidak bisa kutebak.

Begitu pintu tertutup, sisa kehangatan terakhir di hatiku lenyap.

Aku baru benar-benar sadar. Sisa cinta terakhirku padanya mati di saat itu.

'Julian, aku bertanya-tanya, jika kamu tahu pewarismu sedang tumbuh di dalamku, apa kamu masih akan memperlakukanku seperti ini?'

Bos Willi juga meninggalkan ruangan, dan meninggalkanku dengan sebuah peringatan.

"Besok kamu harus minta maaf, atau kamu keluar dari rumah ini."

Bagus. Itu yang dia inginkan, dan itu juga yang akan dia dapatkan. Aku akan pergi besok.

Aku menunggu hingga larut malam, dan memastikan semua orang tertidur.

Aku lalu membuka lemari dan mengeluarkan koper yang sudah lama kupersiapkan.

Paspor, uang tunai, dan kartu identitas.

Beserta tiket pesawat yang sudah kubeli.

Sebelum pergi, aku melepaskan kamera dari kotak musik, memasukkannya ke kotak kecil, dan mengirimkannya ke Julian.

Menurut perhitunganku, kotak itu akan sampai tepat saat upacara pertunangan dimulai.

Aku berharap kepergianku bisa menjadi akhir dari sandiwara ini.

Namun malam itu, Julian mengirim pesan, dan seolah menjelaskan.

[Alana, memintamu minta maaf tadi hanya untuk kepentingan Ayah. Kamu tahu betapa pentingnya aliansi keluarga. Aku harus mempertimbangkan perasaan Sabrina. Pasti kamu bisa memahami hal itu, kan?]

[Istirahatlah. Aku sudah menyiapkan gaun khusus untukmu. Kamu harus memakainya di hari pertunangan.]

[Ingat, aku akan selalu menjadi kakakmu. Itu tidak akan pernah berubah.]

Tapi aku tahu kebenarannya. Sandiwara itu bukan untuk Bos Willi. Itu untukku.

Hanya dengan pergi aku bisa mengakhiri semua ini.

Dua hari berikutnya, aku tidak pulang ke rumah.

Begitu pula dengan Julian. Dia pasti sibuk dengan persiapan terakhir upacara, dan sibuk menenangkan tunangannya yang cantik.

Aku tidak pernah menerima gaun yang dijanjikannya. Yang kudengar justru kabar bahwa dia menghabiskan miliaran untuk membelikan Sabrina sebuah kapal pesiar.

Kapal pesiar itu akan membawanya ke pulau pribadi yang dinamai sesuai aliansi dua keluarga mereka.

Pagi hari upacara pertunangan, aku menelepon ponselnya.

Dia sedang sibuk memberi perintah pada anak buahnya dan tidak langsung menjawab.

"Semua buktinya sudah siap? Ingat, jalankan rencananya begitu mereka tiba. Pastikan semua tamu bisa melihatnya dengan jelas."

"Kamu yakin soal ini? Begitu dimulai, tidak ada jalan kembali."

"Ikuti rencanaku. Aku sudah merencanakan ini selama enam tahun."

"Suruh orang mengawasi Nadia. Jangan biarkan dia merusak segalanya di saat penting."

Setelah anak buahnya pergi, dia baru sadar aku masih di telepon.

"Alana? Upacaranya sebentar lagi dimulai. Aku akan menjemputmu sekarang. Tunggu aku di rumah, ya?"

"Aku bocorkan sedikit. Akan ada kejutan khusus untukmu saat upacara. Kamu akan diundang naik ke panggung seperti pengantin."

"Bukankah itu hampir sama seperti aku menikahimu juga?"

"Jangan sedih. Kamu akan mendapatkan apa yang memang seharusnya jadi milikmu."

Aku menatap tiket pesawat di tanganku dan tersenyum pahit.

"Selamat bertunangan, Kak."

Dia terdiam sejenak, lalu tertawa.

"Kenapa hari ini kamu tiba-tiba memanggilku kakak? Aku lebih suka saat kamu memanggil namaku."

"Jadilah anak baik dan tunggu aku. Aku akan segera sampai."

Aku menatap diriku di cermin, tanpa topeng apa pun lagi, lalu meletakkan cincin lambang Keluarga Wiratama di atas meja.

Setelah menutup telepon, aku berbalik dan melangkah menuju kecelakaan yang telah kuatur.

Saat upacara dimulai, pikiran Julian terus kembali pada percakapan telepon kami. Kegelisahan menyergapnya.

Ada sesuatu yang terasa salah.

Sikapku hari ini terlalu tenang, sama sekali tidak seperti gadis manja yang dulu selalu mengikutinya.

Apa aku benar-benar tidak peduli pada pertunangannya dengan Sabrina, atau... dia sudah mengetahui sesuatu?

Keduanya sama-sama bukan hal baik baginya.

Julian berlari meninggalkan upacara.

Namun tepat ketika dia mencapai mobilnya, Rian bergegas menghampirinya dengan terengah-engah.

Di satu tangannya, dia memegang kamera yang telah kuhancurkan menjadi dua dan di tangan lainnya ada sebuah struk kusut.

"Ini gawat! Alana tahu soal pengawasan itu!"

Wajah Julian langsung pucat dan kunci mobil terlepas dari genggamannya.

"Dan..." Rian ragu sejenak, raut wajahnya muram saat menyodorkan kertas itu. "Anak buahku menelusuri pergerakannya dua hari terakhir. Mereka menemukan ini. Sebuah struk... dari klinik privat."

Julian merebut kertas itu. Darahnya terasa membeku saat membaca tulisan di sana, [Prosedur Bedah.] Tanggalnya dua hari lalu. Nama pasiennya adalah Alana Mahendra.

Dunia terasa berputar.

Hamil...

Wajah Julian pucat pasi.

Dia teringat wajah Alana yang kelelahan akhir-akhir ini, dan semuanya langsung masuk akal.

"Jadi... di mana dia? Di mana Alana sekarang?"

Rian tampak ragu, beberapa kali hendak bicara.

Julian berjuang menahan emosinya. "Katakan."

"Kami baru mendapat kabar. Keluarga Wijaya memasang penyergapan di wilayah kita. Salah satu mobil meledak terbakar di tempat dan hancur total."

"Mobil itu membawa seorang sopir... dan Alana."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pertaruhan Hati di Tengah Dendam   Bab 9

    Julian kembali ke rumah yang kini kosong.Dia mendorong pintu kamar Alana. Meja riasnya setengah kosong, dan pintu lemari terbuka. Semua barang miliknya sudah lenyap.Mereka telah tinggal bersama di rumah ini selama enam tahun.Tapi setiap sudut tempat mereka pernah saling memeluk kini terasa dingin dan kosong, seolah-olah selama ini Alana hanyalah bayangan.Dia duduk di tepi ranjang, dan merokok tanpa henti hingga puntung rokok berserakan di lantai.Dering telepon yang nyaring memecah kesunyian. Begitu dia mengangkatnya, suara Bos Willi yang murka meledak dari seberang."Julian Wiratama! Apa yang kamu pikirkan?!""Operasi pelabuhan kita dibekukan! Jalur penyelundupan terputus! Kamu tahu apa artinya ini bagi kita?""Permainan kekuasaanmu hancur! Bertahun-tahun perencanaan menjadi sia-sia!""Bagaimana aku bisa punya anak sepertimu?! Kamu mempermalukan nama keluarga!""Kamu menghancurkan masa depan keluarga demi seorang perempuan!"Saat ayahnya berbicara, Julian bisa mendengar gumaman me

  • Pertaruhan Hati di Tengah Dendam   Bab 8

    Bisikan mendadak bergema di tengah kerumunan."Apa? Dibatalkan?""Ada apa ini?""Aliansi Keluarga Wiratama dan Keluarga Santoso..."Sabrina dengan gaun putihnya berlari ke atas panggung dan mencengkeram lengan Julian."Julian, apa maksudmu?""Kamu gila? Semua orang sedang melihat!""Bagaimana aku harus menghadapi semua ini? Bagaimana dengan reputasi Keluarga Santoso?""Perempuan jalang itu membisikkan apa padamu?""Kamu tidak mengerti? Dia musuhmu! Kamu mau menghancurkan pertunangan kita demi anak perempuan dari seorang perusak rumah tangga?"Wajah Julian menegang saat dia mendorong Sabrina menjauh."Sabrina, aku memperingatkanmu untuk terakhir kalinya. Alana itu adikku. Jaga ucapanmu.""Selama dia belum kembali, pertunangan ini tidak akan dilanjutkan.""Doakan dia masih hidup dan baik-baik saja. Kalau tidak, kamu yang harus menanggung akibatnya."Dia berbalik dan melangkah keluar dari aula.Panggilan ayahnya yang penuh amarah masuk berturut-turut ke ponsel, tapi semuanya dia abaikan.

  • Pertaruhan Hati di Tengah Dendam   Bab 7

    Julian menepis Sabrina dan melangkah cepat menuju vila.Dia harus menemukan Nadia dan memastikan kabar tentang Alana.Nada suara Julian melembut ketika melihat Nadia memegang ponselnya dengan matanya merah dan bengkak karena menangis."Nadia, Alana belum sampai? Dia tidak membalas pesanmu?""Julian... ada sesuatu yang harus kamu tahu.""Alana... dia tidak akan datang hari ini. Tiga hari lalu dia bilang ingin meninggalkan tempat ini. Dia pergi pagi ini, dan kemudian... terjadi baku tembak..."Nadia tak sanggup menahan tangis, kata-katanya terputus."Dia meninggalkan ini untukku tadi malam." Nadia mengambil sebuah kotak kecil dari meja.Di dalamnya ada sebuah cincin, itu cincin yang melambangkan statusnya di Keluarga Wiratama.Panik melanda Julian. Bayangan Alana di jalanan tiba-tiba muncul di benaknya.Dia terlihat begitu tenang saat itu, seolah sudah siap menghadapi segalanya.Dia mengatakan hanya mengurus sesuatu untuk ibunya, dan mengatakan dia memahami pilihan Julian. Dia bahkan men

  • Pertaruhan Hati di Tengah Dendam   Bab 6

    Julian mencengkeram pergelangan tangan Sabrina, genggamannya begitu kuat sampai dia menjerit kesakitan."Atau biar kutanya langsung. Bagaimana Alana bisa tahu soal kamera di kamarnya? Kamu yang memberitahunya?""Kenapa kamu melakukan itu?""Aduh! Julian, sakit!"Sabrina berusaha menarik tangannya, tetapi cengkeraman Julian begitu kuat."Aku sudah bilang, setelah hari ini, Alana akan keluar dari hidup kita selamanya. Jadi kenapa kamu justru memberitahunya?""Sekarang dia sudah tidak ada. Bagaimana pertunangan kita bisa berjalan?"Sabrina tidak menyangka Julian akan tiba-tiba berbalik melawannya. Kilatan panik melintas di wajahnya lalu air mata memenuhi matanya."Julian, aku bilang sakit...""Bagaimana mungkin kamu berpikir begitu tentang aku? Kapan aku punya kesempatan untuk sendirian dengan Alana? Aku selalu bersamamu. Aku tahu rencananya dan aku tidak akan menghancurkannya, apalagi sekarang. Ini juga pertunanganku!""Dia sudah mati. Apa kamu benar-benar akan mempertanyakan hubungan ki

  • Pertaruhan Hati di Tengah Dendam   Bab 5

    Julian menatap kamera yang hancur di tangan Rian, pikirannya menolak menerima kenyataan di depannya.Setelah beberapa saat, dia mencengkeram bahu Rian, suaranya bergetar."Apa maksudmu dengan ini semua? Soal baku tembak dan ledakan, apa yang sebenarnya terjadi? Di mana Alana sekarang?""Alana tidak mati." Julian bersikeras. "Ini hanya salah satu leluconnya. Pasti begitu."Rian yang mengetahui seluruh rencana Julian, hanya bisa menghela napas pasrah."Alana mengirimkan ini dua hari lalu. Aku baru melihatnya di depan pintu, dan ada namamu di situ. Kukira itu perlengkapan untuk upacara pertunangan, jadi aku membukanya dan membawanya masuk.""Dia tahu seluruh rencanamu.""Dan soal ledakan itu..." Ekspresi Rian menegang saat menatap Julian."Mobilnya meledak di dasar tebing. Tidak ada yang selamat.""Julian, adik tirimu sudah tiada. Kejadiannya pagi ini. Aku mendapatkan riwayat perjalanannya dan beritanya sudah mulai tersebar bahwa sebuah mobil terlibat baku tembak musuh keluarga di pinggir

  • Pertaruhan Hati di Tengah Dendam   Bab 4

    "Minta maaf."Julian sama sekali mengabaikan wajahku yang berlumuran darah, tatapannya membara dengan kemarahan."Alana, aku bilang minta maaf pada Sabrina. Sekarang!"Kuku-kukuku menancap dalam ke telapak tangan, dan darah menetes ke lantai."Aku tidak melakukan kesalahan apa pun. Kenapa aku harus minta maaf?""Kamulah yang seharusnya minta maaf!"Kekecewaan terlihat jelas di mata Julian."Alana, sejak kapan kamu jadi seperti ini? Sungguh mengecewakan."Sebelum aku sempat membantah, Bos Willi melangkah maju dan menarik Julian berdiri."Bawa Sabrina untuk mengobati lukanya. Aku yang akan menangani urusan di sini."Julian pergi sambil menggendong Sabrina dalam pelukannya.Ibuku mengikuti di belakang Bos Willi, dan memohon maaf dengan rendah hati.Sebelum pergi, Julian menoleh padaku. Matanya penuh emosi yang sulit dijelaskan dan tidak bisa kutebak.Begitu pintu tertutup, sisa kehangatan terakhir di hatiku lenyap.Aku baru benar-benar sadar. Sisa cinta terakhirku padanya mati di saat itu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status