共有

Bab 3

作者: Jawaban
Seno membawa Joko pergi, seolah benar-benar ingin memberi Ayu pelajaran.

Dulu, Ayu paling takut jika ayah dan anak itu marah.Begitu mereka mulai diem-dieman, Ayu langsung panik.

Dia akan memohon, memeluk, menenangkan, sampai akhirnya mereka luluh, baru dia bisa bernapas lega.

Namun kali ini, Ayu tidak melakukan apa pun.

Beberapa hari berturut-turut, ia hanya membereskan barang-barang di rumah besar itu.

Pihak staf yang mengurus pulau tak berpenghuni meminta dokumen-dokumennya, jadi Ayu mencari waktu dan mengantar ke sana.

Baru selesai mengurus administrasi, telepon dari butik gaun pengantin masuk.

“Nona Wiratama, gaun yang Anda pesan sudah sampai. Kapan Anda datang untuk fitting?”

Saat itu Ayu baru ingat, Seno pernah berencana mengadakan resepsi ulang pada hari jadi pernikahan mereka.

Ketika menikah dulu, Seno masih di kursi roda dan mereka hanya mengurus dokumen, tanpa foto, tanpa pesta.

Ia berjanji, 26 Desember tahun ini, ia akan menggelar pernikahan sungguhan.

Ia bahkan memesan gaun itu setengah tahun sebelumnya.

Namun sekarang…

“Tidak perlu. Tolong batalkan saja.”

“Eh?” Petugas kaget. “Tapi Pak Seno sudah ada di butik sekarang.”

Ayu buru-buru pergi. Di dalam ruang istirahat, Seno dan Joko sedang duduk.

Melihat Ayu, wajah Joko tampak canggung.

Selama tiga hari penuh, Ayu tidak menelepon mereka sekali pun.

Ini adalah kejadian pertama seumur hidup Joko.

Ia marah… sekaligus sedih.

Apa Mama benar-benar tidak menginginkannya lagi?

Saat melihat wajah Ayu yang tampak baik-baik saja, kemarahannya justru meningkat.

Yang dikatakan nenek itu benar, Ayu memang ibu yang keras hati, tidak selembut Teresa!

Seno pun berwajah kelam.

Tapi ia masih menahan diri. “Sudah cukup marahnya? Kesalahan itu kamu yang buat, tapi malah ngambek. Bahkan gaun pun tidak mau dicoba.”

Ayu hampir tertawa.

Merekalah yang memarahinya.

Merekalah yang mendiamkannya.

Namun kini justru Ayu yang dituduh sedang ngambek.

“Aku tidak sedang ngambek. Gaun itu memang sudah tidak perlu dicoba.”

Tanggal 26 adalah hari kepergiannya.

Ia tidak akan datang ke pernikahan itu.

Raut Seno semakin menegang.

“Ibu jahat!” Joko menghentakkan kaki. “Pelit! Ibu sama sekali nggak dewasa! Ibu nggak pantas jadi mamaku!”

Biasanya, kata-kata itu membuat Ayu sakit sampai ingin menangis.

Tapi kali ini, ia hanya menjawab pelan. “Benar. Aku memang tidak pantas jadi ibumu. Biar Teresa saja yang jadi mamamu.”

Joko langsung membeku.

Wajah Seno seketika menggelap. “Ayu, cukup! Aku dan Teresa itu tidak ada hubungan apa-apa! Kamu jangan pikir yang aneh-aneh! Aku cuma kasihan dia, usia masih dua puluhan, sudah divonis kanker, hidup tinggal dua bulan! Dia itu adikmu! Kenapa hatimu begitu keras? Begitu kejam?”

Ayu membiarkan Seno menuduh sesukanya.

Hatinya sudah terlalu hancur untuk bisa terluka lagi.

Ia bahkan sempat berpikir… jika suatu hari Seno tahu Teresa tidak benar-benar sakit, apa wajahnya akan berubah?

“Kalau tidak ada yang penting, aku pergi dulu.”

Ayu berbalik.

Seno panik.

“Ayu!”

“Mama!”

Tiba-tiba ponsel Seno berbunyi.

Saat ia mengangkat, wajahnya berubah total, dari yang tadinya tengang menjadi lembut.

“Teresa, jangan takut! Aku segera datang!” jawab Seno.

Belum sempat Ayu bereaksi, tangannya sudah ditarik. “Kamu ikut!”

Tanpa memberi kesempatan untuk mengelak, Ayu diseret masuk ke mobil.

Mereka melaju sangat cepat.

Untuk pertama kalinya, Ayu melihat Seno benar-benar panik.

Begitu membuka pintu ruang VIP restoran itu, Teresa langsung berlari memeluknya sambil menangis.

“Seno! Selamatkan aku! Mereka memaksa aku minum!” teriak manja Teresa.

Seno memeluknya erat, melindungi seluruh tubuhnya.

Joko berdiri di depan Teresa, seperti penjaga kecil.

“Jangan ganggu Bibi!”

Di dalam ruangan, beberapa pria duduk santai.

Kontrak tergeletak di meja, seolah mereka sedang negosiasi.

Melihat drama itu, para pria hanya mengangkat alis dengan malas.

“Nona Teresa, jangan bilang ‘memaksa’. Kami hanya meminta Anda minum segelas, lalu kontrak kami tanda tangan. Itu saja.”

Wajah Seno menghitam.

“Teresa punya kanker lambung! Dia tidak boleh minum! Biar aku yang minum!”

Pria-pria itu tertawa kecil.

“Anda bukan Keluarga Wiratama. Anda minum, apa gunanya? Kami perlu perwakilan Keluarga Wiratama.”

Dalam satu detik, Seno dan Joko serempak menoleh pada Ayu.

Ayu membeku.

Ia mengerti seketika, ini alasan Seno menyeretnya ke sini.

Ia dipanggil untuk membersihkan masalah Teresa.

“Mustahil! Aku tidak akan minum!” Ayu mengepalkan tangan.

Teresa langsung menangis keras, merintih, “Kak, kumohon… ini perusahaan keluarga kita… apakah Kakak tega lihat keluarga kita bangkrut?”

Seno membentak,

“Ayu! Jangan tidak tahu diri! Teresa bekerja mati-matian demi proyek ini! Hanya segelas!”

Joko pun berteriak,

“Mama cepat minum! Habis minum, aku nggak marah lagi soal Mama dorong Bibi!”

Ayu memegang dinding.

Seluruh tubuhnya seperti tenggelam dalam es.

Setiap kata mereka adalah paksaan untuk membunuhnya.

Kanker lambung stadium akhir, minum alkohol sama saja dengan mempercepat ajal.

Dan lagi, apa urusannya dengan perusahaan Keluarga Wiratama?

Ia bahkan tidak punya satu persen saham pun.

Mata Ayu memerah. “Tidak akan pernah.”

Wajah Seno menegang. Di tengah isak Teresa, ia mengangkat gelas itu.

Lalu, ia mencengkeram rahang Ayu dengan keras.
この本を無料で読み続ける
コードをスキャンしてアプリをダウンロード

最新チャプター

  • Pertemuan Adalah Alur Takdir   Bab 21

    Di tengah kesadarannya yang kabur, Seno merasa seolah berada di sebuah pulau.Saat ia masih kebingungan, seorang perempuan mengenakan gaun panjang berjalan keluar dari halaman. Tangannya membawa keranjang bunga, senyumnya cerah dan memesona. Bahkan pekerjaan mencabut rumput yang paling membosankan pun ia kerjakan sambil bersenandung kecil.Seno hanya bisa bersembunyi di sudut, menyaksikan Ayu yang begitu cerah… begitu bahagia.Untuk pertama kalinya, Seno merasa dirinya hanyalah seekor tikus yang tersesat di selokan gelap.Dihantam oleh kenyataan yang begitu kejam.Ternyata… setelah meninggalkan dirinya, Ayu bukan hanya tidak kesepian, bahkan hidupnya penuh, hangat, dan benar-benar bahagia.Hanya dirinya… dirinya saja… yang terperangkap dalam cinta ini, tersiksa tanpa henti, jatuh, tercekik, tanpa jalan keluar.Saat sedang linglung, seorang pria berjalan menghampiri Ayu, menyapa dengan ramah.Mata Seno memerah. Ia berlari menerjang ke arah mereka.“Itu istriku! Kekasihku! Aku tidak meng

  • Pertemuan Adalah Alur Takdir   Bab 20

    Seno langsung pergi ke rumah sakit.Operasi Joko berjalan sangat baik, hanya saja ia masih belum sadar.Perawat berkata, “Anaknya mungkin sementara tidak mau bangun.”Seno menggenggam erat tangan Joko, lalu meletakkan boneka beruang kecil di sisi bantalnya. “Joko… ini semua salah papa.”Dialah yang menjerumuskan Joko, menghancurkan hidup anak itu, dan juga menghancurkan Ayu.“Aku akan membawanya kemari… kalau dia bersedia menemuimu.” ucap perawat rumah sakit.Setelah itu, Seno bangkit dan menuju kantor polisi.Sesaat sebelum ia melangkah masuk, telapak tangannya sudah penuh keringat dingin.Ia tidak tahu… apakah Ayu masih mau kembali.Masih mau menemuinya atau tidak.Bagaimanapun, dirinya sekarang sudah tidak punya kelayakan apa pun. Tidak punya posisi, tidak punya hak.Jika Ayu memilih pergi, ia bahkan tidak akan mencoba menahannya.Karena melepaskan… adalah satu-satunya hal yang masih bisa ia berikan padanya.Setelah berkali-kali menata mentalnya, barulah Seno berani melangkah masuk

  • Pertemuan Adalah Alur Takdir   Bab 19

    Orang tua Wiratama tertegun mendengar pertanyaan itu, seolah kalimat tersebut membuat mereka benar-benar kebingungan.Ayu menghindari tatapan, lalu tiba-tiba menekan dada.“Aduh... sakit sekali... Ayah! Ibu! Cepat antar aku ke rumah sakit, sakit lambungku kambuh lagi!” ucap Teresa.“Ke rumah sakit untuk mengungkap bahwa kamu memalsukan kanker lambung?” ucap Seno.Ibu Wiratama langsung berdiri. “Seno, Yang masuk ke perut bisa dikeluarkan, yang masuk ke hati susah dikeluarkan! Teresa mengidap kanker lambung itu adalah hal yang kami semua tahu!”Ayu juga terus terisak. “Seno, apa kamu sedang stres sampai berhalusinasi? Mana mungkin aku memalsukan kanker lambung.”Seno memutar rekaman telepon Teresa di depan semua orang.Terutama bagian ketika Teresa mengakui sendiri bahwa ia berpura-pura mengidap kanker dan fakta bahwa ia menculik Ayu.Ayah dan Ibu Wiratama tampak sangat terkejut, Ibu Wiratama bahkan hampir pingsan seketika. “Dosa besar... ini dosa besar...!”Ia menepuk-nepuk pahanya, men

  • Pertemuan Adalah Alur Takdir   Bab 18

    Begitu menerima kabar, Seno terburu-buru bergegas ke rumah sakit, namun langsung dihalangi di depan ruang operasi.“Pak Seno, tolong tenang dulu!”Sudut matanya memerah.Maafkan aku, Ayu… aku lagi-lagi gagal melindungi anak kita.“Bagaimana keadaan Joko sekarang?” tanya Seno.Perawat menatap pria yang berdiri di depannya, kebingungan, putus asa, tubuhnya bergetar tanpa bisa dikendalikan.Dulu ia tampan dan gagah.Sekarang tubuhnya kurus, wajahnya pucat, mata cekung, lingkar mata menghitam.Kelelahan dan rasa mati membuat kilau hidupnya hampir hilang total.Perawat itu akhirnya menghela napas. “Keadaan Joko sangat buruk. Kepalanya mengalami benturan parah. Ada kemungkinan… ia bisa menjadi vegetatif.”Mata Seno memerah seperti direndam darah. “Waktu itu perawat jaga di mana? Mana suster-suster rumah sakit ini? Kenapa tidak ada yang mengawasi dia?!”“Pak Seno… saat itu Joko sedang ditemani oleh pihak keluarga.” jawab perawat rumah sakit.“…Siapa?” tanya Seno.“Teresa Wiratama, bibi Joko.”

  • Pertemuan Adalah Alur Takdir   Bab 17

    Seno juga tidak pernah berhenti mencari Ayu.Video dirinya berlutut di depan kamera, memohon Ayu memaafkannya, tersebar sampai ke seluruh dunia.Komentar dari warganet bermacam-macam, ada yang iri pada ketulusannya.Ada yang mengecamnya sebagai pria brengsek yang pura-pura setia.Ada yang menghujat sejadi-jadinya.Namun Seno sama sekali tidak peduli.Yang ia pikirkan hanya satu: bagaimana membuat Ayu melihatnya, bagaimana membuat Ayu memaafkannya.Setiap malam, saat ia teringat waktu Ayu yang terus berkurang…terbayang Ayu meringkuk kesakitan karena kanker lambung, ia selalu terbangun dengan napas tersengal, tak bisa tidur lagi.Lembaran kalender terkoyak satu per satu.Rasa takut yang tak berwujud itu menyebar perlahan dari dasar hatinya…menekan dada Seno sampai ia sering kali merasa sesak.Sesekali, Teresa datang.Meski ia terus menjelaskan bahwa ia benar-benar tidak tahu soal kanker Ayu, tapi bagi Seno, semua itu sudah tidak penting.Jika sejak awal ia tahu Ayu sakit… ia tidak akan

  • Pertemuan Adalah Alur Takdir   Bab 16

    Wajah Teresa seketika memucat. “Seno, aku… aku tidak mengerti apa yang kamu bicarakan.”Ibu Wiratama juga membelalakkan mata. “Kanker apa? Seno, kamu jangan sampai tertipu oleh anak itu! Ayu sehat-sehat saja! Mana mungkin kena kanker? Jangan karena dia hilang, kamu jadi percaya apa pun!”“Iya!” Ayah Wiratama menimpali dengan panik. “Anak kurang ajar itu cuma iri pada Teresa! Mana mungkin kakak beradik kena kanker bersamaan? Itu konyol!”Iya, memang konyol.Jika saja itu bohong, Seno lebih berharap daripada siapa pun bahwa hal itu tidak benar.Tapi sayangnya… itu kenyataan.“Ini hasil pemeriksaan rumah sakit milik Ayu.” ucap Seno sambil mengeluarkan lembar pemeriksaan yang baru dicetak ulang.Begitu Orang tua Wiratama melihat empat kata “kanker lambung stadium akhir”, wajah mereka langsung pucat seperti kapur.Ibu Wiratama limbung, jatuh terduduk di lantai.“Tidak mungkin… tidak mungkin!”Melihat bukti sudah tak bisa dibantah, mata Teresa memerah seketika.“Bagaimana bisa begini? Aku… a

続きを読む
無料で面白い小説を探して読んでみましょう
GoodNovel アプリで人気小説に無料で!お好きな本をダウンロードして、いつでもどこでも読みましょう!
アプリで無料で本を読む
コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status