แชร์

Bab 2

ผู้เขียน: Samar
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-02-01 07:36:24

Entah sudah berapa puluh kali, notifikasi chat dan panggilan dari nomor tidak dikenal masuk ke ponsel Meiva.

Sengaja ia mengabaikan, sebab tahu mereka adalah orang-orang dari pihak perusahaan pinjaman online yang berusaha penagih utang.

Dalam beberapa bulan terakhir ini karena tidak memiliki pekerjaan, Meiva memilih jalan instan dengan meminjam uang ke pinjaman online, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari di kota ini yang begitu besar.

Namun, pada saat tanggal jatuh tempo, ia belum memiliki uang.

Pagi tadi, ia baru saja mendapat informasi, dari Luna, salah satu teman yang bekerja menjadi HRD di Royal Entertainment, tempat Meiva melamar pekerjaan. Dia meberitahu kalau Meiva bisa mulai bekerja besok.

Jadi, mana mungkin dia akan mendapatkan gaji langsung.

Meiva memilih mematikan ponselnya, kemudian melanjutkan perjalanan.

Ia menyadari ada satu mobil berwarna hitam melaju kencang mengejar laju mobilnya.

Meiva terus saja menghindar tapi terus saja diikuti ke mana pun berbelok.

hingga membuatnya sulit mengendalikan diri di jalanan licin yang baru saja turun hujan.

Meiva menginjak rem mendadak tidak sengaja menabrak orang yang sedang berjalan di pinggir.

Untung mobil segera berhenti jadi tidak seberapa parah mengenai lelaki itu.

Namun, itu cukup membuat jantung Meiva terpacu kencang. Ia berinisiatif untuk menolong. Namun secara bersamaan, gadis itu berdecih saat dua orang berpenampilan preman berdiri di samping pintu mobil sambil mengetuk kasar.

“Turun, atau kami sakiti?”

Mereka mengancam dengan nada membentak. Sorot matanya tajam mengintimidasi.

Meiva terpojokkan, tidak mempunyai pilihan lain. Mau bergerak pun tak bisa, tak ada jalan lain, selain membuka pintu sambil memasukkan ponsel ke dalam tas.

“Siapa kalian menyuruhku keluar? Kalian mau merampok?!” teriak Meiva, hatinya telah hancur, maka tidak ada yang dia takutkan sekarang.

“Serahkan mobilmu! Karena kamu sudah telat membayar angsuran selama tiga bulan terakhir,” ucap pria seram berambut klimis.

“Beri saya waktu, Pak, biar saya lunasi.”

“Kami tidak mau terima alasan apa pun, tiga bulan bukan waktu yang sebentar. Maka terpaksa sekarang mobil harus kami sita.” Pria itu dengan kasar mendorong Meiva hingga menyingkir dari depan pintu mobil.

Meiva sudah mencicil separuh dari harga mobil ini, maka dia tidak rela kalau harus kehilangan uang yang sudah dia kumpulkan mati-matian.

“Cepat!”

“Kumohon, jangan ambil mobilku.”

Meiva ditarik minggir. Lalu dengan cepat pria bertubuh besar itu masuk mobil lalu membawanya pergi.

Sungguh malang nasibnya kini!

Meiva ditinggal di tengah jalan sendirian, dengan kondisi yang memprihatinkan.

Apa lagi yang akan diambil lagi darinya sekarang?

Semua sudah selesai, bahkan apartemen yang selama ini dia beli ternyata kepemilikannya atas nama Alden. Dan ia harus berpura-pura tidak mengetahui untuk tetap bisa tinggal di apartemen itu.

“Ah!”

Meiva langsung menoleh saat mendengar desahan kesakitan dari seseorang. Buru-buru menghampiri sambil ketakutan, melihat pria beralis tebal dan matanya menatap ke arahnya sayu, tapi ada kilatan kemarahan.

“Sepertinya Tuan kesakitan, apa kamu mengalami luka? Aku minta maaf, karena sudah menabrak Tuan tadi.” Meiva memperhatikan tubuh pria itu dari atas sampai bawah, dia sama sekali tidak merespons dalam posisi duduk mendongak ke atas sambil memejamkan mata.

‘Kalau goresan semacam ini, setidaknya aku nggak perlu ganti rugi,’ batin Meiva melihat kondiri pria itu. Ada luka gores di siku kanannya, tidak parah. Membuat Meiva sedikit tenang.

Tidak mempedulikan ucapan Meiva, pria itu memegang dadanya, sambil bernapas cepat.

‘Jangan-jangan dia terkena serangan jantung?’

Jika iya, pasti Meiva adalah orang pertama yang akan disalahkan. “Tuan, kamu baik-baik saja, ‘kan?

“Sepertinya memang terkena serangan jantung, Anda mengeluarkan keringat dingin. Lebih baik pindah posisi yang lebih nyaman.” Menarik tubuh pria itu lalu menaikkan satu tangan ke pundaknya membawanya minggir di atas trotoar.

Jalanan sangat sepi, sejak tadi tak ada satu pun mobil yang bisa dimintai tolong.

Pria itu memejamkan mata sambil menekan dadanya terlihat kesakitan.

“Bernapaslah pelan-pelan, Tuan, aku akan mencoba memberikan pertolongan padamu.” Meiva melepaskan kancing kemeja pria itu cepat, lalu menekan dada pria dengan kedua tangannya siap memompa.

“Jangan menekan sebelah sana. Rasanya sangat sakit,” desah pria itu semakin parah, dia sangat kesakitan sesak napas.

“Tuan, tolong bertahanlah. Aku akan memberi pertolongan padamu. Jadi, kumohon tetap bersamaku.”

Meiva mengusap keringat yang mengalir di pelipisnya. Dalam kepanikan dia ingat, dulu pernah menguasai CPR, teknik pertolongan pertama pada kondisi henti jantung. “Pertolongan pertama henti jantung harus dilakukan sesegera mungkin.”

Kurangnya suplai oksigen dapat menyebabkan kerusakan otak hingga kematian hanya dalam waktu delapan sampai sepuluh menit.

Meiva menarik napas panjang, tidak mengira kalau nasibnya akan berakhir seperti ini. Ia mengangkat dagu pria itu, membuka mulutnya.

Sekali lagi, Meiva memejamkan mata sambil menghela napas panjang.

Bibirnya di atas mulut pria tampan itu. Ia menjepit hidungnya menggunakan tangan, dengan kesiapan yang matang, ia memberikan udara dengan cepat.

Aroma mint menguar dari bibir mulut pria itu, hingga membuat Meiva terdiam beberapa saat.

Secara bersamaan pria itu membuka mata, sontak membuat dada Meiva berdebar kencang. Kedua mata mereka saling bertemu. Tatapan pria itu begitu tegas dan karismatik, hingga membuat Meiva menunduk menyembunyikan pipinya yang merona setelah mengakhiri pertolongannya. Ia mendadak canggung.

"Tuan, baru saja aku--"

Setelah kesadaran pria itu berangsur-angsur mulai penuh, pria itu menempelkan jari telunjuk ke bibir Meiva dengan perlahan. “Kamu tetap … harus bertanggung jawab.”

“Tanggung jawab? Aku sudah bertanggung jawab menolong dengan memberi napas buatan. Tanggung jawab apa lagi maksud Tuan?”

"Kita harus ke rumah sakit, untuk memastikan kalau tidak ada luka yang serius."

Pria itu mencengkram pergelangan tangan Meiva lalu menghubungi seseorang dari ponselnya, tak lama berselang mobil berwarna hitam datang, langsung membawa Meiva pergi dari lokasi kejadian.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Pertemuan Pertama Membuat Presdir Terobsesi    BAB 49

    “Ini rincian naskah yang sebenarnya?” Clovis mengernyitkan dahi membaca isi naskah yang diberikan oleh penulis.Sutradara Niel, penulis dan produser terlihat bingung setelah melihat naskah ke atas meja begitu saja.“Kenapa Anda terkejut begitu, Pak? Maaf, bukannya Anda sudah membaca naskahnya sebelumnya?” tanya penulis bernama Rully itu.Begitu juga dengan sutradara Niel yang kini turut mengangguk. “Benar, sebelumnya Anda membacanya, bahkan dengan sangat detail, lalu setuju dengan semuanya.”Wajah Clovis tampak muram jari telunjuknya mengusap-usap pelipisnya seiring dengan mata terpejam, sontak membuat suasana dalam ruangan itu terasa mencekam.“Kurasa, pemeran utama juga tidak akan keberatan dengan adegan itu, mereka sangat professional,” ucap Rully.Clovis sontak menggeleng. ‘Dia adalah wanitaku,’ batinya.“Sebaiknya hilangkan saja adegannya,” ucapnya kemudian.“Pak Clovis, semua adegan dan teks di dalamnya sudah diatur sejak lama, kalau tiba-tiba meminta kami untuk menghilangkan ad

  • Pertemuan Pertama Membuat Presdir Terobsesi    BAB 48

    Tanpa Meiva dan Clovis sadari, di antara banyaknya wartawan. Ada satu media masa yang melihat mereka turun dari mobil secara bergantian. Gerak gerik Meiva yang menyelinap masuk ke gedung menimbulkan kecurigaan langsung menggerakkan tangan wartawan itu untuk mengangkat kamerannya, menggambil foto Meiva tersembunyi. Meiva masuk dengan santai setelah lolos dari kerumunan wartawan. Dia segera ke ruangan pertemuan yang ada di lantai lima. Sambil berjalan tergesa-gesa ia mengeluarkan ponselnya mencoba menghubungi Emeli yang seharusnya sudah di sini sebelum dia sampai. “Apa kamu sudah sampai, Meiv?” Meiva memejamkan mata mendesah kesal. “Bukankah kamu yang seharusnya lebih dulu sampai di sini?” “Maaf, Meiv, mendadak kakakku menelepon minta aku mengantar ke rumah sakit. Ini baru saja aku dalam perjalanan ke sana, kamu masuklah duluan, aku akan segara menyusul.” “Oke.” Secara bersamaan Meiva membuka pintu, tubuh rampingnya hampir saja tertabrak oleh tubuh tegap yang akan keluar da

  • Pertemuan Pertama Membuat Presdir Terobsesi    BAB 47

    “Lumayan.” Mendengar kata ‘lumayan membuat Meiva seketika menoleh. Entah apa maksud Clovis mengatakannya. “Sudah kubilang, kalau dia adalah Perempuan yang baik.” Pipinya bersemu merah saat mendengar pujian itu. Tangannya memotong daging panggang di atas piring hadapannya. “Ya, mama benar. Dia gadis baik.” “Dan juga patuh.” Clovis melirik sambil menyeringai di samping Meiva. Tapi, entah kenapa ia merasa lirikkan itu seperti sebuah ancaman. Ia mengusap-usap belakang leher sendiri, ketika merasakan takut, juga canggung. Acara pertemuan kali sangat berangsur sangat formal, para pelayan pun menyajikan makanan secara khusus. Nyoya Liona sibuk mencicipi makanan satu persatu sebelum menyuruh yang lain menyantapnya. “Clovis memiliki alargi susu, oleh sebab itu, aku harus memastikan kalau tidak ada kandungan susu dalam setiap menunya.” “Dan kamu juga harus mengingatnya, Lily, supaya di masa depan berhati-hati.” “Hanya masalah kecil, tidak perlu dibicarakan,” potong Clovis ti

  • Pertemuan Pertama Membuat Presdir Terobsesi    BAB 46

    Pasok udara di sekitarnya semakin menipis. Di dalam kegelapan saja, membuatnya merasa sesak, apa lagi sekarang tangan kekar Clovis terus membekapnya. 'Pria ini gila, seperti yang dikatakan Austin.'Saat tenaganya hampir saja habis, Clovis mengendurkan tangannya. Meiva langsung meraup napas sebanyak-banyaknya, untuk memasukkan oksigen dalam dadanya terpenuhi. "Ka—" Secara bersamaan Meiva membuka mulut ingin bicara, lampu dalam kamar mandi itu menyala. Mata kecoklatannya, bertatapan dengan netra hitam pekat milik Clovis. Saat ini lelaki itu baru menyadari, kalau perempuan yang bersamanya sejak tadi adalah Meiva? Dahi Clovis mengkerut dalam, saat menyadarinya. Antara malu, dan juga canggung saat perempuan itu menatapnya dengan napas terengah-engah karena ulahnya. "Bagus sekali, Pak Clovis," ucap Meiva dengan suara pelan sambil tersenyum sinis. "Apa yang kamu lakukan di sini?" Mereka sudah bertemu sejak beberapa jam yang lalu, tapi kini Clovis bersikap seolah baru saja bangun dari

  • Pertemuan Pertama Membuat Presdir Terobsesi    Bab 45

    Bab 45 Saat menyadari langkah kaki lelaki itu masuk melalui celah pintu yang terbuka, Meiva reflek mundur, tangannya yang gemetar mengarahkan senter di ponselnya ke wajah lelaki itu, tapi karena panik ponselnya terjatuh ke lantai, meski pun tidak mati, Cahaya itu berbalik meyorot ke kaki jenjangnya.Dalam ruang yang minim pencahayaan itu, Meiva sama sekali tidak merasakan sikap baik laki-laki itu, bayangan hitam itu semakin mendekat seperti malaikat maut. Tanganya terulur ke belakang pinggang ramping Meiva, guyuran air dingin menerpa kulit Meiva Kemudian memejamkan mata, tersentak, kala buliran air terjun bebas melewati kelopak matanya. Hawa panas dari tubuh lelaki kian mendekat, Meiva mendongak saat jari lelaki itu mengangkat dagunya, Meiva berusaha mengamati wajah itu, meski pun tidak jelas di balik sama-samarnya pencahayaan, ia bisa merasakan hawa penindasan yang begitu kuat. “Lepaskan aku!” Meiva menggunakan keberaniannya untuk menyingkirkan tangan lelaki itu. ia bergera

  • Pertemuan Pertama Membuat Presdir Terobsesi    BAB 44

    Kaki jenjang berkulit putih Meiva berangsur mundur, ketika dia menyadari kalau sudah salah memilih tempat berpijak. Meski pun ia tak melihat wajah pria di balik bayangan hitam itu, tapi, aura menyeramkan telah memenuhi ruangan membuat Meiva lagi dan lagi menelan saliva. ‘Aku menghargai Nyonya Liona, tapi aku juga menghargai nyawaku sendiri, lebih baik meninggalkan tempat ini dari pada meninggal untuk selama-lamanya,’ batinnya, mengamati benda-benda yang diletakkan di meja dan lingerie di atas ranjang, dengan cepat kemudian dengan cepat ia berbalik. Tidak menoleh lagi, ia segera membuka pintu keluar dari tempat menyeramkan itu. Namun, berulang kali tangan berkulit putihnya memutar handle pintu, tapi tak kunjung terbuka. Tanpa menyerah, ia mengulangi dengan cepat, berharap keajaiban terjadi.“Permainan belum dimulai, kau mau pergi, Nona?” Clovis sengaja tidak menunjukkan wajahnya, sebab ia tidak ingin perempuan itu mengenalinya setelah keluar dari sini. Statusnya sebagai anak Liona

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status